Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap perilaku manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi,
islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi
yang membawa manusia berguana bagi kemaslahatan hidupnya.
Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi di atas terdapat dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika manusia dapat melakukan aktifitas konsumsi sesuai
dengan ketantuan al-Qur’an dan as-Sunnah, maka ia akan menjalankan konsumsi
yang jauh dari sifat hina. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketantuan al-
Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan
kesejahteraan hidupnya.
Untuk itu pada pembahasan kali ini, akan penulis sajikan batas-batas
ketantuan atau prinsip-prinsip dasar dalam konsumsi yang dilakukan oleh seorang
muslim.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari konsumsi?
2. Apa tujuan dari konsumsi menurut islam?
3. Apasaja prinsip-prinsip dasar konsumsi dalam islam?
4. Bagaimana Etika konsumsi dalam islam?
5. Apasaja faktor yang mempengaruhi konsumsi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsumsi
Konsumsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu to consume yang berarti
memakai atau menghabiskan, dan dari bahasa Belanda, consumptie, ialah suatu
kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda,
baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara
langsung.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[2] Jika tujuan
pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia
disebut pengecer atau distributor.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Konsumsi
adalah Pemakaian sumber daya yang ada untuk mendapatkan kepuasan atau
utility. Dan konsumen adalah orang yang melakukan kegiatan konsumsi.

B. Tujuan konsumsi
Tujuan utama konsumsi seoarang muslim adalah sebagai sarana penolong
untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsusmsi sesuatu dengan
niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan
menjadikan konsusmsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan
pahala.
Konsusmsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan
terbesar dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan ekonomi. Bahkan ukuran
kebahagiaan seseorang diukur dengan tingkat kemampuannya dalam
mengkonsusmsi.
Konsep konsumen adalah raja menjadi arah bahwa aktifitas ekonomi
khususnya produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan kadar
relatifitas dari keinginan konsumen, dimana Al-Qur 'an telah mengungkapkan
hakekat tersebut dalam firman-Nya:

2
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh
ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir
bersenang-senang (di dunia) dan mereka Makan seperti makannya binatang. dan
Jahannam adalah tempat tinggal mereka. (Muhammad: 12)
Dalam konsumsi, seorang muslim harus memperhatikan kebaikan
(kehalalan) sesuatu yang akan di konsumsinya. Para fuqaha' menjadikan memakan
hal-hal yang baik ke dalam empat tingkatan, yaitu:
1. Wajib, yaitu mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghindarkan diri dari
kebinasaan dan tidak mengkonsusmsi kadar ini padahal mampu yang
berdampak pada dosa.
2. Sunnah, yaitu mengkonsusmsi yang lebih dari kadar yang menghindarkan
diri dari kebinasaan dan menjadikan seoarang muslim mampu shalat dengan
berdiri dan mudah berpuasa.
3. Mubah, yaitu sesuatu yang lebih dari yang sunnah sampai batas kenyang.
4. Konsusmsi yang melebihi batas kenyang, yang dalam hal ini terdapat dua
pendapat, ada yang mengatakan makruh yang satunya mengatakan haram.

C. Prinsip Dasar Konsumsi dalam Islam


Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dan pola
konsumsi modern. Islam berusaha mengurangi kebutuhan material manusia yang
luar biasa sekarang ini. Untuk menghasilkan energi manusia kan selalu mengejar
cita-cita spiritualnya. Menurut Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi
dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu:[5]
1. Prinsip Keadilan.
Prinsip keadilan yang dimaksud adalah mengkonsumsi sesuatu yang halal
(tidak haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh).
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak

3
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 173)
Allah mengharamkan darah, daging binatang yang telah mati sendiri dan
daging babi, karena berbahaya bagi tubuh.
Allah mengharamkan daging binatang yang ketika di sembelih diserukan
nama selain Allah dengan maksud dipersembahkan sebagai kurban untuk
menyembah berhala dan persembahan bagi orang yang dianggap suci atau
siapapun selain Allah karena berbahaya bagi moral dan spiritual karena hal-hal ini
sama dengan mempersekutukan Tuhan.
Kelonggaran diberikan bagi orang yang terpaksa, dan bagi orang yang suatu
ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh memakan makanan
yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu
saja.
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun
Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor
ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang
diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua
yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
Makna kebersihan yang lain adalah membersihkan harta kita atau
pendapatan kita sebelum dikonsumsi dengan berzakat. Hal ini menjadi penting,
karena jika kita memakan harta kita sampai habis tanpa mengeluarkan zakatnya
terlebih dahulu, maka menurut Abu Dzar, sama artinya dengan kita mencuri harta
orang lain kemudian memakannya.
3. Prinsip Kesederhanaan.
Prinsip ketiga ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minum
adalah sikap tidak berlebihan yang berarti janganlah makan secara berlebihan.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(Al-
Maidah: 87)

4
Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat
mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara
berlebihan tentu akan ada pengaruhnya pada pencernaan (perut). Praktek
mematangkan jenis makan tertentu, dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
Menurut Afzalur Rahman, pemborosan paling tidak mengandung tiga arti:
a. Membelanjakan harta untuk hal-hal yang diharamkan, seperti judi,
minuman keras, dan lain-lain.
b. Pengeluaran yang berlebih-lebihan untuk barang-barang yang halal,
baik di dalam, apalagi diluar batas kemampuan seseorang.
c. Pengeluaran untuk amal shaleh, tapi diniatkan untuk pamer.
Kesederhanaan juga bermakna tidak kikir. Kekikiran mengandung dua arti:
a. Jika seseorang tidak mengeluarkan hartanya untuk diri dan
keluarganya sesuai dengan kemampuannya.
b. Jika seseorang tidak membelanjakan sesuatu apapun untuk tujuan
tujuan yang baik dan amal.
4. Prinsip Kemurahan hati.
Allah dengan kemurahan hati-Nya menyediakan makanan dan minuman
untuk manusia. Maka sifat konsumsi manusia juga harus dilandasi dengan
kemurahan hati. Maksudnya, jika memang masih banyak orang yang kekurangan
maka hendaklah kita sisihkan rezeki yang ada pada kita kemudian kita berikan
kepada mereka yang sangat membutuhkannya.
Tindakan ini sangat dimuliakan oleh Allah, dimana Allah menyediakan
ganjaran yang besar, menghapuskan dosanya, menghilangkan rasa ketakutan dan
kesedihan dari orang yang berinfaq tersebut. Misalnya:
Jika pendapatan perbulan adalah Rp 10 juta, dan kebutuhan minimum
sebesar Rp 8 juta, maka sisanya Rp 2 juta mestinya diinvestasikan untuk akherat
(diinfaqkan). Pengeluaran yang Rp 8 juta ini harus dibelanjakan untuk barang-
barang yang maslahat (berguna) dengan memaksimumkan kemaslahatan
pengeluaran tadi.
5. Prinsip Moralitas.
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan
tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan

5
spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum
makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan
demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-
keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan
nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.

D. Etika Konsumsi dalam Islam


Adapun etika konsumsi islam harus memperhatikan beberapa hal, di
antaranya adalah:
1. Jenis barang yang dikonsumsi adalah barang yang baik dan halal (halalan
thoyyiban) yaitu:
a. Zat, artinya secara materi barang tersebut telah disebutkan dalam
hukum syariah.
 Halal, dimana asal hukum makanan adalah boleh kecuali yang
dilarang.
 Haram, dimana hanya beberapa jenis makanan yang dilarang
seperti babi, darah.
b. Proses, artinya dalam prosesnya telah memenuhi kaidah syariah,
misalnya
 Sebelum makan baca basmalah, selesai makan baca hamdalah,
menggunakan tangan kanan dan bersih.
 Cara mendapatkannya tidak dilarang, misal: riba, merampas, judi,
menipu, mengurangi timbangan, tidak menyebut Allah ketika
disembelih, proses tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk kecuali yang
sempat disembelih sebelum matinya.
2. Kemanfaatan atau kegunaan barang yang dikonsumsi, artinya lebih
memberikan manfaat dan jauh dari merugikan baik dirinya maupun orang
lain.
3. Kuantitas barang yang dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak terlalu sedikit
atau kikir atau bakhil, tapi pertengahan, serta ketika memiliki kekayaan
berlebih harus mau berbagi melalui zakat, infak, sedekah maupun wakaf dan

6
ketika kekurangan harus sabar dan merasa cukup dengan apa yang
dimilikinya.

E. Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi


Pendapatan memainkan peran yang sangat penting dalam teori konsumsi
dan sangat menentukan tingkat konsumsi. Selain pendapatan, sesungguhnya
konsumsi ditentukan juga oleh faktor-faktor lain yang sangat penting, antara lain:
1. Selera
2. Faktor social ekonomi, misalnya: umur, pendidikan, pekerjaan dan keadaan
keluarga.
3. Kekayaan
4. Keutungan / kerugian capital
5. Tingkat harga

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan. Orang yang melakukan kegiatan konsumsi
disebut konsumen.
Konsumen muslim tidak akan melakukan permintaan terhadap barang
sama banyak dengan pendapatan, sehingga pendapatan habis, karena mereka
mempunyai kebutuhan jangka pendek (dunia) dan kebutuhan jangka panjang
(akhirat).
Menurut Mannan, Prinsip dasar konsumsi dalam islam, yaitu:
1. Prinsip Keadilan
2. Prinsip Kebersihan
3. Prinsip Kesederhanaan
4. Prinsip Kemurahan hati
5. Prinsip Moralitas

B. Saran
1. Setiap muslim harus menggunakan hartanya dengan sebaik-baiknya, tidak
boros dan tidak kikir, dan jangan lupa untuk berzakat.
2. Dalam mengkonsumsi makanan, hendaknya seorang muslim memilih
makanan yang baik bagi tubuhnya dan halal.
3. Seorang muslim, jangan mengisi perut dengan berlebihan karna akan
berpengaruh pada pencernaan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Depag, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Surabaya, CV. Penerbit Fajar


Mulya,1998
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, Yogyakarta, Ekonosia,
2003
Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Jakarta, Erlangga, 2000
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta, BPFE, 2005
Muhammad Nejetullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, Jakarta, Bumi
Aksara, 1991
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam, Jakarta, Kencana
Prenada Media Group, 2006

9
MAKALAH
PRINSIP EKONOMI ISLAM
“ Prinsip Dasar Konsumsi dalam Islam ”

Dosen Pembimbing :

Oleh:

( )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF

KOTA JAMBI 2019/2020

10
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. dzat yang Maha Sempurna, Maha Pencipta
dan Maha Penguasa segalanya, karena hanya dengan ridho-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas Makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu
tentang “Prinsip Dasar Konsumsi dalam Islam”. Makalah ini sengaja disusun
untuk memenuhi tugas Prinsip Ekonomi Islam.
Tidak lupa penulis sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas ini, karena penulis sadar
sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi
dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari–
Nya.
Penulis berharap agar mahasiswa khususnya, dan umumnya dari para
pembaca dapat memberikan kritik yang positif dan saran untuk kesempurnaan
Makalah ini.
Jambi, September 2019

Penulis

i11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian konsumsi ............................................................................. 2
B. Tujuan konsumsi ................................................................................... 2
C. Prinsip konsumsi dalam islam ............................................................... 3
D. Etika Konsumsi dalam Islam ................................................................. 6
E. Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi ................................................. 7
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................... 8
B. Saran ......................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA

ii12

Anda mungkin juga menyukai