a) Endometrium
Endometrium adalah lapisan mukosa yang melapisi rongga
uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium berupa membran
tipis berwarna merah muda, menyerupai beludru, yang bila diamati
lebih dekat terlihat banyak sekali lubang-lubang kecil yaitu ostia
kelenjar-kelenjar uterus. Akibat perubahan siklis berulang yang terjadi
selama masa reproduksi, tebal endometrium biasanya sangat
bervariasi, yaitu dari 0,5 mm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari
epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antarkelenjar yang
mengandung banyak pembuluh darah (Williams, 2014)
Susunan vaskuler endometrium merupakan petanda penting
dalam fenomena menstruasi dan kehamilan. Darah arteri dibawa ke
uterus melalui arteri-arteri uterina dan ovarium. Setelah menembus
dinding uterus dengan arah menyilang dan mencapai sepertiga tengah
kedalamannya, cabang-cabang arteri berhubungan satu sama lain pada
suatu lapisan yang sejajar dengan permukaan uterus dan karenanya
pembuluh darah ini disebut arteriae arcuata (Du Bose dkk, dalam
Williams
Arteri-arteri endometrium terdiri dari aa. Spiralis yang
merupakan kelanjutan dari arteriae radialis, dan aa. Basalis yang
merupakan percabangan dari aa. Radialis dengan membentuk sudut
tajam. Arteriae spiralis memperdarahi sebagian besar bagian tengah
dan semua bagian sepertiga permukaan endometrium. Dinding
pembuluh darah ini responsif (sensitif) terhadap kerja beberapa
hormon, khususnya oleh vasokonstriksi dan oleh karenanya mungkin
berperan penting dalam mekanisme menstruasi. Arteriae basalis
berbentuk lurus, kalibernya lebih kecil dan lebih pendek daripada aa.
Spiralis. Pembuluh darah ini hanya berjalan sepanjang lapisan basal
endometrium atau hanya sedikit mencapai lapisan pertengahan serta
tidak responsif terhadap kerja hormon
b) Miometrium
Miometrium, yang merupakan jaringan pembentuk sebagian
besar uterus, terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan
ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya. Menurut Schwalm dan
Dubrauszky (1996), banyaknya serabut otot pada uterus berkurang
secara progresif ke arah kaudal, sehingga pada serviks, otot hanya
meliputi 10% dari masa jaringan. Pada lapisan dalam dinding korpus
uteri, relatif terdapat lebih banyak otot dibandingkan lapisan luarnya,
sedangkan pada dinding anterior dan posterior terdapat lebih banyak
otot dibandingkan dinding lateral. Selama kehamilan, miometrium
menjadi semakin membesar akibat hipertrofi, namun tidak terjadi
perubahan yang berarti pada kandungan otot di serviks (Williams,
2006). Perdarahan uterus terutama berasal dari a. Uterina, suatu cabang
a. Iliaca interna (Snell, 1996).
Saluran serviks membuka ke arah vagina pada os eksterna.
Cervix menembus dinding anterior vagina dan dibagi dalam pars
supravaginalis dan pars vaginalis
2. Batas-Batas Uterus
Anterior
Corpus uteri di anterior berbatasan dengan excavatio
uterovesicalis dan permukaan superior vesica urinaria. Pars supravaginalis
cervix berbatasan dengan permukaan superior vesica urinaria. Pars
vaginalis cervix berbatasan dengan fornix anterior vagina.
Posterior
Corpus uteri di posterior berbatasan dengan excavatio
rectouterina (cavum Douglas) dan gelungan ileum atau colon sigmoideum
yang ada didalamnya.
Lateral
Corpus uteri berbatasan ke lateral dengan ligamentum latum dan
a.v. uterina. Pars supravaginalis cervix berbatasan dengan ureter waktu
ureter berjalan turun menuju vesica urinaria. Pars vaginalis cervix
berbatasan dengan fornix lateral vagina. Tuba uterina masuk ke sudut
superolateral uterus, dan ligamentum ovarii proprium dan ligamentum
teres uteri melekat pada dinding uterus tepat diabawah sudut ini.
Dalam keadaan normal, pada sebagian besar wanita, sumbu
panjang vagian membentuk sudut 90o. Posisi ini dinamakan Anteversio uterus.
Selanjutnya, sumbu panjang corpus uteri membungkuk kedepan pada setinggi
ostium internum terhadap sumbu panjang cervix, membentuk sudut sekitar
170o. Posisi ini dinamakan Anteflexio uterus. Pada beberapa wanita, fundus
dan corpus uteri membungkuk ke belakang terhadap vagina, sehingga uterus
terletak pada excavatio rectouterina (cavum Douglas). Pada keadaan ini,
dikatakan uterus posisinya Retroversi. Bila corpus uteri juga membungkuk
kebelakang terhadap cervix, dikatakan Retrovleksio.
Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untu
k meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dansubinvolusi uterus menyebab
kan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar taditidak menutup sempurna sehingga perdarah
an terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar,laser
asi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukan
ya pembuluh darah, penyakit darahpada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipo
fibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu prosespe
mbekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdar
ahan yang sulit dihentikan bisamendorong pada keadaan shock hemoragik.Per
bedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir
adalah:· Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri ma
sih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika
, kontraksi yang lemahtersebut menjadi kuat.·
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini ter
us-menerus.
Atonia Uteri
1. Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d
100 IU dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin i.v., yang
dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin.
2. Kompresi bimanual
3. Tampon utero-vaginal secara legeartis, tampon diangkat 24 jam
kemudian.
4. Tindakan operatif :
a. Ligasi arteri uterina
b. Ligasi arteri hipogastrika
c. Histerektomi