Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kanker esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada


esofagus. Kanker ini pertamakali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun
1913 reseksi pertama kali suksesdilakukan oleh Frank Torek, pada tahun1930-an,
Oshawa di Jepang dan Marshall di AmericaSerikat berhasil melakukan
pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekontruksi
(fisichella,2009). Epidemiologi pada tahun 2000 kanker terbanyak no. 8 412,000
kasus baru per tahun,penyebab kematian nomor 6 dari kematian akibat kanker,
338.000 kematian per tahun.Pada tahun2002, 462.000 kasus baru, dan 386.000
kematian (Parkin DM,lancet oncol 2001 danCa Cancer J.Clin,2005)
Kanker esophagus menunjukkan gambaran epidemiologi yang unik
berbeda dengan keganasan lain.kanker esophagus memiliki variasi angka kejadian
secara geografis berkisar dari 3 per 100.000penduduk di Negara barat samapai
140 kejadian per 100.000 penduduk di asia tengah. Kanker esofagus adalah salah
satu tumor dengan tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk,walaupun sudah
dilakuakan diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus juga
merupakan salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah,dengan 5 year
survival rata-rata kira-kira 10 %, survival rates ini terburuksetelah kanker
hepatobilier dan kanker prankeas (Alidina,2004).
Secara fisiologis jaringan esofagus distratafikasi oleh epitel non keratin
skuamosa.Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari epitel terjadi akibat
stimulus iritasi kronik ageniritan, alkohol, tembakau, dan beberapa komponen
nitrogen diidentifikasisebagai karsinogenikiritan (Fischella,2009). Adanya kanker
esofagus bisa menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan
dan efek kompresi oleh tumor.Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi
terhadap tumor. Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar
mediastinum.
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari penyakit kangker esophagus ?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit kangker esophagus ?
3. Bagaimanatandadan gejala dari penyakit kangker esophagus ?
4. Bagaimana patofisiologidari penyakit kangker esophagus ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit angker esophagus ?
6. BagaimanaWOC dari penyakitkangker esophagus ?
7. Bagaimana penatalaksanaanpada penyakit kangker esophagus ?
8. Bagaimana askep teori pada penyakit kangker esophagus ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit kangker esofagus.
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit kangker esofagus.
3. Untuk mengetahui tandadan gejaladari penyakit kangker esofagus.
4. Untuk mengetahui patofisiologidari penyakit kangker esofagus.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit kangker esofagus.
6. Untuk mengetahuiWOC daripenyakit kangker esofagus.
7. Untuk mengetahuipenatalaksanaanpada penyakit kangker esofagus.
8. Untuk mengetahui askep teori pada penyakitkangker esofagus.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.
Kanker esofags pertama kali dideskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913
reseksi pertama sukses dilakukan oleh Frank Torek. Pada tahun 1930-an, Oshawa
di Jepang dan Marshall di Amerika Serikat berhasil melakukan pembedahan
pertama dengan metode Transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi (fisichella,
2009).

Kemajuan dari ilmu medis dalam intervensi kanker esofagus melalui


intervensi kemoterapi, radioerapi, dan pembedahan memberikan dampak [ada
asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan kanker espfagus. Semakin
lamanya prediksi usia bertah hidup, adanya intervensi medis memberikan sebagai
masalah keperawatan pada pasien dan memberikan implikasi pada perawat untuk
memberikan intervensi yang sesuai degan kondisi individu agar permasalahanya
dapat diturunkan atau dihilangkan.

2.2 Etiologi
Penyebab pasti kanker esofagus tdak diketahui, tetapi ada beberapa faktor
yang dapat menjadi predisposisi yang diperkirakan berperan dalam patogenesis
kanker. Predisposisi penyebab kanker esofagus biasanya berhubungan terpajannya
ukosa esofagus dari aden berbahaya atau stimulis toksik, yang kemudian
menghasilkan terbentuknya displasia yang bias menjadi karsinoma.

Beberapa faktor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel


sekuamosa, seperti berikut ini.

1. Definisi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan


riboflavin pada ras cina memberikan kontribusi besar terbentunya kanker esofagus
(doily C, 2006).
4

2. Pada faktor merokok sigaet dapenggunaan alcohol secara kronik


merupakan faktor penting yang berhubungan dgan meningkatnya risiko kanker
esofagus (edmondso, 2008).
3. Infeksi papiloma virus pada manusia dan helicobacter pylory disepakati
menjadi faktor yang memberi kontribusi peningkatan risiko kanker esofagus
(fisichella, 2009)
Penyakit refluks gastroesofageal menjadi fator predisposisi utama terjadinya
adenokarsinoma pada esofagus.faktor irirtasi dari bahan refluks asam danaram
empedu didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15 % pasien yang dilakukan
pemeriksaan endoskopik mengalami disflasia yang menuju ke kondisi
adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks gastroesofageal sering berhubungan
dengan penyakit barretesofagus yang berisiko menjadi keganasan (thornton,
2009).

2.3 Tanda dan Gejala


Gejala awal kanker esophagus tidak terlalu jelas, lebih dari separuh pasien
dengan metastasis sistemik pada saat diagnosis, setelah 5 tahun operasi tingkat
kelangsungan hidup hanya 25% sampai 40%. Oleh karena itu, memahami gejala
kanker esophagus, berdampak pada pendeteksian dan pengobatan dini untuk
meningkatkan harapan hidup.
1. Pada tenggorokan terasa aneh, dan tersedak ketika menelan makanan
2. Saat menelan tulang dada terasa panas, perih atau sakit seperti tertarik
3. Kesulitan menelan, sehingga tidak bisa makan, sering disertai muntah, nyeri
di perut, penurunan berat badan dan gejala lain
4. Kesulitan makan yang terus menerus dapat menyebabkan gizi buruk,
penurunan berat badan, chacexia, dapat terjadi penyebaran kanker, tekanan, dan
komplikasi lainnya.
5

2.4 Patofisiologi
Secara fislogis jaringan esofagus distratafikasi oleh epitel non keratin
sekuamosa. Karsinoma sel sekuamosa yang meningkat dari epitel yang terjadi
akibat stimulus iritasi kronik agen iritan. Alkohol, tembakau, dan beberapa
kopone nitrogen di identifisi sbagai karsinogenik iritan (fisichella, 2009).
Penggunaan alcohol dan tembakau secara prinsip menjadi faktor risiko utama
terbentuknya karsinoma sel sekuamosa. American Cancer Society mencatat
bahwa kombinasi yang lama antara minum alkohol dan tembakau akan
meningkatkan pembentukan subtansi faktor risiko yang lebih tinggi. Nitrosamine
dan komponen lain nitrosil didalam acar (asinan). Daging bakar atau makanayang
diasinkan memberikan kontribusi peningkatan karsinoma sel sekuoamosa pada
esofagus ( thornton, 2009).
Pendapat lain meyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian
karsinoma sel sekuamosa pada esofagus dengan kosumsi kronik air hangat
(smeltzer, 2002), konsumsi sirih, asbestos, plusi udara, dan diet tinggi bumbu
rempah. Akan tetapi, pebdapat lain menyebutkan hal sebaliknya, dimana
konsumsi diet tinggi buah dan sayur-sayuran justru menjadi faktor protektif untuk
terjadinya karsinoma sekuamosa (fisichella, 2009)

Bebrapa kondisi medis yang dipercaya meningkatkan karsinoma sel


sekuamosa, seperti akalasia, striktur, tumor kepala dan leher, penyakit Plummer-
Finson syndrome, serta terpajan dari radiasi. Karsinoma sel sekuamosa meningkat
pada akalasia setelah periode 20 tahun kemudian. Hal ini dipercaya akibat iritasi
yang lama dari material lambung. Pada pasien striktur, akibat kondisi kontak
dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3% karsinoma sel sekuamosa
setelah 20-40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan dengan karsinoma sel
sekuamosa yang disesbabkan oleh faktor penggunaan alcohol dan tembakau.
Penyakit Plummer-Finson syndrome akan mengalami disfagia, anemia difiensi
besi, dan web esofagus. Kondisi ini akan meningkatkan insiden kejadian
karsinoma sel sekuamosa post trikoid (enzinger, 2003).

Adeno karsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengan dan bagian
bawah esofagus. Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan
6

dengan refluks gastroesofageal kronik. Metaplasia pada stratifikasi normal


epitelium sekuamosa bagian distal akan terjadi dan menghasilkan epitelium
glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel Barret perubahan genetic
pada epitelium meningkatkan kondisi displasia dan secara progesif membentuk
adenokarsinoma pada esofagus (papinemi, 2009)

Penyakit refluks gastroesofageal merupakan faktor penting terbentuknya


epitel barret. Pada pasien dengan penyakit refluks esofageal, sekitar 10%
menghadirkan epitel barret dan pada pasien denga adanya epitel barret sekitar 1%
akan terbentuk adeno karsinoma esofagus. Oleh karna itu diperlukan untuk
dilakukan biopsy endoskopik untuk menurunkan resiko keganasan pada esofagus
(fisichella, 2009)

Adanya kanker esodagus bisa menghasilkan metastasis kejaringan sekitar


akibat inflasi jaringan dan efek kopresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat
timbul karna terapi terhadap tumor. Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di
sekitar mediastinum. Inflasi ke aorta mengakibatkan perdarahan masif ; invasi
keperikardium terjadi temponade jantung atau sindrum vena kava superior ; invasi
keserabut saraf menyebabkan suara serak stau disfagia ; infasi kesaluran nafas
mengakibatkan fistula trakeoesofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan
komplikasi serius dan progresif mempercepat kematian. Sering terjadi obtruksi
esofagus dan komplikasi yang paling sering terjadi adalah pneumonia aspirasi
yang pada gilirannya akan menyebabkan abses paru dan empiema. Selain itu, juga
dapat terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau
perdarahan. Perdarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi sampai perdarahan akut masif. Pasien sering tampak
malnutrisi, lemah, emasiasi, dan gangguan system imun yang kemudian akan
menyulitkan terapi (wang, 2008).

Adanya kanker esofagus baik karsinoma sel sekuamosa atau adeno


karsinoma esofagus memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien.
7

2.5 WOC

Predisposisi stimulus iritasi kronik agen iritan Alkohol, Refluks gastroesofageal kronik
tembakau, dan beberapa komponen nitrogen

Kontak mukosa esofagus dengan asam


lambung dan garam empedu
Kontak dengan agen karsinogenik iritan

Perubahan genetik pada epitel skuamosa


Perubahan genetic pada epitalium Displasia epitel Barret
Displasia epitel Barret

Adenokarsinoma esofagus

Karsinoma sel skuamosa


D esofagus

Kanker esofagus
Kalasia, striktur, tumor
kepala dan leher, penyakit
Sindrom lummer-Vinson, Invansi jaringan dan efek Resiko tinggi Injuri
dan terpajannya radiasi kompresi oleh tumor

Kompresi saraf lokal Disfagia Intervensi Respons


anoreksia radiasidan Intervensi bedah
psikologis
kemoterapi transthorasik
Nyeri retrosternal esophagectomy

Intake nutrisi tidak


adekuat Kecemasan
Nyeri
pemenuhan
informasi preoporatif

Aktual/risiko ketidak
seimbangan nutrisi kurang Perubahan intake
dari kebutuhan nutrisi pascaoperasi

Luka pascaoperasi
Respon serabut lokal Kerusakan jaringan
lunak pascaoperasi

Penurunan kemampuan batuk efektif Port de entrée


pascaoperasi

Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan


nafas efektif Risiko infeksi
8

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pada pengkajian diagnosistik untuk kanker esofagus yang diperlukan


adalah pemeriksaan radiografi,endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.

1. Pemeriksaan radiolografi.
a. Dengan buburbarium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian
besar kasus dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosif dan
kasar pada bagian esofagus yang terkena. Bila terdapat penyempitan pada
bagian distal oleh penyebaran tumor ini dari daerah kardia lambung. Hal
ini harus dapat dibedakan dengan akalasia.
b. CT scan. Untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan
diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.
2. Endoskopi dan biopsi
Pemeriksaan endoskopi dan biospsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma
esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinomaepidermal dan
adenokarsinoma. Pada pemeriksaan tersebut diperlukan beberapa biospsikarena
terjadi penyebaran ke submukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya
karsinoma epidermal oleh sel epitel skuamosa yang normal.
3. Sitologi
Pemeriksaan sitologik didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut.
Sel-sel tumor juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah
pemeriksaan endoskopik.
4. Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui apakah
ada metastasis pada hati.
9

2.7 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging)
dan pengelompokan stadium tumor. Penatalaksaan yang lazim dilakukan adalah
intervensi nonoperasi dan intervensi operasi.
1. Intervensi nonoperasi
a. Radiasi.
Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi
eksternal memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat radiasi
sering berupa strikura, fistula, dan perdarahan, selain itu. Terkadang juga
dijumpai komplikasi kardiopulmoral (enzinger, 2003)
b. Kemoterapi.
Kemoterapi dapat diberikan sebagai perlengkap terapi operasi dan terapi
radiasi. Biasanya digunakan kemoterapikombinasi sisplatin bersama
paclitaxel dan 5 fluorouracil dimana memberikan respons sempurna pada
37% pasien ( le prise, 1994)
c. Terapi leser (Nd:YAG laser)
Pemberian intervensi terapi leser (Nd:YAG laser) dapat membantu
menurunkan secara sementara kondisi disfagia pada 70% pasien kanker
esofagus. Pelaksanaan secara multipel yang dibagi pada beberapa sesi
dapat meningkatkan kepatenan lumen esofagus (wang, 2008)
d. Photodynamic therapy (DPT)
DPT dilakukan pada pasien dengan keganasan jaringan displastik.
Fotosintesis mentranfer energi ke substrat kimia pada jaringan abnormal.
Beberpa studi DPT atau terapi laser dengan kombinasi penghambat asam
jangka panjang (longterm acid inhibition) menghasilkan terapi endostopik
yang pada displasia mukosa berret dan mengeliminasi mukosa barret
(fisichella, 2009)
2. Intervensi bedah.
Esofagotomi dilakukan melalui insisi abdominal dan servikal melewati
hiatus esofagus/THE (transhiatal esophagectomy)atau dengan cara insisi
abdominal dan toraks kanan/TTE (transthoracic esophagectomy). Pada
transhiatal esophagectomy rongga dada tidak dibuka. Ahli bedah melakukan
10

manuver transhiatal dengan mengangkat esofagus secara manual dari rongga


toraks. Pada transthoracic esophagectomy bagian tengah dan bawah esofagus
diangkat melalui rongga toraks yang dibuka. Pembukaan abdomen dilakukan
agar dapat memobilisasi lambung untuk memudahkan reseksi (mackenzie,
2004).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER ESOFAGUS

3.1 ASKEP TEORI


Pengkajian
Pada pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker esofagus.
Keluhan disfagia terdapat pada hampir semua pasien yang mengalami kanker
esofagus. Pada keluhan disfagia berat, apabila didapatkan pasien tidak bisa
meneguk air minum, maka memberikan indikasi pembesaran tumor telah
menyumbat lumen esofagus.
Pada pengkajian riwayat penyakit, penting untuk diketahui adanya
penyakit yang pernah diderita seperti refluks gastroesofageal, akalasia, striktur
esofagus, dan tumor pada kepala atau leher. Pengkajian kebiasaan yang
mendukung peningkatan risiko juga dilakukan, seperti penggunaan akohol dan
tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan, daging bakar, atau ikan asin.
Selain itu, perawat juga mengkaji apakah selama riwayat penyakit tersebut juga
disertai adanya penurunan berat badan.
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat
setelah mendapat pemberitahuan tentang kondisi kanker esofagus. Pengkajian
pengetahuan pasien tentang program pengobatan kanker meliputi radiasi,
kemoterapi, dan pembedahan reseksi esofagus sehingga dapat memberikan
manisfestasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi individu.
Walaupun pada pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk
menegakkan diagnostik, tetapi pada pemeriksaan gastrointestinal akan didapatkan
11

adanya anoreksia, muntah, dan muntah darah (dengan material seperti tumpukan
kopi). Pada pemeriksaan feses didapatkan feses berwarna gelap yang menandakan
adanya perdarahan pada saluran gastrointestinal.
Pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya penurunan berat badan
dan pasien terlihat kurus. Apabila invasi metastatis sudah mengenai
trakeoesofageal, pada pasien akan didapatkan adanya perubahan suara bicara yang
menandakantelah terjadi invasi ke nervus laringeus rekurens atau aspirasi kronik.
Batuk kronik dapat terjadi karena aspirasi kronik atau fidtula trakeoesofageal yang
pada gilirannya juga mengakibatkan batuk-batuk saat menelan. Komplikasi
pulmonal lainnya yang sering terjadi adalah pneumonia. Pada pasien juga
didapatkan adanya nyeri pada retrosternal yang tidak berkurang dengan
melakukan istirahat. Pada beberapa kasus juga didapatkan adanya gangguan
pernapasan akibat aspirasi makanan yang belum dicerna atau invasi
trakeobronkial oleh tumor.
Diagnosis keperawatan
1. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi,
radioterapi, rencana embedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.
2. Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah reseksi esofagus.
3. Aktual/resiko ketidakefektifan kebersihan jalan napas b.d kemampuan batuk
menurun, nyeri pasca operasi.
4. Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kurangnya intake makanan yang adekuat.
5. Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan.
6. Resiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pasca bedah.
7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana
pembedahan.
12

Intervensi Keperawatan
1. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi
kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus, dan rencana
perawatan rumah

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.


Kriteria evaluasi :
- Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
- Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
tentang prosedur diagnostik, kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat
intervensi kemoterapi, radiasi, menggunakan pendekatan yang sesuai
pembedahan esofagus, dan rencana dengan kondisi individu pasien. Dengan
perawatan rumah. mengetahui tingkat pengetahuan tersebut
perawat dapat lebih terarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien
dan efektif.
Cari sumber yang meningkatkan Keluarga terdekat dengan pasien perlu
penerimaan informasi. dilibatkan dalam pemenuhan informasi
untuk menurunkan resiko misinterpretasi
terhadap informasi yang diberikan.
Jelaskan tentang terapi dengan Pasien perlu mengetahui bahwa
kemoterapi kemoterapi diberikan sebagai
perlengkapan terapi operasi dan terapi
radiasi.
Jelaskan ten tang radiasi terapi Pengetahuan tentang karsinoma esofagus
bersifat radiosensitif dan pada
kebanyakan pasien, radiasi eksternal
memberikan efek penyusutan tumor
sehingga akan menambah semangat pada
13

pasien untuk melakukan terapi.

2. Resiko injuri b.d pascaprosedur reseksi esofagus

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak


mengalami injuri.
Kriteria hasil :
- Ttv dalam batas normal.
- Kondisi kepatenan selang dada optimal.
- Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi Rasional
Lakukan perawatan di ruang insentif. Untuk menurunkan resiko injuri dan agar
mempermudahkan intervensi pasien
selama 48 jam di rawat di ruang insentif.
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan Pada saat pascaoperasi, pada pasien akan
resiko injuri. terdapat banyak drain pada tubuh pasien.
Ketrampilan keperawatan kiritis
diperlukan agar pengkajian vital dapat
sistematis dilakukan.
Kaji status neurologis dan laporkan Pengkajian status neurologis dilakukan
apabila terdapat perubahan secara pada setiap pergantian sif jaga. Setiap
neurologis. adanya perubahan status neurologis
merupakan salah satu tanda terjadi
komplikasi bedah. Penurunan
responsivitas, perubahan pupil, gangguan
atau kelemahan yang bersifat satu sisi
(uniteral), ketidakmampuan dalam
kontrol nyeri atau perubahan neurologis
lainya perlu dilaporkan pada tim medis
untuk mendapatkan intervensi
selanjutnya.
14

3. Aktual/risiko ketidak efektifan jalan napas b.d kemampuan batuk menurun,


nyeri pasca operasi

Intervensi Rasional

Kaji dan monitor jalan napas Deteksi awal untuk interpretasi


intervensi selanjutnya. Salah satu cara
untuk mengetahui apakah pasien
bernapas atau tidak adalah dengan
menempatkan telapak tangan dengan
diatas hidung dan mulut pasien untuk
merasakan hembusan napas. Gerakan
toraks dan diafragma tidak menandakan
pasien bernapas

Beri oksigen 3 liter/menit Pemberian oksigen dilakukan pada fase


awal pasca operasi. Pemenuhan
oksigen dapat membantu meningkatkan
PaO² dicairan otak yang akan
mempengaruhi pengturan pernapasan.

Bersihkan sekresi pada jalan napas dan Kesulitan pernapasan dapat terjadi
lakukan suctioningapabila kemampuan akibat sekresi lender yang berlebihan.
mengevakuasi secret tidak efektif Membalikkan pasien dari satu sisi ke
sisi lainnya memungkinkan cairan yang
terkumpul untuk keluar dari sisi mulut.
Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat
dibuka secara manualdengan spatel
lidah yang dibungkus kasa, tetapi hati-
hati.

Mucus yang menyumbat faringatau


trakea diisap dengan ujung pengisap
15

faringeal atau kateter nasal yang


dimasukkan kedalam nasofaring atau
orofaring.

Instruksikan pasien untuk pernapasan Pada pasien pascaoperasi dengan


dalam dan melakukan batuk efektif tingkat toleransi yang baik, maka
pernapasan diafragma dapat
meningkatkan ekspansi paru. Untuk
memperbesar ekstansi dada dan
pertukaran gas, beragam tindakan
sebagai berikut. Sebagai
contoh,meminta pasien untuk menguap
atau dengan melakukan inspirasi
maksimal.

Evaluasi dan monitor keberhasilan Apabila tingkat toleransi pasien tidak


intervensi pembersihan jalan napas optimal, maka lakukan kolaborasi
dengan tim medis untuk segera
dilakukan terapi endoskopi atau
tamponade balon.

4. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake
makanan yang adekuat

Intervensi Rasional

Intervensi non operasi:

 Anjurkan pasien makan  Makanan dapat lewat dengan mudah ke


dengan
perlahan dan mengunyah makanan lambung
dengan seksama.

 Beberapa pasien mungkin mengalami


16

 Evaluasi adanya alergi makanan dan alergi terhadap beberapa penyakit lain,
kontraindikasi makanan seperti diabetes mellitus, hipertensi,
gout, dan lainnya sehingga memberikan
manifestasi terhadap persiapan
komposisi mkanan yang akan
diberikan.
 Sajikan makanan dengan cara yang
menarik  Membantu merangsang nafsu makan.

Intervensi pascabedah:

 Kaji kondisi dan toleransi  Setelah esofagektomi pasien tidak boleh


gastro
intestinal pasca esofagektomi mendapat asupan apapun dari mulut
dalam waktu 7 x 24 jam untuk
menghindari kebocoran pada
anastomosisi atau formasi fistula.
Pasien akan memakai selang nasogastric
yang terpasang pada alat pengisap
berkelanjutan dengan tekanan rendah.

 Lakukan perawatan mulut  Intervensi ini untuk menurunkan risiko


infeksi oral
 Masukkan 10-20 ml cairan sodium
 Pembersihan ini selain untuk menjaga
klorida setiap sif jaga melalui selang
nasogastrik kepatenan selang nasogatrik juga untuk
menigkatkan penyembuhan pada area
pascaesofagektomi

5. Nyeri b.d iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan

Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan


tindakan pereda nyeri honfarmakologi relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam
17

dan nonvasif mengurangi nyeri.

Lakukan manajemennyeri keperawatan Melaporkan dengan kaeadekuatan


meliputi: control nyeri akan menurunkan risiko
gangguan kardiovaskuler, mempercepat
hari rawat, dan menurunkan tingkat
kematian pasca esofagektomi
transtorakal.
 Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
 Pendekatan PQRST dapat secara
komperhensif menggali kondisi nyeri
pasien. Apabila pasien mengalami skala
nyeri 3 (0-4), hal ini merupakan
peringatanyang perlu perawat waspadai
karena memberikan manifestasi
klinikyang bervariasi dari komplikasi
pascaoperasi esofagektomi.
 Istirahatkan pasien pada saat nyeri
muncul
 Istirahat secara fisiologis akan
menurunkan oksigen yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.

 Ajarkan teknik relaksasi pernapasan


pada sat nyeri muncul

 Meningkatkan intake oksigen sehingga


akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia intestinal

Kolaborasi dengan tim medis untuk Analgesic diberikan untuk membantu


pemberian: menghambat stimulus nyeri ke pusat
18

 Analgesic via-intravena persepsi nyeri di korteks serebri


sehingga nyeri dapat berkurang

6. Risiko tinggi infeksi b.d adanya port dan entrée dari luka pembedahan

Intervensi Rasional

Kaji jenis pembedahan, hari Mengidentifikasi kemajuan atau


pembedahan, dan apakah adanya order penyimpangan dan tujuan yang
khusus dari tim dokter bedah dalam diharapkan
melakukan perawatan luka.

Buat kondisi balutan dalam keadaan Kondisi bersih dan kering akan
bersih dan kering menghindari kontaminasi komensal dan
akan menyebabkan respons inflamasi
local dan akan memperlama
penyembuhan luka.

Kolaborasi penggunaan antibiotic Antibiotic injeksi diberikan selama tiga


hari pascaoperasi yang kemudian
dilanjutkan antibiotic oral sampai
jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji
adanya reaksi dan riwayat alergi
antibiotic, serta memberikan antibiotic
sesuai pesanan dokter

7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi

Intervensi Rasional

Monitor respons fisik, seperti Digunakan dalam mengevaluasi


kelemahan, perubahan tanda vital, dan derajat/tingkat kesadaran/ konsentrasi,
gerakan yang berulang-ulang. Cacat khususnya ketika melakukan
kesesuaian respons verbal dan non komunikasi verbal.
19

verbal selama komunikasi.

Anjurkan pasien dan keluarga untuk Memberikan kesempatan untuk


mengungkapkan dan mengekspresikan berkonsentrasi, kejelasan, dan rasa
rasa takutnya takut, dan menguragi cemas yang
berlebihan.

Kolaborasi:berikan anticemas sesuai Meningkatkan relaksasi dan


indikasi meurunkan kecemasan

Contohnya:diazepam

 Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut:
1. Terpenuhinya informasi pemeriksaan diagnosa intervensi kemoterapi,
radiasi dan prabedah
2. Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah
3. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
4. Terjadi penurunan respon nyeri
5. Tidak terjadi infeksi pascabedah
6. Kecemasan pasien berkurang
20

3.2 Kasus kangker esofagus

STUDI KASUS

Tn N berusia 23 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan kesulitan


menelan,sering disertai muntah ,pada tenggokan terasa aneh dan tersedak ketika
menelan makanan. Keluarga Pt mengatakan takut dan khawatir karena tidak
pernah Pt mengalami sakit saperti ini, begitupun dengan anggota keluarga yang
lain dan tidak pernah mendapatkan terapi sebelumnya. Pt juga terlihat cemas
terhadap penyakitnya begitupun dengan keluarganya. Setelah dilakukan
pemeriksaan didapatkan TTV: N: 115x/m, S: 36,5, TD: 120/80 mmHg, RR:
22x/mnt, skala nyeri 5, BB sebelum pemeriksaan 63 Kg, saat pemeriksaan 60 Kg.
pemeriksaan lab: HB: 12g/dl, leukosit 5.000/ul, hematocrit: 45%.pada
pemeriksaan radiolodi (bubur barium) ditemukan tumor dengan permukaan
erosive dan kasar di esophagus.

1. PENGKAJIAN

Tanggaladministrasi :21Maret 2017

Pukul : 9.30 WIB

No. Reg : 11

Tanggal pengkajian : 21 Maret 2017

1. IdentitasPasien :
Nama :tuan N
TTL : gresik, 4 juli 1995
Umur : 23th
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : jln mawar no.5, surabaya
Agama : islam

Diagnosa : kangker esofagus


21

I. RIWAYAT PENYAKIT DAN KESEHATAN


1. KeluhanUtama: kesulitan menelan
2. RiwayatPenyakitSekarang: Tn N berusia 23 tahun datang ke rumah sakit dengan
keluhan kesulitan menelan, sering disertai muntah ,pada tenggokan terasa aneh
dan tersedak ketika menelan makanan. Pt juga mengatakan saat menelan dada
terasa panas,perih dan sakit seperti tertarik. Keluarga Pt mengatakan tidak pernah
Pt mengalami sakit saperti ini, begitupun dengan anggota keluarga yang lain dan
tidak pernah mendapatkan terapi sebelumnya

II. RIWAYAT KEPERAWATAN DAHULU


1. Riwayat penyakit dahulu: Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya
2. Riwayat alergi:Pasien belum pernah mengalami alergi sebelumnya

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit seperti Tn.R

V.PEMERIKSAAN FISIK

TTV :

S : 36,50

N :100 x/mnt

TD :110/70 mmHg

RR : 20 x/mnt

1. B1 : BREATHING (RESPIRATORY SYSTEM)

1) Inspeksi : bentuk dada simetris


22

RR: 20x/mnt
2) Palpasi : tidak ada nyeri,oedem
3) Perkusi : sonor
4) Auskultasi : vasikuler

B2 : BLEEDING (CARDIOVASCULAR SYSTEM)

1) Inspeksi : simetris
2) Palpasi : tidak ada nyeri, ataupun massa
3) Perkusi :
4) Auskultasi : Suara jantung: S1/S2 Normal
Gallop (+)

B3: BRAIN (NERVOUS SYSTEM)

1) Orientasi:
Orang : Klien mengenali

Tempat : Klien menganali keberadaannya

Waktu : Klien mengenali waktu

2) Kesadaran : Composmentis
GCS: E4 M5V 6 jumlah : 15

Mata
Pupil: Isochors

Sclera: Putih

Conjungtiva: merah muda

Nerves disturbance :

Trismus:tidak ada

Persepsi sensori : Normal


23

B4: BLADDER (GENITOURINARY SYSTEM)

1) Inspeksi :
2) Urine output: 1.500 ml/hari
Warna : Kuning Jernih

Bau : Normal khas

3) Pola nutrisi
Pasien merasa nyeri saat menelan sehingga nafsu makan berkurang

B5: BOWEL (GASTROINTESTINAL SYSTEM – GI TRACT)

1) Inspeksi : simetris
2) Palpasi :
3) Perkusi : timpani
4) Auskultasi : bising usus normal
5) Eliminasi Alvi: 2x/hari
Consistency: lunak

B6: BONE (BONE-MUSCLE-INTEGUMENT

1) Aktivitas : Klien mampu bergerak dengan bebas


2) Keluhan ekstremitas: ekstremitas dingin
3) Back Injury : tidak ada
4) Integuments: Normal
5) Acral : dingin
6) Turgor : Baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN TERAPI

1. Laboratorium :

:HB: 12g/dl, leukosit 5.000/ul, hematocrit: 45%.Pemeriksaan radiolodi (bubur


barium) ditemukan tumor dengan permukaan erosive dan kasar di esophagus.
24

DATA ANALYSIS

DATA PROBLEM ETIOLOGY

Data Subyektif :
Pt datang ke rumah sakit Ketidakseimbangan nutrisi Ketidakmampuan menelan
dengan keluhan kesulitan kurang dari kebutuhan makanan
menelan, sering disertai
tubuh
muntah dan tersedak ketika
menelan makanan
Data objektif:
BB sebelum pemeriksaan 63
Kg, saat pemeriksaan 60 Kg
leukosit 5.000/ul, hematocrit:
45%.

Data subjektif:Pt juga


mengatakan nyeri saat Nyeri Iritasi mukosa esofagus
menelan dada terasa panas,
perih dan sakit seperti tertarik
Data objektif:
RR: 22x/mnt
N: 115x/mnt
Skala nyeri 5

24
25

Data subjektif: Kecemasan Prognosis penyakit


Pt mengatakan takut dan
khawatir karena penyakitnya

Data objektif:
Pt juga terlihat cemas
terhadap penyakitnya
begitupun dengan
keluarganya
RR: 22x/mnt
N: 115x/mnt

DIAGNOSA

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.ketidakmampuan


menelan makanan
2. Nyeri akut b.d. iritasi mukosa esofagus
3. Kecemasan b.d. prognosis penyakit

INTERVENSI & IMPLEMENTASI

Dx.keperawatan Intervensi Implementasi


 Monitoring
4. Ketidakseimbangan nutrisi BB  Mengukur BB pasien setiap hari
pasien
kurang dari kebutuhan batas normal sekali
 Berikan informasi tentang
tubuh b.d. ketidakmampuan  Menjelaskan kepada pasien dan
menelan makanan kebutuhan nutrisi keluarga akan kebutuhan nutrisi
 Kolaborasi dengan  Konsultasi dengan ahli gizi untuk
ahli
Kriteria hasil: gizi sesuai kebutuhan memberikan makanan sesuai kondisi
Berat badan naik 1 kg pasien pasien
dalam satu minggu  Kaji kemampuan pasien  Mengamati dan mengukur
Peningkatan fungsi untuk mendapatkan nutrisi kebutuhan nutrisi pasien
pengecapan dari menelan yang dibutuhkan 

25
26

5. Nyeri akut b.d.  Menentukan karakteristik nyeri


iritasi Lakukan pengkajian nyeri
mukosa esofagus PQRST  Mengamati perilaku pasien terhadap
Observasi reaksi nonverbal respon nyeri
Kiteriahasil: dari ketidaknyamanan  Berkolaborasi dengan dokter untuk
Mampu mengontrol nyeri Kolaborasi dengan dokter memberikan obat
Skala nyeri menunjukkan pemberian obat analgesic  Membatu melakukan nafas dalam
pada skala 3 Ajarkan tentang teknik ataupun dengan musik
 non farmakologi 

 Monitor TTV  Mengkaji dan mengukur TTV 2x


Kecemasan b.d. prognosis
 Gunakan pendekatan yang setiap hari
penyakit
menenangkan  Menjalin hubungan saling percaya
  Konsultasi dengan dokter pemberian
Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat untuk obat
Kriteriahasil:
mengurangi kecemasan  Menjelaskan kepada pasien setiap
Pasien mampu mengontrol
 Jelaskan semua prosedur tindakan yang dilakukan dan respon
cemas
dan apa yang dirasakan pasien terhadap tindakan
TTV dalam batas normal
selama prosedur

26
27

3.4 Evaluasi
NO Waktu Tindakan catatan perkembangan TTD
Dx Tgl/jam
1 21-03- Mengukur BB pasien S: pasien mengatakan TTD
2017 setiap hari sekali sudah mampu menelan
(13.00) Menjelaskan kepada O: BB: 61 kg
pasien dan keluarga akan A: masalah teratasi
kebutuhan nutrisi P: intervensi dihentikan
Konsultasi dengan ahli
gizi untuk memberikan
makanan sesuai kondisi
pasien
Mengamati dan mengukur
kebutuhan nutrisi pasien

2 21-03- Lakukan pengkajian nyeri S: pasien mengatakan TTD


2017 PQRST sudah mampu mengontrol
(15.00) Observasi reaksi nonverbal nyeri
dari ketidaknyamanan O:
Kolaborasi dengan dokter Skala nyeri 3
pemberian obat analgesic RR: 21x/mnt
Ajarkan tentang teknik A:masalah belum teratasi
non farmakologi P:intervensi dilanjutkan
1.

27
28

3 21-03- Monitor TTV S:S: pasien mengatakan TTD


2017 Gunakan pendekatan yang mampu mengontrol cemas
(19. 00) menenangkan O:
Kolaborasi dengan dokter TTV:
pemberian obat untuk RR: 20x/mnt
mengurangi kecemasan N: 100x/mnt
Jelaskan semua prosedur S: 36.5
dan apa yang dirasakan TD:110/70 mmHg
selama prosedur A:masalah teratasi
P:intervensi dihentikan

28
29

BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan
Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker
esofags pertama kali dideskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913
reseksi pertama sukses dilakukan oleh Frank Torek. Pada tahun 1930-an,
Oshawa di Jepang dan Marshall di Amerika Serikat berhasil melakukan
pembedahan pertama dengan metode Transtoraks esofagotomi dengan
rekonstruksi (fisichella, 2009).

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita harus memahami gejala-gejala bahwa pasien
tersebut menderita kanker esfagus. Dengan begitu penanganannya akan lebih
cepat dan kita harus menjelaskan kepada pasien untuk tidak terlalu cemas akan
penyakitnya. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama antara perawat dengan
pasien agar semuanya bisa berjalan lancar sesuai keinginan.

29
30

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif.2009.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika.

Brunner &Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Vol


1. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. BukuSakuPatofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC

Muttaqin,Arif. 2011. Gangguan gastrointestinal. Jakarta :Salemba Medika

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: KonsepKlinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC

30

Anda mungkin juga menyukai