Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi Perdarahan Postpartum


Perdarahan setelah melahirkan atau postpartum hemorrhagic (PPH)
adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta,
trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 ml (pada


persalinan pervaginal) atau lebih dari 1000 ml (pada persalinan caesar) setelah
bayi lahir.
Secara tradisional, perdarahan postpartum didefinisikan sebagai
hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala tiga persalinan selesai
(Williams)

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Uterus
Uterus merupakan organ berongga yang berbentuk buah per,
berdinding otot tebal. Pada orang dewasa muda nulipara, uterus
panjangnya 8 cm, lebar 5 cm dan tebal 2,5 cm. Uterus dibagi menjadi
beberapa bagian. Fundus, Corpus dan Cervix (Snell, 1992). Sebagian dari
uterus tertutup oleh peritoneum atau serosa. Rongga uterus dilapisi
endometrium (Williams, 2014)
Bagian atas yang berbentuk seperti kubah disebut fundus
(Norwitz, 2008). Fundus merupakan bagian uterus yang terletak diatas
muara tuba uterina. Sedangkan corpus merupakan bagian uterus yang
terletak di bawah muara tuba uterina. Corpus uteri bagian bawah sempit
dan dilanjutkan sebagai cervix (Snell, 1992). Serviks terhubung dengan
uterus pada os interna. Serviks terutama terdiri dari jaringan ikat fibrosa
padat.
Ada beberapa lapisan yang terdapat dalam korpus uteri, antara
lain endometrium, miometrium dan membrana basalis.

a) Endometrium
Endometrium adalah lapisan mukosa yang melapisi rongga
uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium berupa membran
tipis berwarna merah muda, menyerupai beludru, yang bila diamati
lebih dekat terlihat banyak sekali lubang-lubang kecil yaitu ostia
kelenjar-kelenjar uterus. Akibat perubahan siklis berulang yang terjadi
selama masa reproduksi, tebal endometrium biasanya sangat
bervariasi, yaitu dari 0,5 mm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari
epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antarkelenjar yang
mengandung banyak pembuluh darah (Williams, 2014)
Susunan vaskuler endometrium merupakan petanda penting
dalam fenomena menstruasi dan kehamilan. Darah arteri dibawa ke
uterus melalui arteri-arteri uterina dan ovarium. Setelah menembus
dinding uterus dengan arah menyilang dan mencapai sepertiga tengah
kedalamannya, cabang-cabang arteri berhubungan satu sama lain pada
suatu lapisan yang sejajar dengan permukaan uterus dan karenanya
pembuluh darah ini disebut arteriae arcuata (Du Bose dkk, dalam
Williams
Arteri-arteri endometrium terdiri dari aa. Spiralis yang
merupakan kelanjutan dari arteriae radialis, dan aa. Basalis yang
merupakan percabangan dari aa. Radialis dengan membentuk sudut
tajam. Arteriae spiralis memperdarahi sebagian besar bagian tengah
dan semua bagian sepertiga permukaan endometrium. Dinding
pembuluh darah ini responsif (sensitif) terhadap kerja beberapa
hormon, khususnya oleh vasokonstriksi dan oleh karenanya mungkin
berperan penting dalam mekanisme menstruasi. Arteriae basalis
berbentuk lurus, kalibernya lebih kecil dan lebih pendek daripada aa.
Spiralis. Pembuluh darah ini hanya berjalan sepanjang lapisan basal
endometrium atau hanya sedikit mencapai lapisan pertengahan serta
tidak responsif terhadap kerja hormon

b) Miometrium
Miometrium, yang merupakan jaringan pembentuk sebagian
besar uterus, terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan
ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya. Menurut Schwalm dan
Dubrauszky (1996), banyaknya serabut otot pada uterus berkurang
secara progresif ke arah kaudal, sehingga pada serviks, otot hanya
meliputi 10% dari masa jaringan. Pada lapisan dalam dinding korpus
uteri, relatif terdapat lebih banyak otot dibandingkan lapisan luarnya,
sedangkan pada dinding anterior dan posterior terdapat lebih banyak
otot dibandingkan dinding lateral. Selama kehamilan, miometrium
menjadi semakin membesar akibat hipertrofi, namun tidak terjadi
perubahan yang berarti pada kandungan otot di serviks (Williams,
2006). Perdarahan uterus terutama berasal dari a. Uterina, suatu cabang
a. Iliaca interna (Snell, 1996).
Saluran serviks membuka ke arah vagina pada os eksterna.
Cervix menembus dinding anterior vagina dan dibagi dalam pars
supravaginalis dan pars vaginalis

2. Batas-Batas Uterus
Anterior
Corpus uteri di anterior berbatasan dengan excavatio
uterovesicalis dan permukaan superior vesica urinaria. Pars supravaginalis
cervix berbatasan dengan permukaan superior vesica urinaria. Pars
vaginalis cervix berbatasan dengan fornix anterior vagina.

Posterior
Corpus uteri di posterior berbatasan dengan excavatio
rectouterina (cavum Douglas) dan gelungan ileum atau colon sigmoideum
yang ada didalamnya.

Lateral
Corpus uteri berbatasan ke lateral dengan ligamentum latum dan
a.v. uterina. Pars supravaginalis cervix berbatasan dengan ureter waktu
ureter berjalan turun menuju vesica urinaria. Pars vaginalis cervix
berbatasan dengan fornix lateral vagina. Tuba uterina masuk ke sudut
superolateral uterus, dan ligamentum ovarii proprium dan ligamentum
teres uteri melekat pada dinding uterus tepat diabawah sudut ini.
Dalam keadaan normal, pada sebagian besar wanita, sumbu
panjang vagian membentuk sudut 90o. Posisi ini dinamakan Anteversio uterus.
Selanjutnya, sumbu panjang corpus uteri membungkuk kedepan pada setinggi
ostium internum terhadap sumbu panjang cervix, membentuk sudut sekitar
170o. Posisi ini dinamakan Anteflexio uterus. Pada beberapa wanita, fundus
dan corpus uteri membungkuk ke belakang terhadap vagina, sehingga uterus
terletak pada excavatio rectouterina (cavum Douglas). Pada keadaan ini,
dikatakan uterus posisinya Retroversi. Bila corpus uteri juga membungkuk
kebelakang terhadap cervix, dikatakan Retrovleksio.
Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untu
k meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dansubinvolusi uterus menyebab
kan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar taditidak menutup sempurna sehingga perdarah
an terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar,laser
asi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukan
ya pembuluh darah, penyakit darahpada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipo
fibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu prosespe
mbekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdar
ahan yang sulit dihentikan bisamendorong pada keadaan shock hemoragik.Per
bedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir
adalah:· Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri ma
sih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika
, kontraksi yang lemahtersebut menjadi kuat.·
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini ter
us-menerus.

C. Jenis Perdarahan Postpartum


Menurut terjadinya, perdarahan postpartum dibagi menjadi dua
jenis :
1. Perdarahan postpartum dini, bila perdarahan terjadi dalam 24 jam
pertama.
(penyebab perdarahan postpartum mencakup atonia uteri, potongan
plasenta yang tertinggal, laserasi saluran genital bawah, ruptur uterus,
inversi uterus, plasentasi abnormal, koagulopati).
2. Perdarahan postpartum lambat, bila perdarahan terjadi setelah 24 jam
pertama tetapi kurang dari 6 minggu pasca perasalinan.
(penyebabnya mencakup potongan plasenta yang tertinggal, infeksi
(endometriosis), koagulopati dan subinvolusi lokasi plasenta).

D. Faktor Resiko Perdarahan Postpartum


Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan resiko perdarahan
postpartum antara lain :
1. Pelahiran janin besar (makrosomi).
2. Pelahiran dengan menggunakan forceps
3. Persalinan pervaginam setelah operasi sectio secarea.
4. Persalinan yang dipacu dengan oksitosin
5. Multipara
6. Hidramnion
7. Riwayat dengan perdarahan postpartum.
8. Pasien dengan plasenta previa,
(Williams, 2014).

E. Etiologi Perdarahan Postpartum


Etiologi perdarahan postpartum antara lain :
1. Atonia uterus
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus
untuk berkontraksi secara memadai setelah pelahiran.
Faktor resiko mencakup overdistensi uterus (akibat polihidramnion,
kehamilan kembar, makrosomia janin), paritas tinggi, persalinan cepat
atau memanjang, infeksi, atonia uterus sebelumnya dan pemakaian
obat perelaksasi uterus.
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan
besar mengalami hipotonia setelah persalinan. Dengan demikian,
wanita dengan janin besar, janin multipel atau hidramnion rentan
terhadap perdarahan akibat atonia uteri (Williams, 2014).
Tanda dan gejala dari atoni uterus antara lain : kontraksi
uterus lemah, perdarahan pervaginam berwarna merah tua dan diikuti
tanda-tanda shock
2. Potongan plasenta yang tertinggal
Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi
potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering
menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas (Williams, 2014)
Kemungkinan terjadinya postpartum diakibatkan karena
tertinggalnya kotiledon atau lobus sekenturiat (terlihat pada 3%
plasenta). Pemeriksaan plasenta dapat mengidentifikasi kelainan yang
menunjukkan kemungkinan adanya potongan yang tertinggal
Beberapa tanda dari potongan plasenta yang tertinggal antara
lain : plasenta/sebagian kulit ketuban tidak lengkap, perdarahan segera,
uterus berkontraksi tinggi dan fundus uteri tetap.
3. Laserasi saluran genital bawah
Kadang-kadang saja terjadinya, yaitu adanya luka atu
robekan pada vagina dan atau leher rahim, yang kecil atau yang besar.
Tandanya adanya perdarahan yang berlebihan walaupun mungkin
kejadian ini akan terlihat oleh dokter setelah persalinan. Umunya
semua luka yang panjangnya lebih dari dua sentimeter atau yang terus
mengeluarkan darah banyak akan dijahit. Bila selama persalinan tidak
digunakan anastesi maka akan diberikan anastesi lokal sebelum
penjahitan.
Faktor resiko mencakup persalinan pervaginam dengan alat
bantu, makrosomia janin, kelahiran tiba-tiba dan tindakan episiotomi.
Diagnosis harus dipertimbangkan ketika perdarahan pervaginam
berlanjut meskipun tonus otot memadai. Penatalaksanaanya dengan
jahitan primer.
4. Ruptur uterus
Faktor resiko terjadinya ruptur uterus antara lain pembedahan
uterus sebelumnya, persalinan terhambat, pemakaian oksitosin
‘berlebihan’, posisi janin abnormal, multiparitas grande dan
manipulasi uterus dalam persalinan (persalinan dengan forcep,
ekstraksi sungsang dan insersi kateter tekanan intrauterin). Pengobatan
dengan laparotomi dengan jahitan atau histerektomi.
5. Inversi uterus
Setelah kelahiran bayi, ada proses persalinan yang kadang-
kadang plasenta tidak seluruhnya terkelupas dan ketika muncul, ia
menarik fundus atau bagian puncak rahim ikut bersamanya, akibatnya
rahim akan membalik seperti kaos kaki yang terbalik. Gejala
terbaliknya rahim adalah perdarahan yang berlebihan dan kadang-
kadang terdapat tanda-tanda syok pada ibu. Ketika menekan perut
kebawah, dokter tidak dapat merasakan adanya rahim dan pada
pembalikan rahim yang lengkap sebagian dari rahim akan dapat
terlihat di vagina.
Wanita yang berisiko tinggi akan terbaliknya rahim
(walaupun resiko ini tetap masih sangat kecil) adalah mereka yang
sebelumnya telah sering melahirkan atau mengalami proses awal
persalinan (labor) yang terlalu lama lebih dari 24 jam, mereka yang
plasentanya tertanam melewati bagian puncak rahim (fundus) atau
tertanam pada tempat yang tidak normal dan mereka yang
mendapatkan magnesium sulfat selama proses awal persalinan. Rahim
juga dapat membalik ketika ia terlalu lemas atau bila fundus tidak
diam di tempatnya ketika plasenta dikeluarkan pada tahap kelahiran
ketiga.
Faktor resiko mencakup atonia uterus, traksi tali pusat secara
berlebihan, pengangkatan plasenta secara manual, plasentasi abnormal,
kelainan uterus dan plasentasi pada fundus. Gejalanya mencakup nyeri
perut akut dan syok (30%). Uterus mungkin terlihat menonjol melalui
vulva. Penanganannya dengan penggantian manual atau hidrostatik
segera.
Beberapa tanda terjadinya inversio uterus antara lain : uterus
tak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat, pucat dan
limbung. Kemungkinan terjadinya syok neurogenik dapat terjadi bila
tidak ditangani dengan baik (Santoso, 2009).
6. Plasentasi abnormal
Hal ini mencakup perlekatan abnormal vili plasenta ke
miometrium (akreta), invasi ke miometrium (inkreta), atau penetrasi
melalui miometrium (perkreta). Plasenta akreta merupakan jenis yang
paling umum. Faktor resiko mencakup pembedahan uterus
sebelumnya, plasenta previa, kebiasaan merokok dan multiparitas
grande (Norwitz, 2008).
Penyebab secara fungsional terjadinya retensio plasenta
antara lain his kurang kuat, plasenta sulit lepas yang disebabkan karena
: tempat insersi di sudut tuba, bentuknya membranacea, ukuran sangat
kecil. Secara anatomis, penyebab terjadinya retensio plasenta adalah :
a) Plasenta Acreta, dimana vili choriales menanamkan diri lebih
dalam ke dalam dinding rahim.
b) Plasenta Increta, dimana vili choriales sampai masuk ke dalam
lapisan otot rahim.
c) Plasenta Percreta, dimana vili choriales menembus lapisan otot dan
mencapai serosa atau menembusnya.

Tanda dan gejala dari retensio plasenta antara lain : plasenta


belum lahir ≥ 30 menit, perdarahan segera keluar dan kemungkinan
terjadi putusnya tali pusat dikarenakan traksi yang berlebihan
(Santoso, 2009).
7. Koagulopati
Diagnosis yang paling sering ditemukan adalah penyakit von
Willebrand dan ITP. Penyebab yang didapat mencakup terapi
antikoagulan dan koagulopati konsumtif yang disebabkan oleh
komplikasi obstetrik (seperti pre-eklamsi, sepsis, abruptio, embolisme
cairan amnion)
F. Diagnosa
Beberapa kritera untuk mendiagnosis perdarahan postpartum antara
lain :
1. Berdasarkan gejala klinis
a) Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta
belum lahir. Biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Warna
darah merah segar.
b) Perdarahan setelah plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia
uteri.
2. Palpasi uterus
Fundus uteri tinggi diatas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus tidak
baik merupakan tanda atonia uteri.
3. Memeriksa plasenta dan ketuban
Plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak kotiledon atau selaput
ketubannya.
4. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta suksenturiata
5. Inspekulo
Untuk melihat robekan pada servix, vaginal dan varises yang pecah
6. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan meliputi Hb, HCT, COT, kadar fibrinogen, tes hemoragik
dan lain-lain.

G. Penanganan Perdarahan Postpartum


Secara garis besar, penanganan di lakukan tergantung dari
etiologinya. Penanganan pada postpartum hemoragik antara lain :
1. Hentikan perdarahan
2. Cegah/ atasi syok
3. Ganti darah yang hilang : diberi infus cairan (larutan garam fisiologis,
plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau
perlu oksigen.

Atonia Uteri
1. Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d
100 IU dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin i.v., yang
dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin.
2. Kompresi bimanual
3. Tampon utero-vaginal secara legeartis, tampon diangkat 24 jam
kemudian.
4. Tindakan operatif :
a. Ligasi arteri uterina
b. Ligasi arteri hipogastrika
c. Histerektomi

Retensio Plasenta/Sisa Plasenta


1. Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu.
Sementara itu kandung kemih dikosongkan, masase uterus dan
suntikan oksitosin (i.v. atau i.m. atau melalui infus) dan boleh
dicoba perasat Crede secara lege artis. Jika tidak berhasil,
dilakukan plasenta manuil.
2. Setelah plasenta manuil, diberi suntikan ergometrin 3 hari berturut-
turut. Jika ada keraguan jaringan plasenta yang tertinggal, maka
pada hari ke-4 dilakukan kerokan kuretase dengan kuret tumpul
ukuran besar didahului suntikan/infus oksitosin.
3. Plasenta kaptiva atau inkarserata diberi suntikan oksitosin
intraserviks untuk menambah pembukaan serviks dan diberi
anastesi umum untuk melahirkan plasenta dengan memakai alat
cunam ovum atau cara manuel.
4. Plasenta manuel segera dilakukan jika :
a. Perdarahan kala III lebih dari 200 ml
b. Penderita dalam narkosa
c. Riwayat PPH habitualis
d. Plasenta akreta, inkreta dan perkreta ditolong dengan
histerektomi
e. Sisa plasenta dikeluarkan dengan kerokan
f. Penderita diberikan uterotonika, analgetika, m roboransia
dan antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai