Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gangguan sirkulasi yang paling dijumpai di Unit Gawat Darurat adalah shock,

aritmia jantung, dan henti jantung. Diagnosis syok (shock) secara cepat dapat ditegakkan

dengan tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/ karotis, pasien tampak pucat,

perabaan pada ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnnya waktu

pengisian kapiler (capillary refill time > 2 detik). Syok merupakan salah satu penyebab

utama meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas di Instalasi gawat darurat (IGD)

maupun Intensive Care Unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% Jutaan

penderita tersebar diseluruh dunia dan rata-rata sebanyak 1.400 klien meninggal setiap

hari. Diperkirakan 6-20 juta kematian bayi dan anak – anak setiap tahun di seluruh dunia

diakibatkan oleh dehidrasi dan syok (Dhilon and Bittner, 2010).

Syok merupakan suatu gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen ke jaringan

atau perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan vaskuler sistemik

terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat

kecilnya curah jantung (George et al., 2009; Guyton dan Hall, 2010; Sinniah, 2012;

Schwarz et al., 2014). Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi

oksigen dan nutrisi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi sehingga

menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya

kematian penderita.

Mempertahankan perfusi darah yang memadai pada organ-organ vital merupakan

tindakan yang penting untuk menyelamatkan jiwa penderita. Syok bukanlah merupakan

suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup

sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik. Apabila perfusi

1
jaringan tidak terpenuhi, sel-sel akan kekurangan oksigen dan substrat, produksi energi

secara aerobik tidak bisa dipertahakan, akibatnya sel harus memasuki jalur metabolisme

anaerob. Jalur metabolisme anaerob akan dihasilkan 2 molekul Adenosine Triphosphate

(ATP) per molekul glukosa dan asam laktat.

Tanpa adanya energi yang cukup, fungsi sel normal tidak dapat dipertahankan,

akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan pompa potasium sodium. Sel membengkak

dan permeabilitas membran sel meningkat. Aktivitas mitokondria menjadi turun dan

membran lisosom menjadi rusak, sel akan rusak dan selanjutnya terjadi kematian sel.

Kematian seluler akan meluas di seluruh tubuh sehingga terjadi nekrosis jaringan yang

memengaruhi fungsi organ. Akhirnya terjadi kerusakan di semua sistem organ dan

kematian pada pasien syok. (Barkman dan Pooler, 2009; Guyton dan Hall, 2010;

Schwarz et al., 2014).

Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan cepat sebab penderita

berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat

darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan

waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Oleh

karena itu penulis akan membahas mengenai Asuhan keperawatan kegawatdaruratan

syok.

2
1.2 Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar Syok dan

mengaplikasikannya Asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien

dengan syok.

1.2.2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan

kegawatdaruratan syok.

b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada klien

dengan kegawatdaruratan syok.

c. Mahasiswa Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien

dengan kegawatdaruratan syok.

d. Mahasiawa Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien

dengan kegawatdaruratan syok.

e. Mahasiswa mampu Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien

dengan kegawatdaruratan syok.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam makalah ini adalah konsep dasar syok dan Asuhan

keperawatan pada klien dengan kegawat daruratan syok.

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan makalah ini diharapkan agar para pembaca bisa memahami konsep

dasar syok dan mengaplikasikanya dalam Asuhan keperawatan pada klien

dengan kegawatdaruratan syok

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang

adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan

membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa klien

(BPPPKMN, 2010). Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah

kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi

jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme (Sarwono, 2012).

Syok adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang lemah, pucat,

kulit yang dingin dan basah, denyut nadi meningkat, vena perifer yang tak tampak,

tekanan darah menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun. Tekanan

darah sistolik lazimnya kurang dari 90 mmHg atau menurun dari 50 mmHg dibawah

tekanan darah semula. Masalah utama adalah penurunan perfusi (aliran darah) yang

efektif dan gangguan penyampaian oksigen ke jaringan. Keadaan syok menandakan

bahwa mekanisme hemodinamik dan transport oksigen lumpuh. Jaringan menjadi rusak

karena tidak mendapat oksigen yang cukup untuk metabolism aerobic. Jika sel

melakukan metabolism aerobic maka akan dihasilkan asam laktat yang merugikan.

Makin tinggi kadar asam laktat makin tinggi risiko mati.

Syok yang berlangsung lama akan mengganggu oksigenasi miokard sehingga

menyebabkan syok kardiogenik sekunder. Pada tahap lanjut, terjadi gagal fungsi ginjal,

hati, paru, otak dan jantung. Angka kematian meningkat seiring dengan jumlah organ

yang mengalami gagal fungsi (MOF – Multiple Organ Failure). Kematian pada gagal 2

organ adalah > 60%, pada 3 organ mencapai > 90%.

4
2.2 Macam-macam Syok

Dalam kepustakaan dikenal beberapa jenis kualifikasi syok, antara lain: syok

hipovolemik, syok kardiogenik, syok anafilaktik dan syok septik.

1) Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan

cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat

perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah

terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).

1. Penyebab

a. Dehidrasi karena berbagai sebab (muntah, diare yang sering/frekuensi,

peritonitis)

b. Luka bakar (grade II-III & luas luka bakar >30%)

c. Perdarahan (trauma dengan perdarahan, non-trauma (perdarahan post

partum / HPP massif, KET-kehamilan ekstra-uterina terganggu)).

2. Diagnosa

a. Perubahan perfusi perifer: Ekstremitas: dingin, basah dan pucat, Capillary

refill time memanjang > 2 detik

b. Tachikardia

c. Pada keadaan lanjut: Takipneu, Penurunan tekanan darah, Penurunan

produksi urine dan Tampak pucat, lemah, apatis, kesadaran menurun

3. Tindakan

Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan infus cairan

kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah kristaloid melebihi yang

hilang.

5
Syok Hipovolemik (Dehidrasi, Muntah, Diare, Peritonitis)

Klasifikasi Klinis Pengelolaan

Dehidrasi ingan - Nadi normal atau Penggantian volume cairan

meningkat yang hilang dengan cairan

Kehilangan cairan - Selaput lendir kristaloid (NaCL 0,9% atau

tubuh sekitar 5 % kering Ringer Laktat atau Ringer

BB Asetat

Dehidrasi sedang - Nadi cepat Penggantian volume cairan

- Tekanan darah  yang hilang dengan cairan

Kehilangan cairan - Selaput kristaloid (NaCL 0,9% atau

tubuh sekitar 8 % lendirkering Ringer Laktat atau Ringer

BB - Oliguria Asetat

- Status mental

tampak lesu dan lemas

Dehidrasi berat - Nadi sangat Penggantian volume cairan

Kehilangan cairan cepat, kecil, sulit diraba yang hilang dengan cairan

tubuh sekitar 10 - -Tekanan darah kristaloid (NaCL 0,9% atau

% BB turun Ringer Laktat atau Ringer

- Anuria Asetat

- Selaput lendir

pecah-pecah

- Kesadaran

menurun

Tabel 2.1 Syok Hipovolemik

6
2) Syok Hemoragik

Perdarahan dalam jumlah besar, melebihi 15 % volume darah yang

beredar, akan menyebabkan perubahan-perubahan fungsi tubuh seseorang.

Makin banyak perdarahan, makin berat kerusakan yang terjadi, maka makin

besar risiko untuk meninggal. Perdarahan yang banyak mengakibatkan syok.

Makin berat syok yang terjadi dan makin lama syok berlangsung, makin besar

risiko mati. Satu jam pertama masa syok sering disebut “The Golden Hour”.

Dalam periode ini time Saving Is Life Saving. Pertolongan harus cepat diberikan,

yakni menghentikan sumber perdarahan dan mengganti kehilangan voleume

darah. Hipoksia sampai dengan anoksia di jaringan akibat syok menyebabkan

kematian sel jaringan. Jika sel mati mencapai jumlah kritis (Critical Mass Of

Cell), maka akan terjadi gagal organ dan kematian.

1. Perdarahan Menyebabkan :

a. Kehilangan voleume intravaskuler sehingga aliran (perfusi darah dan

jumlah oksigen jaringan menurun

b. Kehilangan eritrosit dan hemoglobin sehingga kapasitas transport oksigen

per unit volume darah menurun Tubuh memiliki Estimated Blood

Volume (jumlah darah yang beredar) 65-75 ml/kg, untuk mempermudah

dibuat rata-rata EBV ; 70 ml/kg. jika kehilangan darah 15 ml/kg (20%

EBV), terjadilah perubahan hemodinamik :

1) Nadi meningkat

2) Kekuatan kontraksi miokard meningkat

3) Vasokontriksi didaerah arterial dan vena

4) Tekanan darah mungkin masih normal tetapi tekanan nadi turun

2. Prinsip Penanganan:

Pergatian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan

oksigenasi jaringan, akibat cukup volume maka hemodinamik terjaga. Untuk

7
perdarahan dengan syok kelas III-IV diberikan infus kristaloid sebaiknya

disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dan dapat diberikan

cairan golongan plasma substitute (cairan koloid).

3. Trauma Status (Advanced Trauma Life support)

Dipergunakan untuk memperhitungkan beberapa banyak jumlah

perdarahan (EBL) dengan melihat gejala klinis yang ada.

Klasifikasi Klinis Pengelolaan

Kelas I : - Takikardia Tidak perlu penggantian

kehilangan volume minimal, <100 volume

darah < 15% x/menit

Kelas II : - Takikardia

kehilangan volume (100-120 x/menit) Penggantian volume darah

darah 15-30% - Penurunan yang hilang dengan cairan

pulse pressure kristaloid sejumlah 2-4 kali

- Penurunan volume darah yang hilang.

produksi urine (20-

30 cc/jam)

Kelas III : - Tachypnea Penggantian volume darah

kehilangan volume (30-40 x/menit) yang hilang dengan cairan

darah 30-40% - Penurunan kristaloid dan darah.

8
produksi urine (5-15

cc/jam)

Kelas IV : - Tachypnea Penggantian volume darah

Kehilangan volume (>35 x/menit) yang hilang dengan cairan

darah - Takikardia kristaloid dan darah.

>40% (>140x/menit)

- Perfusi pucat,

dingin, basah

- Perubahan

mental

Tabel 2.2 Syok Hemoragik

3) Syok Anafilaktik

1. Definisi

Syok Anafilaktik (Shock Anafilactic) adalah reaksi anafilaksis yang disertai

hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah

suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks.

Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis

2. Penyebab

Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya

sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi

anti gen- anti bodi sistemik

3. Diagnosa

Tanda – tanda syok (penurunan perfusi perifer dan penurunan tekanan darah

yang tiba - tiba) dengan riwayat adanya alergi (makanan atau hal – hal lain) atau

riwayat setelah pemberian obat-obatan.

9
4. Tindakan

a. C- Circulation. Raba karotis, posisi syock, pasang infus kristaloid (RL).

Berikan epinephrine (adrenalin) subcutan atau intra muscular dengan dosis

sesuai dengan gejala klinis yang tampak (0.25 mg, 0.5 mg atau 1 mg = 1

ampul bila ternyata jantung tidak berdenyut).

b. Airway. Pertahankan jalan nafas tetap bebas. Call for help

c. Breathing. Beri oksigen bila ada, kalau perlu nafas dibantu.

4) Syok Septik

1. Definisi

Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif dan disebabkan oleh

infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan

melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang

cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik,

pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan

secara menyeluruh.

2. Penyebab

Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika

mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu

respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator

kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan

permeabilitas kapiler, pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi

adalah dua efek tersebut.

3. Tanda dan Gejala

Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat

bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan

perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan

10
oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan mikroorganisme gram-

negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber utama

terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan

kateter atau kateter intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis

adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas . Pasien dengan sepsis dan

shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan pengobatan sangat

diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah:

a. Demam

b. Berkeringat

c. Sakit kepala

d. Nyeri otot

4. Diagnosis

a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.

b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.

5. Tindakan

Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60

mmHg)

a. Tindakan awal

Infus cairan kristloid, pemberian antibiotic, membuang sumber infeksi

(pembedahan)

b. Tindakan lanjut

Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan vasopressor

(Dopamine atau dikomnbinasi dengan Noradrenaline).

11
5) Syock Kardiogenik

1. Definisi

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang

mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.Syok

yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti pada infark

miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia,

hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.

(Kamus Kedokteran Dorland, 2010)

2. Penyebab

Penyebab syok kardiogenik Dapat terjadi pada keadaan – keadaan antara lain:

Kontusio jantung, Tamponade jantung dan Tension pneumothoraks. Pada versi

lain pembagian jenis syok, ada yang membagi bahwa syock kardiogenik hanya

untuk gangguan yang disebabkan karena gangguan pada fungsi myocard. Missal

: decomp cordis, trauma langsung pada jantung, kontusio jantung.

Tamponad jantung dan tension pneumothoraks dikelompokkan dalam syok

obstructive (syok karena obstruksi mekanik).

3. Diagnose

a. Hipotensi disertai gangguan irama jantung.

b. Mungkin terdapat peninggian tekanan vena jugularis (JVP).

c. Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung (bunyi

jantung menjauh atau redup), pada tension pneumothoraks (hipersonor

dan pergeseran letak trakea).

4. Tindakan

a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid

b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropic.

c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.

12
d. Pemasangan jarum torakostomi pada Tension Pneumothoraks di ICS II-

mid clavicular line untuk mengurangi udara dalam rongga pleura

(dekompresi).

2.3 Penilaian Awal Syok

`Syok merupakan keadaan kekurangan suplai oksigen dan nutrisi Keadaan ini

disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan. Kekurangan oksigen akan

berhubungan dengan Asidosis Lactate Acid, dimana kadar lactat tubuh merupakan

indikator dari tingkat berat-ringannya syok. Terjadinya hambatan di dalam peredaran

darah perifer menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel

akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme

Langkah pertama dalam pengelolaan penderita syok adalah dengan mengenali

adanya syok itu sendiri melalui gejala syok atau tanda-tanda klinis terjadinya syok,

Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat

berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.

Diagnosis awal di dasarkan pada adanya gangguan perfusi organ dan oksigenasi

jaringan.

Langkah kedua adalah menentukan sebab dari syok. Pada penderita trauma,

semua jenis syok mungkin ditemukan. Kebanyakan penderita dalam hemoragik syok,

namun kardiogenik syok atau syok karena tension pneumotoraks harus dipertimbangkan

pada perlukaan diatas diafragma. Syok neurogenic dapat diakibatkan perlukaan luas

pada SSP atau medulla spinalis. Pada umumnya trauma kapitis tidak menyebabkan syok.

Penderita dengan trauma medulla spinalis pada keadaan awal dapat dalam keadaan syok

baik karena vasodilatasi (neurogenic) maupun karena hemoragik. Syok septik jarang

ditemukan, namun harus dipertimbangkan pada penderita yang datang pada keadaan

lebih lanjut. Dengan demikian langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan

penilaian terhadap penderita sehingga dengan cepat syok dapat diketahui. Terapi syok
13
dimulai sambil mencari sebab syok. Respon terhadap terapi awal, digabung dengan

penemuan klinis biasanya memberikan cukup informasi untuk dapat menentukan

penyebab syok. Perdarahan adalah sebab tersering dari syok pada penderita trauma.

Setiap keadaan syok pada penderita trauma memerlukan konsultasi bedah. Syok lanjut

yang ditandai oleh perfusi yang kurang ke kulit, ginjal dan SSP yang dengan mudah di

kenal.

Katergantungan pada tekanan darah sebagai satu-satunya indicator syok akan

menyebabkan terlambatnya diagnosis syok. INGAT : mekanisme kompensasi dapat

menjaga tekanan darah sampai penderita kehilangan 30% volume darah. Perhatian harus

di arahkan pada nadi, laju pernafasan, sirkulasi kulit, dan tekanan nadi (perbedaan antara

tekanan sistolik dan diastolic). Gejala paling dini adalah tachikardia dan vaso-kontriksi

perifer. Dengan demikian setiap penderita trauma yang dalam keadaan tachikardia dan

kulit dingin dianggap dalam keadaan syok.

Pemeriksaan hematocrit atau kadar Hb tidak dapat dipakai untuk mengukur

kehilangan darah ataupun diagnosis syok. Kadar hematokirt yang rendah menunjukkan

kehilangan darah dalam jumlah cukup besar (anemia yang sebelum trauma sudah ada),

sedangkan hematocrit normal dapat saja terjadi walaupun sudah ada kehilangan darah

cukup banyak. (Theodore 1993).

14
LANGKAH- LANGKAH PERTAMA MENANGANI SYOK

Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut Alexander R H,

Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)

1. Posisi Tubuh

a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi

penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke

organ-organ vital.

b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan

digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari

terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama

seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.

c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita

tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring)

untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari

sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting

adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari

terjadinya asfiksia.

d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala

agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh

lainnya.

e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan

dengan posisi telentang datar.

15
f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang

dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar

dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar

bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

2. Pertahankan Respirasi

a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.

b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas

(Gudel/oropharingeal airway).

c. Berikan oksigen 6 liter/menit

d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup

(Ambu bag) atau ETT.

3. Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah,

warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

PENATALAKSANAAN SYOK BERDASARKAN JENISNYA

1. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik

Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW (1989, hal 993-

1002) adalah

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik

peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:

a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari

kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki

curah jantung dan menaikkan tekanan darah.

b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

• Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak

16
ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala

dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas,

yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan

buka mulut.

• Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada

tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.

Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan

terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang

mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-

obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan

sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif,

melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.

• Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.

karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang

penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.

Thijs L G. (1996 ; 1 – 4)

a. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa

atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat

diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan

pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.

b. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi

respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang

diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.

c. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau

deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek

17
lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.

d. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk

koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai

tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan

meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.

Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan

perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya

peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila

memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan

kekurangan volume plasma.

Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20– 40%

dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan

jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan

juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.

a. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik

dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau

terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus

semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi

penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam

posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.

b. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus

diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang

telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di

rumah sakit semalam untuk observasi.

18
2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

a. Mempertahankan Suhu Tubuh

Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk

mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan

tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.

b. Pemberian Cairan

a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,

muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.

b. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan

yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).

c. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi

kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau

muntah.

d. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama

dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler,

volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna

untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

e. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan

jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama

dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.

Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa

air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra

vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume

perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan

jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui

bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer

laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.

19
f. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan

yang berlebihan.

g. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan

berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah

dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.

h. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat

pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ

Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP,

“Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.

3. Penatalaksanaan Syok Neurogenik

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti

fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter

prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat

tersebut. Penatalaksanaannya menurut Wilson R F, ed.. (1981; c:1-42) adalah

a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi

Trendelenburg).

b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan

menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang

berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.

Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika

terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik jug dapat menolong

menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-

otot respirasi.

20
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi

cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya

diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang

cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai

respon terhadap terapi.

d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat

vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan

seperti ruptur lien) :

 Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10

mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi

takikardi.

 Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan

tekanan darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan

pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus

diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.

Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak

boleh diberikan pada pasien syok neurogenik

 Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh

menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan

darah melalui vasodilatasi perifer.

21
2.4 Evaluasi

A. Umum

Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan

untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita.

Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda

positif yang menandakan bahwa perfusi swdang kembali ke normal. Walaupun begitu,

pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada

status sitem saraf dan peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan

perfusi, tetapi kuantitasnya sukar ditentukan.

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup senditif untuk perfusi

ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang

cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin

merupakan salah satu dari dari pemantauan utama resusitasi dan respon penderita.

Perubahan pada tekanan vena sentral dapat memberikan informasi yanng berguna. Bila

diperlukan indeks tekanan pengisian jantung, maka pengukuran tekanan vena sentral

cukup baik untuk kebanyakan kasus.

B. Produksi Urin

Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran

darah ginjal. Penggatian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin

sekitar 0,5 ml/kg/jam orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anak-anak dan 2 ml/kg/jam.

22
C. Keseimbagan Asam Basa

Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena

takhipnea. Alkalosis respiratorik seringkali disusul dengan asidosis metabolik ringan

dalam tahap syok dini dan tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat

terjadi pada syok yang sudah lama, atau akibat syok berat. Asidosis metabolik terjadi

karena metabolisme anaerobik akibat perfusi jaringan yang kurang dan produksi asam

laktat. Asiodosis yang persisten biasanya akibat resutasi yang tidak adekuat atau

kehilangan darah terus menerus dan pada penderita syok normthermik harus diobati

dengan cairan, darag, dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan

perdarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat beruna dalam

memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. Jangan gunakan sodium bikarbonat

secara rutin untuk mengabati asidosis metabolik sekunder pada syok hipovolemik.

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN SYOK

A. Pengkajian

1. Pengkajian Primer

a. Airway

Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk

mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu

untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.

b. Breathing

Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi

dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara

napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji

adanya trauma pada dada.

c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan

Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup

besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat

dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala,

leher dan ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen

pada fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)

dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi alat ini

tidak boleh mengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan spalk-traksi dapat

membantu mengurangi perdarahan pada tulang panjang.

24
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat

kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan

sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak

2. Pengkajian Sekunder

a. Identitas pasien

Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit

mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang mengetahui

kejadiannya

b. Keluhan utama

Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan mual,

kejang-kejang.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)

2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)

3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)

4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)

d. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien

sebelumnya.

25
f. Pemeriksaan Fisik

1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara,

karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna pucat

(kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok

hemoragi terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada

syok septik).

2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi

pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau

meninggi pada awal syok septik)

3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba

4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi)

kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika

kondisi menjelek)

5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan

orientasi menurun, sopor sampai koma.

6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada

awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui).

Alkalosis respirasi akibat takipnea

8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,

meninggi pada syok kardiogenik

26
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun

(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran

pintas di paru)

g. Pemeriksaan Penunjang

1) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,

kreatinin, glukosa darah.

2) Analisa gas darah

3) EKG

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien syok antara lain (Santosa,

2005):

a. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, preload

dan afterload, kontraktilitas jantung.

b. Perfusi jaringan tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan

konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2,

gangguan aliran arteri dan vena

c. Defisit Volume Cairan Berhubungan dengan:Kehilangan volume cairan

secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan.

27
4. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan

Keperawatan/Masalah Tujuan dan Kriteria intervensi

Kolaborasi Hasil

Penurunan curah NOC : NIC :

jantung b/d gangguan - Cardiac - Evaluasi adanya nyeri dada


Pump

irama jantung, stroke effectiveness - Catat adanya disritmia jantung

volume, pre load - Circulation Status - Catat adanya tanda dan gejala

dan - Vital Sign Status


afterload, penurunan cardiac putput

kontraktilitas jantung. - Tissue - Monitor status pernafasan


perfusion:

perifer - Monitor balance cairan

DO/DS: - Monitor respon pasien

- Aritmia, takikardia, Setelah dilakukan terhadap efek pengobatan

bradikardia asuhan antiaritmia

- Palpitasi, oedem Selama......penurunan - Atur periode latihan dan

- Kelelahan kardiak istirahat untuk menghindari

- Peningkatan/penurunan output klien teratasi Kelelahan

JVP dengan kriteria hasil: - Monitor adanya dyspneu,

- Distensi vena jugularis- Tanda Vital dalam fatigue, tekipneu dan ortopneu

- Kulit dingin dan rentang - Monitor TD, nadi, suhu, dan


normal

lembab (Tekanan darah, RR

- Penurunan denyut nadi Nadi,respirasi) - Monitor VS saat pasien

perifer - Dapat mentoleransi berbaring, duduk, atau berdiri

28
- Oliguria, kaplari refill aktivitas, tidak -
ada Monitor TD, nadi, RR,

lambat kelelahan sebelum, selama, dan setelah

- Nafas pendek/ - Tidak ada edema paru, aktivitas


sesak

nafas - Monitor jumlah, bunyi dan


perifer, dan tidak ada

- Perubahan warna kulit asites irama jantung

- - Tidak ada penurunan


Batuk, bunyi jantung - Monitor frekuensi dan irama

S3/S4 kesadaran pernapasan

- Kecemasan - AGD dalam -


batas Monitor suhu, warna, dan

normal kelembaban kulit

- -
Tidak ada distensi vena Monitor sianosis

leher - Monitor adanya tekanan nadi

- Warna kulit normal yang melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik

29
Diagnosa Rencana keperawatan

Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi

Masalah Hasil

Kolaborasi

Perfusi jaringan NOC : NIC :

tidak - Cardiac - Monitor nyeri dada (durasi,


pump

efektif b/d gangguan Effectiveness intensitas dan faktor-faktor

afinitas Hb oksigen, Circulation status presipitasi)

penurunan - Tissue Prefusion -: Observasi perubahan ECG

konsentrasi Hb, cardiac, - Auskultasi suara jantung dan

Hipervolemia, periferal paru

Hipoventilasi, - Vital Sign Statusl - Monitor irama dan jumlah

gangguan transport denyut jantung

O2, - Monitor angka PT, PTT dan


Setelah dilakukan asuhan

gangguan aliran selama…ketidakefektifan AT

arteri dan vena perfusijaringan - Monitor elektrolit (potassium

DS: kardiopulmonal teratasi dan magnesium)

- Nyeri dada dengan kriteria hasil: - Monitor status cairan

- Sesak nafas - Evaluasi oedem perifer dan

DO - Tekanan systole dan denyut nadi

- AGD abnormal diastole - Monitor peningkatan kelelahan

- Aritmia dalam rentang yang dan kecemasan

- Bronko spasme diharapkan - Jelaskan pembatasan intake

30
- Kapilare refill > -3 CVP dalam batas normal kafein, sodium, kolesterol

dtk - Nadi perifer kuat dan dan lemak

- Retraksi dada simetris - Kelola pemberian obat-obat:

- - Tidak ada oedem perifer analgesik, anti koagulan,


- Penggunaan otot-

otot tambahan dan nitrogliserin, vasodilator dan

asites diuretik.

- - Tingkatkan
Denyut jantung, AGD, istirahat (batasi

ejeksi pengunjung)

- fraksi dalam batas

normal

- Bunyi jantung abnormal

tidak ada

- Nyeri dada tidak ada

- Kelelahan yang ekstrim

tidak

ada

31
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan

Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi

Kolaborasi Hasil

Defisit Volume Cairan NOC: NIC :

Berhubungan - Fluid balance - Pertahankan catatan

dengan:Kehilangan - Hydration intake dan output yang

volume cairan - Nutritional Status : Food akurat


secara

aktif, Kegagalan and Fluid Intake - Monitor status hidrasi

mekanisme pengaturan - nadi adekuat, tekanan

Setelah dilakukan tindakan darah ortostatik ), jika

DS : keperawatan selama…. diperlukan

- Haus defisit volume Monitor hasil lab yang

cairan teratasi dengan sesuai dengan retensi

DO: kriteria hasil: cairan

- Penurunan turgor - (BUN , Hmt ,

kulit/lidah - Mempertahankan urine osmolalitas urin,

- Membran mukosa/kulit output albumin, total protein )

kering - Monitor vital sign setiap


sesuai dengan usia dan BB,

- Peningkatan denyut nadi, BJ 15menit – 1 jam

penurunan urine normal, - Kolaborasi pemberian

- Tekanan darah, nadi, suhu cairan IV


tekanan darah, penurunan

- volume/tekanan nadi tubuh - Monitor status nutrisi

- Pengisian vena menurun dalam batas normal - Berikan cairan oral

32
- Perubahan status mental- - Berikan
Tidak ada tanda tanda penggantian

- Konsentrasi urine dehidrasi, nasogatrik sesuai output

meningkat - Elastisitas turgor kulit (50 –

- Temperatur tubuh baik, 100cc/jam)

meningkat - - Persiapan untuk tranfusi


membran mukosa lembab,

- Kehilangan berat badan tidak - Pasang kateter jika perlu

secara tibatiba - ada rasa haus - Monitor intake dan urin


yang

- Penurunan urine output berlebihan output setiap 8 jam

- HMT meningkat - Orientasi terhadap waktu

- Kelemahan dan

tempat baik

- Jumlah dan irama

pernapasan

dalam batas normal

- Elektrolit, Hb, Hmt dalam

batas

normal

- pH urin dalam batas

normal

- Intake oral dan intravena

adekuat

33
5. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan tujuan spesifik.

Implementasi dilakukan pada klien dengan Syok adalah dengan tindakan sesuai

intervensi yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan

kerja sama antara perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan,

klien dan keluarga agar asuhan keperawatan yang diberikan mampu

berkesinambungan sehingga klien dan keluarga dapat menjadi mandiri.

6. Evaluasi

Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :

a. Terpenuhunya penuruna cardiak output teratasi

b. Tercapainya perfusi jaringan kardiopulmonal

c. Tercapainya volume cairan secara adequat

34
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Kesimpulan Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari

kemampuan mengenal gejala-gejala syok mengetahui, dan mengantisipasi penyebab

syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada menit-menit pertama pasien

mengalami syok. Diagnosis syok (shock) secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak

teraba atau melemahnya nadi radialis/ karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada

ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnnya waktu pengisian

kapiler (capillary refill time > 2 detik).

Syok merupakan suatu gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen ke

jaringan atau perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan vaskuler

sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel

dan sangat kecilnya curah jantung (George et al., 2009; Guyton dan Hall, 2010;

Sinniah, 2012; Schwarz et al., 2014). Seseorang dikatakan syok bila terdapat

ketidakcukupan perfusi oksigen dan nutrisi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki

perfusi sehingga menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ

dan akhirnya kematian penderita.

Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan cepat sebab

penderita berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat emergensi dan alat bantu

resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita

35
berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh

menetap.

4.2 SARAN

Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang akan menjadi seorang

perawat mampu mengenali tanda dan gejala syok ketika menemukan klien yang

mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera. Dan mahasiswa

mampu mengaplikasikan teri kegawat daruratan syok sehingga mampu

mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah syok.

36
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.

Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Edisi 8. Jakarta: EGC.

Zmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C. 1997. Diagnosis and

Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of

Critical

https://www.academia.edu/9746397/Syok. syifana.aqullia.2010.laporanpendahuluan

syok.

http://www.riyawan.com/p/bab-ii-tinjauan-teori syok-a.html

37

Anda mungkin juga menyukai