Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jerawat merupakan hal yang dapat mengurangi kepercayaan diri.


Penyebab jerawat di antaranya karena bakteri yang masuk ke area kulit. Bakteri
yang biasanya banyak terdapat pada kulit adalah Propionibacterium acnes yang
cenderung berkembang biak didalam kelenjar sebaceous yang tersumbat dan
menghasilkan zat-zat yang menimbulkan iritasi daerah sekitarnya. Kelenjar
tersebut terus membengkak dan mungkin akan pecah kemudian menyebarkan
radang ke kulit daerah sekitarnya. Hal ini menyebabkan timbulnya jerawat batu
yaitu jerawat yang meninggalkan pigmentasi jangka panjang dan bekas luka
seperti cacar yang permanen. Jerawat juga bisa disebabkan oleh adanya bakteri
Staphylococcus aureus. Cara menghilangkan jerawat dan bekas jerawat bisa
dilakukan dengan cara tradisional seperti dengan obat-obatan herbal yang
memiliki efek samping sedikit (Anonim, 2010).
Sekarang ini banyak produk obat jerawat yang beredar di pasaran, namun
kebanyakan dari produk-produk tersebut terbuat dari bahan-bahan kimia yang
belum tentu cocok untuk semua jenis kulit. Masyarakat cenderung lebih memilih
untuk menggunakan obat dengan bahan alami (back to nature) dengan alasan
menghindari efek samping yang mungkin dapat timbul dari penggunaan produk
berbahan kimia, terutama untuk kulit wajah yang lebih halus dan sensitif
dibanding tangan, kaki dan badan. Produk obat jerawat dengan bahan alami atau
herbal belum banyak beredar di pasaran.
Beberapa senyawa alam yang dapat berfungsi sebagai antibakteri antara
lain saponin, tanin dan salah satunya adalah katekin. Katekin bekerja dengan cara
mengganggu integritas membran sel bakteri yang kemudian menyebabkan
kebocoran liposom. Kerusakan membran terjadi sehingga flavonoid seperti
katekin dapat masuk atau berinteraksi dengan area polar luar (outer polar zone)

1
2

dari lapisan lipid ganda pada liposom sehingga metabolisme bakteri terganggu
(Khairan, 2007).
Produk gambir sering digunakan di masyarakat mengandung katekin yang
tinggi berkisar antara 20-40%, namun pustaka lain menyebutkan kandungan
katekin dalam gambir sebanyak 50%. Telah banyak dilakukan penelitian tentang
peran katekin sebagai antimikroba. Sifat antibakteri katekin dapat menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.
Tingginya kandungan flavonoid pada daun gambir terutama katekin diduga
berpotensi sebagai antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Rindit Pambayun (2007) tentang
uji daya hambat ekstrak produk gambir terhadap Staphylococcus aureus
memberikan zona hambat sebesar 7,67 mm dengan pelarut etanol. Penelitian lain
yang pernah dilakukan oleh Machdawaty Masri (2001) menggunakan ekstrak
gambir dengan konsentrasi 10%, 20%, 40%. Konsentrasi 40% memberikan zona
hambat terbesar yaitu sebesar 14 mm.
Apel mengandung senyawa antara lain quacertin, pektin, chlorogenic acid,
boron, asam D-glucaric, vitamin C, vitamin A, kalsium, protein, fosfor, vitamin
B1, katekin dan derivat phenol lainnya. Senyawa pada apel yang memiliki
aktivitas antibakteri adalah katekin dan derivat phenol lainnya. Ekstrak kulit apel
jenis Granny Smith telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus (Khairan,
2007).
Penelitian tentang aktivitas antibakteri dari ekstrak produk gambir yang
dikombinasikan dengan ekstrak apel sejauh ini belum diketahui karena belum
pernah dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antibakteri dari kombinasi
keduanya. Hal ini mendorong untuk dilakukan penelitian tentang uji daya hambat
ekstrak produk gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang dikombinasi dengan ekstrak
apel (Pyrus malus) terhadap Staphylococcus aureus yang bermanfaat dalam
pengembangan obat tradisional.
3

B. Rumusan Masalah
Apakah daya hambat ekstrak produk gambir yang dikombinasi dengan
ekstrak apel lebih tinggi dari daya hambat ekstrak produk gambir terhadap bakteri
Staphylococcus aureus ?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui daya hambat kombinasi ekstrak produk gambir dan
ekstrak apel terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
tentang khasiat apel dan produk gambir dalam menghambat aktivitas bakteri
Staphlococcus aureus dan dapat digunakan sebagai informasi dalam
pengembangan obat tradisional khususnya sediaan kosmetik bahan alam untuk
anti jerawat yang disebabkan infeksi Staphylococcus aureus.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jerawat
Jerawat adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah-daerah predileksi
seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada dan punggung.
Akne minor adalah suatu bentuk akne yang ringan dan di alami oleh 85 % para
remaja. Gangguan ini masih dapat di anggap sebagai proses fisiologik. Lima belas
persen remaja menderita akne mayor yang cukup hebat sehingga mendorong
mereka untuk berobat kedokter. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya jerawat antara lain adalah karena adanya bakteri. Bakteri yang sering
menyebabkan jerawat adalah Corynobacterium acnes, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale (Harahap, 2000).
Jerawat dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda-beda.
Penelitian memusatkan pada kulit kantong rambut (folikel) yang menyumbat,
produksi substansi minyak yang disebut sebum dan bakteri yang disebut
Propionibacterium acnes merupakan kemungkinan penyebab utama timbulnya
jerawat. Sebagian besar kelenjar sebaceous umumnya mengeluarkan substansi
minyak yang disebut sebum melalui kanal folikel, meminyaki kulit. Gelombang
hormon menyebabkan kelenjar sebaceous membuat begitu banyak sebum dan
terlalu banyak sel-sel kulit di dalam folikel rambut. Hasilnya sebum dan sel-sel
kulit mati dikombinasi dengan bakteri di dalam folikel membentuk sumbatan yang
disebut comedones terbuka (berkepala hitam). Pecahnya komedo berkepala putih
menyebabkan peradangan, memproduksi papula, bisul, nodul dan kista (Cooper,
1996).

4
5

B. Staphylococcus aureus

Gambar 1. Gambar Staphylococcus aureus


(Sumber: http://www.genomic.ch/staphylococcus.php)

1. Klasifikasi
Filum : Procariote
Kelas : Bacteria schizomycetes
Ordo : Bacteriales
Famili : Micrococcacea
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus ( Anonim, 2010)
2. Sifat Bakteri
Kuman ini berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak
teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman antara 0,8-1,0
mikron. Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan positif Gram.
Staphylococcus aureus pertama kali ditemukan di Aberdeen, Skotlandia pada
tahun 1880 oleh Dr.Alexander Ogston ahli bedah. Bakteri ini sering ditemukan
sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia seperti
pada hidung dan kulit, pada vagina terutama saat menstruasi. Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit dari infeksi kulit ringan, seperti
jerawat, impetigo (juga bisa disebabkan oleh Streptococcus pyogenes), bisul
(furunkel), selulitis folikulitis, carbuncles, sindrom kulit tersiram air panas dan
abses. Staphylococcus aureus telah dikaitkan dengan penyakit yang mengancam
kehidupan seperti pneumonia, meningitis, osteomyelitis, endocarditis, toxic shock
syndrome (TSS), dan septikemia. Staphylococcus aureus tetap menjadi salah satu
dari lima penyebab paling umum infeksi nosokomial, sering menyebabkan infeksi
luka pasca operasi ( Warsa, 1993 ).
6

C. Gambir (Uncaria gambir Roxb.)


Klasifikasi gambir :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceae
Genus : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir ( Anonim, 2010 ).
Produk gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari
ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama gambir. Tumbuhan perdu
setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun oval, memanjang,
ujung meruncing, permukaan tidak berbulu (licin), dengan tangkai daun pendek.
Kegunaan utama dari gambir adalah sebagai komponen menyirih yang sudah
dikenal oleh masyarakat selain itu gambir juga memiliki fungsi lain sebagai
campuran obat luka bakar, sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-
kumur, obat sakit kulit, obat sariawan, penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil.
Kandungan yang utama dan juga dikandung oleh banyak anggota Uncaria lainnya
adalah flavanoid(terutama gambiriin), katekin (sampai 51%), zat penyamak (22-
50%) serta sejumlah alkaloid seperti gambir tannin dan turunan dihidro- dan okso-
nya (Anonim. 2010).
Menurut Mylliniemi (2004) terdapat beberapa kelompok senyawa kimia
yang berpotensi sebagai zat antibakteri dalam gambir di antaranya senyawa fenol,
alkohol, halogen, detergen, senyawa asam dan basa, senyawa ammonium
kuarterner, dan gas khemosterilan. Flavonoid merupakan kelompok senyawa
fenol dan paling banyak ditemukan hampir di semua jenis tumbuhan (Lucida,dkk.
2007 ).
Katekin merupakan senyawa fungsional dominan yang terdapat dalam
gambir. Ekstrak gambir juga mengandung asam catechu tanat dan quercetine
(pewarna kuning). Gambir juga mengandung sedikit quercetine yaitu bahan
7

pewarna yang memiliki warna kuning. Komponen utama gambir adalah katekin
(asam katekin atau asam catechu) dan asam katekin tannat (catechin anhydrid)
(Hayani, 2003 ).
Literatur lain menyebutkan komponen kimia terbesar pada tanaman
gambir terdapat pada bagian daun berupa senyawa flavonoid (katekin 50%),
Pyrocatechol 20-30%, Gambir fluoresensi 1-3%, Catechu merah 3-5%, Quersetin
2-4%, Fixed Oil 1-2%, Lilin 1-2%, dan sedikit alkaloid (Lucida, dkk. 2007).

D. Apel ( Pyrus mallus )


Klasifikasi apel :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Famili : Rosaceae
Upafamili : Maloideae
Genus : Malus
Spesies : Malus domestica (Anonim, 2010).
Apel dapat hidup subur di daerah yang mempunyai temperatur udara
dingin, di Indonesia apel lokal yang terkenal adalah apel yang berasal dari daerah
Malang, Jawa Timur. Apel dapat tumbuh dan berkembang di Indonesia pada
daerah yang mempunyai ketinggian sekitar 1200 meter di atas permukaan laut.
Tumbuhan apel dikategorikan sebagai salah satu anggota keluarga mawar-
mawaran dan mempunyai tinggi batang pohon dapat mencapai 7-10 meter. Buah
apel yang berukuran macam-macam tersebut sebenarnya merupakan bunga yang
membesar atau mengembang sehingga menjadi buah yang padat dan berisi.
Komposisi kandungan kimia buah apel selain mempunyai kandungan senyawa
pektin juga mengandung zat gizi antara lain kalori sebesar 58 kalori, hidrat arang
14,9 gram , lemak 0,4 gram, protein 0,3 gram, kalsium 6 mg, fosfor 10 mg, besi
0,3 mg, vitamin A 90 SI, vitamin B1 0,04 mg, vitamin C 5 mg, dan air 84,1 %
untuk setiap 100 gramnya (Thomas, 1992).
8

Buah apel yang sangat populer di masyarakat, memiliki nama latin Pyrus
malus, merupakan buah yang kaya akan zat fitokemikal yang bermacam macam.
Manfaat apel bagi kesehatan manusia berhubungan dengan banyaknya polyphenol
atau fitokimia yang terkandung di dalamnya yang salah satunya adalah flavonoid.
Flavonoid yang paling penting yang terdapat pada apel adalah flavanol atau
catechin atau disebut juga flavan-3-ols, flavonol dan anthocyanin (Khairan, 2007).
Fitokimia di dalam apel berfungsi sebagai antioksidan yang melawan
kolesterol jahat Low Density Lipoprotein (LDL) yang potensial menyumbat
pembuluh darah. Antioksidan akan mencegah kerusakan sel-sel atau jaringan
pembuluh darah. Pada saat bersamaan, antioksidan akan meningkatkan kolesterol
baik High Density Lipoprotein (HDL) yang bermanfaat untuk mencegah penyakit
jantung dan pembuluh darah. Kandungan pektin (serat larut yang dikandung buah-
buahan dan sayuran) telah diteliti dan terbukti menurunkan kadar kolesterol di
dalam darah. Secara spesilik pada sebuah penelitian awal, terbukti bahwa dalam
apel ditemukan asam D-glucaric yang bermanfaat mengatur kadar kolesterol.
Disebutkan dalam penelitian tersebut, jenis asam ini mampu mengurangi
kolesterol sampai 35 %. Kadar kolesterol yang terjaga dan zat antioksidan akan
melindungi tubuh dari serangan jantung dan stroke. Ini terbukti pada sebuah studi
di Finlandia tahun 1996 bahwa orang yang pola makannya mengkonsumsi
makanan yang mengandung fitokimia berisiko rendah untuk terkena penyakit
jantung. Penelitian lain sebagaimana dikutip the British Medical Journal
mengungkapkan bahwa apel juga mencegah terjadinya stroke. Zat fitokimia yang
terdapat pada kulit apel menurut sebuah penelitian di Cornell University Amerika
Serikat bermanfaat menghambat pertumbuhan sel kanker usus sebesar 43 %.
Fitokimia dan flavonoid secara bersama-sama dilaporkan juga menurunkan
jumlah kejadian kanker paru-paru (Benih, 2008). Sebuah studi penelitian di
Finlandia menyatakan teh merupakan sumber alami yang tinggi katekin,
memberikan kontribusi 87% dari total asupan katekin, sedangkan apel
memberikan kontribusi 8% dari konsumsi katekin (Anonim, 2004).
9

E. Katekin
Katekin biasanya disebut juga asam catechoat dengan rumus kimia
C15H14O6, tidak berwarna, dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air
dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat,
hampir tidak larut dalam koloroform, benzen dan eter. Selain itu, Katekin
berbentuk kristal halus menyerupai jarum, larut dalam air mendidih dan alcohol
Katekin dalam larutan asam asetat akan membentuk larutan yang bening, tetapi
jika direaksikan dengan besi klorida (FeCl3) akan membentuk cairan berwarna
hijau. Katekin merupakan senyawa fenolik yang komplek (polifenol) (Pambayun,
dkk. 2007).
Katekin adalah senyawa polifenol alami, merupakan metabolit sekunder
dan termasuk dalam penyusun golongan tanin. Tanin adalah senyawa fenolik
kompleks yang memiliki berat molekul 500 sampai 3000. Tanin dibagi menjadi
dua kelompok berdasarkan tipe struktur dan aktivitasnya terhadap senyawa
hidrolitik terutama asam, yaitu tanin terkondensasi (condensed tannin) dan tanin
terhidrolisis (hydrolyzable tannin). Katekin memilki sifat yang tidak stabil jika
disimpan terlalu lama, mudah teroksidasi oleh cahaya dan panas (Pambayun,dkk.
2007). Katekin bila mengalami pemanasan cukup lama atau pemanasan dengan
larutan bersifat basa dengan mudah akan menjadi katekin tannat karena
kondensasi sendiri dan menjadi mudah larut dalam air dingin atau air panas
(Hayani, 2003).

F. Metode Pengukuran Aktivitas Antimikroba


1. Metode Difusi
Metode disc diffusion (tes Kirby & Bouer) untuk menentukan aktivitas
agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakan pada media
Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar
tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimkroba pada permukaan media Agar. Cara ini
paling banyak dipakai untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai
macam antibiotik. Cakram kertas saring yang mengandung suatu obat dengan
10

konsentrasi tertentu yang ditempelkan pada lempeng agar yang telah ditanami
kuman. Hambatan (killing zone) akan tampak sebagai daerah yang tidak
memperlihatkan pertumbuhan kuman disekitar cakram. Lebar daerah hambatan ini
tergantung ada daya serap obat kedalam agar dan kepekaan kuman terhadap obat
tersebut (Pratiwi, 2008).
2. Metode Dilusi
Metode dilusi mengukur MIC (Minimum Inhibitor Concentration) atau
Kadar Hambat Minimum (KHM) dan MBC ( Minimum Bactericidal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM). Metode ini untuk
menentukan secara kuantitatif konsentrasi terkecil suatu obat yang dapat
menghambat pertumbuhan kuman. Prinsipnya adalah penghambatan pertumbuhan
kuman dalam perbenihan cair oleh suatu obat yang dicampurkan dalam
perbenihan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah apabila
perbenihan yang dipakai tampak keruh karena pe nggunaan semu, asites dan lain
sebagainya maka pembacaan hasil harus dibandingkan dengan perbenihan tanpa
kuman. Antibiotik tidak boleh rusak oleh suhu selama inkubasi, maka dari itu
pembacaan harus dilakukan tidak lebih dari 24 jam walaupun pertumbuhan kuman
lambat. Kestabilan obat atau antibiotik yang diperiksa terhadap kuman tertentu
harus dipertahankan (Pratiwi, 2008).

G. Maserasi
Maserasi merupakan metode yang sederhana dan banyak digunakan untuk
menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang halus. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan zat aktif akan terdesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan yang berada di luar dan di dalam sel.
Proses ini sangat baik terutama dalam proses isolasi perendaman bahan
alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan
11

dinding dan membran sel akibat adanya perbedaan tekanan di dalam dan di luar
sel, sehingga metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan larut dalam
pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan lebih sempurna karena perendaman
yang dilakukan telah di atur. Pemilihan pelarut juga menentukan hasil yang
didapat dari proses ekstraksi (Prima, 2009).
Pembuatan maserasi kecuali dinyatakan lain dilakukan dengan
memasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus
yang cocok kedalam sebuah bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan
penyari, bejananya ditutup dan dibiarkan selama 5 hari yang terlindung dari
cahaya sambil sering diaduk. Maserat kemudian diserkai dan ampasnya dicuci
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Maserat
dipindahkan ke dalam bejana tertutup dan dibiarkan ditempat sejuk dengan
terlindung dari cahaya selama dua hari kemudian disaring. Keuntungan cara
penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana dan mudah dilakukan (Haryono, 1986).

H. Hipotesis
Daya hambat kombinasi ekstrak produk gambir dan ekstrak apel terhadap
Staphylococcus aureus lebih tinggi dibandingkan daya hambat ekstrak produk
gambir tanpa kombinasi.
12

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan menganalisis daya
hambat ekstrak produk gambir yang dikombinasi dengan ekstrak apel terhadap
bakteri Staphlococcus aureus dengan metode difusi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi
Nasional Surakarta bulan November 2010 - Januari 2011.

C. Obyek Penelitian
Daya hambat ekstrak produk gambir dan daya hambat kombinasi ekstrak
produk gambir dengan ekstrak apel terhadap Staphylococcus aureus.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Ekstrak produk gambir dan ekstrak apel.
2. Sampel
Ekstrak produk gambir dengan konsentrasi 10%, 20%, 40% dan kombinasi
ekstrak produk gambir dengan ekstrak apel dengan konsentrasi 10:90, 20:80,
40:60, 90:10, 20:80 dan 60:40 masing-masing direplikasi 3 kali.
13

E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak produk gambir
dan ekstrak apel pada beberapa konsentrasi.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat
ekstrak produk gambir yang dikombinasi dengan ekstrak apel terhadap
bakteri Staphylococcus aureus.

F. Instrumen Penelitian
1. Alat
Ohse bulat, ohse lurus, pembakar spirtus, inkubator, cawan petri,
juicer, maserator, labu ukur 10 ml, tabung reaksi, kertas saring, pinset
steril, kapas lidi steril, autoclaf, mikroskop, object glass, rak pengecatan,
pembakar spirtus.
2. Bahan
Produk gambir, buah apel, koloni bakteri Staphylococcus aureus,
disk antibiotik Imipenem, larutan etanol 96%, larutan NaCl 0,9% steril dan
media Nutrient Agar plate (NA plate), media Blood Agar Plate (BAP),
media Manitol Salt Agar (MSA), media Nutrient Agar (NA) miring,
larutan H2O2 3%, plasma citrat steril, cat Gram A, cat Gram B, cat Gram C,
cat Gram D.
14

G. Kerangka Pikir

Penelitian Machdawaty tahun 2001, katekin dalam produk


gambir mampu menghambat Staphylococcus aureus.

Kandungan katekin dalam apel juga diduga dapat menghambat


Staphylococcus aureus

Ekstrak produk gambir Ekstrak produk gambir Kontrol (+) disk


dengan konsentrasi kombinasi dengan ekstrak antibiotik Imipenem
10%, 20%, 40% apel dengan konsentrasi dan kontrol (-) larutan
masing-masing 10:90, 20:80, 40:60, 90:10, etanol 96% masing-
replikasi 3x 80:20, 60:40 masing-masing masing replikasi 3x
replikasi 3x

Uji daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Amati zona hambat

Analisis data

Kesimpulan
15

H. Cara Kerja

1. Ekstraksi sampel produk gambir


Sampel bubuk gambir ditimbang sebanyak 80 gram dimasukkan dalam
maserator dan ditambah pelarut etanol 96% sebanyak 600 ml, lalu digoyang atau
diaduk selama satu jam untuk mencapai kondisi homogen. Larutan kemudian
dimaserasi selama 5 hari dengan pengadukan yang teratur. Setelah 5 hari hasil
maserasi disaring dan ampas diperas. Ampas ditambah dengan pelarut etanol 96%
sebanyak 200 ml, kemudian diaduk dan disaring kemudian lalu diuapkan untuk
mendapatkan ekstrak kentalnya.
2. Ekstraksi sampel buah apel
Sampel buah apel di haluskan dengan juicer, ambil sebanyak 80 gram dan
masukan ke dalam maserator dengan penambahan pelarut etanol 96% sebanyak
600 ml. Larutan digoyang atau diaduk selama satu jam untuk mencapai kondisi
homogan. Larutan kemudian dimaserasi selama 5 hari dengan pengadukan yang
teratur. Setelah 5 hari hasil maserasi di saring dan ampas diperas. Ampas
ditambah dengan pelarut etanol 96% sebanyak 200 ml, kemudian diaduk dan
disaring lalu diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kentalnya.
3. Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus
Hari pertama
a. Lakukan pengecatan Gram dari sampel yang tersedia, amati di bawah
mikroskop perbesaran kuat, ambil gambar hasilnya.
b. Inokulasikan sampel pada media BAP secara goresan.
Hari kedua
c. Amati koloni yang tumbuh pada media BAP.
d. Lakukan pengecatan Gram dari koloni tersangka, amati di bawah mikroskop,
ambil gambar hasilnya.
e. Lakukan test katalase
1) Siapkan objest glass bersih, kering dan bebas lemak
2) Letakan 2-3 ohse NaCl 0,9% steril
3) Tambahkan 1-2 ohse koloni bakteri, homogenkan
16

4) Tambahkan 1 tetes H2O2 3%


Interpretasi hasil : (+) terjadi gelembung gas
(-) tidak terjadi gelembung gas
f. Inokulasikan koloni tersangka ke media NA miring dan MSA. Inkubasi
selama 24 jam pada suhu 37°C.
Hari ketiga
g. Amati peragian manitol pada media MSA
Interpretasi hasil : (+) media berwarna kuning
(-) media berwarna merah
h. Amati pigmen koloni pada media NA miring.
i. Lakukan pengecatan Gram dari media NA miring, ambil gambar hasilnya.
j. Lakukan test koagulase plasma citrat
1) Siapkan object glass bersih, kering, dan bebas lemak
2) Letakan 2-3 ohse NaCl 0,9% steril
3) Tambahkan 1-2 ohse koloni bakteri, homogenkan
4) Tambahkan 1 tetes plasma citrat steril menggunakan pipet tetes secara
aseptis, aduk homogen.
Iterpretasi hasil : (+) terjadi aglutinasi
(-) tidak terjadi aglutinasi
4. Penanaman ke media NA plate
Inokulasikan koloni bakteri Staphylococcus aureus secara aseptis ke
dalam larutan NaCl 0,9% steril lalu homogenkan, bandingkan kekeruhannya
dengan standart Neflometer McFarland tabung no. 5 hingga didapat kekeruhan
yang sama. Inokulasikan bakteri Staphylococcus aureus tersebut secara perataan
pada media NA plate. Diamkan selama 15 menit pada inkubator dengan suhu
37°C. Celupkan kertas saring Watman steril secara aseptis yang sudah dibentuk
sedemikian rupa ke dalam ekstrak produk gambir lalu letakan ke media, perlakuan
replikasi 3 kali. Celupkan kertas saring Watman steril secara aseptis ke dalam
ekstrak kombinasi produk gambir dan ekstrak apel letakan ke media, perlakuan
replikasi 3 kali. Celupkan kertas saring Watman yang lain pada larutan etanol 96%
17

sebagai kontrol (-) dan disk antibiotik Imipenem sebagai kontrol (+), lalu letakan
ditengah media. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37° C.
5. Analisis Data
Ukur zona hambat yang terbentuk dari kedua sampel tersebut baik zona
radikal maupun zona iradikal, masing-masing replikasi dirata-rata. Bandingkan
zona hambat sampel dengan zona hambat kontrol (+) dan kontrol (-).
6. Kesimpulan
18

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Analisis Kandungan Fitokimia Apel. Departemen Ilmu Makanan
dan Institut dan Lingkungan Toksikologi Perbandingan. New York
14853-7201 USA : Universitas Cornell, Ithaca

Anonim. 2010a. Apel. http://id.wikipedia.org/wiki/apel. Diakses tanggal 27


Oktober 2010

Anonim. 2010b. Jerawat. http://id.wikipedia.org/wiki/jerawat . Diakses tanggal 26


Oktober 2010

Anonim. 2010c.Gambir. http://id.wikipedia.org/wiki/gambir. Di akses tanggal 22


Oktober 2010

Chatib, Warsa Usman. 1993. Staphylococcus aureus, Staff Pengajar FKUI, Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi Hal 103-105. Jakarta:
Binarupa Aksara

Cooper, Robert B, dkk. 1996. Segala Sesuatu Yang Perlu Anda Ketahui
“Penyakit”. Jakarta: Grasindo

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates

Haryono, Djoko, dkk. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Bakti Husada

Hayani, E. 2003. Analisis Kadar Catechin dari Gambir Dengan Berbagai Metode.
Buletin Teknik Pertanian. 8 (1), 31-33.

Khairan, Paramitha. 2007 . Perbandingan Efek Antibakteri Jus Apel (Pyrus


malus) Jenis Granny Smith Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap
Streptococcus Mutans. Semarang : UNDIP

Lucida, H., Amri B., dan Wina A.P. 2007. Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut
dari Katekin Gambir. J. Sains Tek. Far, 12(1).

Pambayun, R., Gardjito, M., Sudarmadji, S. dan Rahayu, K. K. 2007. Kandungan


Fenol dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir
(Uncaria gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia 18 (3) Hal 141-146.

Prima. 2009. Penelitian Tentang Katekin Dari Gambir. http://prima-kito.


wordpress.com/2009/07/penelitian-tentang-katekin-dari-gambir. Di akses
tanggal 23 Oktober 2010

Pratiwi, Silvia. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga

Thomas, A.N.S. 1992. Tanaman Obat Tradisional 2. Yogyakarta : Kanisius

Anda mungkin juga menyukai