Anda di halaman 1dari 30

RESUME

STANDAR PROFESIONAL DAN KODE ETIK AUDITOR


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengauditan Internal yang diampu oleh :
Hari Kusuma Satria Negara, S.E., M. Acc., Ak.

Disusun oleh:
Aulia Zaky Imawati (142170070)
Cestlavietria Ramadhani P (142170094)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
TAHUN 2019
I. STANDAR PROFESIONAL AUDIT INTERNAL
Secara sederhana, profesionalisme seorang auditor wajib melaksanakan tugas-
tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang yang professional,
auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Sebagai profesional, auditor
mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan
seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan
pengorbanan pribadi.
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesedian menerima
tanggungjawab terhadap kepentingan masyarakat dan pihak-pihak yang dilayani.
Pertanggungjawaban membahas wewenang dari aktivitas audit internal, aktivitas-
aktivitas yang akan terpengaruh, lingkup audit, hubungan dengan akuntan publik
independen, arti dari kontrol internal, tanggung jawab audit internal sehubungan
dengan masalah pengendapan, respons atas permintaan manajemen untuk studi-studi
khusus, dan standar profesional yang menjadi dasar dari fungsi aktivitas audit internal.
Pernyataan pertanggung jawaban terdiri dari :

1. Sifat fungsi audit internal


2. Objectivitas dan cakupan internal audit
3. Tanggung jawab dan wewenang fungsi audit internal
4. Independensi

Sifat audit internal

Internal audit adalah independen, objek assurans dan aktivitas konsultasi yang
dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan oprasi suatu organisasi. Audit
internal mengontrol fungsi dari uji dan evaluasi kecukupan dan keefektivan dari kontrol
yang lain.

Object dan cakupan internal audit

Objectivitas dipastikan melalui struktur organisasi, pelatihan, dan penugasan


personel dengan pertimbangan yang saksama. Objek audit internal terdiri dari :

1.mengkaji keandalan dan integritas keuangan dengan cara mengidentifikasi,


pengukuran, pengklasifikasian dan pelaporan.

2.Pengkajian sistem aturan, perencanaa, prosedur aturan dan regulasi.


3. pengkajian cara menjaga aset

4. penilaian ekonomi dan efisien

5. meninjau oprasional atau progran untuk memastikan konsistensi dengan tujuan


perusahaan.

Objek dari audit internal adalah membantu anggota organisasi di efektivitas


tanggungjawab mereka. Agar dapat mengemban tanggungjawab ini secara efektif, auditor
internal perlu memelihara standar perilaku dan memiliki standar praktik pelaksanaan
pekerjaan yang handal. Sehubungan dengan hal tersebut, Konsorsium Organisasi Profesi
Auditor Internal menerbitkan Standar Profesi Auditor Internal (SPAI). Standar Profesi
Audit Internal ini merupakan awal dari serangkaian Pedoman Praktik Audit Internal
(PPAI), yang diharapkan menjadi sumber rujukan bagi internal auditor yang ingin
menjalankan fungsinya secara profesional. Standar Profesi Audit Internal (SPAI) terdiri
atas Standar Atribut, Standar Kinerja dan Standar Implementasi

Standar Atribut
Standar Atribut meruakan karakteristik organisasi, individu, dan pihak- pihak yang
melakukan kegiatan audit internal.
1) Kewenangan, dan Tanggungjawab
Kewenangan dan tanggungjawab adalah fungsi audit internal harus dinyatakan
secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit
Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan
Pengawas Organisasi.

Tanggungjawab adalah kewajiban untuk melaksanakan sesuatu. Tanggung


jawab adalah rantai yang tidak pernah terputus dari atasan kepada bawahan dan tidak
bisa dilepaskan. Direktur bertanggung jawab untuk setiap tugas dalam organisasi,
walaupun tugas tersebut adalah tugas di tingkat rendah sekali pun. Ia adalah “kapten
yang memimpin kapal”

Tanggung jawab didasari pada tugas dan tugas didasarkan pada tujuan.
Pembahasan yang semakin jelas dari suatu tujuan akan membuat tangging jawab lebih
tepat dikerjakan.

Wewenang adalah hak untuk mengerjakan, memberikan perintah, mendorong


kepatuhan. Wewenang diturunkan dari tanggung jawab. Wewenang untuk
melaksanakan tugas tidak berarti apa-apa jika tidak ada tanggung jawab untuk
mengerjakannya. Namun banyak teori kontrol organisasi menekankan pembagian
antara tanggung jawab dengan wewenang.

Terdapat dua bentuk wewenang :

1. Wewenang formal
Wewenang formal (formal authority) muncul dari hak untuk memberikan
perintah. Wewenang ini berkembang ketika pekerjaan mulai langka karena pekerja
sangat membutuhkan pekerjaan, mereka akan mengikuti perintah walaupun mereka
tidak setuju dengan atasan.

2. Wewenang berdasarkan penerimaan

Wewenang berdasarkan penerimaan (authority by acceptance) didasarkan


pada kepemimpinan. Wewenang ini berhasil ketika pemimpin telah meyakinkan
pekerja bahwa mematuhi aturan adalah untuk kepentingan pekerja. Wewenang ini
paling sering terjadiketika jumlah pekerja langka serta pekerjaan pekerjaan relatif
masih banyak dan aman. Pekerja merasa cukup bebas untuk mengabaikan perintah
dari pimpinan yang otorite, tetapi mereka akan menaati pimpinan yang telah
memperoleh penghormatan dan kepercayaan dari mereka.

Auditor internal diharapkan untuk menerapkan apa yang menjadi tanggung


jawab manajer, kewenangan apa yang diberikan kepada mereka, dan bagaimana
mereka mempertanggungjawabkan pencapaian dan hasil. Contohnya, ketika bagian
pembelian memperoleh departemen operasi untuk berhubungan langsung dengan
pemasok, mereka mungkin melalaikan tanggungjawabnya untuk bertansaksi
dengan pihak luar.

Jadi audit internal menaruh perhatian pada tanggungjawab yang diberikan


dan wewenag yang didelegasikan kepada organisasi yang mereka periksa. Ketika
hal itu tidak dilaksanakan, pengabaian ini mencerminkan kelemahan dan
membutuhkan perbaikan. Dalam beberapa situasi, auditor mungkin menemukan
tanggung jawab telah diberikan tetapi pertanggungjawaban tidak diminta;
manajemen senior mungkin akan kehilangan wibawa. Auditor internal seharusnya
melihat bahwa didalam organisasi mana pun, tanggung jawab, wewenag, dan
pertanggungjawaban merupakan keharusan.
2) Independensi
Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus obyektif
dalam melaksanakan pekerjaannya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit
internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan
Pengawas Organisasi. Jika prinsip independensi dan obyektifitas tidak dapat dicapai
baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang
berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak
terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut.
Indepensi dan objektivitas: dalam pelaksanaan setiap jasa professional, seorang
anggota harus dapat mempertahankan objektivitas dan integritas, harus bebas dari
konflik kepentingan, dan tidak boleh dengan sengaja membuat kesalahan penyajian atas
fakta atau menyerahkan penilaiannya kepada orang lain.
Independensi: auditor internal harus bebas dari aktivitas yang diperiksanya.
a. Suatu organisasi dari auditor internal harus memberikan kebebasan untuk memenuhi
tanggungjawab pemeriksaan yang dibebankan kepadanya.
b. Auditor internal dalam melaksanakan tugasnya harus objektif

Dalam praktik internal audit, independensi menjadi hal yang utama. Seorang
auditor internal harus memiliki sifat independensi, karena independensi termasuk
dalam kode etik audit internal.
Objectivitas adalah sikap yang harus ditunjukan oleh seorang auditor internal
yang menrujuk kepadaindependensi. Seorang internal audit audit harus memiliki sifat
objective dalan menjalankan tugas praktiknya.

3) Keahlian dan Kecermatan Profesional


Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan
profesional. Auditor Internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan.
Auditor Internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensinya
melalui Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan.
Keahlian profesional : Auditor internal harus mempergunakan keahlian dan
ketelitian dalam menjalankan profesinya
Keahlian profesional sangat diperluka dalam praktik audit internal. Seorang
internal auditor harus memiliki kemampuan yang harus selalu diasah. Ilmu
pengetahuan yang selalu berkembang memaksa seorang audit internal harus selalu
belajar memperdalam ilmunya. Seorang auditor harus memiliki keahlian profesional
yang memadai dan terus diasah san dikembangkan.
1. Kepegawaian
Unit auditor internal harus menjamindimilikinya keahlian teknis dan latar
belakang pendidikan yang memadai bagi para pemeriksanya.
2. Pengetahuan dan kecakapan.
Para auditor internal harus mematuhi standar pemeriksaan yang berlaku.

3. Supervisi
Unit audit internal harus melakukan supervisi ke para pemeriksa yang melakukan
tugas pemeriksaan.

4. Ketaatan dengan standart profesi


Para auditor harus mematuhi standar pemeriksaan yang berlaku.
5. Hubungan antara manusia dan komunikasi
Auditor internal harus mampu menghadapi orang lain dan mampu berkomunikasi
secara efektif

4) Cakupan pekerjaan

Auditor internal memiliki cakupan kegiatan yang berbeda dengan audit


external. Perbedaannya yang paling mencolok terdapat di bidang yang di audit. Jika
seorang auditor eksternal mengaudit kliennya yang diperiksa secara mendalam adalah
laporan keuangan dan pengendalian intrnal. Namun jika seorang auditor internal yang
diperiksa secara mendalam adalah sistem pengendalian internal dari perusahaan tempat
ia bekerja.

Cakupan pekerjaan seorang auditor internal meliputi beberapa aspek yaitu:

1. Keandalan informasi
Auditor internal harus memeriksa keandalan informasi keuangan dan operasi
serta cara cara yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasi dan
melaporkan.
2. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, peraturan dan undang-undang.

Auditor internal harus memeriksa sisrem yang telah ditetapkan untuk


meyakinkan apakh sistem tersebut telah sesuai dengan kebijaksanaan, rencana,
prosedur, peraturan, dan undang-undang yang harus menentukan apakah organisasi
telah mematuhi hal hal tersebut.

3. Perlindungan aset
Auditor internal harus memeriksa alat dan cara yang digunakan oleh perusahaan
dalam melindungi aset yang dimilikinya. Selain itu auditor internal juga perlu
memeriksa keadaan fisik dari aset yang dimiliki perusahaan.

4. Penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien

Perusahaan harus dapat memenuhi 3E dalam pelaksaan kegiatannya, yaitu


efektif, efisien, dan ekonomis. Seorang auditor internal harus dapat menilai
keekonomian dan keefektifitasan suatu perusahaan. Karena suatu perusahaan dapat
dikatakan baik apabila dapat menjalankan kegiatan secara ekonomis dan efektif.

5. Pencapaian tujuan

Auditor internal harus menilai pekerjaan, operasi, dan program untuk


menentukan apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan tujuan dan sasaran semula
serta apakah telah dilaksanakan secara tepat dan sesuai rencana.

5) Performa kinerja audit


1. Perencanaan pemeriksaan. Seorang auditor internal harus membuat
perencanaan untuk setiap penugasan pemeriksaan yang dilakukan.
Perencanaan merupakan gambaran kerja dari seorang auditor untuk
melaksanakan kegiatan audit yang harus dilaksanakan.
2. Pengujian dan pengevaluasian informasi.

Auditor internal harus mengumpulkan informasi yang benar, menganalisis


dan mengintepretasikan dan membuktikan informasi tersebut untuk mendukung
hasil pemeriksaan.

3. Penyampaian hasil pemeriksaan


Auditor internal harus memonitor apakah atas temuan dan rekomendasi
yang diporeleh atas dilakukan tindak lanjut yang tepat.
4. Tindak lanjut
Auditor internal harus memonitoring apakah atas temuan dan rekomendasi
yang diperolah telah dilakukan tindak lanjut yang tepat.

6) Manajemen audit internal


Manajemen audit internal harus diperiksa secara baik dan benar. Karena
seorang auditor internal akan memeriksa tata kelola manajerial, sehingga
departemen audit internal harus memiliki tata kelola yang baik.
a. Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab. Pimpinan tim audit internal harus
memiliki pernyataan tujuan, kewenangan dan tanggungjawab yang baik dan
sesua dengan kebutuhan manajerial dan departemen.
b. Perencanaan. Departemen audit internal harus memiliki perencanaan yang
matang dan harus direncanakan dengan baik dantepat sasaran.
c. Kebijakan dan prosedur. Auditor internal harus membuat berbagi kebijakan
dan prosedur tertulis yang selanjutnya akan dijadikan pedoman bagi tim dan
staff audit internal dalma melakukan pemeriksaan di perusahaan.
d. Manajemen Sumbe Daya Manusia (SDM)
Menyeleksi program SDM dalam departemen sangatlah penting untuk
keberlanjutan departemen kedepan.
e. Pengendalian mutu
Standar mutu yang baik juga menjadi tolok ukur keberhasilan dari suatu
departemen audit internal. Selain itu pengendalian mutu juga berpengaruh
pada jaminan kualitas.
7) Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas Fungsi Audit Internal
Penanggungjawab Fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan
memelihara program jaminan dan peningkatan kualitas yang mencakup seluruh
aspek dari fungsi audit internal dan secara terus menerus memonitor
efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal
secara periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini
harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai
dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi
audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.
Standar kinerja audit
Menjelaskan sifat dari kegiatan audit internal dan merupakan ukuran kualitas
pekerjaan audit. Standar Kinerja memberikan praktik-praktik terbaik pelaksanaan audit
mulai dari perencanaan sampai dengan pemantauan tindak lanjut. Standar Atribut dan
Standar Kinerja berlaku untuk semua jenis penugasan audit internal.
1) Pengelolaan Fungsi Audit Internal
fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan
efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai
tambah bagi Organisasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menyusun
perencanaan yang relevan, mengkomunikasikan rencana audit, pengelolahan
terhadap sumber daya, menetapkan kebijakan dan prosedur, koordinasi, dan
menyampaikan laporan kepada pimpinan dan dewan pengawas.
2) Lingkup Penugasan
Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance,
dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.
3) Perencanaan Penugasan
Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk
setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, alokasi
sumberdaya, dan program kerja penugasan. Dalam merencanakan penugasan,
auditor internal harus mempertimbangkan beberapah hal, yaitu:
a) Sasaran dari kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan
kegiatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya.
b) Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumberdaya, dan operasi yang
direviu serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak risiko ke
tingkat yang dapat diterima.
c) Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian
intern.
d) Peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan sistem
pengendalian intern.
4) Pelaksanaan Penugasan
Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi informasi,
menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumntasikan informasi yang memadai.
Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya
sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf.
5) Komunikasi Hasil Penugasan
Auditor internal harus mengkomunikasikan hasil penugasannya secara tepat
waktu. Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan,
rekomendasi, dan rencana tindakannya yang disampaikan baik tertulis maupun
lisan harus akurat, obyektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu.
Dalam hal ini terdapat ketidakpatuhan terhadap standar yang mempengaruhi
penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan,
antara lain: (1) Standar yang tidak dipatuhi, (2) Alasan ketidakpatuhan, dan (3)
Dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan.
6) Pemantauan Tindak-lanjut
Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem
untuk memantau tindak-lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan
kepada manajemen.
7) Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen
Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual
yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh organisasi, penanggungjawab fungsi
audit internal harus mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika
diskusi tersebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan, maka
penanggungjawab fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan
hal tersebut kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk
mendapatkan resolusi.

Standar Implementasi

Standar Implementasi merinci Standar Atribut dan Standar Kinerja


dengan menyajikan persyaratan yang sesuai untuk setiap jenis jasa audit
internal. Standar Implementasi yang akan diterbitkan dimasa
mendatang adalah:

1) Standar implementasi untuk kegiatan assurance (A)


2) Standar implementasi untuk kegiatan consulting (C)
3) Standar implementasi kegiatan investigasi (I)
4) Standar implementasi Control Self Assessment (CSA).

II. ETIKA PROFESI AUDITOR

Definisi Etika
Etika (praksis) diartikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang
mendasari perilaku manusia. Etos didefinisikan sebagai ciri-ciri dari suatu masyarakat
atau budaya. Etos kerja,dimaksudkan sebagai ciri-ciri dari kerja, khususnya pribadi atau
kelompok yang melaksanakan kerja, seperti disiplin, tanggung jawab, dedikasi,
integritas, transparansi dsb.
Etika (umum) didefinisikan sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Dengan
kata lain, etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma moral.
Etika (luas) berarti keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh
masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan
kehidupannya.Etika (sempit) berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang
berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Karena berfungsi
sebagai panduan, prinsip-prinsip moral tersebut juga berfungsi sebagai kriteria untuk
menilai benar/salahnya perbuatan/perilaku.

Kode Etik
Kode etik adalah nilai-nilai, norma-norma, atau kaidah-kaidah untuk mengatur
perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yg harus dipenuhi
dan ditaati setiap anggota profesi.

Isi Kode Etik


Karena kode etik merupakan wujud dari komitmen moral organisasi, maka kode etik
harus berisi :
- mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi
- apa yang harus didahulukan dan apa yang boleh dikorbankan oleh profesi ketika
menghadapi situasi konflik atau dilematis
- tujuan dan cita-cita luhur profesi, dan bahkan sanksi yang akan dikenakan kepada
anggota profesi yang melanggar kode etik.

Tujuan Utama Kode Etik


Terdapat dua tujuan utama dari kode etik.
- Kode etik bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dari kemungkinan
kelalaian, kesalahan atau pelecehan, baik disengaja maupun tidak disengaja oleh
anggota profesi.
- Kode etik bermaksud melindungi keluhuran profesi dari perilaku perilaku
menyimpang oleh anggota profesi.

Syarat Kode Etik Optimal


Agar kode etik dapat berfungsi dengan optimal, minimal ada 2 (dua) syarat yang harus
dipenuhi, yaitu :
- Kode etik harus dibuat oleh profesinya sendiri. Kode etik tidak akan efektif
apabila ditentukan oleh pemerintah atau instansi di luar profesi itu.
- Pelaksanaan kode etik harus diawasi secara terus-menerus. Setiap pelanggaran
akan dievaluasi dan diambil tindakan oleh suatu dewan yang khusus dibentuk.

Peranan Etika dalam Profesi Auditor


Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen
moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik
dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia
mengorbankan diri. Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan
standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi
sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan
kepentingan. Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para
auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit. Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut,
maka telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang
dianut oleh profesi.
Oleh karena itu, seorang auditor harus selalu memupuk dan menjaga
kewaspadaannya agar tidak mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya
ke dalam pelanggaran prinsip-prinsip etika secara umum dan etika profesi. etis yang
tinggi; mampu mengenali situasi-situasi yang mengandung isu-isu etis sehingga
memungkinkannya untuk mengambil keputusan atau tindakan yang tepat.

Pentingnya Nilai-Nilai Etika dalam Auditing


Beragam masalah etis berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan
auditing. Banyak auditor menghadapi masalah serius karena mereka melakukan hal-hal
kecil yang tak satu pun tampak mengandung kesalahan serius, namun ternyata hanya
menumpuknya hingga menjadi suatu kesalahan yang besar dan merupakan pelanggaran
serius terhadap kepercayaan yang diberikan. Untuk itu pengetahuan akan tanda-tanda
peringatan adanya masalah etika akan memberikan peluang untuk melindungi diri
sendiri, dan pada saat yang sama, akan membangun suasana etis di lingkungan kerja.
Masalah-masalah etika yang dapat dijumpai oleh auditor yang meliputi permintaan atau
tekanan untuk:

1. Melaksanakan tugas yang bukan merupakan kompetensinya


2. Mengungkapkan informasi rahasia
3. Mengkompromikan integritasnya dengan melakukan pemalsuan, penggelapan,
penyuapan dan sebagainya.
4. Mendistorsi obyektivitas dengan menerbitkan laporan-laporan yang
menyesatkan.
Dilema Etika
Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang di mana keputusan
mengenai perilaku yang pantas harus dibuat. Auditor banyak menghadapi dilema etika
dalam melaksanakan tugasnya. Bernegosiasi dengan auditan jelas merupakan dilema
etika. Ada beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus berhati-hati untuk
menghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak beretika.
Berikut ini adalah metode rasionalisasi yang biasanya digunakan bagi perilaku tidak
beretika:
1. Semua orang melakukannya. Argumentasi yang mendukung penyalahgunaan
pelaporan pajak, pelaporan pengadaan barang/jasa biasanya didasarkan pada
rasionalisasi bahwa semua orang melakukan hal yang sama, oleh karena itu
dapat diterima.
2. Jika itu legal, maka itu beretika. Menggunakan argumentasi bahwa semua
perilaku legal adalah beretika sangat berhubungan dengan ketepatan hukum.
Dengan pemikiran ini, tidak ada kewajiban menuntut kerugian yang telah
dilakukan seseorang.
3. Kemungkinan ketahuan dan konsekuensinya. Pemikiran ini bergantung pada
evaluasi hasil temuan seseorang. Umumnya, seseorang akan memberikan
hukuman (konsekuensi) pada temuan tersebut.

Pemecahan Dilema Etika


Pendekatan enam langkah berikut ini merupakan pendekatan sederhana untuk
memecahkan dilema etika:
1. Dapatkan fakta-fakta yang relevan
2. Identifikasi isu-isu etika dari fakta-fakta yang ada
3. Tentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh
dilema etika
4. Identifikasi alternatif-alternatif yang tersedia bagi orang yang memecahkan
dilema etika
5. Identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif
6. Tetapkan tindakan yang tepat.
Kode Etik Akuntan Indonesia
Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dan disebut dengan Kode Etik Akuntan Indonesia.
Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa IAI adalah satu-atunya organisasi profesi
akuntan di Indonesia. Anggota IAI meliputi auditor dalam berbagai jenisnya (auditor
independen/publik, auditor intern dan auditor pemerintah), akuntan manajemen, dan
akuntan pendidik. Oleh sebab itu, kode etik IAI berlaku bagi semua anggota IAI, tidak
terbatas pada akuntan anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik.
Kode Etik Akuntan Indonesia mempunyai struktur seperti kode etik AICPA yang
meliputi prinsip etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika yang diikuti dengan
tanya jawab dalam kaitannya dengan interpretasi aturan etika.
Prinsip-prinsip etika dalam Kode Etik IAI ada 8 (delapan), yaitu:
1. Tanggung Jawab
2. Kepentingan Umum (Publik)
3. Integritas
4. Obyektivitas
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku Profesional
8. Standar Teknis

Kode Etik INTOSAI


Kode etik INTOSAI terdiri dari:
1. integritas,
2. independen, obyektif dan tidak memihak,
3. kerahasiaan dan
4. kompetensi.
INTOSAI menyatakan bahwa auditor tidak hanya bersifat independen terhadap auditan
dan pihak lainnya, tetapi juga harus obyektif dalam menghadapi berbagai masalah yang
direviu.
Government Accounting Standards dari US GAO dinyatakan bahwa dalam
melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, auditor harus menjaga :
1. integritas,
2. obyektifitas dan
3. independensi.
Organisasi pemeriksa juga memiliki tanggung jawab dalam memberikan keyakinan
yang memadai bahwa independensi dan obyektifitas dilaksanakan dalam semua tahap
penugasan.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) BPK


Berkaitan dengan independensi, SPKN menyatakannya dalam standar umum
kedua, yang berbunyi “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan
pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa baik pemerintahan maupun akuntan
publik, harus bebas baik dalam sikap mental maupun penampilan dari gangguan
pribadi, ekstern dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.”
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Sektor Publik
Aturan etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan
ditetapkan untuk masing-masing kompartemen. Untuk akuntan sektor publik, aturan
etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-KASP).
Sampai saat ini, aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft, yang
penyusunannya mengacu pada Standard of Professional Practice on Ethics yang
diterbitkan oleh the International Federation of Accountants (IFAC).

Berdasarkan aturan etika ini, seorang profesional akuntan sektor publik harus memiliki
karakteristik yang mencakup:
a. Penguasaan keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan.
b. Kesediaan melakukan tugas untuk masyarakat secara luas di tempat instansi
kerja maupun untuk auditan.
c. Berpandangan obyektif.
d. Penyediaan layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang
tinggi.

Penerapan aturan etika ini dilakukan untuk mendukung tercapainya tujuan profesi
akuntan yaitu:
1. bekerja dengan standar profesi yang tinggi,
2. mencapai tingkat kinerja yang diharapkan dan
3. mencapai tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada tiga kebutuhan mendasar yang
harus dipenuhi, yaitu:
1. Kredibilitas akan informasi dan sistem informasi.
2. Kualitas layanan yang didasarkan pada standar kinerja yang tinggi.
3. Keyakinan pengguna layanan bahwa adanya kerangka etika profesional dan
standar teknis yang mengatur persyaratan-persyaratan layanan yang tidak
dapat dikompromikan.
Aturan etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor
dan empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut.
Ketujuh prinsip dasar tersebut adalah: integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-
hatian, kerahasiaan, ketepatan bertindak, dan standar teknis dan profesional.
Empat panduan umum mengatur hal-hal yang terkait dengan good governance,
pertentangan kepentingan, fasilitas dan hadiah, serta penerapan aturan etika bagi
anggota profesi yang bekerja di luar negeri.
1. Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran
tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang
sebenarnya.
Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal
ketika memberikan layanan profesional kepada instansi tempat auditor bekerja dan
kepada auditannya. Misalnya, auditor seringkali menghadapi situasi di mana terdapat
berbagai alternatif penyajian informasi yang dapat menciptakan gambaran keuangan
atau kinerja yang berbeda-beda. Dengan berbagai tekanan yang ada untuk
memanipulasi fakta-fakta, auditor yang berintegritas mampu bertahan dari berbagai
tekanan tersebut sehingga fakta-fakta tersaji seobyektif mungkin.
Auditor perlu mendokumentasikan setiap pertimbangan-pertimbangan yang
diambil dalam situasi penuh tekanan tersebut.
2. Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga
independensi profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau
tindakan, ia tidak boleh bertindak atas dasar prasangka atau bias, pertentangan
kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain.
Obyektivitas dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan2 dalam
kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan
berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau
berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
Obyektivitas auditor dapat terancam karena berbagai hal. Situasisituasi tertentu
dapat menghadapkan auditor pada tekanan yang mengancam obyektivitasnya, seperti
hubungan kekerabatan antara auditor dengan pejabat yang diaudit. Obyektivitas auditor
juga dapat terancam karena tekanantekanan pihak-pihak tertentu, seperti ancaman
secara fisik. Untuk itu, auditor harus tetap menunjukkan sikap rasional dalam
mengidentifikasi situasi-situasi atau tekanan-tekanan yang dapat mengganggu
obyektivitasnya.
Ketidakmampuan auditor dalam menegakkan satu atau lebih prinsip-prinsip
dasar dalam aturan etika karena keadaan atau hubungan dengan pihak-pihak tertentu
menunjukkan indikasi adanya kekurangan obyektivitas.
Hubungan finansial dan non-finansial dapat mengganggu kemampuan auditor
dalam menjalankan prinsip obyektivitas. Misalnya, auditor memegang jabatan
komisaris bersama-sama dengan auditan pada suatu perusahaan sedikit banyak akan
mempengaruhi obyektivitas auditor tersebut ketika mengaudit auditan.
Transaksi peminjaman dari auditan atau investasi pada auditan dapat
mendorong auditor menyajikan temuan audit yang berbeda dengan keadaan
sebenarnya, terutama bila temuan tersebut berpengaruh terhadap keuangannya.
3. Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki
dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu
meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan
untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan dapat menerima
manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, dan
teknik-teknik yang terbaru.
Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya dapat melakukan suatu audit
apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli
yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
Berkenaan dengan kompetensi, untuk dapat melakukan suatu penugasan audit,
auditor harus dapat memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan yang
relevan. Pendidikan dan pelatihan ini dapat bersifat umum dengan standar tinggi yang
diikuti dengan pendidikan khusus, sertifikasi, serta pengalaman kerja. Kompetensi
yang diperoleh ini harus selalu dipertahankan dan dikembangkan dengan terus-menerus
mengikuti perkembangan dalam profesi akuntansi, termasuk melalui penerbitan
penerbitan nasional dan internasional yang relevan dengan akuntansi, auditing, dan
keterampilan-keterampilan teknis lainnya.
4. Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya
dalam melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan
secara terbuka dan transparan
Dalam prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan
informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh
keuntungan finansial.
Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
- yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan instansi tempat ia
bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan
kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi
juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari pengungkapan
informasi ini.
- Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan,
seperti tindak pidana pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar
hukum lainnya.
- Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan undang-
undang.

Bila auditor memutuskan untuk mengungkapkan informasi karena situasisituasi


di atas, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
- Fakta-fakta yang diungkapkan telah mendapat dukungan bukti yang kuat atau
adanya pertimbangan profesional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-
fakta tersebut tidak didukung dengan bukti yang kuat.
- Pihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang tepat dan memiliki
tanggung jawab untuk bertindak atas dasar informasi tersebut.
- Perlunya nasihat hukum yang profesional atau konsultasi dengan organisasi yang
tepat sebelum melakukan pengungkapan informasi.
Ketepatan Bertindak
Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi
profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap
tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor
profesional.
Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan
dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang
tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja dan
anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.
Untuk itu, ia harus mengumpulkan bukti-bukti dari tindakan yang tidak benar
tersebut dan menuangkannya dalam suatu laporan yang dibuat secara jujur dan dapat
dipertahankan kebenarannya. Auditor kemudian melaporkan kepada pihak yang
berwenang atas tindakan yang tidak benar ini, misalnya kepada atasan dari auditor yang
melakukan tindakan yang tidak benar tersebut atau kepada pihak yang berwajib apabila
pelanggarannya menyangkut tindak pidana.

Standar teknis dan professional


Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang
meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia.
Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka
tetapkan dan berlaku bagi para auditornya, termasuk aturan perilaku yang ditetapkan
oleh instansi tempat ia bekerja.
Dalam hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan
aturan profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka permasalahannya
dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.
Panduan Umum Lainnya pada Aturan Etika IAI-KASP
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, panduan umum lainnya yang tercantum
dalam aturan etika IAI-KASP terdiri dari empat hal yaitu :
- panduan good governance dari organisasi/instansi tempat auditor bekerja
- panduan identifikasi pertentangan kepentingan
- panduan atas pemberian fasilitas dan hadiah
- panduan penerapan aturan etika bagi auditor yang bekerja di luar wilayah hukum
aturan etika.
Good Governance
Auditor diharapkan mendukung penerapan good governance pada organisasi
atau instansi tempat ia bekerja, yang meliputi prinsip-prinsip berikut:
 Tidak mementingkan diri sendiri
 Integritas
 Obyektivitas
 Akuntabilitas
 Keterbukaan
 Kejujuran
 Kepemimpinan

Struktur dan proses organisasi atau instansi tempat ia bekerja harus memiliki
hal-hal berikut yaitu: akuntabilitas keberadaan organisasi, akuntabilitas penggunaan
dana publik, komunikasi dengan stakeholders, dan peran dan tanggung jawab dan
keseimbangan kekuasaan antara stakeholders dan pengelola.
Instansinya juga harus memiliki mekanisme pelaporan keuangan dan
pengendalian intern yang mencakup: pelaporan tahunan, manajemen risiko dan audit
internal, komite audit, komite penelaah kinerja, dan audit eksternal. Instansinya juga
harus memiliki standar perilaku yang mencakup kepemimpinan dan aturan perilaku.

Pertentangan Kepentingan
Beberapa hal yang tercantum dalam aturan etika yang dapat mengindikasikan
adanya pertentangan kepentingan yang dihadapi oleh auditor sektor publik adalah:
a. Adanya tekanan dari atasan, rekan kerja, maupun auditan di tempat kerja
(instansinya).
b. Adanya tekanan dari pihak luar seperti keluarga atau relasi.
c. Adanya tuntutan untuk bertindak yang tidak sesuai dengan standar atau
aturan.
d. Adanya tuntutan loyalitas kepada organisasi atau atasan yang bertentangan
dengan kepatuhan atas standar profesi.
e. Adanya publikasi informasi yang bias sehingga menguntungkan
instansinya.
f. Adanya peluang untuk memperoleh keuntungan pribadi atas beban instansi
tempat ia bekerja atau auditan.

Fasilitas dan Hadiah


Auditor dapat menerima fasilitas atau hadiah dari pihak-pihak yang memiliki
atau akan memiliki hubungan kontraktual dengannya dengan mengacu dan
memperhatikan seluruh peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana
korupsi, dengan melakukan tindakan-tindakan berikut:
1. Melakukan pertimbangan atau penerimaan fasilitas atau hadiah yang normal
dan masuk akal, artinya auditor juga akan menerima hal yang sama pada
instansi tempat ia bekerja apabila ia melakukan hal yang sama.
2. Meyakinkan diri bahwa besarnya pemberian tidak menimbulkan persepsi
masyarakat bahwa auditor akan terpengaruh oleh pemberian tersebut.
3. Mencatat semua tawaran pemberian fasilitas atau hadiah, baik yang diterima
maupun yang ditolak, dan melaporkan catatan tersebut.
4. Menolak tawaran-tawaran fasilitas atau hadiah yang meragukan

Pemberlakuan Aturan Etika bagi Auditor yang Bekerja di Luar Negeri


Pada dasarnya auditor harus menerapkan aturan yang paling keras apabila
auditor dihadapkan pada dua aturan berbeda yang berlaku ketika ia bekerja di luar
negeri, yaitu aturan etika profesinya di Indonesia dan aturan etika yang berlaku di luar
negeri.
Independensi Auditor
Sesuai dengan etika profesi, akuntan yang berpraktik sebagai auditor
dipersyaratkan memiliki sikap independensi dalam setiap pelaksanaan audit.
Dalam kaitannya dengan auditor, independensi umumnya didefinisikan dengan
mengacu kepada kebebasan dari hubungan (freedom from relationship) yang merusak
atau tampaknya merusak kemampuan akuntan untuk menerapkan obyektivitas. Jadi,
independensi diartikan sebagai kondisi agar obyektivitas dapat diterapkan.Selain itu,
terdapat pengertian lain tentang independensi yang berarti cara pandang yang tidak
memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan
laporan audit. Independensi harus dipandang sebagai salah satu ciri auditor yang paling
penting. Alasannya adalah begitu banyak pihak yang menggantungkan kepercayaannya
kepada kelayakan laporan keuangan berdasarkan laporan auditor yang tidak memihak.
Independensi dan Profesionalisme Seorang akuntan yang profesional seharusnya
tidakmenggunakan pertimbangannya hanya untuk kepuasan auditan. Dalam realitas
auditor, setiap pertimbangan mengenai kepentingan auditan harus disubordinasikan
kepada kewajiban atau tanggung jawab yang lebih besar yaitu kewajiban terhadap
pihak-pihak ketiga dan kepada publik. Prinsip kunci dari seluruh gagasan
profesionalisme adalah bahwa seorang profesional memiliki pengalaman dan
kemampuan mengenali/memahami bidang tertentu yang lebih tinggi dari auditan. Oleh
karena itu, profesional tersebut seharusnya tidak mensubordinasikan pertimbangannya
kepada keinginan auditan.
Sikap mental independen harus meliputi independen dalam fakta (in fact)
maupun dalam penampilan (in appearance). Independensi dalam kenyataan akan ada
apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak
sepanjang pelaksanaan audit. Independen dalam penampilan berarti hasil interpretasi
pihak lain mengenai independensi. Apabila auditor memiliki sikap independen dalam
kenyataan tetapi pihak lain yang berkepentingan yakin bahwa auditor tersebut adalah
penasihat auditan maka sebagian besar nilai fungsi auditnya akan sia-sia.
Independensi dalam Kenyataan
Independensi dalam kenyataan merupakan salah satu aspek paling sulit dari
etika dalam profesi akuntansi. Kebanyakan auditor siap untuk menegaskan bahwa
untuk sebagian besar independensi dalam kenyataan merupakan norma dalam
kehidupan sehari-hari seorang profesional. Namun mereka gagal untuk memberikan
bukti penegasan ini atau bahkan untuk menjelaskan mengapa mereka percaya bahwa
hal itu benar demikian Adalah hal yang sulit untuk membedakan sifat-sifat utama yang
diperlukan untuk independensi dalam kenyataan. Audit dikatakan gagal jika seorang
auditor memberikan pendapat kepada pihak ketiga bahwa laporan keuangan disajikan
secara wajar sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum padahal dalam
kenyataannya tidak demikian. Seringkali kegagalan audit disebabkan oleh tidak adanya
independensi.
Contoh tidak adanya independensi dalam kenyataan adalah tidak adanya
obyektivitas dan skeptisisme, menyetujui pembatasan penting yang diajukan auditan
atas ruang lingkup audit atau dengan tidak melakukan evaluasi kritis terhadap transaksi
auditan. Beberapa pihak juga percaya bahwa ketidakkompetenan merupakan
perwujudan dari tiadanya independensi dalam kenyataan.
Independensi dalam Penampilan
Independensi dalam penampilan mengacu kepada interpretasi atau persepsi
orang mengenai independensi auditor. Sebagian besar nilai laporan audit berasal dari
status independensi dari auditor. Oleh karena itu, jika auditor adalah independen dalam
kenyataan, tetapi masyarakat umum percaya bahwa auditor berpihak kepada auditan,
maka sebagian nilai fungsi audit akan hilang.
Adanya persepsi mengenai tidak adanya independensi dalam kenyataan tidak
hanya menurunkan nilai laporan audit tetapi dapat juga memiliki pengaruh buruk
terhadap profesi. Auditor berperan untuk memberikan suatu pendapat yang tidak bias
pada informasi keuangan yang dilaporkan berdasarkan pertimbangan profesional. Jika
auditor secara keseluruhan tidak dianggap independen, maka validitas peran auditor di
dalam masyarakat akan terancam. Kredibilitas profesi pada akhirnya bergantung
kepada persepsi masyarakat mengenai independensi (independensi dalam penampilan),
bukan independensi dalam kenyataan.
KKN dan Tindakan Melanggar Hukum Lainnya
Korupsi, yang di era reformasi ini disandingkan dengan dua jenis tindakan lainnya yaitu
kolusi dan nepotisme, merupakan isu etika yang sangat menonjol dan mendapatkan
banyak perhatian. Secara ekonomi dan politik, korupsi dinilai memiliki dampak yang
luar biasa karena menghambat pertumbuhan ekonomi dan demokrasi.
Oleh sebab itu, Indonesia telah membentuk kerangka dan kelembagaan untuk
memberantas korupsi. Terakhir, pemerintah telah membentuk Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebuah lembaga independen anti-korupsi.
Dari sudut pandang etika, korupsi dalam konteks administrasi publik
didefinisikan sebagai penggunaan jabatan, posisi, fasilitas atau sumber daya publik
untuk kepentingan atau keuntungan pribadi. Dengan demikian, korupsi pada dasarnya
merupakan pelanggaran terhadap kepercayaan publik yang diberikan kepada pegawai
atau pejabat publik.
Kepentingan atau keuntungan pribadi dalam definisi tersebut tidak terbatas pada
keuntungan keuangan, tetapi meliputi juga semua jenis manfaat sekali pun tidak secara
langsung berkaitan dengan diri pegawai atau pejabat publik yang bersangkutan.
Dari definisi tersebut, maka sebenarnya banyak sekali tindakan pegawai atau
pejabat publik yang dapat dikategorikan korupsi.
Contohnya adalah pembelian atau pembayaran fiktif, mark up harga pembelian,
penerimaan suap, mangkir kerja dan penerimaan hadiah, parcel atau sumbangan.
Perbuatan-perbuatan tersebut melanggar sumpah dan janji pegawai negeri dan
sekaligus melanggar prinsip-prinsip etika seperti kejujuran, keadilan, obyektivitas dan
legalitas.
Dari sudut pandang hukum, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang
No. 3 Tahun 1971 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 31 tahun
1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, korupsi merupakan tindak pidana yang diartikan
sebagai perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi,
yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara.
Dengan demikian, secara hukum suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai
korupsi jika memenuhi tiga kondisi, yaitu:
a. melawan hukum,
b. menguntungkan diri sendiri,
c. merugikan negara.
Selain itu, termasuk pula korupsi adalah penyalahgunaan wewenang,
kesempatan dan sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan
diri sendiri, orang lain atau korporasi, dan perbuatan tersebut merugikan negara
Dalam era reformasi sekarang ini, penggunaan istilah korupsi selalu
disandingkan dengan kata kolusi dan nepotisme. Kolusi, seperti halnya definisi yang
digunakan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, mengacu kepada
permufakatan atau kerja sama (secara melawan hukum) dengan sesama pegawai atau
pejabat publik atau dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau
negara.
Sementara itu, nepotisme diartikan sebagai perbuatan oleh pegawai/pejabat
publik (secara melawan hukum) yang menguntungkan keluarganya dan atau kroninya
di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam konteks administrasi publik, kolusi dan nepotisme merupakan bentuk
pelanggaran etika pelayanan publik, dan sebenarnya keduanya dapat dipandang sebagai
bentuk-bentuk dari tindakan korupsi, atau sebagai bagian dari tindak korupsi.

Pengendalian Mutu Audit


Hasil audit diperlukan oleh berbagai pihak sebagai pertimbangan dalam
membuat keputusan. Opini auditor yang tidak akurat akan memberikan dampak yang
buruk. Karenanya, timbul suatu kebutuhan untuk menjaga kualitas laporan audit
sehingga mencegah pengambilan keputusan yang kurang tepat.
Dalam penugasan audit, auditor harus mematuhi standar audit. Oleh karena itu,
organisasi pemeriksa harus membuat kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk
memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian penugasan audit dengan standar
audit.
Pengendalian mutu terdiri metode yang digunakan untuk meyakinkan bahwa
organisasi pemeriksa telah menerapkan dan mematuhi kemahiran profesionalnya,
termasuk standar, kebijakan dan prosedur pemeriksaan secara memadai.
Pengendalian mutu berhubungan erat, tetapi tidak sama dengan standar audit.
Pengendalian mutu adalah prosedur yang digunakan organisasi pemeriksa di setiap
penugasan audit untuk membantu mereka memenuhi standar audit secara konsisten.
Oleh karena itu, pengendalian mutu ditujukan untuk organisasi pemeriksa secara
keseluruhan, sedangkan audit standar berlaku untuk setiap penugasan audit.
Sifat dan lingkup sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa sangat
tergantung pada beberapa faktor, seperti ukuran dan tingkat otonomi kegiatan yang
diberikan kepada staf dan organisasi pemeriksa, sifat pekerjaan, struktur organisasi,
pertimbangan mengenai biaya dan manfaatnya.

Kasus Pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik PT Muzatek Jaya 2004

A. KASUS

Dalam Kode Etik Profesi Akuntan telah diatur bagaimana seharusnya para
akuntan bertindak. Akan tetapi pada kenyataannya, selalu ada penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan oleh para akuntan. Penyimpangan- penyimpangan ini
tentunya berdampak kurang baik terhadap kredibilitas maupun nama baik akuntan di
mata masyarakat.

Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul.


Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri
Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata
dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun,
terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen
Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3),
menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT


Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus.
Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit
umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT
Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai
dengan 2004.

Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk


audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang
menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan
mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu
tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa
Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor
359/KMK.06/2003.

B. PEMBAHASAN KASUS

Laporan Keuangan yang accountable dan auditable sangatlah penting, baik bagi
perusahaan itu sendiri maupun bagi para pelaku bisnis lainnya. Disini peran akuntan
publik sangatlah penting. Akuntan publik sebagai suatu profesi yang mengemban
kepercayaan publik harus bekerja dalam kerangka peraturan perundang-undangan,
kode etik dan standar profesi yang jelas.

Berbagai pelanggaran etika yang dilakukan para akuntan telah banyak terjadi
saat ini, misalnya berupa perekayasaan laporan keuangan untuk menunjukkan kinerja
perusahaan agar terlihat lebih baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap kode
etik profesinya yang telah melanggar kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki
seperangkat kode etik tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi
para akuntan dalam masyarakat.

Oleh karena itu, sikap profesional dan ketaatan pada kode etik profesi akuntansi
sangat penting untuk dimiliki oleh setiap akuntan.Akuntan tidak independen apabila
selama periode Audit dan periode Penugasan Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor
Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa non-audit
kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi
klien, desain sistem informasi keuangan, aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada
kliennya dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan.

Oleh karena itu, Akuntan Profesional diharuskan untuk mematuhi prinsip-


prinsip fundamental sebagai berikut:

1. Integritas, Akuntan Profesional harus bersikap jujur dalam semua hubungan


professional dan bisnis.
2. Objektivitas, Akuntan Profesional tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa
terjadi, tidak boleh membiarkan terjadinya benturan kepentingan, atau tidak
boleh mempengaruhi kepentingan pihak lain secara tidak pantas yang dapat
mengesampingkan pertimbangan professional atau pertimbangan bisnis.
3. Kompetensi dan sikap kehati-hatian professional, Akuntan Profesional memiliki
kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan keahlian
pada suatu tingkat dimana klien atau pemberi kerja menerima jasa profesional
yang kompeten yang didasarkan pada pelatihan, perundang-undangan, dan
teknik terkini.
4. Kerahasiaan, Akuntan Profesional harus menghormati kerahasiaan informasi
yang diperoleh sebagai hasil hubungan profesional dan hubungan bisnis dan
tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa ada
izin yang tepat dan spesifik kecuali terdapat hak dan professional untuk
mengungkapkan.
5. Profesional, Akuntan Profesional harus mematuhi hukum dan perundang-
undangan yang relevan dan harus menghindari semua tindakan yang dapat
mendeskreditkan profesi.

C. ANALISIS

Dalam kasus tersebut, sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik
tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Berdasarkan etika profesi akuntansi, auditor tersebut telah melanggar prinsip keempat,
yaitu prinsip objektivitas. Dimana setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan
bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT


Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Drs. Petrus
Mitra Winata. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan
penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT
Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku
2001 sampai dengan 2004.

Sebagai seorang akuntan publik, Drs. Petrus Mitra Winata seharusnya


mematuhi Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. Ketika memang dia
harus melakukan jasa audit, maka audit yang dilakukan pun harus sesuai dengan
Standar Auditing (SA) dalam SPAP. Penelitian terhadap perilaku akuntan telah banyak
dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia. Penelitian ini dipicu dengan
semakin banyaknya pelanggaran etika yang terjadi. Dari kondisi tersebut banyak
peneliti yang ingin mencari tahu mengenai “faktor – faktor apa saja yang menjadi
penentu atau mempengaruhi pengambilan keputusan tidak etis atau pelanggaran
terhadap etika.

Trevino (1990) menyatakan bahwa terdapat dua pandangan mengenai faktor –


faktor yang mempengaruhi tindakan tidak etis yang dibuat oleh seorang individu.
Pertama, pandangan yang berpendapat bahwa tindakan atau pengambilan keputusan
tidak etis lebih dipengaruhi oleh karakter moral individu. Kedua, tindakan tidak etis
lebih dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya sistem reward dan punishment
perusahaah, iklim kerja organisasi dan sosialisasi kode etik profesi oleh organisasi
dimana individu tersebut bekerja.

Sementara Volker menyatakan bahwa para akuntan profesional cenderung


mengabaikan persoalan etika dan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat
teknis, artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral
apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi.

Selain itu Finn Etal juga menyatakan bahwa akuntan seringkali dihadapkan
pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan memungkinkan akuntan tidak dapat
independen. Akuntan diminta untuk teta independen dari klien, tetapi pada saat yang
sama kebutuhan mereka tergantung kepada klien karena fee yang diterimanya,
sehingga seringkali akuntan berada dalam situasi dilematis. Hal ini akan berlanjut jika
hasil temuan auditor tidak sesuai dengan harapan klien, sehingga menimbulkan konflik
audit. Konflik audit ini akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor
diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan independensi dan
integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi atau tekanan di sisi
lainnya.

Situasi dilematis sebagaimana yang digambarkan di atas adalah situasi yang


sangat sering dihadapi oleh auditor. Situasi demikianlah yang menyebabkan terjadinya
pelanggaran terhada etika dan sangat wajarlah apabila ketika para pemakai laporan
keuangan seperti investor dan kreditur mulai mempertanyakan kembali eksistensi
akuntan sebagai pihak independen yang menilai kewajaran laporan keuangan.

DAFTAR PUSTAKA
http://iskandaaar.blogspot.co.id
http://www/scrib.com
Jamil Aprinato, Marina Puspita sari, 2016, Etika Dan Profesionalisme Auditor Internal, Artikel.
(http://iskandaaar.blogspot.co.id)
https://ayupramitasari.blogspot.com/2017/09/kasus-pelanggaran-standar-profesional.html
http://www/scrib.com)

https://www.academia.edu/31215520/STANDAR_PROFESIONAL_AUDIT_INTERNAL.do
cx

https://classroom.google.com/u/0/c/NDEzNDQ2NzI2MDZa

Anda mungkin juga menyukai