C. ANALISIS
Dalam kasus tersebut, sanksi pembekuan izin diberikan karena
akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP). Berdasarkan etika profesi
akuntansi, auditor tersebut telah melanggar prinsip keempat, yaitu
prinsip objektivitas. Dimana setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan
Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004
yang dilakukan oleh Drs. Petrus Mitra Winata. Selain itu, Petrus juga
telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum
dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek
Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak
tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Sebagai seorang akuntan publik, Drs. Petrus Mitra Winata seharusnya
mematuhi Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku.
Ketika memang dia harus melakukan jasa audit, maka audit yang
dilakukan pun harus sesuai dengan Standar Auditing (SA) dalam
SPAP. Penelitian terhadap perilaku akuntan telah banyak dilakukan
baik di luar negeri maupun di Indonesia. Penelitian ini dipicu dengan
semakin banyaknya pelanggaran etika yang terjadi. Dari kondisi
tersebut banyak peneliti yang ingin mencari tahu mengenai “faktor –
faktor apa saja yang menjadi penentu atau mempengaruhi
pengambilan keputusan tidak etis atau pelanggaran terhadap etika.
Trevino (1990) menyatakan bahwa terdapat dua pandangan mengenai
faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan tidak etis yang dibuat
oleh seorang individu. Pertama, pandangan yang berpendapat bahwa
tindakan atau pengambilan keputusan tidak etis lebih dipengaruhi
oleh karakter moral individu. Kedua, tindakan tidak etis lebih
dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya sistem reward dan punishment
perusahaah, iklim kerja organisasi dan sosialisasi kode etik profesi
oleh organisasi dimana individu tersebut bekerja.
Sementara Volker menyatakan bahwa para akuntan profesional
cenderung mengabaikan persoalan etika dan moral bilamana
menemukan masalah yang bersifat teknis, artinya bahwa para akuntan
profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan
dengan suatu persoalan akuntansi.
Selain itu Finn Etal juga menyatakan bahwa akuntan seringkali
dihadapkan pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan
memungkinkan akuntan tidak dapat independen. Akuntan diminta
untuk teta independen dari klien, tetapi pada saat yang sama
kebutuhan mereka tergantung kepada klien karena fee yang
diterimanya, sehingga seringkali akuntan berada dalam situasi
dilematis. Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak sesuai
dengan harapan klien, sehingga menimbulkan konflik audit. Konflik
audit ini akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor
diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan
independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang
mungkin terjadi atau tekanan di sisi lainnya.
Situasi dilematis sebagaimana yang digambarkan di atas adalah
situasi yang sangat sering dihadapi oleh auditor. Situasi demikianlah
yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhada etika dan sangat
wajarlah apabila ketika para pemakai laporan keuangan seperti
investor dan kreditur mulai mempertanyakan kembali eksistensi
akuntan sebagai pihak independen yang menilai kewajaran laporan
keuangan.
Referensi:
http://angeliamitchols-angelia.blogspot.co.id/2013/12/kasus-
pelanggaran-kode-etik-profesi.html