Anda di halaman 1dari 3

Dewasa ini media massa memegang peranan krusial sebagai penyaji berita-berita terkini dan aktual

kepada masyarakat luas. Media senantiasa memberitakan informasi dan peristiwa yang terjadi setiap
hari untuk memenuhi informasi kebutuhan masyarakat. Sebagai pemegang peranan krusial, yakni
penyaji berita terkini, media kini bertransformasi menjadi sumber kekuasaan, karena berita-berita
yang disajikan oleh media dapat menjadi kontrol sosial terhadap pola pikir masyarakat, baik itu dalam
pembentukan opini dan pendapat, membangun kepercayaan, bahkan mengubah perilaku dan sikap
masyarakat terkait topik yang dibahas dalam berita tersebut.
Media juga memiliki peran kontrol sosial terhadap pelaksanaan pemerintahan dan pelaksanaan
kewajiban para aparatur negara. Oleh sebab itu, dalam penulisan dan penyampaian informasi yang ada
media perlu memberikan perhatian yang khusus. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan oleh media
dalam penyusunan konteks berita. Semua data dan fakta yang diperoleh, tidak dapat begitu saja
disajikan tanpa adanya pertimbangan yang matang. Pertimbangan tersebut nantinya akan menentukan
arah pemberitaan dari media terhadap kasus yang diangkatnya. Dalam hal ini media perlu
mempertimbangkan frame berita yang akan digunakan dalam menyajikan informasi kasus atau
fenomena yang dibahasnya. Pada akhirnya pemberitaan media pun akan menggiring opini publik
seperti apa yang dibangun oleh media.
Berikut ini disajikan berita dari salah satu portal media ternama detikNews
Senin 14 Oktober 2019, 10:47 WIB
Copot Jabatan Perwira Gegara Istri Nyinyir, TNI Dikritik
Danu Damarjati - detikNews

Ilustrasi upacara pencopotan Kolonel Hendi Suhendi dari jabatan Komandan Kodim Kendari.
Jakarta - Kolonel Hendi Suhendi dicopot dari jabatan Komandan Kodim Kendari karena istrinya
nyinyir di media sosial. Ternyata, setelah itu, bermunculan kasus istri TNI yang nyinyir di medsos.
TNI diharapkan tak lagi serta-merta mencopot jabatan anggota TNI yang beristri nyinyir.
"Permasalahan yang dialami istri prajurit sebaiknya tidak berdampak pada penghukuman maupun
pencopotan sang suami dari jabatanya," kata pengamat militer sekaligus Direktur Imparsial, Al Araf,
kepada wartawan, Senin (14/10/2019).
Menurutnya, bila istri melakukan pelanggaran, bahkan bila itu tindak pidana, pertanggungjawaban
atas pelanggaran itu dilakukan secara individual oleh istri tersebut, bukan suaminya.
"Lebih lanjut, para istri yang dianggap bermasalah menggunakan media sosial sebaiknya ditegur dan
dibina oleh organisasi persatuan istri tentara atau pimpinan TNI via suaminya," kata Al Araf.
Status medsos istri tentara yang nyinyir itu terkait dengna peristiwa penusukan teroris terhadap
Menko Polhukam Wiranto. Konsekuensi gara-gara nyinyiran istri di medsos diterima oleh Serda J,
ditahan kesatuannya selama 14 hari di Markas Denkavkud, Bandung, terhitung sejak Sabtu (12/10).
Sanksi tersebut tergolong ringan dalam hukum militer.
Anggota Satpomau Lanud Muljono Surabaya, Peltu YNS, juga harus berhadapan dengan hukum
militer akibat ulah istrinya. Ia dihukum lantaran istrinya, yang berinisial FS, menulis komentar
bernuansa fitnah di media sosial tentang penusukan Wiranto.
Kolonel Hendi Suhendi harus dicopot dari jabatannya sebagai Komandan Kodim Kendari karena
istrinya, Irma Nasution, nyinyir. Meski begitu, pengacara menyatakan status Irma di media sosial tak
menyebut nama Wiranto.
Salah satu anggota Kodim 0707/Wonosobo, Kopda BD, terpaksa menerima sanksi penahanan selama
14 hari. Hal ini terjadi setelah viralnya posting-an istrinya, WW di media sosial soal penyebaran
ujaran kebencian.
"Saya berharap agar kepolisian tidak melanjutkan masalah para istri tersebut ke ranah proses hukum
melalui mekanisme peradilan umum," ucap Al Araf.
Kasus yang diangkat dalam pemberitaan ini adalah pencopotan jabatan anggota TNI karena ulah
istrinya yang berkomentar buruk terhadap kasus penusukan Menko Polhukam, Wiranto. Kasus ini
merupakan rangkaian kasus yang bermula dari penusukan Wiranto oleh pemimpin Jemaah Ansharut
Daulah (JAD) berinisial Syahril Alamsyah alias Abu Rara. Dari kasus penusukan tersebut istri
Komandan Kodim Kendari, Irma Nasution berkomentar yang bernada sinis terhadap musibah yang
dialami oleh Wiranto. Komentar tersebut berakhir dengan pencopotan jabatan sang suami, Kolonel
Hendi Suhendi dan penyelidikan yang akan dilakukan pihak kepolisian terhadap Irma Nasution.
Dalam berita yang disajikan oleh portal berita detikNews tersebut, dapat disimpulkan framing yang
dilakukan oleh media tersebut lebih mengarah kepada pelaku, yakni Irma Nasution. Media tersebut
ingin menunjukkan bahwa tidak seharusnya komentar buruk yang dilontarkan Irma Nasution berbuah
pencopotan Jabatan sang suami. Karena biar bagaimanapun Irma-lah yang harus menanggung
perbuatannya sendiri.
Dalam berita ini media hanya menyajikan sudut pandang dari pihak pelaku saja, tanpa menyajikan
alasan pencopotan jabatan dari pihak Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang mencopot jabatan
Kolonel Hendi Suhendi tersebut. Hal ini tentu merupakan bagian dari framing media untuk
membentuk alur pemberitaan media tersebut.
Namun demikian, dengan adanya framing media yang hanya menyajikan satu sudut pandang tersebut,
dikhawatirkan akan menimbulkan opini masyarakat yang tidak baik terhadap Kepala Staf Angkatan
Darat. Dengan adanya pemberitaan tersebut masyarakat bisa saja beropini bahwa hukum militer
sangat tidak adil, karena menjatuhi hukuman kepada prajurit yang anggota keluarganya melakukan
kesalahan. Dampaknya bagi masyarakat pun bisa beragam, mulai dari masyarakat yang takut
berkomentar di media sosial, maupun masyarakat yang tersadar untuk menjaga sikap dan
penuturannya dalam berkomentar.

Anda mungkin juga menyukai