Anda di halaman 1dari 14

PENGEMBANGAN KURIKULUM MATEMATIKA

EVALUASI KURIKULUM PENDIDIKAN 2004


(KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI)

Dosen Pengampu : Dr. Nyoman Sridana, M.Si

DISUSUN OLEH :
B SORE SEMESTER 5
KELOMPOK 10

1. DWIANA PERMATASARI (E1R016024)


2. RETNO SAPUTRI SAID (E1R016077)
3. SANGGA PATIH ALAM (E1R016081)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kegiatan evaluasi kurikulum adalah suatu keharusan yang esensial dalam rangka
pengembangan program kegiatan pendidikan pada umumnya dan peningkatan kualitas
siswa pada khususnya. Hal ini terkait dengan pengembangan sumber daya manusia
sebagai unsur utama pelaksanaan dan keberhasilan program pendidikan yang pada
gilirannya membutuhkan pengelola dan pelaksana yang mampu menjalankan kegiatan
pendidikan yang lebih berdaya.

Evaluasi kurikulum sebagai usaha sebagai usaha sistematis mengumpulkan


informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai
mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. Evaluasi kurikulum
dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti
tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.

Evaluasi dan Kurikulum merupakan dua disiplin yang memiliki hubungan sebab
akibat. Hubungan antara evaluasi dan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya secara
evolusioner. Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus, untuk
mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang
ditentukan. Dimana semua tidak terlepas dari adanya berbagai criteria, mulai dari yang
bersifat formal. Oleh karena itu Evaluasi kurikulum memegang peran penting baik dalam
penentuan kebijakansanaan pendidikan pada umumnya, maupun dalam pengambilan
keputusan dalam kurikulum.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi kurikulum?
2. Bagaimana kurikulum 2004 (KBK)?
3. Apa saja aspek yang di evaluasi pada kurikulum 2004 (KBK)?
4. Bagaimana hubungan antara kurikulum 2004 (KBK) dengan kurikulum sebelumnya?
5. Bagaimana implikasi kurum 2004 (KBK)?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan kurikulum 2004 (KBK)?
C. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian evaluasi kurikulum.
2. Untuk mengetahui bagaimana kurikulum 2004 (KBK).
3. Untuk mengetahui aspek aspek yang di evalusi pada kurikulum 2004 (KBK).
4. Untuk mengetahui hubungan antara kurikulum 2004 (KBK) dengan kurikulum
sebelumnya.
5. Untuk mengetahui implikasi kurikulum 2004 (KBK) .
6. Untuk mengetahui kelebihan kekurangan kurikulum 2004 (KBK).
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Evaluasi Kurikulum


Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai dari
sesuatu. Evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dalam usaha
untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem pembelajaran sesuai dengan
tujuan yang akan ditetapkan. Tyler seperti yang dikutip Sukmadinata menyatakan bahwa
evaluasi adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai atau
terrealisasikan.
Sedangkan pengertian kurikulum, adalah sebagai rencana yang dibuat untuk
membimbing anak belajar di sekolah, disajikan dalam bentuk dokumen yang sudah
ditentukan, disusun berdasarkan tingkat-tingkat generalisasi, dapat diaktualisasikan dalam
kelas, dapat diamati oleh pihak yang berkepentingan dan dapat membawa perubahan
tingkah laku.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang memiliki hubungan sebab
akibat. Hubungan antara evaluasi dan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya secara
evolusioner. Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus, untuk
mengetahui proses dan hasil pelaksanaan system pendidikan dalam mencapai tujuan yang
ditentukan.
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai
dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Evaluasi
kurikulum adalah upaya untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil
belajar. Evaluasi kurikulum adalah proses pemeriksaan sistematis terhadap peristiwa yang
terjadi pada waktu suatu kurikulum dilaksanakan dan akibat dari pelaksanaan
pengembangan kurikulum tersebut.
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai kesesuaian, efektifitas
dan efisiensi kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan
sumber daya, yang mana informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat
keputusan apakah kurikulum tersebut masih dijalankan tetapi perlu revisi atau kurikulum
tersebut harus diganti dengan kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting
dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan
teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-
masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada
dalam kurikulum tersebut. Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan
penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik,
menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan
penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan,
menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum
apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas
dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji
teori atau membuat teori baru

2. Kurikulum 2004 (KBK)

3. Aspek Yang di Evaluasi Pada Kurikulum 2004 (KBK)


a) Evaluasi tujuan

b) Evaluasi materi/isi kurikulum


Eve Krakow (2005) mengemukakan bahwa pengajaran berbasis kompetensi
adalah keseluruhan tentang pembelajaran aktif (active learning) dimana guru
membantu siswa untuk belajar bagaimana belajar dari pada hanya mempelajari isi
(learn how to learn rather than just cover content).
Lebih jauh Christine Gilbert sebagai chief inspector Ofsted pada dokumen visi
2020 dari Ofsted menyebutkan bahwa : “Learning how to learn half a dozen times, as
it describes the imperatives for developing the 21st-century curriculum. In the last
decade, it seems that we have established the notion that an appreciation of the ‘how’
students learn is at least as important as ‘what’ they learn. The National Strategies at
primary and secondary level are promoting learning competencies and the mantra for
Every Child Matters includes enjoyment and engagement with learning as a key
outcome”
Pendapat di atas menekankan bahwa pengembangan kurikulum di abad ke-21
lebih ditekankan pada bagaimana mengembangkan suatu konsep “learning how to
learning”.
Pusat kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002) mendefinisikan bahwa
kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar
mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang
diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar
yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan
kebutuhannya.
Dari definisi-definisi di atas kurikulum berbasis kompetensi menekankan pada
mengeksplorasi kemampuan/potensi peserta didik secara optimal, mengkonstruk apa
yang dipelajari dan mengupayakan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kurikulum berbasis kompetensi berupaya mengkondisikan setiap peserta didik agar
memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak sehingga proses penyampaiannya harus bersifat
kontekstual dengan mempertimbangkan faktor kemampuan, lingkungan, sumber daya,
norma, integrasi dan aplikasi berbagai kecakapan kinerja, dengan kata lain materi
pelajaran dalam KBK berorientasi pada pendekatan konstruktivisme.

c) Evaluasi metode pembelajaran


Kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep
kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat
dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi
tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam
bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan pada pemeroleh kompetensi-kompetensi tertentu oleh
peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan
seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga
pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik
sebagai suatu criteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk
membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal,
agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi.
Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok kearah pembelajaran
individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri,
sesuai dengan cara dan kemampuan masing-masing, serta tidak bergantung kepada
orang lain. Karena peserta didik memiliki kecepatan belajar yang berbeda,
penggunaan alat yang berbeda, serta mempelajari bahan ajar yang berbeda pula.
Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas atau belajar penguasaan adalah suatu
falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan system pembelajaran yang
tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan
hasil yang baik. Bloom dalam Hall (1986) menyatakan bahwa “ sebagian besar peserta
didik dapat menguasai apa yang diajarkan kepadanya, dan tugas pembelajaran adalah
mengkondisikan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik menguasai
bahan pembelajaran yang diberikan. Ketiga, pendifisian kembali terhadap bakat.
Dalam kaitan ini Hall (1986) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai
tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup.
Hal tersebut memberikan beberapa implikasi terhadap pembelajaran. Pertama,
pembelajaran perlu lebih menekankan pada kegiatan individual meskipun
dilaksanakan secara klasikal, dan perlu memperhatikan perbedaan peserta didik.
Kedua, perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan metode dan media
yang bervariasi, sehingga memungkinkan setiap peserta didik belajar dengan tenang
dan menyenangkan. Ketiga, dalam pembelajaran diperlukan waktu yang cukup,
terutama dalam penyelesaian tugas atau praktik, agar setiap peserta didik dapat
mengerjakan tugas belajarnya dengan baik.

d) Evaluasi struktur kurikulum

Struktur kurikulum 2004 yang memberikan sks lebih besar pada mata pelajaran
matematika, sains (untuk lebih mendekatkan diri pada istilah yang dibenarkan oleh
pandangan esensialis), dan teknologi dengan mengorbankan Pengetahuan Sosial dan
Ilmu Sosial, PPKN/kewarganegaraan, bahasa Indonesia dan daerah, serta bidang-
bidang yang dianggap kurang penting. Alokasi waktu ini adalah construct para
pengembang kurikulum dan jawaban kurikulum terhadap permasalahan yang ada.
Kurikulum berbasis kompetensi memuat standar kompetensi dan kompetensi
dasar pada setiap mata pelajaran. Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan
pengetahuan, keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai
dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan standar kompetensi standar isi
(content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi dasar,
merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan, keterampilan dan
sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-
masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran, yaitu pokok suatu
bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks
keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah
kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran
untuk menilai ketuntasan belajar.

4. Hubungan Antara Kurikulum 2004 (KBK) Dengan Kurikulum Sebelumnya


Perbedaan mendasar antara Kurikulum 1994 dengan KBK seperti tertera dalam buku
Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah (Anonim, Depdiknas 2003) terletak pada
penguasaan kompetensi, yakni merupakan gabungan pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang dilakukan
secara konsisten. Sedangkan kurikulum 1994 meskipun telah menggabungkan ketiga
ranah tersebut, tetapi ketiganya belum nampak dilakukan secara bersama-sama dan
menjadi kebiasaan berpikir dan bertindak, apalagi kebiasaan yang dilakukan secara
konsisten. Jadi perbedaan utama keduanya adalah penekanan pada kompetensi dan latihan
kompetensi yang dilakukan secara terus menerus, serta pembiasaan dalam kehidupan
sehari-hari.
Berikut ini beberapa persamaan dan perbedaan KBK dan kurikulum 1994 berdasarkan
kajian pustaka dan pengalaman di lapangan:

PERSAMAAN

 Pendidikan dasar 9 tahun


 Penekanan pada kemampuan Membaca, Menulis, dan Berhitung
 Konsep-konsep dan materi pokok (esensial) pada setiap mata pelajaran untuk
mencapai kompetensi
 Adanya muatan local
 Alokasi waktu setiap jam pelajaran tetap 45 menit untuk SMP/MTs dan
SMA/MA/SMK
PERBEDAAN

No Kurikulum 1994 Kurikulum 2004 (KBK)


1 Sentralistik Pemberdayaan sekolah dan daerah
2 Tidak memuat standar kompetensi Memuat Standar Kompetensi
3 Tidak ada kegiatan pembiasaan Kegiatan pembiasaan perilaku
perilaku terintegrasi dan terprogram terintegrasi dan terprogram
4 belum ada mata pelajaran TIK Pengenalan mata pelajaran TIK
5 Meskipun sudah disarankan untuk Penilaian Berbasis Kelas (PBK)
melakukan PBK, kenyataannya masih
didominasi penilaian pilihan ganda
6 Pendekatan tematik di kelas I dan II Pendekatan tematik di kelas I dan II
SD/MI hanya disarankan SD/MI untuk memperhatikan kelompok
usia
7 Tidak ada kesinambungan Kesinambungan pemeringkatan
pemeringkatan kompetensi bahan kompetensi bahan kajian dari kelas I
kajian dari kelas I sampai kelas XII sampai kelas XI
8 Memberikan peluang pada Silabus disusun oleh daerah dan atau
guru/sekolah/daerah untuk sekolah sesuai dengan kebutuhan dan
mengembangkan potensinya kemampuannya

5. Implikasi Kurikulumum 2004 (KBK)


UU No. 22 tahun 1999 dan pp No. 25 tahun 2000 berimplikasi terhadap kebijaksanaan
pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik. Perubahan
pengelolaan tersebut merupakan upaya pemberdayaan daerah dan sekolah dalam
peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Wujud dari
pelaksanaan desentralisasi pendidikan dalam bidang kurikulum yaitu pembuatan silabus
yang dibuat oleh daerah dan sekolah.
Silabus yang dibuat oleh masing-masing sekolah dan guru tersebut disusun
berdasarkan karakteristik sekolahnya, baik dari aspek kemampuan sekolah, kemampuan
guru, kemampuan siswa, sarana/prasarana yang dimiliki sekolah dan sebagainya Selain itu
dalam menyusun silabus tidak ada “acuan” baku mengenai format dan isinya sehingga
guru diberi keleluasaan yang besar untuk mengapresiasikan kemampuannya
menerjemahkan KBK.
Dalam penyusunan silabus dapat dilakukan dengan melibatkan para ahli atau instansi
yang relevan di daerah setempat seperti tokoh masyarakat, instansi pemerintah, komite
sekolah, dewan pendidikan, instansi swasta, perusahaan, perindustrian, dan sebagainya.

6. Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2004 (KBK)


Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikembangkan dengan tujuan memperbaiki
kelemahan pada Kurikulum 1994. KBK menitikberatkan pada kompetensi yang harus
dicapai siswa. Misalnya, standar kompetensi Mata Pelajaran Matematika berorienttasi
pada penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran
matematika diarahkan pada peningkatan pemahaman aplikasi matematika dalam
kehidupan, bukan kemampauan menghafal rumus matematika. Kegiatan belajar pun
dikembalikan pada konsep bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
hanya “mengetahuainya”. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat”, tetapi gagal dalam membekali siswa
memecahkan persoalan dalam kehidupan nyata untuk jangka panjang.
Berdasarkan kajian teoretik dan pengalaman lapangan, sebenarnya KBK merupakan salah
satu kurikulum yang memberikan konstribusi besar terhadap pengembangan potensi
peserta didik secara optimal berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivisme asal
implementasinya benar.
Beberapa kelebihan KBK antara lain:
a) Mengembangkan kompetensi-kompetensi siswa pada setiap aspek mata pelajaran
dan bukan pada penekanan penguasaan konten mata pelajaran itu sendiri
b) Mengembangakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented).
Siswa dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indra
seoptimal mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses
belajar. Dengan demikian, siswa dapat belajar dengan bergerak dan berbuat,
belajar dengan berbicara dan mendengar, belajar dengan mengamati dan
menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir.
Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui kegiatan mengindra,
mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan
sesuatu. Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.
c) Guru diberi kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi
dan kondisi di sekolah/daerah masing-masing
d) Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata
pelajaran memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik.
e) Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan siswa untuk
mengeksplorasi kemampuannya secara optimal, dibandingkan dengan penilaian
yang terfokus pada konten.

Disamping kelebihan, kurikulum berbasis kompetensi juga terdapat kelemahan.


Kelemahan yang ada lebih banyak pada penerapan KBK di setiap jenjang pendidikan,
hal ini disebabkan beberapa permasalahan antara lain:

a) Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum-kurikulum


sebelumnya yang lebih pada teacher oriented
b) Kualitas guru, hal ini didasarkan pada statistik, 60% guru SD, 40% guru SLTP,
43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-
masing. Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan
bidang studinya. Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara
berdasarkan Human Development Index.
c) Sarana dan pra sarana pendukung pembelajaran yang belum merata di setiap
sekolah, sehingga KBK tidak bisa diimplementasikan secara komprehensif.
d) Kebijakan pemerintah yang setengah hati, karena KBK dilaksanakan dengan uji
coba di beberapa sekolah mulai tahun pelajaran 2001/2002 tetapi tidak ada payung
hukum tentang pelaksanaan tersebut.

Di samping kelemahan dalam kebijakan dan implementasi KBK juga memiliki


kelamahan dari sisi isi kurikulum, antara lain:

a) Dalam kurikulum dan hasil belajar indikator sudah disusun, padahal indikator
sebaiknya disusun oleh guru, karena guru yang paling mengetahui tentang kondisi
peserta didik dan lingkungan
b) Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada urutan standar
kompetensi dan kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk merancang
pembelajaran secara berkelanjutan.
https://didikz888.wordpress.com/tag/pengertian-kurikulum-berbasis-kompetensi/’

https://cecepkustandi.wordpress.com/2015/06/29/kurikulum-berbasis-kompetensi/

Anda mungkin juga menyukai