Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keracunan makanan merupakan gejala penyakit yang ditimbulkan sebagai


akibat dari mengkonsumsi suatu makanan, baik penyakit-penyakit tersebut
disebabkan oleh racun maupun oleh mikroba penyebab infeksi yang terdapat di
dalam makanan tersebut. Contoh beberapa mikroorganisme yang dapat
menyebabkan keracunan adalah: Clostridium botulinum, Clostridium perfringens,
Bacillus cereus, Staphylococcus, dan lain-lain. Mikroorganisme penyebab infeksi
melalui makanan yang sering terjadi adalah: Salmonella atau Salmonelliasis.
Salmonella adalah jenis bakteri yang termasuk dalam kelompok
Enterobacteriaceae. Jenis Salmonella yang paling sering menyebabkan keracunan
adalah Salmonella typhimurium dan Salmonella enteriditis.
Di Indonesia pada umumnya, setiap makanan dapat dengan leluasa beredar
dan dijual tanpa harus terlebih dahuli melalui kontrol kualitas dan kontrol
keselamatan. Lebih dari 70% makanan yang beredar dan dijual, dihasilkan oleh
produsen yang masih tradisional yag dalam proses produksinya kebanyakan masih
jauh dari memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan, bahkan beberapa
diantaranya hampir atau tidak memenuhi persyaratan sama sekali (Sartono, 1999).
Masalah yang sering dihadapi dari waktu ke waktu adalah masalah di
bidang keselamatan yaitu “keracunan makanan”, baik yang terjadi secara massal
maupun perorangan, selain kerusakan makanannya sendiri. Hal ini disebabkan
oleh makanan mengandung enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Stafilokoki,
Klostridium perfingens, Basilus cereus, dan Vibrio parahemolitikus. Pencemaran
terjadi karena makanan dibiarkan terbuka atau spora yang masih ada tumbuh
kembali.
Keracunan karena ulah mikroorganisme dapat dibedakan antara keracunan
makanan (food intoxication) dan infeksi karena makanan yang terkontaminasi
oleh parasit, protozoa, atau bakteri patogen (food infection). Keracunan makanan
2

(food intoxication) dapat terjadi karena makanan tercemar oleh toksin. Keracunan
makanan yang biasa terjadi disebabkan oleh makanana mengandung eksotoksin
yang dihasilkan oleh Klostridium botulinum atau enterotoksin yang dihasilkan,
antara lain oleh Stafilokoki.
Eksotoksin adalah toksin yang diproduksi dan dikeluarkan oleh
mikroorganisme yang masih hidup, sedangkan enterotoksin adalah toksin yang
spesifik bagi lapisan lender usus, seperti tahan terhadap enzim tripsin dan juga
stbil terhadap panas (Sartono, 1999).
Salah satu jenis mikroba yang sering mencemari makanan diantaranya
adalah Bacillus cerus karena terdapat dalam lingkungan umum sehingga sangat
mudah mencemari makanan. Keracunan makanan, menjadi catatan tersendiri
dalam masalah kesehatan di tanah air sepanjang tahun 2004. Jumlah kasusnya
terbilang banyak dan massal, menimpa berbagai kalangan.
Keracunan makanan karena Bacillus cereus mempunyai dua bentuk
berbeda, jenis muntah yang berkaitan dengan nasi yang terkontaminasi, dan jenis
diare yang berkaitan dengan daging dan saus. Bacillus cereus menghasilkan
beberapa enterotoksin, penyebab diare yang lebih bersifat keracunan daripada
infeksi lewat makanan. Bacillus cereus adalah organisme tanah yang sering
mengkontaminasi nasi. Bila sejumlah besar nasi dimasak dan dibiarkan dingin
perlahan-lahan, spora Bacillus cereus bertunas dan sel vegetatif menghasilkan
toksin selama fase-log pertumbuhan atau selama sporulasi (JAWETZ/BLM TAU)
Pada kasus yang serius, keracunan makanan bisa menyebabkan kematian
(Scott, 2006).
Bacillus cereus merupakan bakteri patogen penyebab keracunan makanan,
diare, infeksi mata, dan meningitis (Jawetz et al, 2007). Bacillus cereus pada
umumnya diproduksi atau terbentuk sebelum Bacillus cereus dalam bahan pangan
mencapai jumlah sebanyak 107 sel/ml (Granum et al., 1993). (Aas et al., 1992)
menyatakan bahwa mengkonsumsi makanan yang mengandung Bacillus cereus
sebanyak > 104 sel/gram atau spora Bacillus cereus, menjadi sumber utama
keracunan makanan di Norwegia.
3

Bacillus cereus telah diketahui sebagai penyebab keracunan pangan di


Eropa sejak tahun 1906, KLB yang disebabkan oleh Bacillus cereus
didokumentasikan pertama kali di Amerika pada tahun 1969 dan di Inggris
pertama kali pada tahun 1971 (Jay et al., 2005).
Bawang putih (Allium sativum Linn) adalah komoditas hortikultura yang
kaya akan manfaat. Kandungan gizi dan senyawa bermanfaat yang terdapat
didalam umbinya, membuat komoditas ini dikenal dan dimanfaatkan hampir di
seluruh dunia. Secara umum umbi bawang putih dimanfaatkan dalam dua hal,
yaitu sebagai bumbu penyedap dan bahan dasar pembuatan obat-obatan (Suriana,
2011).

Bawang putih (Allium sativum Linn) merupakan tanaman obat yang dapat
digunakan sebagai obat batuk, pembersih darah, pembunuh serangga, dermatitis
seboroik, obat jerawat, dan bisul serta penyakit lain (POM, 1985; Syamsiah dan
Tajudin, 2004). Kandungan kimia dan sifat kimiawi bawang putih, mengandung
minyak atsiri bersifat antibakteri dan antiseptik, mengandung aliin, alisin, enzim
alinase, skordinin, antioksin, geranium, Vit A, B, dan C, juga senyawa Selenium
(Santoso, 1998).

Penelitian yang pernah dilakukan, bawang putih memiliki kadar hambat


minimum terhadap Staphylococcus aureus yaitu pada konsentrasi 12,5%. Bawang
putih dapat menghambat bakteri Salmonella typhimurium dengan kadar hambat
minimum sebesar 2% dan kadar hambat maksimum sebesar 30%. Selain itu
bawang putih juga memiliki kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum
sebesar 50% terhadap Escherichia coli. Penelitian tentang uji daya hambat ekstrak
air bawang putih (Allium sativum Linn) terhadap Bacillus cereus belum pernah
dilakukan. Hal ini yang mendasari dilakukannya penelitian ini untuk uji daya
hambat ekstrak bawang putih (Allium sativum Linn) terhadap Bacillus cereus.

B. Rumusan Masalah
4

1. Apakah ekstrak air bawang putih (Allium sativum Linn) mampu menghambat
pertumbuhan Bacillus cereus?
2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak air bawang putih (Allium sativum Linn)
yang paling berpotensi dalam menghambat pertumbuhan Bacillus cereus?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kemampuan ekstrak air bawang putih (Allium sativum Linn) dapat
menghambat pertumbuhan Bacillus cereus.

2. Mengetahui konsentrasi ekstrak air bawang putih (Allium sativum Linn) yang
paling berpotensi dalam menghambat pertumbuhan Bacillus cereus.

D. Manfaat Penelitian

Memberikan pengetahuan dan informasi bagi masyarakat tentang khasiat


ekstrak air bawang putih (Allium sativum Linn) sebagai antibakteri Bacillus
cereus.
5

Anonim, 2009. 1001 Khasiat Bawang Putih.OTC Digest Edisi 35 Tahun III.

Poeloengan M. 2001. Pengaruh bawang putih


(Allium sativum) terhadap pertumbuhan
S. enteritidis, S. typosa, dan S. aureus.
Media Peternakan. 24: 42-44

Santoso HB, 1998. Tanaman Obat Indonesia (TOGA 2). � � � � � � � � � Penerbit


Kanisius. Yogyakarta. p. 40–45.

Anda mungkin juga menyukai