Anda di halaman 1dari 15

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT

1. Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung
jawab,identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,serta diagnosa medis.
Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia
manapun,khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius,terluka serta usia dewasa
dan pada umumnya lanjut usia. Pada pengkajian jenis kelamin, pria disebabkan oleh hipertrofi
prostat sedangkan pada wanita disebabkan oleh infeksi saluran kemih yang berulang, serta pada
wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan. Untuk pengkajian identitas penanggung
jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.

2. Riwayat Kesehatan
2.1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
2.2.Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan
renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output
dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dnegna predisposisi
penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar nluas,
cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID
atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma
langsung pada ginjal.
2.3.Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
2.4.Riwayat psikososialcultural
Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang berat akan
memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
3. Pemeriksaan Fisik
3.1.Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya
perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi
mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan
denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.

3.2.Pemeriksaan Pola Fungsi


3.2.1. B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang
merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine
(fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan
menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.

3.2.2. B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem
hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut
merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi
eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung
akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya
peningkatan.

3.2.3. B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit
kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri
yang berlanjut pada sindrom uremia.

3.2.4. B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine
output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan
peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada
pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.

3.2.5. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.

3.2.6. B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan
perfusi perifer dari hipetensi.

3.3. Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, dan
myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK,
NTA,d an GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio
urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan
laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak
mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke
dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan
henti jantung
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti
substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer
ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.

4. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema. Natrium
polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran
intenstinal.
3. Terapi cairan
4. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialysis

5. Diagnosa keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d. fase diuresis dari gagal ginjal akut
2. Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada ciaran serebrospinal,
perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan
retensi cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis metabolik
3. Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri,
perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan
uremia
4. Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal efek
sekunder dari asidosis metabolik
5. Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi
6. Aktual/risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
7. Aktual/risiko tinggi defisit neurologis b.d gangguan transmisi sel-sel saraf sekunder dari
hiperkalsemi
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak adekuat
sekunder dari anoreksi, mual, muntah
9. Gangguan ADL (Activity Daily Living) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik secara umum
10. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan

7. Intervensi
Rencana keperawatan yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien, menghindari
penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan risiko komplikasi.

Diagnose Tujuan dan Intervensi Rasional


criteria hasil
Tujuan : defisit 1. Monitoring status1. Jumlah dan tipe cairan
volume cairan cairan (turgor pengganti ditentukan dari
dapat teratasi kulit, membran keadaan status cairan
Kriteria evaluasi : mukosa, urine Penurunan volume cairan
- Klien tidak outputt). mengakibatkan menurunnya
mengeluh pusing, 2. Auskultasi TD produksi urine, monitoring
membran mukosa dan timbang berat yang ketat pada produksi
lembab, turgor badan. urine <600 ml/hari karena
kulit normal, TTV 3. Programkan merupakan tanda-tanda
dalam batas untuk dialysis. terjadinya syok hipovolemik.
normal, CRT < 3 4. Kaji warna kulit, 2. Hipotensi dapat terjadi pada
detik, urine > 600 suhu, sianosis, hipovolemik. Perubahan berat
ml/hari nadi perifer, dan
Laboratorium : diaforesis secara badan sebagai parameter
nilai hematokrit teratur. dasar terjadinya defisit cairan.
dan protein serum 5. Kolaborasi 3. Program dialisis akan
meningkat, Pertahankan mengganti fugnsi ginjal yang
BUN/Kreatinin pemberian cairan terganggu dalam menjaga
menurun secara intravena keseimbangan cairan tubuh.
4. Mengetahui adanya
pengaruh adanya peningkatan
tahanan perifer.
5. Jalur yang paten penting
untuk pemberian cairan
secara cepat dan
memudahkan perawat dalam
melakukan kontrol intake dan
output cairan

Tujuan:tidak 1. Kaji faktor penyebab


1. Mengeidentifikasi untuk
terjadi perubahan asidosis metabolic. mengatasi penyebab dasar
pola napas 2. Monitor ketat TTV. dari asidosis metabolic.
Kriteria evaluasi: 3. Istirahatkan klien 2. Perubahan TTV akan
- Klien tidak dengan posisi fowler. memberikan dampak pada
sesak napas, RR4. Ukur intake dan risiko asidosis yang
dalam batas output. bertambah berat dan
normal 16-20 Manajemen berindikasi pada intervensi
x/menit. lingkungan : untuk secepatnya melakukan
- Pemeriksaan 5. lingkungan tenang koreksi asidosis
gas arteri pH dan batasi 3. Posisi fowler akan
7.40 ± 0,005, pengunjung. meningkatkan ekspansi paru
HCO, 24 ± 2 Kolaborasi optimal istirahat akan
mEq/L, dan mengurangi kerja jantung,
PaCO, 40 mmHg meningkatkan tenaga
6. Berikan cairan ringer cadangan jantung, dan
laktat secara menurunkan tekanan darah.
intravena. 4. Penurunan curah jantung,
7. Berikan bikarbonat. mengakibatkan gangguan
8. Pantau data perfusi ginjal, retensi
laboratorium analisis natrium/air, dan penurunan
gas darah urine output.
berkelanjutan 5. Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan O2ruangan
yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang
berada di ruangan.
6. Larutan IV ringer laktat
biasanya merupakan cairan
pilihan untuk memperbaiki
keadaan asidosis metabolik
dengan selisih anion normal,
serta kekurangan volume
ECF yang sering menyertai
keadaan ini.
7. Kolaborasi pemberian
bikarbonat. Jika penyebab
masalah adalah masukkan
klorida, maka pengobatannya
adalah ditujukan pada
menghilangkan sumber
klorida.
8. Tujuan intervensi
keperawatan pada asidosis
metabolik adalah
meningkatkan pH sistemik
sampai ke batas yagn aman
dan menanggulangi sebab-
sebab asidosis yang
mendasarinya. Dengan
monitoring perubahan dari
analisis gas darah berguna
untuk menghindari
komplikasi yang tidak
diharapkan
Tujuan:tidak 1. Kaji faktor penyebab1. Banyak faktor yang
terjadi aritmia dari situasi/keadaan menyebabkan hiperkalemia
Kriteria : individu dan faktor- dan penanganan disesuaikan
- Klien tidak faktor hiperkalemi. dengan faktor penyebab.
gelisah, tidak Manajemen 2. Makanan yang mengandung
mengeluh mual- pencegahan kalium tinggi yang harus
mual dan muntah hipokalemia dihindari termausk kopi,
- GCS 4, 5, 62. Beri diet rendah cocoa, the, buah yang
tidak terdapat kalium dikeringkan, kacang yang
papiledema. TTV3. Memonitor tanda- dikeringkan, dan roti gandum
dalam batas tanda vital tiap 4 jam. utuh. Susu dan telur juga
normal. 4. Monitoring ketat mengandung kalium yang
- Klien tidak kadar kalium darah cukup besar. Sebaliknya,
mengalami defisit dan EKG. makanan dengan kandungan
neurologis, kadar5. Monitoring klien kalium minimal termasuk
kalium serum yang berisiko terjadi mentega, margarin, sari buah,
dalam batas hipokalemi. atau saus cranbeery, bir jahe,
normal permen karet, atau gula-gula
6. Monitoring klien (permen), root beer, gula dan
yang mendapat infus madu.
cepat yang 3. Adanya perubahan TTV
mengandung kalium secara cepat dapat menjadi
Manajemen pencetus aritmia pada klien
kolaborasif koreksi hipokalemi.
hiperkalemi: 4. Upaya deteksi berencana
7. Pemberian kalsium untuk mencegah hiperkalemi.
glukonat. 5. Asidosis dan kerusakan
8. Pemberian glukosa jaringan seperti pada luka
10%. bakat atau cedera remuk,
9. Pemberian natrum dapat menyebabkan
bikarbonat. perpindahan kalium dari ICF
10. ke ECF, dan masih ada hal-
hal lain yang dapat
menyebabkan hiperkalemia.
Akhirnya, larutan IV yang
mengandung kalium harus
diberikan perlahan-lahan
untuk mencegah terjadinya
beban kalium berlebihan
latrogenik.
6. Aspek yang paling penting
dari pencegahan
hiperkalemia adalah
mengenali keadaan klinis
yang dapat menimbulkan
hiperkalemia karena
hiperkalemia adalah akibat
yang bisa diperkirakan pada
banyak penyakit dan
pemberian obat-obatan.
Selain itu, juga harus
diperhatikan agar tidak
terjadi pemberian infus
larutan IV yang mengandung
kalium dengan kecepatan
tinggi.
7. Dilakukan penghambatan
terhadap efek jantung dengan
kalsium, disertai redistribusi
K+ dari ECF ke ICF. Tiga
metode yang digunakan
dalam penangan kegawatan
dari hiperkalemia berat (>8
mEq/L atau perubahan EKG
yang lanjut)
8. Kalsium glukonat 10%
sebanyak 10 ml diinfus IV
perlahan-lahan selama 2-3
menit dengan pantauan EKG,
efeknya terlihat dalam waktu
5 menit, tetapi hanya
bertahan sekitar 30 menit.
9. Glukosa 10% dalam 500 ml
dengan 10 U insulin regular
akan memindahkan K+ ke
dalam sel; efeknya terlihat
dalam waktu 30 menit dan
dapat bertahan beberapa jam.
10. Natrium
bikarbonat 44-88 mEq IV
akan memperbaiki asidosis
dan perpindahan K+ke dalam
sel; efeknya terlihat dalam
waktu 30 menit dan dapat
bertahan beberapa jam.
Tujuan : perfusi1. Monitor tanda-tanda 1. Dapat mengurangi
jaringan otak status neurologis kerusakan otak lebih lanjut.
dapat tercapai dengan GCS. 2. Pada keadaan normal,
secara optimal. 2. Monitor tanda-tanda autoregulasi
Kriteria evaluasi : vital seperti TD, nadi, mempertahankan keadaan
- Klien tidak suhu, respirasi, dan tekanan darah sistemik yang
gelisah, tidak ada hati-hati pada dapat berubah secara
keluhan nyeri hipertensi sistolik. fluktuasi. Kegagalan
kepala, mual,3. Bantu klien untuk autoreguler akan
kajang, GCS membatasi muntah menyebabkan kerusakan
4,5,6, pupil dan batuk. Anjurkan vaskular serebral yang dapat
isokor, refleks klien untuk dimanifestasikan dengan
cahaya (+). mengeluarkan napas peningkatan sistolik dan
- Tanda-tanda apabila bergerak atau diikuti oleh penurunan
vital normal (nadi berbalik di tempat tekanan diastolik, sedangkan
60-100 kali/menit, tidur. peningkatan suhu dapat
suhu : 36-36,70C,4. Anjurkan klien untuk menggambarkan pejralanan
pernapasan 16-20 menghindari batuk infeksi.
kali/menit), dan mengejan 3. Aktivitas ini dapat
- serta klien berlebihan meningkatkan tekanan
tidak mengalami5. Ciptakan lingkungan intrakranial dan
defisit neurologis yang tenang dan batasi intraabdomen. Mengeluarkan
seperti : lemas, pengunjung. napas sewaktu bergerak atau
agitasi, iritabel,6. Monitor kalium mengubah posisi dapat
hiperefleksia, dan serum melindungi diri dari efek
spastisitas dapat valsava.
terjadi hingga 4. Batuk dan mengejan dapat
akhirnya timbul meningkatkan tekanan
koma, kejang intrakranial dan potensial
terjadi perdarahan ulang.
5. Rangsangan aktivitas yang
meningkatkan dapat
meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketegangan
mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasusu
stroke hemoragik/perdarahan
lainnya.
6. Hiperkalemi terjadi dengan
asidosis, hipokalemi dapat
terjadi pada kebalikan
asidosis dan perpindahan
kalium kembali ke sel.
Tujuan :1. Kaji dan catat faktor-1. Penting artinya untuk
perawatan risiko faktor yang mengamati hipokalsemia
kejang berulang menurunkan kalsium pada klien berisiko. Perawat
tidak terjadi dari sirkulasi. harus bersiap untuk
Kriteria evaluasi :2. Kaji stimulus kejang. kewaspadaan kejang bila
-Klien tidak 3. Monitor klien yang hipokalsemia hebat.
mengalami kejang berisiko hipokalsemi. 2. Stimulus kejang pada
4. Hindari konsumsi tetanus adalah rangsang
alkohol dan kafein cahaya dan peningkatan suhu
yang tinggi. tubuh.
Kolaborasi 3. Individu berisiko terhadap
pemberian terapi osteoporosis diinstruksikan
tentang perlunya masukan
5. Garam kalsium kalsium diet yang adekuat;
parenteral jika dikonsumsi dalam diet,
6. Vitamin D suplemen kalsium harus
7. Tingkatan masukan dipertimbangkan.
diet kalsium. 4. Alkohol dan kafein dalam
8. Monitor dosis yang tinggi
pemeriksaan EKG dan menghambat penyerapan
laboratorium kalsium kalsium dan perokok kretek
serum sedang meningkatkan
ekskresi kalsium urine
5. Garam kalsium parenteral
termausk kalsium glukonat,
kalsium klorida, dan kalsium
gluseptat. Meskipun kalsium
klorida menghasilkan
kalsium berionisasi yang
secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan jumlah
akuimolar kalsium glukonat,
tetapi cairan ini tidak sering
digunakan karena cairan
tersebut l ebih mengiritasi
dan dapat menyebabkan
peluruhan jaringan jika
dibiarkan menginfiltrasi
6. Terapi vitamin D dapat
dilakukan untuk
meningkatkan absorpsi ion
kalsium dari traktus GI
7. Tingkatan masukan diet
kalsium sampai setidaknya
1.000 hingga 1.500 mg/hari
pada orang dewasa sangat
dianjurkan (produk dari susu:
sayuran berdaun hijau;
salmon kaleng, sadin, dan
oyster segar)
8. Menilai keberhasilan
intervensi

Muttaqin,Arif,Kumala Sari.2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba


Medika.

Anda mungkin juga menyukai