PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan)
nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
endemisitas tinggi. Parasit plasmodium hidup dan berkembang biak dalam sel darah
merah manusia dan penyakit ini secara alami di tularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina, penyakit malaria dapat menyerang semua kelompok umur dan semua
jenis kelamin (Depkes, 2003).
Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies Anopheles, 60 spesies diantaranya
di ketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia ada sekitar 80 jenis Anopheles, 24
spesies di antaranya telah terbukti penular malaria. Sifat masing-masing spesies
berbeda-beda tergantung banyak faktor, seperti penyebaran geografis, iklim dan tempat
perindukannya.
Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup
di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang di temukan pada daerah dengan
ketinggian lebih dari 2.000 - 2.500 meter. Tempat perindukannya bervariasi tergantung
spesies, dan dapat di bagi menjadi 3 kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung
(Depkes, 2008).
B. Etiologi
2
Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium (CDC, 2018)
a. Siklus Seksual
Siklus ini di mulai saat nyamuk Anopheles betina menghisap darah manusia yang
mengandung parasit malaria, parasit berbentuk seksual kemudian masuk kedalam perut
nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan
makrogametosit, yang kemudian terjadi pembuahan membentuk zygot (ookinet).
Selanjutnya, ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika
ookista pecah, ribuan sporozoit di lepaskan dan berimigrasi mencapai kelenjar air liur
nyamuk. Pada saat itu sporozoit siap menginfeksi ketika nyamuk mengigit manusia
(Depkes, 2008)
b. Siklus Aseksual
Siklus ini di mulai saat nyamuk Anopheles menghisap darah manusia,maka
sertamerta nyamuk mengeluarkan sporozoit yang berada pada kelenjar ludah ke dalam
tubuh manusia, sekitar 30 menit sporozoit masuk ke sel hati dan menjadi tropozoit hati,
kemudian berkembang menjadi skizon hati yang mengandung 10.000-30.000 merozoit,
hal ini di sebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung kurang lebih dua minggu
(Santjaka, 2013).
3
Penyakit malaria dapat ditularkan dengan dua cara, yaitu cara alamiah, contohnya
melaluiu gigitan nyamuk dan non alamiah, misalnya tranfusi darah maupun malaria dari
ibu ke bayinya. Sedangkan menurut Garcia dan Bruckner (1996) terdapat beberapa
penyebab yang mengakibatkan terjadinya infeksi Plasmodium.
1. Gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.
2. Transfusi darah dari donor penderita.
3. Penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi.
4. Infeksi impor.
5. Infeksi kongenital.
Gambaran khas dari penyakit malaria ialah adanya demam yang priodik,
pembesaran limpa (spletomegali), dan anemia (turunnya kadar haemoglobin dalam
darah).
1. Demam
Sebelum timbulnya demam biasa penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit
kepala, nyeri tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak di bagian perut, diare
ringan, dan kadang-kadang meraasa dingin di punggung. Umumnya keluhan ini muncul
pada penderita dengan malaria jenis P.vivax dan P.ovale, sedangkan pada malaria
karena P.falciparum dan P.malariae, keluhan-keluhan tersebut tidak jelas. Serangan
demam yang khas pada malaria terdiri dari tiga stadium yaitu:
a. Stadium Mengigil
Di mulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Pada saat menggigil seluruh
tubuh bergetar, denyut nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, serta kulit
pucat. Pada anak-anak seing di sertai kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit
- 1 jam dan dengan meningkatnya suhu badan.
b. Stadium Puncak Demam
Penderita berubah menjadi panas tinggi. Wajah memerah, kulit kering dan terasa
panas seperti terbakar, frekuensi napas meningkat, nadi penuh dan berdenyut keras,
sakit kepala semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran menurun, sampai timbul kejang
(pada anak-anak). Suhu badan bisa mencapai 41oC. Stadium ini berlangsung selama 2
jam atau lebih di ikuti dengan keadaan berkeringat.
4
c. Stadium Berkeringat
Seluruh tubuh berkeringat banyak, sehingga timpat tidur basah. Suhu badan turun
dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan sering tertidur. Setelah bangun tidur
penderita akan merasa sehat dan dapat melakukan tugas seperti biasa. Padahal,
sebenarnya penyakit ini masih bersarang dalam tubuhnya. Stadium ini berlangsung 2-4
jam.
2. Pembesaran Limpa
Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis. Limpa menjadi
bengkak dan terasa nyeri. Pembengkakan tersebut di akibatkan oleh adanya
penyumbatan sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria. Lama-lama
konsistensi limpa menjadi keras karena bertambahnya jaringan ikat. Dengan pengobatan
yang baik, limpa dapat berangsung normal kembali.
3. Anemia
Anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah sampai di bawah normal di
sebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria. Selain
itu, anemia timbul akibat gangguan pembentukan sel darah merah di sum-sum tulang.
Gejala anemia berupa bandan lemas, pusing, pucat, penglihatan kabur, jantung
berdebar-debar, dan kurang nafsu makan (Depkes RI,2008).
D. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita, jenis
plasmodium malaria, serta jumlah parasit yang menginfeksinya. Waktu terjadinya infeksi
pertama kali sampai timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi, sedangkan waktu
antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit malaria di dalam darah disebut
periode prapaten. Masa inkubasi maupun periode prapaten ditentukan oleh jenis
plasmodiumnya. periode prapaten dan masa inkubasi plasmodium.
5
E. Epidemiologi
Malaria termasuk salah satu penyakit pembunuh terbesar sepanjang sejarah umat
Manusia. Setiap tahun ada satu juta manusia mati di seluruh dunia, 80% adalah anak-
anak. Potensi malaria sangat luar biasa, lebih dari 2,2 milyar manusia tinggal di wilayah
yang beresiko timbulnya malaria yaitu asia pasifik. tersebar di 10 negara di antara lain
India, Cina, Indonesia, Bangladesh, Vietnam, dan Filipinaa. Wilayah ini sama dengan
67% Negara di dunia yang beresiko terkena penyakit malaria (Depkes, 2008).
Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh karena
penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar Jawa dan Bali.
Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka kematian yang
lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang dewasa. Suatu daerah
dikatakan endemis malaria jika secara konstan angka kejadian malaria dapat diketahui
serta penularan secara alami berlangsung sepanjang tahun (Depkes, 2008).
F. Pemeriksaan Penunjang
Sedangkan untuk metode kuantitatif, pada SDr tebal menghitung jumlah parasit/200
leukosit dan SDr tipis penghitungannya adalah jumlah parasit/1000 eritrosit.
6
Pulasan Intradermal ( Intradermal Smears )
Penelitian di Cina belum lama ini, memperlihatkan bahwa pulasan dari darah
intradermal lebih banyak mengandung stadium matur/matang dari Plasmodium
falciparum daripada pulasan darah perifer. Penemuan ini bisa menjadi pertimbangan
untuk mendiagnosis malaria berat dengan lebih baik dan akurat. Pulasan ini hasilnya
dapat positif atau dapat juga terlihat pigmen yang mengandung leukosit setelah
dinyatakan negatif pada pulasan darah perifer. Untuk uji kesensitifitasannya, pulasan
intradermal sebanding dengan pulasan darah dari sumsum tulang yang lebih sensitif dari
pulasan darah perifer.
Biokimia
Hipoglokemia : < 2.2 mmol/L
Hiperlaktasemia : > 5 mmol/L
Asidosis : pH arteri < 7.3
Vena plasma : HCO3 < 15 mmol/L
Serum kreatinin : > 265 µmol/L
Total bilirubin : > 50 µmol/L
Enzim hati : SGOT > 3 diatas normal
SGPT > 3 diatas normal, 5-Nukleotidase ↑
Enzim otot : CPK ↑
Myoglobin ↑
Asam urat : > 600 µmol/L
7
Hematologi
Leukosit : > 12000 /µL
Koagulopati : platelet < 50000/µL
Fibrinogen < 200 mg/dL
Parasitologi
Hiperparasitemia : > 100000/µL – peningkatan mortalitas
> 500000/µL – mortalitas tinggi
> 20% parasit yang mengandung tropozoit dan skizon.
G. Tatalaksana Terapi
8
c. Musim hujan (breeding site >, kelembapan >).
d. Pada keadaan hujan deras malaria berkurang, karena larva dan jumlahnya
berkurang karena terbawa oleh air (Depkes, 2018).
J. Pencegahan Malaria
Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun yang
ingin pergi ke daerah endemis : (Depkes, 2018). (Depkes, 2018).
1. Pengendalian vektor
Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau
picaridin 7%.
2. Proteksi Personal / Personal Protection
Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang terhadap infeksi, seperti :
Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap (petang dan
matahari terbenam).
Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida sebelumnya, kawat
nyamuk, penolak serangga.
Memakai baju yang cocok dan tertutup.
Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah endemis.
3. Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin berbeda-
beda untuk setiap stadium, seperti
9
Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit di
daerah endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-related
adhesion protein (TRAP), Liver stage antigen (LSA).
Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap eritrosit,
mengeliminasi parasit dalam eritrosit dan mencegah terjadinya sekuesterasi parasit di
kapiler organ dalam sehingga dapat mencegah terjadinya malaria berat. Contohnya,
merozoite surface protein (MSP), ring infected erythrocyte surface antigen (RESA), apical
membrane antigen-1 (AMA-1).
Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah.
Contohnya, Pfs 28 dan Pfs 25.
K. Prognosis Malaria
10
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal Lahir : 1 Desember 1988
Agama : Katholik
Alamat : Sorong
Tanggal masuk : 04 April 2018
No. RM : AL.18.0872
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Demam
11
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur
bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI digantikan
dengan susu formula. Buah pepaya/pisang jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup
N. Genogram
Pasien merupakan anak pertama. Ayah dan ibu menikah satu kali. Riwayat keluarga
dengan riwayat kejang demam (+) pada ayah pasien.
12
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kiri : linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas atas : ICS II-III
Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, pengembangan dada kanan =kiri, retraksi tidak ada
Palpasi : stem fremitus kanan =kiri
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : ICS V kanan
Batas paru-lambung : ICS VI kiri
Redup relatif di : ICS V kanan
Redup absolut : ICS VI kanan (hepar)
Auskultasi : bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar, kelainan kulit tidak ada
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
turgor kembali cepat.
Urogenital : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, sianosis tidak ada, CRT ≤ 2”
Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis :R. Biseps : (+)
R. Triseps : (+)
R. Patella : (+)
R. Archilles : (+)
Reflek Patologis : R. Babinsky : (-)
R. Chaddock : (-)
R. Oppeinheim : (-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)
13
MCH : 26,1pg Basofil : 0,10%
MCHC: 36,1g/dl Netrofil : 63,5%
RDW : 42,9fL Limfosit : 19,2%
MPV : 10,2 fL
PDW : 17,2 fL
Hematologi Rutin
Hb : 11,7 g/dL
Hct : 32,4 %
Leu : 7.500 /mm3
Eri : 4.480.000 /mm3
Trom : 328.000 /mm3
V. RESUME
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien panas, panas mendadak tinggi. Panas
disertai batuk, batuk tidak berlendir, tidak ada pilek, tidak ada sesak.Kurang lebih 1 jam
sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan
kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali selama ± 3 menit.
Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian, oleh keluarga, pasien dibawa ke
RSUD banggai.
Riwayat kejang dalam keluarga ada (ayah pasien). Riwayat imunisasi dasar lengkap.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik. Riwayat prenatal baik. Riwayat kelahiran,
lahir spontan dengan usia kehamilan 38 minggu, riwayat postnatal baik.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umumsedang, komposmentis dan gizi kesan
baik. Pemeriksaan tenggorok didapat faring hiperemis. Tanda vital N = 120x/menit, RR =
32x/menit, Sb = 39,0oC, pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Pemeriksaan
laboratorium tanggal 10 Oktober 2012 didapatkan, Hb =11,7 g/dL, Hct =32,4 %, Leukosit
= 7.500 /mm3, Eritrosit =4.480.000 /mm3, Trombosit =328.000 /mm3.
14
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1.) Kejang Demam Sederhana
2.) Faringitis Akut
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. O2 via nasal canul = 2 lpm
2. IVFD RL 14-15 tpm (mikrodrips)
Koreksi suhu badan → 38˚C = 15-16 tpm
→ 39˚C = 17-18 tpm
→ 40˚C = 19-20 tpm
3. Paracetamol drips 110 mg/ 4 Jam
4. Diazepam supp 10 mg (jika kejang)
Monitoring
1. KU dan VS per 4 jam
2. Awasi timbulnya kejang
Edukasi
Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang tua pasien
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
15
PEMBAHASAN
Diagnosis kejang demam sederhana pada kasus ini didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesis di temukan adanya kejang pada
pasien ini. Kejang terjadi pertama kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang ±
3 menit, setelah kejang pasien menangis. Pada pasien ini juga didapati adanya panas
yang mendadak tinggi. Sebelumnya pasien juga batuk kering.Serangan kejang pada
kejang demam biasanya berkaitan dengan peningkatan suhu pusat (core temperature)
yang tinggi (39°C atau lebih) dan cepat.1 Umumnya serangan kejang terjadi dalam 24
jam pertama timbulnya demam.3 Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang
dari 15 menit) dengan sifat bangkitan kejang berbentuk umum.3 Umumnya kejang tidak
berulang dalam 24 jam.3Pada anamnesis riwayat penyakit keluarga didapatkan ayah
pasien mempunyai riwayat kejang demam. Faktor resiko genetik telah lama diketahui
berkontribusi terhadap kejang demam. Kejang demam cenderung terjadi dalam keluarga,
dengan resiko terbesar pada keluarga tingkat pertama (orang tua dan saudara kandung).
Namun, pola turunan dari kejang demam tidak diketahui. Sebagian besar penelitian
16
mendukung pola pewarisan poligenik atau multifaktorial. Jarang ditemukan pola
pewarisan monogenik pada kejang demam.4
Pada saat kejang, tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Bangkitan kejang
demam sederhana dapat berupa postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh),
gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama), ataupun kejang
fokal.3 Saat kejanganak tidak sadar.3 Selain itu, mata dapat berputar-putar (sehingga
hanya sklera yang terlihat), mulut berbusa, lidah atau pipinya dapat tergigit, gigi atau
rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar
kesadarannya), gangguan pernafasan, apneaatau henti nafas, dan kulitnya menjadi
kebiruan.3 Pada fase setelah kejang (fase post-iktal), anak sadar kembali, namun
biasanya tampak kelelahan atau tertidur. Hal ini dapat terjadi hingga 15 menit atau lebih.7
Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,0oC per axiler dan faring hiperemis.Infeksi
merupakan penyebab tersering dari kejang demam.8 Peranan infeksi pada sebagian
besar kejang demam tidak spesifik, serangan kejang terutama didasarkan atas reaksi
demam yang terjadi.3,9Bangkitan kejang yang terjadi pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh
infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya faringitis, tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.1Pada anak dengan kejang demam penting untuk
dilakukan pemeriksaan neurologis, pemeriksaan laboratorium elekrolit darah dan kadar
gula darah. Pemeriksaan neurologi yang dapat dilakukan antara lain: tanda rangsang
meningeal: kaku kuduk, kernig, laseque, brudzinsky I dan brudzinsky II; Pemeriksaan
nervus kranialis I-XII; Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun membonjol,
papilledema; Pemeriksaan motorik: massa, tonus, kekuatan, dan refleks (fisiologis dan
patologis); Pemeriksaan sensorik: sensibilitias eksteroseptif, propioseptif, dan
diskriminatif; Pemeriksaan autonom. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menyingkirkan
penyebab infeksi intrakranial, electrolit imbalanceserta hipoglikemia yang juga dapat
menyebabkan kejang pada anak.7Pada pasien ini tidak didapatkan reflek patologis
maupun meningeal sign. Pemeriksaan penunjang laboratorium elektrolit darah dan GDS
dalam batas normal.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan cairan parenteral ringer laktat 14-15
tetes per menit mikrodrips dan juga dilakukan koreksi suhu badan. Parasetamol drips 110
mg intravena yang diberikan setiap 4 jam untuk menurunkan panas. Kemudian
disediakan juga diazepam suppositoria 10 mg diberikan jika terjadi kejang.Biasanya
kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0.3-0.5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/ menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.5,6,17
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0.5-0.75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan
lebih dari 10 kg. Diazepam rektal juga dapat diberikan dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7.5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. 5,6,17
17
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemeberian
diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0.3-0.5 mg/kg.5,6,17
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal
10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
intensif.Bila kejang telah berhenti, pemeberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
5,6,17
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa kejang
dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia
obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.
18