Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,


untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang


dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:

 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang


menjadi faktor presipitasi nyeri.

 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau


digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.

 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan


klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah


buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari


fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan


memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang


merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya


dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan


 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya


kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.

 Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi


kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia.
Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.

 Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola


eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.

 Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,


sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur.

 Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk


kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.

 Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam


masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.

 Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan


akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).

 Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian


distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.

 Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan


hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya.

 Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,


yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

 Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan


beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal
ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

b. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk


mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.

1) Gambaran Umum

Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,


seperti:

a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis


tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.

c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi


maupun bentuk.

2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,


oedema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada


penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek


menelan ada.

d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi


maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak


terjadi perdarahan)

f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.

g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa


mulut tidak pucat.
i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j) Paru

 Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada


riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

 Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

 Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan


lainnya.

 Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan


lainnya seperti stridor dan ronchi.

k) Jantung

 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen

 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

3) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama


mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:

a) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

 Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti


bekas operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki


mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban


kulit.
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
 Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu
juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,
maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan


menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif(Reksoprodjo, Soelarto, 1995).

4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”


menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

 Bayangan jaringan lunak.


 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:

 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur


yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (terputusnya jaringan


tulang dan jaringan)

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan.

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.

d. Risiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut Pain level, pain control, Pain Management Paint Management:
berhubungan comfort level. 1. Kaji nyeri secara komprehensif 1. Untuk mengetahui lokasi
dengan agen cedera Setelah dilakukan tindakan 2. Observasi reaksi non verbal dari nyeri, bagai mana rasanya, apa
fisik (terputusnya keperawatan selama (1x30 ketidaknyamanan yang memperparah nyeri, skala
kontinuitas tulang menit) nyeri klien akan 3. Ajarkan teknik non farmakologi nyeri, dan waktu nyeri kapan.
dan jaringan) berkurang dengan kriteria 4. Berikan kompres air dingin 2. Untuk mendeteksi nyeri secara
hasil klien akan: 5. Kolaborasikan dengan dokter tentang non verbal
1. Mampu mengenali nyeri pemberian obat analgetik 3. Teknik napas dalam dapat
(skala, intensitas, mengurangi rasa nyeri
frekuensi, dan hal yang Analgesic administration 4. Kompres air dingin dapat
memperberat nyeri) 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas merelaksasikan syaraf-syaraf
2. Mampu mengontrol dan derajat nyeri sebelum pemberian 5. Analgetik sebagai terapi
nyeri (tahu penyebab obat. farmakologi
nyeri, mampu 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
menggunakan teknik non dosis dan frekuensi Analgesic administration
farmakologi untuk 3. Cek riwayat alergi 1. Untuk mengetahui lokasi
mengurangi nyeri) 4. Tentukan pilihan analgesik tergantung nyeri, bagai mana rasanya, apa
3. Melaporkan bahwa nyeri tipe dan beratnya nyeri yang memperparah nyeri, skala
berkurang dengan 5. Monitor TTV sebelum dan sesudah nyeri, dan waktu nyeri kapan.
menggunakan pemberian analgesik pertama 2. Mengurangi risiko salah obat
manajemen nyeri 6. Berikan analgesik tepat waktu 3. Menghindari reaksi alergi obat
4. Menyatakan rasa 7. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda 4. Agar obat sesuai dengan
nyaman setelah nyeri dan gejala kebutuhan klien
berkurang 5. Untuk mengetahui reaksi obat
6. Agar obat yang diberikan
memberikan efek yang
terapeutik bagi klien
7. Untuk mengetahui apakah
analgetik yang telah diberikan
sudah efektif

Diagnosa Rasional
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
2 Kerusakan Tissue Integrity Insision Site Care 1. Untuk mengetahui
integritas kulit 1. Monitor proses kesembuhan area insisi perkambangan dan keefektifan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 2. Anjurkan makan dengan gizi seimbang terapi yang telah diberikan
dengan terputusnya selama 3x24 jam, masalah 3. Bersihkan area sekitar jahitan atau 2. Untuk mempercepat
kontinuitas teratasi dengan kriteria staples, menggunakan lidi kapas steril penyembuhan dengan nutrisi
jaringan. hasil: dan kasa steril yang cukup
1. Perfusi jaringan baik 4. Gunakan preparat antiseptik sesuai 3. Mempercepat penyembuhan
2. Integritas kulit yang program dan mencegah infeksi
baik bisa dipertahankan 5. Ganti balutan pada interval waktu yang 4. Mempercepat penyembuhan
(sensasi, temperatur, sesuai dan mencegah infeksi
hidrasi dan pigmentasi) 5. Mempercepat penyembuhan
dan mencegah infeksi

Diagnosa Rasional
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
3 Hambatan Joint movement: active, Exercise therapy: ambulation 1. Untuk menyesuaikan terapi
mobilitas fisik mobility level, self care: 1. Kaji kemampuan pasien dalam yang akan diberikan
berhubungan ADLs, transfer mobilisasi 2. Mengetahui respon tubuh klien
dengan kerusakan performance. 2. Monitoring vital sign sebelum/sesudah terhadap latihan yang
muskuloskeletal. Kriteria hasil: latihan dan lihat respon pasien saat diberikan
Setelah dilakukan tindakan latihan 3. Agar ADLs klien dapat
keperawatan (1x24 jam) 3. Latih pasien dalam pemenuhan ADLs terpenuhi secara mandiri
masalah teratasi atau secara mandiri sesuai kemampuan 4. Agar ADLs klien dapat
berkurang dengan kriteria 4. Dampingi dan bantu pasien saat terpenuhi secara mandiri
hasil: mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan 5. Untuk memudahkan klien
1. Klien meningkat dalam ADLs pasien. dalam mobilisasi
aktivitas fisik 5. Berikan alat bantu jika klien 6. Untuk memudahkan klien
2. Mengerti tujuan dari memerlukan dalam mobilisasi
peningkatan mobilitas 6. Ajarkan pasien bagaimana mengubah
3. Memverbalisasikan posisi dan berikan bantuan jika
perasaan dalam diperlukan
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
4. Memperagakan
penggunaan alat untuk
mobilisasi (stick walker)

Diagnosa Rasional
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
4 Risiko infeksi Immune Status, Infection Control Infection Control
Knowledge: Infection 1. Instruksikan pengunjung untuk mencuci 1. Untuk mencegah infeksi dari
Control, Risk Control tangan saat berkunjung dan setelah pengunjung
Selama dalam masa berkunjung pasien 2. Tebagai tindakan yang sesuai
perawatan diagnosa 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah dengn SOP rumah sakit untuk
risiko tidak berubah tindakan keperawatan dan gunakan sabun mencegah infeksi
menjadi aktual dengan antimikrobial untuk cuci tangan 3. Untuk mencegah infeksi dari
kriteria hasil: 3. Pertahankan lingkungan aseptik selama lingkungan
1. Klien bebas dari tanda pemasangan alat 4. Pencegahan infeksi dengan
dan gejala infeksi 4. Berikan terapi antibiotik jika perlu terapi farmakologi
2. Menunjukkan 5. Tingkatkan intake nutrisi 5. Untuk meningkatkan daya
kemampuan untuk tahan tubuh terhadap agen-
mencegah timbulnya Infection Protection agen penyebab infeksi
infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
3. Jumlah leukosit dalam sistemik dan lokal Infection Protection
batas normal 2. Monitor hitung granulosit, WBC 1. Untuk mendeteksi dini infeksi
4. Menunjukkan perilaku 3. Batasi pengunjung 2. Untuk mengetahui apakah
hidup sehat 4. Pertahankan teknik asepsis sistem pertahanan tubuh baik
5. Pertahankan teknik isolasi atau tidak
6. Inspeksi kulit dan membran mukosa 3. Untuk mencegah infeksi dari
terhadap kemerahan dan panas pengunjung
7. Inspeksi kondisi luka 4. Untuk mencegah agen-agen
8. Dorong masukan cairan penyebab infeksi masuk ke
9. Dorong masukan nutrisi yang cukup jaringan yang terbuka
10. Dorong istirahat 5. Untuk mencegah agen-agen
11. Instruksikan pasien untuk minum penyebab infeksi masuk ke
antibiotik sesuai resep jaringan yang terbuka
12. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan 6. Untuk mendeteksi dini infeksi
gejala infeksi 7. Untuk mendeteksi dini infeksi
8. Untuk meningkatkan daya
tahan tubuh
9. Untuk meningkatkan daya
tahan tubuh
10. Untuk meningkatkan daya
tahan tubuh
11. Untuk membunuh agen-agen
penyebab infeksi dengan terapi
farmakologi
12. Untuk mendeteksi dini adanya
infeksi

Anda mungkin juga menyukai