Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan
berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang
digolongkan risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat
kritis. Anak dan lanjut usia umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena
mereka sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses
asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian
pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak mampu memahami proses
asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.

Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian


termasuk yang berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang
diperlukan untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis),
sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk darah), potensi yang
membahayakan pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya
kemoterapi).

Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat,
kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :

a) Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di


rumah sakit;
b) Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang sesuai;
c) Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan
dan prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko
tinggi dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka
dimasukkan dalam daftar prosedur.

Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai


akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan
trombosis vena dalam, ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka

1
dapat dicegah dengan cara melakukan pelatihan staf dan mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang sesuai.

B. PENGERTIAN
Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan
penyakit yang mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan, potensi yang
membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi.
Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal
memberikan pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya,
obat-obatan dan peralatan sesuai standard an pedoman yang berlaku. Panduan ini
disusun dalam rangka penyelenggaraaan pelayanan pasien berisiko tinggi yang
berkualitas dan mengedepankan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.

2
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN

Kelompok pasien yang berisiko atau pelayanan yang berisiko tinggi antara lain
a. Penanganan kasus emergensi;
b. Penanganan Resusitasi di seluruh unit rumah sakit;
c. Pemberian Darah Dan Produk Darah;
d. Pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma
e. Pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya menurun
f. pasien dialisis (cuci darah)
g. penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi pengekang /
penghalang.
h. pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang berisiko
diperlakukan kasar/ kejam.
i. pasien yang mendapat kemoterapi atau terapi lain yang berisiko tinggi.
.

BAB III

3
KEBIJAKAN
Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibnu Sina YW-UMI Makassar Tentang Pelayanan
Resiko Tinggi.

BAB IV

4
TATA LAKSANA

Jenis Pelayanan Pasien Yang Berisiko Tinggi


a. Penanganan Kasus Emergensi
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat)
bila tidak dilakukan pertolongan secepatnya. Pengkajian pada kasus gawat
darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian primer dan pengkajian
sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih
dahulu melakukan survey primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah
yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survey
sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi :
A. Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai
control servikal;
B. Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekual;
C. Circulation; mengecek sistem sirkulasi disertai control pendarahan;
D. Disability, mengecek status neurologis;
E. Exposure, environmel control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia.
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang
mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial
sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan
dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada
Airway Breathing Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen
merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan
karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat
jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan
pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan
menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer pada penderita
gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

5
b. Penanganan Resusitasi Jantung Paru di seluruh unit rumah sakit
Resusitasi jantung paru merupakan salah satu tindakan/usaha untuk
mengembalikan fungsi jantung paru, tanpa tindakan ini, maka henti sirkulasi
menyebabkan gangguan disfungsi serebral yang akhirnya dapat menyebabkan
kematian sel otak yang irreversible. Tujuan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
adalah untuk mengadakan kembali pembagian substrat sementara, sehingga
memberikan waktu untuk pemulihan fungsi jantung paru secara spontan. RJP
dilakukan jika ada henti nafas dan henti jantung.
c. Pemberian Darah dan Produk darah
Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran
darah penerima (resipien). Transfusi darah merupakan salah satu bagian
penting pelayanan kesehatan modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi
dapat menyelamatkan jiwa pasiendan meningkatkan derajat kesehatan.
Indikasi tepat transfuse darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi
kondisi yang menyebabkan morbiditas dan moralitas bermakna yang tidak
dapat diatasi dengan cara lain.

Terselenggaranya pelayanan transfuse yang bermutu dan aman sangat


tergantung pada upaya perbaikan mutu yang dilakukan oleh rumah sakit atau
unit trasnfusi darah secara terus menerus. WHO dalam guidelines for quality
assurance programmes for blood transfusion services (1993) memberikan
definisi mutu sebagai pemberian pelayanan atau produk yang teratur dan
dapat dipercaya serta sesusai dengan standar yang telah ditetapkan.

WHO telah mengembangkan strategi untuk transfuse darah yng aman dan
meminimalkan resiko transfuse. Startegi tersebut terdiri dari pelayanan
transfuse darah yang terkoordinasi secara nasional, pengumpulan darah hanya
dari donor sukarela dari populasi resiko rendah, pelaksanaan skrinning
terhadap semua darah donor dari penyebab infeksi serta pelayanan
laboratorium yang baik disemua aspek, termasuk golongan darah, uji
kompatibilitas, persiapan komponen darah, mengurangi transfuse darah yang
tidak perlu dengan penentuan indikasi transfuse darah yang tepat.

d. Pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup Atau Dalam


Kondisi Koma

6
Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang
disebabkan karena hilangnya reflex batuk dan muntah, hipoksi, endotracheal
tube (ETT) dengan intubasi merupakan cara yang paling efektif untuk
menjaga jalan nafas baik dan oksigensasi yang adekuat. Bila pasien dalam
keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi lebih baik
dilakukan intubasi. Pada pasien stupor dengan pernafasan yang normal dapat
kita berikan 100% oksigen dengan face mask sampai hipoksemia tidak kita
temukan.
e. Penggunaan alat pengekang (Restraint) dan pasien yang diberi
pengekang/ penghalang
Definisi restraint ini berlaku untuk semua penggunaan restraint di unit
dalam rumah sakit. Pada umumnya, jika pasien dapat melepaskan suatu alat
yang dengan mudah, maka alat tersebut tidak dianggap sebagai suatu
restraint. Jika suatu tindakan memenuhi definisi restraint, hal ini tidak secara
otomatis dianggap salah/tidak dapat diterima. Penggunaan restraint secara
berlebihan dapat terjadi, tetapi pengambilan keputusan untuk
mengaplikasikan restraint bukanlah suatu hal yang mudah. Suatu diskusi
yang mendalam mengenai aspek etik, hukum, praktik dan profesionalisme
dilakukan untuk membantu tenaga kesehatan (misalnya perawat) memahami
perbedaan antara penggunaan restraint yang salah/tidak dapat ditolerir
dengan kondisi yang memang memerlukan tindakan restraint.
Tidaklah memungkinkan untuk membuat suatu daftar mengenai jenis
restraint apa saja yang dapat diterapkan kepada pasien dikarenakan
pengapliakasiannya bergantung pada kondisi pasien saat itu. Suatu
pembatasan fisik/mekanis/kimia dapat diterapkan pada suatu kondisi tertentu,
tetapi tidak pada kondisi lainnya.
f. Pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya
menurun
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah-
pindah dari orang yang satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung maupun perantara). Penyakit menular ini ditandai
dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman atau virus.

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang


mampu menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005). Rumah sakit merupakan

7
tempat pelayanan pasien dengan berbagai macam penyakit diantaranya
penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat, dengan
begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu pasien
ke pasien lainnya, begitupun dengan petugas kesehatan yang sering terpapar
dengan agen infeksi.

Imunosupresif adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh terdepres


sehingga memudahkan masuknya agen-agen patogen lainnya. Kasus
penurunan ketahanan tubuh atau imunosupresif sangat berarti dalam
memunculkan berbagai jenis penyakit.

Seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan individu yang


rentan terhadap penularan penyakit. Hal ini karena daya tahan tubuh pasien
yang relative menurun. Penularan penyakit terhadap pasien yang dirawat di
rumah sakit disebut infeksi nasokomial. Infeksi nasokomial dapat disebabkan
oleh kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien lain. Pasien yang
dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan penyakitnya selama
dirawat di rumah sakit. Pemularan dapat melalui udara, cairan tubuh,
makanan dan sebagainya.

g. Pasien Lansia, mereka yang Cacat, anak-anak dan populasi yang


berisiko diperlakukan
Pada usia lanjut gejala klinik gangguan jiwa seringkali berbeda dengan
penderita usia lebih muda. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia sejalan
dengan periode penuaan menunjukkan adanya kelainan patologi yang
multiple merupakan suatu tantangan dalam menilai gejala klinik, pemberian
pengobatan dan rehabilitasi. Menua sehat seringkali digunakan sebagai
sinonim dari bebas dari ketidakmampuan pada lanjut usia. Jadi menua sehat
harus diikuti dengan lanjut usia yang aktif, senantiasa berperan serta pada
aktifitas social, budaya, spiritual, ekonomi dan peristiwa di masyarakat.
Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan
pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis atau
psikiatrik pada lanjut usia. Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi
suatu cabang psikiatrik, analog dengan psikiatrik anak (Brocklehurts, Allen,
1987). Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia memerlukan
pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi
klinis, patogenesis dewasa muda dan lanjut usia (Weinberg,1995: Kold-

8
Brodie,1982). Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu
dipertimbangkan, antara lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis
kronis penyerta, pemakaian banyak obat (polifarmasi) dan peningkatan
kerentanan terhadap gangguan kognitif (Weinberg, 1995; Gunadi, 1984).
Oleh karena itu pasien lansia dan cacat merupakan salah satu pasien yang
berisiko tinggi yang perlu mendapat perhatian khusus.
h. pasien yang mendapat kemoterapi atau terapi lain yang berisiko
tinggi
Pelayanan Pasien adalah penyediaan jasa oleh Rumah Sakit kepada orang
sakit yang dirawat di Rumah Sakit yang bertujuan untuk mengurangi atau
menyembuhkan keluhan yang berhubungan dengan kesehatan orang sakit
tersebut.
Kemoterapi adalah pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang
bertujuan untuk membunuh sel kanker.
Pelayanan Pasien Kemoterapi dilakukan di Ruang Rawat Inap terutama
di Ruang Kemoterapi dan wajib diketahui oleh dokter, perawat dan ahli
farmasi yang berkompeten dalam memberikan asuhan kepada pasien yang
menjalani kemoterapi.

BAB V
DOKUMENTASI

9
1. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
2. Formulir Observasi Pasien

PENUTUP

10
Demikian Buku Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi ini disusun untuk
dapat digunakan sebagai pedoman dan pegangan seluruh karyawan Rumah Sakit
Ibnu Sina YW-UMI Makassar.
Penyusunan Buku Buku Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi ini adalah
langkah awal suatu proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan
kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai tujuan.

11

Anda mungkin juga menyukai