Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS

Disusun Oleh :

ASHARINI DWI JUNIARTI

P17212195025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
Oktober 2019

0
KONSEP DASAR PENYAKIT TUMOR PARU

1. PENGERTIAN
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan
baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan
letaknya didalam rongga dada. Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh
lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor
mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk
simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan
sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah
dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995). Menurut Brooker,
2001 pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau
jinak (benign).
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Jenis tumor
paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung
Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma sel besar) (Sylvia & Price, 2006).

2. EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain
adenoma, hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik.
Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau
karsinoma bronkogenik. Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan
yang paling sering, berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki
dengan risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada
perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000
kasus baru dilaporkan setiap tahun. Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-
laki tahun 2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537
orang meninggal karena kanker.

1
3. ETIOLOGI
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum
diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen
merupakan factor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan
predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis.
Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah rokok
1. Pengaruh Rokok
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen
terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C),
kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan
terdapat dalam rokok. Kandungan zat yang bersifat karsinogenik dalam rokok
inilah yang dapat mengakibatkan perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia
atau displasia.
Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok yang dihirup
juga mengandung komponen gas dan partikel yang berbahaya Nikotin dalam
rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah.
Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner,
yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang
bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam
tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf. Efek
jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk
mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar
nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar,
mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu
mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal
menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat system
pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus.
2. Pengaruh paparan industri
Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti :
a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos
dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali

2
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
d. Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru,
yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme.Teori
Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan
cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan
pasangan basanya, tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti
apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death)
Pcrubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru
berubah menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler
menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan
terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi umumnya tidak
memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan lebih cepat meninggal
(Alsagaff&mukty, 2002)
3. Diet.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang menyimpulkan bahwa
vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini
berkaitan dengan fungsi utama vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan
diferensiasi sel.
4. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru
melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari karsinoma
bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis.
Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari kasus karsinoma
bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186 karsinoma parut tersebut

3
23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa data ini berasal dari
Amerika serikat dimana insiden tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20
insiden tuberkulosis di Indonesia (Alsagaff&mukty, 2002)..
5. PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan
resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya
zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan
sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk
memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang
berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen
genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama
ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal
ini berlangsung lama mingguan sampai tahunan. Kanker paru bervariasi sesuai
tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada
kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil
(sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel
skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama
bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama
bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh
dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel
oat tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada
sel skuamosa dan adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk
kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik
karena pertumbuhan sel ini lambat.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.

4
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka (Sylvia & Price, 2006).

6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu (Mansjoer, 2007).
a. Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk
mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang
sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam
berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Napas pendek-pendek dan suara parau
c. Batuk berdarah dan berdahak/Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.
d. Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
e. Hilang nafsu makan dan berat badan

7. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase. Berikut ini tabel
Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru: American Joint Committee on
Cancer (Mansjoer, 2007).
Gambarn TNM Defenisi
Tumor primer (T)
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tx Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi
bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada
radiogram atau bronkoskopi
TIS Karsinoma in situ

5
T1 Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru –
paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap
ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis
atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke
hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.
T3 Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan
langsung pada dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai
jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,
atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari
karina tetapi tidak melibat karina.
T4 Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang
mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra,
atau karina; atau adanya efusi pleura yang
maligna.
Kelenjar limfe regional (N)
N0
Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe
N1 regional.
Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar –
N2 kelenjar hilus ipsilateral.
Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau
N3 kelenjar limfe subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar
limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar
limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral
atau kontralateral.
Metastasis jauh (M)
M0 Tidak diketahui adanya metastasis jauh
M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu
(seperti otak).

Kelompok stadium
Karsinoma tersembunyi TxN0M0 Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak
dapat dibuktikan adanya tumor primer atau
Stadium 0 TISN0M0 metastasis.
Stadium I T1N0M0 Karsinoma in situ.
T2N0M0 Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa
adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe
regional atau tempat yang jauh.
Stadium II T1N1M0 Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat
T2N1M0 bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe
peribronkial atau hilus ipsilateral.
Stadium IIIa T3N0M0 Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa
T3N0M0 bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial
atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Stadium IIIb Setiap T N3M0 Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe
T4 setiap NM0 hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada
kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular;
atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4
dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe
regional; tidak ada metastasis jauh.
Stadium IV Setiap T, setiap N,M1 Setiap tumor dengan metastsis jauh.

6
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru
(Mansjoer, 2007) :
a. Karsinoma Bronkogenik.
1) Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang,
secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus,
dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang
melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke
kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
2) Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor
ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel
bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat
dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar
limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ –
organ distal.
3) Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali
meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan
secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya
metastasis yang jauh.
4) Karsinoma sel besar.
5) Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel
– sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer,
tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat –
tempat yang jauh.
6) Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.

7
7) Lain – lain.
a) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
b) Tumor kelenjar bronchial.
c) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
d) Tumor campuran dan Karsinosarkom
e) Sarkoma
f) Tak terklasifikasi.
g) Mesotelioma.
h) Melanoma.
(Sylvia & Price, 2006)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi.
1) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
2) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium.
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
3) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).

8
c. Histopatologi.
1) Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
3) Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
4) Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
5) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
d. Pencitraan.
1) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
2) MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup pasien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien
maupun keluarga.

d. Supotif.

9
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti
infeksi.
Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1) Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2) Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi
bisa diangkat.
3) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis
bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.
4) Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5) Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari
permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6) Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
b. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/
bronkus.
c. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas
serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

10. KOMPLIKASI
a. Hematorak
b. Pneumotorak

10
c. Empiema
d. Endokarditis
e. Abses paru
f. Atelektasis

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Keadaan Umum: lemah, sesak yang disertai dengan nyeri dada.
2) Tanda-tanda Vital
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Penyakit paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan
jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.
4) Anamnesa dan observasi
a) Aktivitas/ istirahat.

11
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
b) Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
c) Integritas ego.
Gejala : Perasaan takut, takut dilakukan pembedahan.
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
d) Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
e) Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan, kesulitan menelan, haus/ peningkatan masukan
cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema
wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
f) Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak
selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.

12
g) Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan
atau
produksi sputum, nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok: Perokok berat dan kronis
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),
krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami
lesi).
Hemoptisis.
h) Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
i) Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma
sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)

j) Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru),
tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem pernafasan
 Sesak nafas, nyeri dada
 Batuk produktif tak efektif

13
 Suara nafas: mengi pada inspirasi
 Serak, paralysis pita suara.
b) Sistem kardiovaskuler
 tachycardia, disritmia
 menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
c) Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, disfagia, penurunan intake makanan, berat badan
menurun.
d) Sistem urinarius
 Peningkatan frekuensi/jumlah urine.
e) Sistem neurologis
 Perasaan takut/takut hasil pembedahan
 Kegelisahan
6) Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas (penumpukan secret berlebihan) ditandai dengan pasien mengeluh
sesak, batuk berdahak namun tidak dapat dikeluarkan, peningkatan
frekuensi napas (RR> 20x/menit), terdapat penumpukan secret pada jalan
napas, terdapat suara napas tmbahan (ronchi).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli
ditandai dengan pernafasan abnormal, pH darah arteri abnormal, warna
kulit abnormal (pucat), sianosis, nafas cuping hidung, takikardia.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan pasien mengeluh sesak napas, RR >20x/menit, terdapat
penggunaan otot bantu pernapasan, napas cuping hidung, takikardi.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (tumor paru), ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri, pasien mengeluh nyeri dengan skala 1-10,
pasien tampak gelisah, pasien tampak meringis kesakitan, TD meningkat
(>120/80 mmHg), nadi meningkat (>100x/mnt), pasien tampak
memegangi bagian yang nyeri.

14
5. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme ditandai
dengan suhu abnormal (>37,50C), kulit kemerahan, kulit teraba hangat,
frekuensi napas > 30 kali/menit, frekuensi nadi meningkat (>100x/menit).
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak adekuatnya asupan akibat iritasi gastrointestinal ditandai
dengan pasien mengeluh mual muntah, penurunan BB >20%, kadar
albumin serum < 3,4 g/dl, terjadi penurunan intake makanan, nafsu makan
menurun, kelemahan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan,
ditandai dengan terjadi kelelahan, kelemahan, peningkatan nadi dan
tekanan darah saat beraktivitas.
8. Ansietas berhubungan dengan
9. PK: ANEMIA
10. PK: INFEKSI

C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
(penumpukan secret berlebihan) ditandai dengan pasien mengeluh sesak, batuk
berdahak namun tidak dapat dikeluarkan, peningkatan frekuensi napas (RR>
20x/menit), terdapat penumpukan secret pada jalan napas, terdapat suara
napas tmbahan (ronchi).
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Airway management
keperawatan selama…x…jam 1. Auskultasi bunyi napas tambahan, seperti ronchi,
diharapkan bersihan jalan wheezing.
nafas pasien kembali efektif, Rasional: adanya bunyi ronchi menandakan terdapat
dengan kriteria hasil: penumpukan sekret atau sekret berlebihan di jalan
NOC Label >> Respiratory napas.
status: airway patency 2. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea.
- Frekuensi pernapasan Rasional: posisi memaksimalkan ekspansi paru dan
dalam batas normal (16- menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal
20 kali/menit) membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan
- Pasien mampu sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
mengeluarkan sputum 3. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan teknik
secara efektif batuk efektif.
- Tidak ada akumulasi Rasional: teknik batuk efektif dapat membantu
sputum membersihkan jalan napas pasien dari sekret.
- Irama pernapasan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairan
normal (terutama air hangat) melalui oral.
- Kedalaman pernapasan Rasional: mengoptimalkan keseimbangan cairan dan
normal membantu mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan.

15
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator.
Rasional: bronkodilator dapat mendilatasi bronkus dan
mengencerkan sekret sehingga sekret yang menumpuk
di area tersebut lebih mudah dikeluarkan.
6. Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional: meringankan kerja paru untuk memnuhi
kebutuhan oksigen serta mengoptimalkan kebutuhan
oksigen dalam tubuh.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli
ditandai dengan pernafasan abnormal, pH darah arteri abnormal, warna kulit
abnormal (pucat), sianosis, nafas cuping hidung, takikardia.
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Acid Base Management
keperawatan selama ... x … 1. Monitor kadar pH darah melalui hasil AGD
jam diharapkan pertukaran Rasional: untuk Mengevaluasi proses penyakit,
gas pasien adekuat dengan memudahkan menetukan terapi atau mengevaluasi
kriteria hasil: keefektifan terapi yang telah diberikan
NOC Label >> Respiratory 2. Monitor tanda-tanda gagal napas
status Rasional: dapat memberikan tindakan penanganan yang
- RR dalam batas tepat dan cepat pada pasien
normal (30-50x/mnt) 3. Pertahankan bersihan jalan napas
- Kedalaman Rasional: bersihan jalan napas mempengaruhi intake
pernapasan normal oksigen dari luar tubuh ke dalam tubuh
- Tidak tampak 4. Sarankan waktu istirahat yang adekuat
penggunaan otot bantu Rasional: untuk mengurangi kerja pernapasan
pernapasan 5. Monitor status neurologis
- Tidak tampak retraksi Rasional: Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan
dinding dad somnolen dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan
- Tidak ada sianosis oksigenasi serebral.
- Tidak ada dispnea 6. Kontrak dengan pengunjung untuk membatasi
- Tidak ada kelemahan kunjungan
- Tidak ada akumulasi Rasional: agar pasien dapat beristirahat secara adekuat
sputum untuk mebantu mengurangi kerja pernapasan.
NOC Label >> Respiratory NIC Label >> Airway Management
status: Gas Exchange 7. Monitor status pernapasan dan status oksigenasi pasien
- PaO2 normal (80-100 Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung
mmHg) pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status
- PaCO2 normal (35-45 kesehatan umum.
mmHg) 8. Berikan posisi semifowler pada pasien
- PH normal (7,35-7,45) Rasional: Posisi kepala yang lebih tinggi memungkinkan
- SatO2 normal (95- upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat. Tindakan ini
100%) meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
- Tidak ada sianosis pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi.
- Tidak ada penurunan 9. Lakukan fisioterapi dada
kesadaran Rasional: Memudahkan pengenceran dan pembuangan
secret.
10. Menghilangkan sekret dengan suction, jika diperlukan

16
Rasional: Merangsang batuk atau pembersihan jalan
nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu
melakukan karena batuk tak efektif.
11. Atur intake cairan
Rasional: Cairan dalam jumlah yang adekuat mampu
membantu pengenceran sekret sehingga lebih mudah
dikeluarkan.
12. Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas
tambahan (ronchi, wheezing, krekels, dll)
Rasional: adanya area redup yang menandakan adanya
penurunan atau hilangnya ventilasi akibat penumpukkan
eksudat.
13. Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
Rasional: nebulizer dapat membantu meningkatkan
kelembaban udara pernapasan sehingga membantu
mengencerkan sekret sehingga dapat lebih mudah
dikeluarkan
14. Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan
Rasional: Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan
PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan
metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
NIC Label >> Oxigen Therapy
15. Jaga kebersihan mulut, hidung, dan trakea, jika
diperlukan
Rasional: bersihan jalan napas yang adekuat dapat
memaksimalkan intake oksigen yang dapat diserap oleh
tubuh.
16. Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul yang
digunakan
Rasional: volume aliran oksigen harus diberikan sesuai
indikasi untuk pasien anak (1-5 liter/menit).
17. Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah diberikan
Rasional: untuk membantu menentukan terapi
berikutnya
18. Monitor tanda-tanda keracunan oksigen dan atelektasis
Rasional: oksigen yang berlebihan dalam tubuh sangat
berbahaya karena oksigen dapat mengikat air dan dapat
menyebabkan dehidrasi.
19. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen tambahan selama aktifitas dan/atau
tidur
Rasional: membantu pasien memenuhi kebutuhan
oksigen saat istirahat.
NIC Label >> Respiratory Monitoring
20. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha napas
pasien
Rasional: Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan

17
terjadi peningkatan kerja nafas. Pernafasan dangkal.
Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.
21. Catat pergerakkan dinding dada, lihat kesimetrisan
dinding dada, penggunaan otot-otot bantu pernapasan,
dan retraksi otot supraklavikular dan intercostal
Rasional: penggunaan otot bantu pernapasan
mengindikasikan adanya disstress pernapasan.
22. Monitor pola napas pasien (takipnea, hiperventilasi,
pernapasan Kussmaul, Cheyne-Stokes)
Rasional: Adanya takipnea, hiperventilasi, pernapasan
Kussmaul, Cheyne-Stokes mengindikasikan
perburukkan kondisi pasien
23. Perkusi dada anterior dan posterior dari apeks sampai
basis bilateral
Rasional: Suara perkusi pekak menunjukkan area paru
yang terdapat eksudat
24. Monitor hasil foto thoraks
Rasional: pada pneumonia biasanya tampak konsolidasi
dan infiltrat pada lobus paru.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (tumor paru),


ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, pasien mengeluh nyeri
dengan skala 1-10, pasien tampak gelisah, pasien tampak meringis
kesakitan, TD meningkat (>120/80 mmHg), nadi meningkat
(>100x/mnt), pasien tampak memegangi bagian yang nyeri.
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label>>Pain management
keperawatan selama…..x … jam a. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap
diharapkan nyeri dapat nyeri, meliputi lokasi, karasteristik, onset/durasi,
berkurang, dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, serta faktor-faktor
NOC Label>> Pain level: yang dapat memicu nyeri.
- Pasien tidak melaporkan Rasional: pengkajian berguna untuk mengidentifikasi
adanya nyeri (skala 5 = nyeri yang dialami pasien meliputi lokasi,
none) karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
- Pasien tidak merintih nyeri serta faktor-faktor yang dapat memicu nyeri
ataupun menangis (skala 5 pasien sehinggga dapat menentukan intervensi yang
= none) tepat.
- Pasien tidak menunjukkan b. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari
ekspresi wajah terhadap ketidaknyamanan.
nyeri (skala 5 = none) Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman
- Pasien tidak tampak pasien secara non verbal maka dapat membantu
berkeringat dingin (skala 5 mengetahui tingkat dan perkembangan nyeri pasien.
= none) c. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam
- RR dalam batas normal mengkaji pengalaman nyeri dan menyampaikan
(16-20 x/mnt) (skala 5 = penerimaan terhadap respon pasien terhadap nyeri.

18
normal) Rasional: membantu pasien dalam
- Nadi dalam batas normal menginterpretasikan nyerinya.
(60-100x/mnt) (skala 5 = d. Kaji tanda-tanda vital pasien.
normal) Rasional: peningakatan tekanan darah, respirasi rate,
- Tekanan darah dalam batas dan denyut nadi umumnya menandakan adanya
normal (120/80 mmHg) peningkatan nyeri yang dirasakan.
(skala 5 = normal) e. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
NOC Label >> Pain control ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan, pencahayaan,
- Pasien dapat mengontrol kebisingan.
nyerinya dengan Rasional: membantu memodifikasi dan menghindari
menggunakan teknik faktor-faktor yang dapat meningkatkan
manajemen nyeri non ketidaknyamanan pasien.
farmakologis (skala 5 = f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non
consistently demonstrated) farmakologi, (mis: teknik terapi musik, distraksi,
- Pasien dapat menggunakan guided imagery, masase dll).
analgesik sesuai indikasi Rasional: membantu mengurangi nyeri yang
(skala 5 = consistently dirasakan pasien, serta membantu pasien untuk
demonstrated) mengontrol nyerinya.
- Pasien melaporkan nyeri g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai
terkontrol (skala 5 = indikasi.
consistently demonstrated) Rasional: membantu mengurangi nyeri yang
dirasakan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Volume I . Bandung: Yayasan


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.

Mansjoer, Arief. Dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: EGC

Sylvia & Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008.
Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby
Elsevier.

19
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC.
Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby Year
Book, Toronto.

20

Anda mungkin juga menyukai