Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tradisi adalah sesuatu yang terjadi berulang-ulang dengan disengaja, dan
bukan secara kebetulan. Banyak tradisi yang telah berkembang di tengah-tengah
masyarakat seperti, ngapati, mitoni, tingkepan, tahlil, talqin, ziarah kubur, dan
lain-lain.Tradisi tersebut tidak terjadi secara kebetulan, namun terdapat hadits-
hadits yang menguatkannya. Sebenarnya tradisi yang berkembang di kalangan
masyarakat Islam khususnya Ahlussunnah Wal Jama’ah sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW.Namun banyak dari umat Muslim tidak mengetahui sejarah
adanya tradisi yang ada.
Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai hadits-
hadits yang membedah tradisi yang sudah menjadi karakter dari Ahlussunnah Wal
Jamaah.Hadits-hadits tersebut sebagai bukti bahwa tradisi keagamaan yang telah
disebutkan tadi sesuai dengan syariat Islam dan tidak bertentangan dengan ajaran
Islam. Selain itu untuk memberikan pengetahuan kepada umat Muslim supaya
memahami asal mula adanya tradisi-tradisi tersebut sehingga dapat membantah
tuduhan dari kaum-kaum tertentu yang menyebut bahwa apa yang dilakukan
kaum Muslim Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah bid’ah.

1.2 RumusanMasalah
Bagaimana dasar hukum tradisi keagamaan yang ada di masyarakat menurut
syariat Islam :
· Tradisi Ngapati, mitoni atau tingkepan ?
· Mengiringi Jenazah dengan bacaan tahlil?
· Melakukan Talqin Mayit pada saat sakaratul maut dan pada saat
pemakaman?
· Hukum selamatan tujuh hari kematian?
· Jamuan makan kepada para pentakziah?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dasar hukum tradisi keagamaan yang ada di masyarakat
menurut syariat Islam tentang :
· Tradisi Ngapati, mitoni/tingkepan
· Mengiringi Jenazah dengan bacaan tahlil
· Melakukan Talqin Mayit pada saat sakaratul maut dan pada saat
pemakaman
· Hukum selamatan tujuh hari kematia
· Jamuan makan kepada para pentakziah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hujjah Amaliyah Nahdliyah


A. Hujjah
Istilah Hujjah banyak digunakan di dalam Al-Qur’an dan literatur islam yang
bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi. Sehingga kata kerja
“berhujjah” diartikan sebagai “memberi alasan-alasan”. Hujjah dalam bahasa
artinya keterangan, alasan, bukti, tanda, dalil alasan atau argumentasi. 1

B. Amaliyah
Amaliyah yaitu segala hal yang berhubungan dengan tata cara amal.
Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah.
C. Nahdliyah
Nahdliyah artinya warga Nahdlatul Ulama.
2.2. Membedah Tradisi
A. Makna Sebuah Tradisi
Tradisi adalah sesuatu yang terjadi berulang-ulang disengaja, dan bukan
terjadi secara kebetulan. Dalam hal ini, Syaikh Shalih bin Ghanim al-Sadlan,
ulama dari Saudi Arabia, berkata:

‫ العادة هي االمر الذي يتقرر في النفوس ويكون‬:‫وفي درر الحكام شرح مجلة االحكام العدلية قال‬
‫ القواعد الفقهية الكبرى وماتفرق عنها‬,‫ (الشيخ ضالح بن غانم السدالن‬.‫مقبوالعند ذوىالطباع السليمة‬
٣٣٣\‫ص‬

“Dalam kitab Durar al-Hukkam Syarh Majallat al-Ahkam al-‘Adliyyah berkata:


“Adat (tradisi) adalah sesuatu yang menjadi keputusan pikiran banyak orang dan
diterima oleh orang-orang yang memiliki karakter yang normal.”(al-Qawai’id al-
Fiqhiyyah al-Kubra wa ma Tafarra’a ‘anha, hal 333).

1
Addusshomad,KH Muhyidin ,Khalista ,LTNU jawa timur .”Hujah NU Aqidah , amaliah
,tradisi
B. Hukum Melanggar Tradisi Masyarakat
Melanggar tradisi masyarakat adalah hal yang tidak baik selama tradisi
tersebut tidak diharamkan oleh agama. Dalam halini al-Imam Ibn Muflih al-
Hanbali, murid terbaik Syaikh Ibn Taimiyah, berkata:
‫سو َل صلى‬ ُ ‫الر‬ َّ َّ‫اس َّإال فِي ا ْلح ََر ِام َف ِإن‬
ِ ‫ت ال َّن‬
ِ ‫ج ِم ْن عَادَا‬ ُ ‫ون َال يَ ْن َب ِغي ا ْل ُخ ُرو‬ ِ ُ‫ع ِقي ٍل فِي ا ْلفُن‬ َ ُ‫َوقَا َل ا ْبن‬
‫ع َم ُر َزا َد )لَ ْو َال ِح ْدثَانُ قَ ْو ِم ِك ا ْلجَا ِه ِل َّيةَ(هللا عليه وسلم ت َ َركَ ا ْل َك ْع َب َة َو َقا َل‬ ُ ‫ع َم ُر لَ ْو َال أ َ ْن يُقَا َل‬
ُ ‫َو َقا َل‬
‫الرجْ ِم‬َّ َ‫آن لَ َكتَبْتُ آيَة‬ ِ ‫فِي ا ْلقُ ْر‬. ‫ َوذَك ََر فِي‬،‫اس لَهَا‬ َّ ‫َوتَ َركَ أَحْ َم ُد‬
ِ ‫الر ْك َعتَي ِْن قَ ْب َل ا ْل َم ْغ ِر‬
ِ َّ‫ب ِ ِِل ْنك َِار الن‬
‫اس َال‬ َ ‫ب َوفَعَ َل ذَ ِلكَ إ َما ُمنَا أَحْ َم ُد ث ُ َّم تَ َر َكهُ بِأ َ ْن قَا َل َرأَيْت ال َّن‬
ِ ‫الر ْكعَتَي ِْن قَ ْب َل ا ْل َم ْغ ِر‬
َّ ‫صو ِل ع َْن‬ ُ ُ‫ا ْلف‬
‫صلَّى ا ْل ِعي ِد َوقَا َل‬ ِ ِ‫ َوك َِر َه أَحْ َم ُد قَضَا َء ا ْلفَ َوائ‬،ُ‫يَ ْع ِرفُونَه‬: ُ‫ض َم ْن يَ َراه‬
َ ‫ت فِي ُم‬ ُ ‫ِي بِ ِه بَ ْع‬ َ ‫اف أ َ ْن يَ ْقتَد‬
ُ ‫أ َ َخ‬.
(٢ ،‫ اآلداب الشرعية‬،‫اِلمام الفقيه ابن مفلح الحنبلي‬/٤٧)

“Imam Ibn ‘Aqil dalam kitab al-Funun, “Tidak baik keluar dari tradisi
masyarakat, kecualiyang haram, karena Rasulullah SAW telah memebiarkan
Ka’bah dan berkata, “Seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-
masa jahiliyah...” Sayyidina Umar bekata: “seandainya orang-orang tidak akan
berkata, Umar menembah al-Qur’an, aku akan menulis ayat rajam
didalamnya.”Imam Ahmad bin Hambal meninggalkan dua reka’at sebelum
magrib karena masyarakat mengingkarinya. Dalam al-Fushul disebutkan tentang
du reka’at sebelum Magrib bahwa Imam kami Ahmad bin Hambal pada awalnya
melakukannya , namun kemudian meninggalkannnya, dan beliau berkata, “Aku
melihat orang-orang tidak mengetahuinya.” Ahmad bin Hambal juga
memakruhkan melakukan qadha’shalat di mushalla pada waktu shalat id (hari
raya). Beliau berkata, “Saya khawatir orang-orang yang melihatnya akan ikut-
ikutan melakukannya.”(Al-Imam Ibn Muflih al-Hambali,al-Adab al-Syar’iyyah,
juz 2, hal.47).

2.3. Macam-macam Tradisi


A. Tradisi Ngapati, Mitoni atau Tingkepan
Ngapati dan Ngupati adalah ucapan selamatan ketika kehamilan
menginjak pada usia 4 bulan. Sedangkan motoni atau tingkepan (melet
kandung) adalah ucapan selamatan ketika kandungan berusia 7 bulan. Ucapan
selamatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar janin yang ada dalam kandungan
nantinya lahir dalam keadaan sehat, wal afiyat menjadi anak yang salih.2
Al-Qur’an al-Karim menganjurkan kita agar selalu mendoakan anak cucu
kita, kendatipun mereka belum lahir. Dalam al-Qur’an dikisahkan tentang Nabi
Ibrahim AS yang mendoakan anak cucunya yang masih belum lahir:
َ‫س ِل َم ًةلَك‬
ْ ‫س ِل َم ْي ِنلَك ََو ِم ْنذُ ِر َّي ِت َناأ ُ َّمةً ُم‬
ْ ‫اواجْ َع ْلنَا ُم‬
َ َ‫َر َّبن‬
“Ya Tuhan kami,jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada
Engkau dan (jadikanlah) di antaraanak cucu kami umat yang tunduk patuh
kapada Engkau. ,” (QS. Al-Baqarah:128).
Di sisi lain, Nabi SWT juga mendoakan janin sebagian sahabat
beliau. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih berikut ini:

ُ ‫ار َج َعأَبُو َط ْلحَةَقَالَ َمافَ َع ََل ْب ِنيقَالَتْأ‬ َّ ‫شت َ ِكيفَ َخ َر َجأَبُو َط ْلحَةَفَقُ ِبضَال‬
َ ‫ص ِب ُّيفَلَ َّم‬ ْ ‫كَانَا ْبنٌ ِِلَ ِبي َط ْلحَةَ َي‬:‫س ْب ِن َما ِلكٍرضياللهعنه َقا َل‬
ِ َ‫ع ْنأَن‬
َ
‫لله‬ َ ‫س‬
ِ ‫وال‬ َ َ ‫صبَحَ أ َبُو َط ْلحَةَأَت‬
ُ ‫ىر‬ ْ َ‫صبِيَّفَلَ َّماأ‬
َّ ‫ارواال‬ َ ‫س َكنُ َماكَانَفَقَ َّربَتْ ِإلَي ِْها ْلعَشَا َءفَتَعَشَّىث ُ َّمأَصَابَ ِم ْن َهافَلَ َّما َف َر‬
ُ ‫غ َقالَتْ َو‬ ْ َ ‫سلَيْمٍ ُه َوأ‬
ُ ‫ُّم‬
)‫رواهالبخاريومسلم‬. (‫ست ُ ْماللَّ ْيلَةَ َقالَ َنعَ ْم َق َاالللَّ ُه َّم َب ِار ْكلَ ُه َما َف َولَ َدتْغُ ََل ًما‬ ْ ‫صلىاللهعليهوسلم َفأ َ ْخبَ َر ُهفَ َق َاَلَع َْر‬

“Anas bin Malik AS berkata: “Abu Thalhah memiliki seorang anak laki-
laki yang sedang sakit. Kemudian ia pergi meninggalkan keluarganya. Kemudian
anak kecil itu meninggal dunia. Setelah AbuThalhah pulang, beliau bertanya
kepada isterinya, Ummu Sulaim, “Bagaimana keadaan anak kita?” Ummu
Sulaim menjawab, “Dia sekarang dalam kondisi tenang sekali.” Kemudian
Ummu Sulaim menyiapkan makan malam, sehingga Abu Thalhah pun makan
malam. Selain makan malam, keduanya melakukan hubungan layaknya suami
isteri. Setelah selesai, Ummu Sulaim menyuruh orang-orang agar mengubur anak
laki-lakinya itu. Pagi harinya, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah SWT dan
menceritakan kejadian malam harinya. Nabi SWT bertanya, “Tadi malam kalian
tidur bersama?” Abu Thalhah menjawab, “Ya.” Lalu Nabi SWT berdoa, “Ya
Allah, berkahilah keduanya.” Lalu Ummu Suliam melahirkan anak laki-
laki.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)..

2
Almusawa,Habib Munzir ,Penerbit, Majelis Rasulullah Saw” 2009”MENITI

KESEMPURNAAN IMAN”
Para ulama menganjurkan agar kita selalu bersedekah ketika memepunyai
hajat yang kita inginkan tercapai. Dalam hal ini al-Imam al-Hafizh al-Nawawi
seorang ulama ahli hadits dan fikih madzhab al-Syafi’i, berkata yang artinya
“Disunnahkan bersedekah sekedarnya ketika mempunyai hajat apapun. (al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal.269). Para ulama kami berkata,
‘Disunnahkan memeperbanayak sedekah ketika menghadapiurusan-urusan yang
penting,” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 6, hal.233).
Bersedekah pada masa-masa kehamilan, juga dilakukan oleh keluarga al-
Imam Ahmad bin Hambal, penditi madzab Hambali. Al-Imam al-Hafizh Ibn al-
Jauzi al-Hambali menyampaikan dalam kitabnya, Manaqib al-Imam Ahmad bin
Hambal, suatu riwayat berikut ini:
Imam al-Khallal berkata, “ Kami menerima kabar dari Muhammad bin
Ali bin Bahar, berkata, “Aku mendengar Husnu, Ibu yang melahirkan anak-
anakal-Imam Ahmad bin Hambal, berkata, “Aku berkata kepada tuanku (Ahmad
bin Hambal), “Tuanku, bagaimana kalau gelang kaki satu-satunya milikku ini aku
sedekahkan?” Ahmad menjawab,” Kamu rela melepasnya?” Ahmad berkata,
“Segala puji bagi Allah yang telah memeberimu pertolonganuntuk
melakukannya.”Husnu berkata, ”Lalu gelang kaki itu aku serahkan kepada Abu
al-Husnu bin Shahih dan dijualnya seharga 8 dinar setengah. Lalu uang itu ia
bagi-bagikan kepada orang-orang pada saat kehamilanku. Setelah aku
melahirkan Hasan, tuanku memeberi hadiah uang 1 Dirham kepada Karramah,
wanita tua yang menjadi pelayan kami.”
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ucapan selamatan pada
masa-masa kehamilan seperti ngapati ketika kandungan berusia 4 bulan
atau tingkepan ketika kandungan berusia 7 bulan, tidak dilarang oleh agama,
bahkan subtansinya dianjurkan dan pernah dilakukan oleh keluarga al-Imam
Ahmad bin Hambal, pendiri madzhab Hambali, madzhab resmi kaum Wahabi di
Saudi Arabia.
B. Mengirim Jenazah Dengan Bacaan Tahlil
Mengirim jenazah dengan bacaan tahlil adalah boleh, bahkan ada riwayat
yang menyebutkan bahwa hal tersebut dilakukan oleh Rasulullah SAW
berdasarkan hadits berikut ini:
“Ibn Umar berkata, “Tidak pernah mendengar dari Rasulullah SAW ketika
mengantarkan jenazah kecuali ucapan La Ilaaha Illallah, pada waktu berangkat
dan pulangnya.”

C. Hukum Melakukan Talqin Mayit


Seperti dijelaskan oleh KH Muhyiddin Abdussomad dalm Hujjah
NU, terdapat dua jenis talqin yang dianjurkan dalam islam, yaitu talqin
saat sakarat al-mautdan talqin saat pemakaman jenazah. Penjelasan dan dalil
masing-masing jenis talqin tersebut adalah sebagi berikut:
1. Talqin saat sakarat al-maut.
Yakni mentalqin orang yang akan meninggal dunia sebelum nafasnya
sampai di tenggorokan, dan halitu disunnahkan. Berdasarkan Hadits yang terdapat
dalam Shahih Muslim dan lainnya:

َّ ‫سلَّ َم َل ِقنُوا َم ْوتَا ُك ْم ََلإِلَ َه ِإ َّال‬


ُ‫َللا‬ َ ‫صلَّىاللَّ ُه َعلَي ِْه َو‬
َ ‫والل َّل ِه‬
ُ ‫س‬ُ ‫وال َقالَ َر‬ َ ‫ع ْنأَبِي‬
ُ ُ‫س ِعيدٍا ْل ُخد ِْر ِييَق‬ َ
“Dari Abi Sa’id al-Khudri, Rasulullah SAW bersabdah, “Talqinkanlah
orangyang akan mati di antara kamu dengan ucapan la ‘ilaha illa
Allah”.(HR.Muslim [1523]).
Sekelompok pengikut Imam al-Syafi’i menganjurkan agar bacaan tersebut
ditambah dengan ucapan Muhammad Rasulullah saw. Namun mayoritas ulama
mengatakan tidak perlu ditambah dengan bacaan tersebut.(Fatawi al-Imam al-
Nawawi, hal.83).

2. Talqin saat pemakaman jenazah


Imam al-Nawawi dalm al-Adzkar menjelaskan bahwa memebaca
talqin untuk mayit setelah dimakamkan adalah perbuatan sunnah.
Didasarkan pada sabdah Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abi Ummah:
“Dari Abi Umamah ra, beliau berkata, “Jikakelak aku telah meninggal
dunia,maka perlakukanlah aku sebagiman Rasulullah SAW memperlakukan
orang-orang yang wafat diantara kita. Rasulullah SAW memerintahkan kepada
kit, seraya bersabdah, “Ketika diantra kamu ada yang meninggal dunia, lalu
kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka hendaklah salah satu diantara
kamu berdiripada bagian kepala kuburan itu seraya berkata,”Wahi fulan bin
fulanah”. Orang yang berada dalm kuburan pasti mendengar apayang kamu
ucapkan,namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang yang
berdiridi kuburan) berkata lagi, “Wahai fulan bin fulanah”, ketika itu juga si
mayyit bangkit dan duduk dalam kuburannya. Orang yang ada di atas kuburan itu
berucap, “Berilah kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat
padamu.namun kamu tidak merasakan (apa yang aku rasakan ini).” (Karena itu)
hendaklah orangyang berdiri diatas kuburan itu berkata , “Ingatlah sewaktu
engkau keluar ke alam dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah, dan Nabi Muhammad hamba serta Rasul Allah. (Kamu juga telah
bersaksi) bahwa engkau akan selalu ridha menjadikan Allah sebagai Tuhanmu,
Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai Nabimu, dan al-Qur’an sebagai
imam (penuntut jalan)mu. (Setelah dibacakan talqin ini) malaikat Mukar dan
Nakir saling berpegang tangan sambil berkata, “Marilah kita kembali, apa
gunanya kita duduk (untuk bertanya) di muka orang yang dibacakan talqin”. Abu
Umamah kemudian berkata, “Setelah itu ada seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kita tidak mengenal
ibunya?” Rasulullah menjawab “(Kalau seperti itu) dinisbatkan saja kepada ibu
Hawa,”Wahai fulan bin Hawa.”(HR.al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir
[7979], Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengutip hadits tersebut
dalam kitabnya Ahkam Tamanni al-Mawt hal.9 tanpa ada komentar).3
Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits tentang talqin itu
termasuk hadits dhai’if , karena ada seorang perawinya yang tidak cukup syarat
untuk meriwayatkan hadits. Namun dalam rangka fadha’il al-a’mal, hadits ini
dapat digunakan.

3
Al-Hilali, Syaikh dan Usamah Salim ,bin Ied
Kaitannya dengan Firman Allah SWT:
ْ ‫َو َماأ َ ْنتَبِ ُم‬
ِ ُ‫س ِم ٍع َم ْن ِفيا ْلقُب‬
‫ور‬
“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang
yang didalam kubur dapat mendengar.”(QS. Fathir:22).
Yang dimaksud dengan kata man fi al-qubur (orang yang berada di dalam
kubur) dalam ayat ini ialah orang-orang kafir yang diserupakan orang mati akan
sama-sama tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis
(bentuk majaz) dari hati mereka yang mati.(Tafsir al-Khazin, juz V, hal.347).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu di dalam
kubur bisa mendengar suara orang yang membimbing talqin tersebut dengan
kekuasaan Allah SWT. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan Rasulullah
SAW apabila berziarah ke kuburan selalu mengucapkan salam. Seandainya ahli
kubur tidak mendengar salam Rasulullah SAW, tentu Rasulullah SAW melakukan
sesuatu yang sia-sia, dan itu tidak mungkin.
Hadist tentang kesunnahan mentalqin mayyit juga dikutip oleh Syaikh Ibn
Taimiyah al-Harrani dalam Majmu’ al-Fatawa dan Syaiqh Muhammad bin Abdul
Wahhab al-Nadji dalam kitabnya Ahkam Tamanni al-Maut. Hadits yang
diriwayatkan oleh oleh al-Imm al-Thabarani dalaam al-Mu’jam al-Kabir dan al-
Imam Ibn Mandah tersebut adalah:
َ‫ " ِإذَا َمات‬:َ‫سلَّ ْم قَال‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ ُ ‫َوأ َ ْخ َر َج ال َّطبَ َرانِ ُّي فِي ا ْل َكبِي ِْر َوا ْبنُ َم ْن َدةَ ع َْن أَبِ ْي أ ُ َما َمةَ ع َْن َر‬
ُ‫ فَ ِإنَّه‬,‫ يَا فَُلَن َ ِب ْن َفَلَنَ ْة‬:ْ‫ ث ُ َّم ِل َيقُل‬,ِ‫علَى َرأْ ِس قَب ِْره‬َ ‫ فَ ْليَقُ ْم أَ َح ُد ُك ْم‬,ِ‫علَى َقب ِْره‬ َ َ‫ ف‬,‫أَ َح ٌد ِم ْن إِ ْخ َوانِ ُك ْم‬
َ ‫س َّو ْيت ُِم الت ُّ َر‬
َ ‫اب‬
:ُ‫ َف ِإنَّهُ يَقُ ْول‬,َ‫ َيا فَُلَنَ ِب ْن فَُلَنَة‬:ُ‫ ث ُ َّم يَقُ ْول‬,‫ست َ ِوي قَا ِعدًا‬ ْ َ‫ َف ِإنَّهُ ي‬,‫ يَا ُفَلَنَ ِب ْن َفَلَنَ َة‬:ُ‫ ث ُ َّم َيقُ ْول‬,‫ْب‬
ُ ‫س َمعُهُ َوالَ يُ ِجي‬ ْ َ‫ي‬
َّ‫ َوأَن‬,ُ‫شهَا َدةُ هللاِ أَ ْن آل ِإ َل َه ِإالَّ هللا‬ َ َ‫ ا ُ ْذك ُْر َما َخ َرجْ ت‬:ْ‫ فَ ْل َيقُل‬, َ‫شعُ ُر ْون‬
َ ‫علَ ْي ِه ِمنَ ال ُّد ْن َيا‬ ْ َ ‫ َولَ ِك ْن الَ ت‬,ُ‫ش ْدنَا َر ِح َمكَ هللا‬ِ ‫أ َ ْر‬
ْ ‫ َو ِبا ْ ِال‬,‫ َوأَنَّكَ َر ِضيْتَ بِاهللِ َر ًّبا‬,ُ‫س ْولُه‬
‫ فَ ِإنَّ ُم ْنك ًَرا‬,‫ َو ِبا ْلقُ ْرآنَ إِ َما ًما‬,‫ َوبِ ُم َم َح َّم ٍد نَبِيَّا‬,‫سَلَ َم ِد ْي ًنا‬ ُ ‫ع ْب ُدهُ َو َر‬
َ ‫ُم َح َّمدًا‬
ُ‫ َفيَك ُْونُ هللاُ ح َِج ْي َجه‬,ُ‫ ا ْن َطلِقْ بِ َنا َما نَ ْقعُ ُد ِع ْن َد َم ْن َق ْد لُ ِقنَ ُح َّجتُه‬:ُ‫ َويَقُ ْول‬,‫َاحبِ ِه‬ ِ ‫َونَ ِكي ًْرا يَأ ْ ُخذُ َو‬
ِ ‫اح ٌد ِم ْن ُه َما بِ َي ِد ص‬
ُ ‫ فَ َي ْن‬:َ‫ف أ ُ َّمهُ؟ قَال‬
‫ (الشيخ‬."‫ َيا فَُلَنَ بِ ْن ح ََّوا َء‬,‫سبُهُ اِلَى ح ََّوا َء‬ ْ ‫ فَ ِإ ْن لَ ْم يَ ْع ِر‬,ِ‫س ْو َل هللا‬ َ َ‫ ي‬:ٌ‫ فَ َقا َل َر ُجل‬,"‫د ُْونَ ُه َما‬
ُ ‫ار‬
)19 ‫ أحكام تمني الموت ص‬,‫محمد بن عبد الوهاب النجدي‬

“Al-Thabarani telah meriwayatkan dalam al-Mu’jam al-Kabir dan Ibn


Mandah, dari Abu Umamah dari Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah
seorang saudara kamu meninggal dunia, lalu kalian meratakan tanah diatas
makamnya, maka hendaklah salah seorang dari kamu berdiri dibagian kepalanya
, dan katakanlah, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya ia mendengar
dan menjawab panggilan itu. Kemudian katakan, “Wahai fulan bin fulanah”,
maka ia akan duduk dengan sempurna. Kemudian katakan, “wahai fulan dan
fulanah”, maka sesungguhnya ia berkata, “Berilah kami petunjuk, semoga Allah
mengasihimu”, tetapi kalian tidak menyadarinya. Lalu katakanlah, “Ingatlah
janji yang kamu pegang ketika keluar dari dunia, yaitu bersaksi bahwa tidak ada
tuhan selain Allah, bahwa Muhammad utusan Allah, bahwa kamu rela menerima
Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebaagai Nabi dan Al-
Qur’an sebagai pemimpin.” Maka pada saat itu, Malaikat Munkar dan Nakir
akan saling berpegangan tangan dan berkata, “Mari kita pergi. Kita tidak duduk
di samping orang yang telah dituntun jawabanya.” Nantinya Allah akan
memberikan jawaban terhadap kedua Malaikat itu.” Seorang laki-laki bertanya,
“wahai Rasulullah, jika ibu mayit itu tidak diketahui?” Beliau menjawab,
“Nisbatkan kepada hawwa, “Wahai Fuln bin Hawwa”.
Keterangan: kitab Ahkam Tamanni al-Maut adalah karya Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri aliran Wahabi. Kitab ini diterbitkan oleh
Universitas Ibn Saud, Riyadh, Saudi Arabia, dan telah diteliti oleh Syaikh
Abdurrahman bin Muhammad al-Sadhan dan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman
al-Jibrin, dua ulama senior kaum wahabi yang kharismatik di Saudi Arabia.
Terbitnya kitabAhkam Tamanni al-Maut ini menggemarkan dunia pemikiran
Wahabi, karen tanpa disadari oleh mereka, isi kitab yang mereka terbikan ini
mengandung hadist-hadist yang bertentangan dengan ajaran dan ideologi kaum
Wahabi selama ini. Akhirnya tanpa dalil yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, Syaikh Shalih al-Fauzan tokoh Wahabi yang sangat fanatik,
berfatwa bahwa kitab ini palsu, bukan tulisan pendiri Wahabi.4

D. Hukum Selamatan 7 Hari Kematian


Dikalangan masyarakat kita ada tradisi, ketika ada orang meninggal, maka
pihak keluarga mengadakan selamatan selama 7 hari, yang dihadiri para tetangga,

4
Alih Bahasa & Catatan Kaki : Abu Salma bin Burhan at-Tirnatiy 2nd Publication : 1428,

Shofar 29/2007, Maret 19”Kumpulan buku tentang Hakikat Hizbut tahrir & Tokohnya
kerabat dan handai taulan dengan ritual bacaan tahlilan yang pahalanya
dihadiahkan kepada orang yang meninggal itu. Selamatan tersebut dilakukan pula
pada ke 40, 100, 1000 harinya. Lalu diadakan setiap tahunnya yang diistilahkan
dengan haul. Berkaitan dengan tradisi selamatan selama 7 hari, ada atsar (riwayat)
dari ulama salaf berikut ini:
“Dari Sufyan, “Imam Thawus berkata, “Sesungguhnya orang yang
meninggal akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, oleh karena itu mereka
(kaum salaf) menganjurkan bersedekah makanan untuk keluarga yang meninggal
selama tujuh hari tersebut”
Syaikh Nawawi al-Bantani seorang ulama mutaakhirin, menjelaskan
penentuan sedekah melalui tradisi tahlil pada hari-hari tertentu ini merupakan
kebiasaan masyarakat (al-‘adah). Difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan.
“Sungguh telah berlaku dimasyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit
pada hari ke tiga dari kematian, hari ketujuh, duapuluh dan ketika genap
empatpuluh hari serta seratus hari. Setelah itu dilakukan setiap tahun pada hari
kematiannya. Sebagaimana disampaikan oleh syaikh kita Yusuf al Sunbulawini.”
Bahkan menyikapi atsar Imam Thawus yang diriwayatkan
dari Sufyan tersebut di atas, Imam Ahmad bin Hanbal r.a dalam kitab al-
Zuhd menyatakan bahwa bersedekah selama tujuh hari tersebut adalah sunnah.
Lebih jauh, Imam al-Suyuthi menilai hal tersebut merupakan perbuatan sunnah
yang telah dilakukan secara turun temurun sejak masa sahabat.
Kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan
prbuatan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman Imam al-Suyuthi, abad X
Hijriah) di Makkah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah
ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi SAW sampai sekarang ini, dan tradisi itu
diambil dari ulama salaf sejak generasi petama (masa sahabat)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebiasaan masyarakat tentang
penentuan hari dalam tahlilan itu dapat dibenarkan.

E. Jamuan Makanan Kepada Para Penta’ziyah


Dalam masyarakat kita ada tradisi, ketika ada orang meninggal, maka
pihak keluarga menyiapkan hidangan makanan yang disuguhkan kepada para
pentakziyah. Tradisi ini sesuai dengan atsar dari ulama salaf diatas. Selain itu
juga, sesuai dengan hadist mauquf dari Sayyidina Umar berikut ini:
“Al-Ahnaf bin Qais berkata, “Aku pernah mendengar Umar berkata:
“Apabila seseorang dari suku Quraisy memasuki satu pintu, pasti orang lain akan
mengikutinya.” Aku tidak mengerti maksud perkataan ini, sampai akhirnya Umar
ditikam, lalu beliau berwasiat agar Shuhaib yang menjadi imam sholat selama
tiga hari dan agar menyuguhkan makanan pada orang-orang yang takziyah.
Setelah orang-orang pulang dari mengantarkan jenazah (Umar), ternayata
hidangan makanan telah disiapkan, tetapi mereka tidak jadi makan, karena duka
cita yang tengah menyelimuti mereka.”
Lebih jelasnya lagi, menyuguhkan makanan kepada orang yang
bertakziyah itu dijelaskan dalam hadist Nabi SAW berikut ini:
“Diriwayatkan oleh Ashim bin Kulayb dari ayahnya dari salah seorang
sahabat Anshar, ia berkata, “Saya pernah melayat bersama Rasulullah dan di
saat itu saya melihat beliau menasehati penggali kubur seraya bersabda,
“Luaskan bagian kaki dan kepalanya”. Setelah Rasulullah pulang, beliau
diundang oleh seorang perempuan (istri yang meninggal). Rasulullah memenuhi
undangannya, dan saya ikut bersama beliau. Ketika beliau datang, lalu
makananpun dihidangkan. Rasulullah mulai makan lalu diikuti oleh para
undangan. Pada saat beliau akan mengunyah makanan tersebut, beliau bersabda,
“ Aku merasa daging kambing ini diambil tanpa izin pemiliknya”. Kemudian
perempuan tersebut bergegas menemui Rasulullah sembari berkata, “ Wahai
Rasulullah saya sudah menyuruh orang pergi ke Baqi’, (suatu tempat penjualan
kambing), untuk membeli kambing, namun tidak mendapatkannya. Kemudian
saya menyuruhnya menemui tetangga saya yang telah membeli kambing, agar
kambing itu dijual kepada saya dengan harga yang umum, akan tetapi ia tidak
ada. Maka saya menyuruh menemui istrinya dan ia pun mengirim kambingnya
kepada saya. Rasulullah kemudian bersabda, “ Berikan makanan ini kepada para
tawanan.”
Berdasarkan hadist inilah, Syaikh Ibrahim al-Halabi berkata, “Hadist ini
menunjukkan kebolehan keluarga mayit membuat makanan dan mengundang
orang untuk makan. Jika makanan itu disuguhkan kepada fakir miskin, hal itu
baik. Kecuali jika salah satu ahli warisannya ada yang masih kecil, maka tidak
boleh diambilkan dari harta waris si mayit.”
Mengenai keputusan Rasulullah memberikan makanan kepada para tawanan
itu tidak dapat dijadikan alasan mengharamkan menyuguhkan makanan kepada
orang yang berta’ziyah. Rasulullah menyuruh memberikan makanan kepada para
tawanan karena orang yang akan dimintai ridlanya atas daging itu belum
ditemukan. Sedangkan makanan itu takut basi. Maka sudah semestinya jika
Rasulullah memberi makanan tersebut kepada ppara tawanan. Dan isteri mayit
pun telah mengganti harga kambing yang telah disuguhkan tersebut.5

5
(Buku Risalah Ahlussunnah Wal-Jama'ah)
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dalam menghadapi merebaknya paham-paham yang berseberangan
dengan aqidah Ahlusunnah Wal Jama’ah pada masyarakat, kita harus mempunyai
argumen yang kuat untuk meyakinkan bahwa kegiatan seperti mitoni, ngapati,
tahlil, selamatan tujuh hari, serta kegiatan yang ada di lingkungan kita sebenarnya
boleh saja dilakukan dan tidak termasuk bid’ah jika dilakukan hanya untuk Allah
SWT. Dan kegiatan tersebut sudah ada dalil masing-masing untuk memperkuat
argumen.

3.2 Saran
Semoga dengan membaca dan mempelajari makalah ini dapat menambah
wawasan kita dalam beragama, serta menmperkuat iman kita bahwa tradisi yang
ada dalam masyarakat kita seperti mitoni, ngapati, tahlilan boleh dilakukan karena
sudah ada dalil yang mendasari . Dan itu sudah ada sejak pada jaman Nabi SAW.
Kita sebagai umat islam yang menganut islam nusantara sebaiknya kita jaga,
pelihara dan merawat agama kita dengan mengkaji dan memahami agama islam
dengan sebenar-benarnya agar kita bahagia dunia akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Addusshomad,KH Muhyidin ,Khalista ,LTNU jawa timur .”Hujah NU Aqidah ,


amaliah ,tradisi
Almusawa,Habib Munzir ,Penerbit, Majelis Rasulullah Saw” 2009”MENITI
KESEMPURNAAN IMAN”
Al-Hilali, Syaikh dan Usamah Salim ,bin Ied
Alih Bahasa & Catatan Kaki : Abu Salma bin Burhan at-Tirnatiy 2nd Publication :
1428, Shofar 29/2007, Maret 19”Kumpulan buku tentang Hakikat Hizbut tahrir
& Tokohnya

Anda mungkin juga menyukai