ASWAJA
ASWAJA
PENDAHULUAN
1.2 RumusanMasalah
Bagaimana dasar hukum tradisi keagamaan yang ada di masyarakat menurut
syariat Islam :
· Tradisi Ngapati, mitoni atau tingkepan ?
· Mengiringi Jenazah dengan bacaan tahlil?
· Melakukan Talqin Mayit pada saat sakaratul maut dan pada saat
pemakaman?
· Hukum selamatan tujuh hari kematian?
· Jamuan makan kepada para pentakziah?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dasar hukum tradisi keagamaan yang ada di masyarakat
menurut syariat Islam tentang :
· Tradisi Ngapati, mitoni/tingkepan
· Mengiringi Jenazah dengan bacaan tahlil
· Melakukan Talqin Mayit pada saat sakaratul maut dan pada saat
pemakaman
· Hukum selamatan tujuh hari kematia
· Jamuan makan kepada para pentakziah
BAB II
PEMBAHASAN
B. Amaliyah
Amaliyah yaitu segala hal yang berhubungan dengan tata cara amal.
Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah.
C. Nahdliyah
Nahdliyah artinya warga Nahdlatul Ulama.
2.2. Membedah Tradisi
A. Makna Sebuah Tradisi
Tradisi adalah sesuatu yang terjadi berulang-ulang disengaja, dan bukan
terjadi secara kebetulan. Dalam hal ini, Syaikh Shalih bin Ghanim al-Sadlan,
ulama dari Saudi Arabia, berkata:
العادة هي االمر الذي يتقرر في النفوس ويكون:وفي درر الحكام شرح مجلة االحكام العدلية قال
القواعد الفقهية الكبرى وماتفرق عنها, (الشيخ ضالح بن غانم السدالن.مقبوالعند ذوىالطباع السليمة
٣٣٣\ص
1
Addusshomad,KH Muhyidin ,Khalista ,LTNU jawa timur .”Hujah NU Aqidah , amaliah
,tradisi
B. Hukum Melanggar Tradisi Masyarakat
Melanggar tradisi masyarakat adalah hal yang tidak baik selama tradisi
tersebut tidak diharamkan oleh agama. Dalam halini al-Imam Ibn Muflih al-
Hanbali, murid terbaik Syaikh Ibn Taimiyah, berkata:
سو َل صلى ُ الر َّ َّاس َّإال فِي ا ْلح ََر ِام َف ِإن
ِ ت ال َّن
ِ ج ِم ْن عَادَا ُ ون َال يَ ْن َب ِغي ا ْل ُخ ُرو ِ ُع ِقي ٍل فِي ا ْلفُن َ َُوقَا َل ا ْبن
ع َم ُر َزا َد )لَ ْو َال ِح ْدثَانُ قَ ْو ِم ِك ا ْلجَا ِه ِل َّيةَ(هللا عليه وسلم ت َ َركَ ا ْل َك ْع َب َة َو َقا َل ُ ع َم ُر لَ ْو َال أ َ ْن يُقَا َل
ُ َو َقا َل
الرجْ ِمَّ َآن لَ َكتَبْتُ آيَة ِ فِي ا ْلقُ ْر. َوذَك ََر فِي،اس لَهَا َّ َوتَ َركَ أَحْ َم ُد
ِ الر ْك َعتَي ِْن قَ ْب َل ا ْل َم ْغ ِر
ِ َّب ِ ِِل ْنك َِار الن
اس َال َ ب َوفَعَ َل ذَ ِلكَ إ َما ُمنَا أَحْ َم ُد ث ُ َّم تَ َر َكهُ بِأ َ ْن قَا َل َرأَيْت ال َّن
ِ الر ْكعَتَي ِْن قَ ْب َل ا ْل َم ْغ ِر
َّ صو ِل ع َْن ُ ُا ْلف
صلَّى ا ْل ِعي ِد َوقَا َل ِ ِ َوك َِر َه أَحْ َم ُد قَضَا َء ا ْلفَ َوائ،ُيَ ْع ِرفُونَه: ُض َم ْن يَ َراه
َ ت فِي ُم ُ ِي بِ ِه بَ ْع َ اف أ َ ْن يَ ْقتَد
ُ أ َ َخ.
(٢ ، اآلداب الشرعية،اِلمام الفقيه ابن مفلح الحنبلي/٤٧)
“Imam Ibn ‘Aqil dalam kitab al-Funun, “Tidak baik keluar dari tradisi
masyarakat, kecualiyang haram, karena Rasulullah SAW telah memebiarkan
Ka’bah dan berkata, “Seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-
masa jahiliyah...” Sayyidina Umar bekata: “seandainya orang-orang tidak akan
berkata, Umar menembah al-Qur’an, aku akan menulis ayat rajam
didalamnya.”Imam Ahmad bin Hambal meninggalkan dua reka’at sebelum
magrib karena masyarakat mengingkarinya. Dalam al-Fushul disebutkan tentang
du reka’at sebelum Magrib bahwa Imam kami Ahmad bin Hambal pada awalnya
melakukannya , namun kemudian meninggalkannnya, dan beliau berkata, “Aku
melihat orang-orang tidak mengetahuinya.” Ahmad bin Hambal juga
memakruhkan melakukan qadha’shalat di mushalla pada waktu shalat id (hari
raya). Beliau berkata, “Saya khawatir orang-orang yang melihatnya akan ikut-
ikutan melakukannya.”(Al-Imam Ibn Muflih al-Hambali,al-Adab al-Syar’iyyah,
juz 2, hal.47).
ُ ار َج َعأَبُو َط ْلحَةَقَالَ َمافَ َع ََل ْب ِنيقَالَتْأ َّ شت َ ِكيفَ َخ َر َجأَبُو َط ْلحَةَفَقُ ِبضَال
َ ص ِب ُّيفَلَ َّم ْ كَانَا ْبنٌ ِِلَ ِبي َط ْلحَةَ َي:س ْب ِن َما ِلكٍرضياللهعنه َقا َل
ِ َع ْنأَن
َ
لله َ س
ِ وال َ َ صبَحَ أ َبُو َط ْلحَةَأَت
ُ ىر ْ َصبِيَّفَلَ َّماأ
َّ ارواال َ س َكنُ َماكَانَفَقَ َّربَتْ ِإلَي ِْها ْلعَشَا َءفَتَعَشَّىث ُ َّمأَصَابَ ِم ْن َهافَلَ َّما َف َر
ُ غ َقالَتْ َو ْ َ سلَيْمٍ ُه َوأ
ُ ُّم
)رواهالبخاريومسلم. (ست ُ ْماللَّ ْيلَةَ َقالَ َنعَ ْم َق َاالللَّ ُه َّم َب ِار ْكلَ ُه َما َف َولَ َدتْغُ ََل ًما ْ صلىاللهعليهوسلم َفأ َ ْخبَ َر ُهفَ َق َاَلَع َْر
“Anas bin Malik AS berkata: “Abu Thalhah memiliki seorang anak laki-
laki yang sedang sakit. Kemudian ia pergi meninggalkan keluarganya. Kemudian
anak kecil itu meninggal dunia. Setelah AbuThalhah pulang, beliau bertanya
kepada isterinya, Ummu Sulaim, “Bagaimana keadaan anak kita?” Ummu
Sulaim menjawab, “Dia sekarang dalam kondisi tenang sekali.” Kemudian
Ummu Sulaim menyiapkan makan malam, sehingga Abu Thalhah pun makan
malam. Selain makan malam, keduanya melakukan hubungan layaknya suami
isteri. Setelah selesai, Ummu Sulaim menyuruh orang-orang agar mengubur anak
laki-lakinya itu. Pagi harinya, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah SWT dan
menceritakan kejadian malam harinya. Nabi SWT bertanya, “Tadi malam kalian
tidur bersama?” Abu Thalhah menjawab, “Ya.” Lalu Nabi SWT berdoa, “Ya
Allah, berkahilah keduanya.” Lalu Ummu Suliam melahirkan anak laki-
laki.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)..
2
Almusawa,Habib Munzir ,Penerbit, Majelis Rasulullah Saw” 2009”MENITI
KESEMPURNAAN IMAN”
Para ulama menganjurkan agar kita selalu bersedekah ketika memepunyai
hajat yang kita inginkan tercapai. Dalam hal ini al-Imam al-Hafizh al-Nawawi
seorang ulama ahli hadits dan fikih madzhab al-Syafi’i, berkata yang artinya
“Disunnahkan bersedekah sekedarnya ketika mempunyai hajat apapun. (al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal.269). Para ulama kami berkata,
‘Disunnahkan memeperbanayak sedekah ketika menghadapiurusan-urusan yang
penting,” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 6, hal.233).
Bersedekah pada masa-masa kehamilan, juga dilakukan oleh keluarga al-
Imam Ahmad bin Hambal, penditi madzab Hambali. Al-Imam al-Hafizh Ibn al-
Jauzi al-Hambali menyampaikan dalam kitabnya, Manaqib al-Imam Ahmad bin
Hambal, suatu riwayat berikut ini:
Imam al-Khallal berkata, “ Kami menerima kabar dari Muhammad bin
Ali bin Bahar, berkata, “Aku mendengar Husnu, Ibu yang melahirkan anak-
anakal-Imam Ahmad bin Hambal, berkata, “Aku berkata kepada tuanku (Ahmad
bin Hambal), “Tuanku, bagaimana kalau gelang kaki satu-satunya milikku ini aku
sedekahkan?” Ahmad menjawab,” Kamu rela melepasnya?” Ahmad berkata,
“Segala puji bagi Allah yang telah memeberimu pertolonganuntuk
melakukannya.”Husnu berkata, ”Lalu gelang kaki itu aku serahkan kepada Abu
al-Husnu bin Shahih dan dijualnya seharga 8 dinar setengah. Lalu uang itu ia
bagi-bagikan kepada orang-orang pada saat kehamilanku. Setelah aku
melahirkan Hasan, tuanku memeberi hadiah uang 1 Dirham kepada Karramah,
wanita tua yang menjadi pelayan kami.”
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ucapan selamatan pada
masa-masa kehamilan seperti ngapati ketika kandungan berusia 4 bulan
atau tingkepan ketika kandungan berusia 7 bulan, tidak dilarang oleh agama,
bahkan subtansinya dianjurkan dan pernah dilakukan oleh keluarga al-Imam
Ahmad bin Hambal, pendiri madzhab Hambali, madzhab resmi kaum Wahabi di
Saudi Arabia.
B. Mengirim Jenazah Dengan Bacaan Tahlil
Mengirim jenazah dengan bacaan tahlil adalah boleh, bahkan ada riwayat
yang menyebutkan bahwa hal tersebut dilakukan oleh Rasulullah SAW
berdasarkan hadits berikut ini:
“Ibn Umar berkata, “Tidak pernah mendengar dari Rasulullah SAW ketika
mengantarkan jenazah kecuali ucapan La Ilaaha Illallah, pada waktu berangkat
dan pulangnya.”
3
Al-Hilali, Syaikh dan Usamah Salim ,bin Ied
Kaitannya dengan Firman Allah SWT:
ْ َو َماأ َ ْنتَبِ ُم
ِ ُس ِم ٍع َم ْن ِفيا ْلقُب
ور
“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang
yang didalam kubur dapat mendengar.”(QS. Fathir:22).
Yang dimaksud dengan kata man fi al-qubur (orang yang berada di dalam
kubur) dalam ayat ini ialah orang-orang kafir yang diserupakan orang mati akan
sama-sama tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis
(bentuk majaz) dari hati mereka yang mati.(Tafsir al-Khazin, juz V, hal.347).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu di dalam
kubur bisa mendengar suara orang yang membimbing talqin tersebut dengan
kekuasaan Allah SWT. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan Rasulullah
SAW apabila berziarah ke kuburan selalu mengucapkan salam. Seandainya ahli
kubur tidak mendengar salam Rasulullah SAW, tentu Rasulullah SAW melakukan
sesuatu yang sia-sia, dan itu tidak mungkin.
Hadist tentang kesunnahan mentalqin mayyit juga dikutip oleh Syaikh Ibn
Taimiyah al-Harrani dalam Majmu’ al-Fatawa dan Syaiqh Muhammad bin Abdul
Wahhab al-Nadji dalam kitabnya Ahkam Tamanni al-Maut. Hadits yang
diriwayatkan oleh oleh al-Imm al-Thabarani dalaam al-Mu’jam al-Kabir dan al-
Imam Ibn Mandah tersebut adalah:
َ " ِإذَا َمات:َسلَّ ْم قَال َ علَ ْي ِه َو
َ ُصلَّى هللا َ ِس ْو ِل هللا ُ َوأ َ ْخ َر َج ال َّطبَ َرانِ ُّي فِي ا ْل َكبِي ِْر َوا ْبنُ َم ْن َدةَ ع َْن أَبِ ْي أ ُ َما َمةَ ع َْن َر
ُ فَ ِإنَّه, يَا فَُلَن َ ِب ْن َفَلَنَ ْة:ْ ث ُ َّم ِل َيقُل,ِعلَى َرأْ ِس قَب ِْرهَ فَ ْليَقُ ْم أَ َح ُد ُك ْم,ِعلَى َقب ِْره َ َ ف,أَ َح ٌد ِم ْن إِ ْخ َوانِ ُك ْم
َ س َّو ْيت ُِم الت ُّ َر
َ اب
:ُ َف ِإنَّهُ يَقُ ْول,َ َيا فَُلَنَ ِب ْن فَُلَنَة:ُ ث ُ َّم يَقُ ْول,ست َ ِوي قَا ِعدًا ْ َ َف ِإنَّهُ ي, يَا ُفَلَنَ ِب ْن َفَلَنَ َة:ُ ث ُ َّم َيقُ ْول,ْب
ُ س َمعُهُ َوالَ يُ ِجي ْ َي
َّ َوأَن,ُشهَا َدةُ هللاِ أَ ْن آل ِإ َل َه ِإالَّ هللا َ َ ا ُ ْذك ُْر َما َخ َرجْ ت:ْ فَ ْل َيقُل, َشعُ ُر ْون
َ علَ ْي ِه ِمنَ ال ُّد ْن َيا ْ َ َولَ ِك ْن الَ ت,ُش ْدنَا َر ِح َمكَ هللاِ أ َ ْر
ْ َو ِبا ْ ِال, َوأَنَّكَ َر ِضيْتَ بِاهللِ َر ًّبا,ُس ْولُه
فَ ِإنَّ ُم ْنك ًَرا, َو ِبا ْلقُ ْرآنَ إِ َما ًما, َوبِ ُم َم َح َّم ٍد نَبِيَّا,سَلَ َم ِد ْي ًنا ُ ع ْب ُدهُ َو َر
َ ُم َح َّمدًا
ُ َفيَك ُْونُ هللاُ ح َِج ْي َجه,ُ ا ْن َطلِقْ بِ َنا َما نَ ْقعُ ُد ِع ْن َد َم ْن َق ْد لُ ِقنَ ُح َّجتُه:ُ َويَقُ ْول,َاحبِ ِه ِ َونَ ِكي ًْرا يَأ ْ ُخذُ َو
ِ اح ٌد ِم ْن ُه َما بِ َي ِد ص
ُ فَ َي ْن:َف أ ُ َّمهُ؟ قَال
(الشيخ." َيا فَُلَنَ بِ ْن ح ََّوا َء,سبُهُ اِلَى ح ََّوا َء ْ فَ ِإ ْن لَ ْم يَ ْع ِر,ِس ْو َل هللا َ َ ي:ٌ فَ َقا َل َر ُجل,"د ُْونَ ُه َما
ُ ار
)19 أحكام تمني الموت ص,محمد بن عبد الوهاب النجدي
4
Alih Bahasa & Catatan Kaki : Abu Salma bin Burhan at-Tirnatiy 2nd Publication : 1428,
Shofar 29/2007, Maret 19”Kumpulan buku tentang Hakikat Hizbut tahrir & Tokohnya
kerabat dan handai taulan dengan ritual bacaan tahlilan yang pahalanya
dihadiahkan kepada orang yang meninggal itu. Selamatan tersebut dilakukan pula
pada ke 40, 100, 1000 harinya. Lalu diadakan setiap tahunnya yang diistilahkan
dengan haul. Berkaitan dengan tradisi selamatan selama 7 hari, ada atsar (riwayat)
dari ulama salaf berikut ini:
“Dari Sufyan, “Imam Thawus berkata, “Sesungguhnya orang yang
meninggal akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, oleh karena itu mereka
(kaum salaf) menganjurkan bersedekah makanan untuk keluarga yang meninggal
selama tujuh hari tersebut”
Syaikh Nawawi al-Bantani seorang ulama mutaakhirin, menjelaskan
penentuan sedekah melalui tradisi tahlil pada hari-hari tertentu ini merupakan
kebiasaan masyarakat (al-‘adah). Difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan.
“Sungguh telah berlaku dimasyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit
pada hari ke tiga dari kematian, hari ketujuh, duapuluh dan ketika genap
empatpuluh hari serta seratus hari. Setelah itu dilakukan setiap tahun pada hari
kematiannya. Sebagaimana disampaikan oleh syaikh kita Yusuf al Sunbulawini.”
Bahkan menyikapi atsar Imam Thawus yang diriwayatkan
dari Sufyan tersebut di atas, Imam Ahmad bin Hanbal r.a dalam kitab al-
Zuhd menyatakan bahwa bersedekah selama tujuh hari tersebut adalah sunnah.
Lebih jauh, Imam al-Suyuthi menilai hal tersebut merupakan perbuatan sunnah
yang telah dilakukan secara turun temurun sejak masa sahabat.
Kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan
prbuatan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman Imam al-Suyuthi, abad X
Hijriah) di Makkah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah
ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi SAW sampai sekarang ini, dan tradisi itu
diambil dari ulama salaf sejak generasi petama (masa sahabat)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebiasaan masyarakat tentang
penentuan hari dalam tahlilan itu dapat dibenarkan.
5
(Buku Risalah Ahlussunnah Wal-Jama'ah)
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam menghadapi merebaknya paham-paham yang berseberangan
dengan aqidah Ahlusunnah Wal Jama’ah pada masyarakat, kita harus mempunyai
argumen yang kuat untuk meyakinkan bahwa kegiatan seperti mitoni, ngapati,
tahlil, selamatan tujuh hari, serta kegiatan yang ada di lingkungan kita sebenarnya
boleh saja dilakukan dan tidak termasuk bid’ah jika dilakukan hanya untuk Allah
SWT. Dan kegiatan tersebut sudah ada dalil masing-masing untuk memperkuat
argumen.
3.2 Saran
Semoga dengan membaca dan mempelajari makalah ini dapat menambah
wawasan kita dalam beragama, serta menmperkuat iman kita bahwa tradisi yang
ada dalam masyarakat kita seperti mitoni, ngapati, tahlilan boleh dilakukan karena
sudah ada dalil yang mendasari . Dan itu sudah ada sejak pada jaman Nabi SAW.
Kita sebagai umat islam yang menganut islam nusantara sebaiknya kita jaga,
pelihara dan merawat agama kita dengan mengkaji dan memahami agama islam
dengan sebenar-benarnya agar kita bahagia dunia akhirat.
DAFTAR PUSTAKA