BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
dari lapisan lipid ganda pada liposom sehingga metabolisme bakteri terganggu
(Khairan, 2007).
Produk gambir sering digunakan di masyarakat mengandung katekin yang
tinggi berkisar antara 20-40%, namun pustaka lain menyebutkan kandungan
katekin dalam gambir sebanyak 50%. Telah banyak dilakukan penelitian tentang
peran katekin sebagai antimikroba. Sifat antibakteri katekin dapat menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.
Tingginya kandungan flavonoid pada daun gambir terutama katekin diduga
berpotensi sebagai antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Rindit Pambayun (2007) tentang
uji daya hambat ekstrak produk gambir terhadap Staphylococcus aureus
memberikan zona hambat sebesar 7,67 mm dengan pelarut etanol. Penelitian lain
yang pernah dilakukan oleh Machdawaty Masri (2001) menggunakan ekstrak
gambir dengan konsentrasi 10%, 20%, 40%. Konsentrasi 40% memberikan zona
hambat terbesar yaitu sebesar 14 mm.
Apel mengandung senyawa antara lain quacertin, pektin, chlorogenic acid,
boron, asam D-glucaric, vitamin C, vitamin A, kalsium, protein, fosfor, vitamin
B1, katekin dan derivat phenol lainnya. Senyawa pada apel yang memiliki
aktivitas antibakteri adalah katekin dan derivat phenol lainnya. Ekstrak kulit apel
jenis Granny Smith telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus (Khairan,
2007).
Penelitian tentang aktivitas antibakteri dari ekstrak produk gambir yang
dikombinasikan dengan ekstrak apel sejauh ini belum diketahui karena belum
pernah dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antibakteri dari kombinasi
keduanya. Hal ini mendorong untuk dilakukan penelitian tentang uji daya hambat
ekstrak produk gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang dikombinasi dengan ekstrak
apel (Pyrus malus) terhadap Staphylococcus aureus yang bermanfaat dalam
pengembangan obat tradisional.
3
B. Rumusan Masalah
Apakah daya hambat ekstrak produk gambir yang dikombinasi dengan
ekstrak apel lebih tinggi dari daya hambat ekstrak produk gambir terhadap bakteri
Staphylococcus aureus ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui daya hambat kombinasi ekstrak produk gambir dan
ekstrak apel terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
tentang khasiat apel dan produk gambir dalam menghambat aktivitas bakteri
Staphlococcus aureus dan dapat digunakan sebagai informasi dalam
pengembangan obat tradisional khususnya sediaan kosmetik bahan alam untuk
anti jerawat yang disebabkan infeksi Staphylococcus aureus.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jerawat
Jerawat adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah-daerah predileksi
seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada dan punggung.
Akne minor adalah suatu bentuk akne yang ringan dan di alami oleh 85 % para
remaja. Gangguan ini masih dapat di anggap sebagai proses fisiologik. Lima belas
persen remaja menderita akne mayor yang cukup hebat sehingga mendorong
mereka untuk berobat kedokter. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya jerawat antara lain adalah karena adanya bakteri. Bakteri yang sering
menyebabkan jerawat adalah Corynobacterium acnes, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale (Harahap, 2000).
Jerawat dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda-beda.
Penelitian memusatkan pada kulit kantong rambut (folikel) yang menyumbat,
produksi substansi minyak yang disebut sebum dan bakteri yang disebut
Propionibacterium acnes merupakan kemungkinan penyebab utama timbulnya
jerawat. Sebagian besar kelenjar sebaceous umumnya mengeluarkan substansi
minyak yang disebut sebum melalui kanal folikel, meminyaki kulit. Gelombang
hormon menyebabkan kelenjar sebaceous membuat begitu banyak sebum dan
terlalu banyak sel-sel kulit di dalam folikel rambut. Hasilnya sebum dan sel-sel
kulit mati dikombinasi dengan bakteri di dalam folikel membentuk sumbatan yang
disebut comedones terbuka (berkepala hitam). Pecahnya komedo berkepala putih
menyebabkan peradangan, memproduksi papula, bisul, nodul dan kista (Cooper,
1996).
4
5
B. Staphylococcus aureus
1. Klasifikasi
Filum : Procariote
Kelas : Bacteria schizomycetes
Ordo : Bacteriales
Famili : Micrococcacea
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus ( Anonim, 2010)
2. Sifat Bakteri
Kuman ini berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak
teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman antara 0,8-1,0
mikron. Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan positif Gram.
Staphylococcus aureus pertama kali ditemukan di Aberdeen, Skotlandia pada
tahun 1880 oleh Dr.Alexander Ogston ahli bedah. Bakteri ini sering ditemukan
sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia seperti
pada hidung dan kulit, pada vagina terutama saat menstruasi. Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit dari infeksi kulit ringan, seperti
jerawat, impetigo (juga bisa disebabkan oleh Streptococcus pyogenes), bisul
(furunkel), selulitis folikulitis, carbuncles, sindrom kulit tersiram air panas dan
abses. Staphylococcus aureus telah dikaitkan dengan penyakit yang mengancam
kehidupan seperti pneumonia, meningitis, osteomyelitis, endocarditis, toxic shock
syndrome (TSS), dan septikemia. Staphylococcus aureus tetap menjadi salah satu
dari lima penyebab paling umum infeksi nosokomial, sering menyebabkan infeksi
luka pasca operasi ( Warsa, 1993 ).
6
pewarna yang memiliki warna kuning. Komponen utama gambir adalah katekin
(asam katekin atau asam catechu) dan asam katekin tannat (catechin anhydrid)
(Hayani, 2003 ).
Literatur lain menyebutkan komponen kimia terbesar pada tanaman
gambir terdapat pada bagian daun berupa senyawa flavonoid (katekin 50%),
Pyrocatechol 20-30%, Gambir fluoresensi 1-3%, Catechu merah 3-5%, Quersetin
2-4%, Fixed Oil 1-2%, Lilin 1-2%, dan sedikit alkaloid (Lucida, dkk. 2007).
Buah apel yang sangat populer di masyarakat, memiliki nama latin Pyrus
malus, merupakan buah yang kaya akan zat fitokemikal yang bermacam macam.
Manfaat apel bagi kesehatan manusia berhubungan dengan banyaknya polyphenol
atau fitokimia yang terkandung di dalamnya yang salah satunya adalah flavonoid.
Flavonoid yang paling penting yang terdapat pada apel adalah flavanol atau
catechin atau disebut juga flavan-3-ols, flavonol dan anthocyanin (Khairan, 2007).
Fitokimia di dalam apel berfungsi sebagai antioksidan yang melawan
kolesterol jahat Low Density Lipoprotein (LDL) yang potensial menyumbat
pembuluh darah. Antioksidan akan mencegah kerusakan sel-sel atau jaringan
pembuluh darah. Pada saat bersamaan, antioksidan akan meningkatkan kolesterol
baik High Density Lipoprotein (HDL) yang bermanfaat untuk mencegah penyakit
jantung dan pembuluh darah. Kandungan pektin (serat larut yang dikandung buah-
buahan dan sayuran) telah diteliti dan terbukti menurunkan kadar kolesterol di
dalam darah. Secara spesilik pada sebuah penelitian awal, terbukti bahwa dalam
apel ditemukan asam D-glucaric yang bermanfaat mengatur kadar kolesterol.
Disebutkan dalam penelitian tersebut, jenis asam ini mampu mengurangi
kolesterol sampai 35 %. Kadar kolesterol yang terjaga dan zat antioksidan akan
melindungi tubuh dari serangan jantung dan stroke. Ini terbukti pada sebuah studi
di Finlandia tahun 1996 bahwa orang yang pola makannya mengkonsumsi
makanan yang mengandung fitokimia berisiko rendah untuk terkena penyakit
jantung. Penelitian lain sebagaimana dikutip the British Medical Journal
mengungkapkan bahwa apel juga mencegah terjadinya stroke. Zat fitokimia yang
terdapat pada kulit apel menurut sebuah penelitian di Cornell University Amerika
Serikat bermanfaat menghambat pertumbuhan sel kanker usus sebesar 43 %.
Fitokimia dan flavonoid secara bersama-sama dilaporkan juga menurunkan
jumlah kejadian kanker paru-paru (Benih, 2008). Sebuah studi penelitian di
Finlandia menyatakan teh merupakan sumber alami yang tinggi katekin,
memberikan kontribusi 87% dari total asupan katekin, sedangkan apel
memberikan kontribusi 8% dari konsumsi katekin (Anonim, 2004).
9
E. Katekin
Katekin biasanya disebut juga asam catechoat dengan rumus kimia
C15H14O6, tidak berwarna, dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air
dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat,
hampir tidak larut dalam koloroform, benzen dan eter. Selain itu, Katekin
berbentuk kristal halus menyerupai jarum, larut dalam air mendidih dan alcohol
Katekin dalam larutan asam asetat akan membentuk larutan yang bening, tetapi
jika direaksikan dengan besi klorida (FeCl3) akan membentuk cairan berwarna
hijau. Katekin merupakan senyawa fenolik yang komplek (polifenol) (Pambayun,
dkk. 2007).
Katekin adalah senyawa polifenol alami, merupakan metabolit sekunder
dan termasuk dalam penyusun golongan tanin. Tanin adalah senyawa fenolik
kompleks yang memiliki berat molekul 500 sampai 3000. Tanin dibagi menjadi
dua kelompok berdasarkan tipe struktur dan aktivitasnya terhadap senyawa
hidrolitik terutama asam, yaitu tanin terkondensasi (condensed tannin) dan tanin
terhidrolisis (hydrolyzable tannin). Katekin memilki sifat yang tidak stabil jika
disimpan terlalu lama, mudah teroksidasi oleh cahaya dan panas (Pambayun,dkk.
2007). Katekin bila mengalami pemanasan cukup lama atau pemanasan dengan
larutan bersifat basa dengan mudah akan menjadi katekin tannat karena
kondensasi sendiri dan menjadi mudah larut dalam air dingin atau air panas
(Hayani, 2003).
konsentrasi tertentu yang ditempelkan pada lempeng agar yang telah ditanami
kuman. Hambatan (killing zone) akan tampak sebagai daerah yang tidak
memperlihatkan pertumbuhan kuman disekitar cakram. Lebar daerah hambatan ini
tergantung ada daya serap obat kedalam agar dan kepekaan kuman terhadap obat
tersebut (Pratiwi, 2008).
2. Metode Dilusi
Metode dilusi mengukur MIC (Minimum Inhibitor Concentration) atau
Kadar Hambat Minimum (KHM) dan MBC ( Minimum Bactericidal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM). Metode ini untuk
menentukan secara kuantitatif konsentrasi terkecil suatu obat yang dapat
menghambat pertumbuhan kuman. Prinsipnya adalah penghambatan pertumbuhan
kuman dalam perbenihan cair oleh suatu obat yang dicampurkan dalam
perbenihan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah apabila
perbenihan yang dipakai tampak keruh karena pe nggunaan semu, asites dan lain
sebagainya maka pembacaan hasil harus dibandingkan dengan perbenihan tanpa
kuman. Antibiotik tidak boleh rusak oleh suhu selama inkubasi, maka dari itu
pembacaan harus dilakukan tidak lebih dari 24 jam walaupun pertumbuhan kuman
lambat. Kestabilan obat atau antibiotik yang diperiksa terhadap kuman tertentu
harus dipertahankan (Pratiwi, 2008).
G. Maserasi
Maserasi merupakan metode yang sederhana dan banyak digunakan untuk
menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang halus. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan zat aktif akan terdesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan yang berada di luar dan di dalam sel.
Proses ini sangat baik terutama dalam proses isolasi perendaman bahan
alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan
11
dinding dan membran sel akibat adanya perbedaan tekanan di dalam dan di luar
sel, sehingga metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan larut dalam
pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan lebih sempurna karena perendaman
yang dilakukan telah di atur. Pemilihan pelarut juga menentukan hasil yang
didapat dari proses ekstraksi (Prima, 2009).
Pembuatan maserasi kecuali dinyatakan lain dilakukan dengan
memasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus
yang cocok kedalam sebuah bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan
penyari, bejananya ditutup dan dibiarkan selama 5 hari yang terlindung dari
cahaya sambil sering diaduk. Maserat kemudian diserkai dan ampasnya dicuci
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Maserat
dipindahkan ke dalam bejana tertutup dan dibiarkan ditempat sejuk dengan
terlindung dari cahaya selama dua hari kemudian disaring. Keuntungan cara
penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana dan mudah dilakukan (Haryono, 1986).
H. Hipotesis
Daya hambat kombinasi ekstrak produk gambir dan ekstrak apel terhadap
Staphylococcus aureus lebih tinggi dibandingkan daya hambat ekstrak produk
gambir tanpa kombinasi.
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan menganalisis daya
hambat ekstrak produk gambir yang dikombinasi dengan ekstrak apel terhadap
bakteri Staphlococcus aureus dengan metode difusi.
C. Obyek Penelitian
Daya hambat ekstrak produk gambir dan daya hambat kombinasi ekstrak
produk gambir dengan ekstrak apel terhadap Staphylococcus aureus.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak produk gambir
dan ekstrak apel pada beberapa konsentrasi.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat
ekstrak produk gambir yang dikombinasi dengan ekstrak apel terhadap
bakteri Staphylococcus aureus.
F. Instrumen Penelitian
1. Alat
Ohse bulat, ohse lurus, pembakar spirtus, inkubator, cawan petri,
juicer, maserator, labu ukur 10 ml, tabung reaksi, kertas saring, pinset
steril, kapas lidi steril, autoclaf, mikroskop, object glass, rak pengecatan,
pembakar spirtus.
2. Bahan
Produk gambir, buah apel, koloni bakteri Staphylococcus aureus,
disk antibiotik Imipenem, larutan etanol 96%, larutan NaCl 0,9% steril dan
media Nutrient Agar plate (NA plate), media Blood Agar Plate (BAP),
media Manitol Salt Agar (MSA), media Nutrient Agar (NA) miring,
larutan H2O2 3%, plasma citrat steril, cat Gram A, cat Gram B, cat Gram C,
cat Gram D.
14
G. Kerangka Pikir
Analisis data
Kesimpulan
15
H. Cara Kerja
sebagai kontrol (-) dan disk antibiotik Imipenem sebagai kontrol (+), lalu letakan
ditengah media. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37° C.
5. Analisis Data
Ukur zona hambat yang terbentuk dari kedua sampel tersebut baik zona
radikal maupun zona iradikal, masing-masing replikasi dirata-rata. Bandingkan
zona hambat sampel dengan zona hambat kontrol (+) dan kontrol (-).
6. Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Analisis Kandungan Fitokimia Apel. Departemen Ilmu Makanan
dan Institut dan Lingkungan Toksikologi Perbandingan. New York
14853-7201 USA : Universitas Cornell, Ithaca
Chatib, Warsa Usman. 1993. Staphylococcus aureus, Staff Pengajar FKUI, Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi Hal 103-105. Jakarta:
Binarupa Aksara
Cooper, Robert B, dkk. 1996. Segala Sesuatu Yang Perlu Anda Ketahui
“Penyakit”. Jakarta: Grasindo
Hayani, E. 2003. Analisis Kadar Catechin dari Gambir Dengan Berbagai Metode.
Buletin Teknik Pertanian. 8 (1), 31-33.
Lucida, H., Amri B., dan Wina A.P. 2007. Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut
dari Katekin Gambir. J. Sains Tek. Far, 12(1).