Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

PENGOLAHAN LIMBAH B3

Oleh :

NORRA NUR APRILIANI JHONSON

NPM : 11.2018.1.90104

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
2018
1. Metode Sampling :
A. Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah merupakan tahapan terpenting di dalam program uji
tanah. Analisis kimia dari contoh tanah yang diambil diperlukan untuk mengukur
kadar hara, menetapkan status hara tanah dan dapat digunakan sebagai petunjuk
penggunaan pupuk dan kapur secara efisien, rasional dan menguntungkan. Namun,
hasil uji tanah tidak berarti apabila contoh tanah yang diambil tidak mewakili areal
yang dimintakan rekomendasinya dan tidak dengan cara benar. Oleh karena itu
pengambilan sampel tanah merupakan tahapan terpenting di dalam program uji
tanah.
Sampel tanah dapat diambil setiap saat, tidak perlu menunggu saat sebelum
tanam namun tidak boleh dilakukan beberapa hari setelah pemupukan. Keadaan
tanah saat pengambilan sampel tanah pada lahan kering sebaiknya pada kondisi
kapasitas lapang (kelembaban tanah sedang yaitu keadaan tanah kira-kira cukup
untuk pengolahan tanah). Sedang pengambilan pada lahan sawah sebaiknya diambil
pada kondisi basah.
Peralatan untuk pengambilan contoh sampel tanah

a) Alat untuk mengambil contoh tanah seperti bor tanah (auger, tabung),
cangkul, sekop.
b) Alat untuk membersihkan bor, cangkul dan sekop seperti pisau dan sendok
tanah untuk mencampur atau mengaduk
c) Ember plastic untuk mengaduk kumpulan contoh tanah individu
d) Kantong plastic agak tebal yang dapat memuat 1 kg tanah, dan kantong
plastic untuk label.
e) Kertas manila karton untuk label dan benang kasur untuk mengikat label luar
f) Spidol (water proof) untuk menulis isi label.
g) Lembaran informasi contoh tanah yang diambil.

Hal- hal yang perlu diperhatikan :


a. Jangan mengambil contoh tanah dari galengan, selokan, bibir teras, tanah
tererosi sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran sampah/ sisa tanaman/
jerami, bekas penimbunan pupuk, kapur dan bahan organic, dan bekas
penggembalaan ternak.
b. Permukaan tanah yang akan diambil contohnya harus bersih dari rumput-
rumputan, sisa tanaman, bahyan organic/ serasah, dan batu- batuan atau
kerikil.
c. plastic yang digunakan sebaiknya masih baru, belum pernah dipakai untuk
keperluan lain.

Cara Pengambilan contoh Sampel Tanah :


1. Sampel Sesaat (Grab Sample) : Sampel yng diambil secara langsung dr
badan tanah yang sedang dipantau. Sampel ini hanya
menggmbarkan karakteritik tanah pada saat pengambilan sampel.
2. Sampel komposit (Compsite sample) : Sampel campuran dari beberapa
waktu pengambilan. Pengambilan sampel komposit dapat dilakukan secara
manual ataupun secara otomatis dgn menggunakan peralatan yang dapat
mengambil air pada waktu-waktu tertentu. Pengambilan sampel scara
otomatis hanya dilakukan jika ingi mengetahui gambaran tentang
karakteristik kualitas tanah secara terus-menerus
3. Sampel gambungan tempat (integrated sample) : sampel gabungan yang
diambil secara terpisah dari beberpa tempat, dengan volume yang sama.
Selain itu ada juga satu metode yang biasa digunakan dalam pengammbilan
sampel penelitian yaitu:
4. Automatic Sampling (Pengambilan Contoh Otomatis), Cara ini
dikembangkan untuk memenuhi program pengamatan kualias sampel secara
penyeluruh. Peralatan memerlukan bangunan khusus dengan penampungan
dan pemeliharaan yang baik alat mengambil contoh otomatis biasanya
bekerja dalam 24 jam.
 Contoh tanah yang diambil dapat berbentuk contoh tanah terganggu (disturb
soil samples)
 Contoh tanah utuh atau tidak terganggu (undisturb soil samples).
 Contoh tanah utuh biasanya diperlukan untuk analisis sifat fisik tanah (bobot
isi, porisitas dan permeabilitas tanah), sedangkan contoh tanah terganggu
diperlukan untuk analisis sifat kimia tanah dan sifat fisik tanah lainnya (tekstur,
kadar air tanah/pF).
 Pengambilan contoh tanah utuh (undisturb soil samples) harus
menggunakan “ring samples”, sedangkan contoh tanah terganggu dapat
diambil dengan menggunakan alat cangkul, sekop, atau auger (bor tanah).
 Untuk keperluan evaluasi status kesuburan tanah, sebaiknya contoh yang
diambil merupakan contoh komposit yaitu contoh tanah campuran dari contoh-
contoh tanah individu (sub amples).
 Suatu contoh komposit harus mewakili suatu bentuk/unit lahan yang akan
dikembangkan atau digunakan untuk tujuan pertanian.
 Satu contoh komposit mewakili suatu hamparan lahan yang homogen (10 – 15
Ha).
 Untuk lahan miring dan bergelombang satu contoh komposit dapat mewakili
tidak kurang dari 5 hektar.
 Satu contoh komposit terdiri dari campuran 15 contoh tanah individu (sub
samples).
Pengambilan Contoh Sampel Tanah Penelitian Kimia Dan Mikrobiologi

Ø Sampling Time

· Contoh tanah dapat diambil setiap saat, dan langsung dilakukan analisis di
laboratorium.

· Keadaan tanah saat pengambilan contoh tanah sebaiknya pada kondisi kapasitas
lapang (keadaan kelembaban tanah sedang) yaitu keadaan tanah kira-kira cukup
untuk dilakukan pengolahan tanah).

· Pengambilan contoh tanah terkait erat dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
suatu kegiatan perencanaan pengelolaan tanah-tanaman.

Ø Frekuensi Pengambilan Contoh

· Secara umum contoh tanah diambil sekali dalam 4 tahun untuk sistem pertanaman
di lapangan.
· Untuk tanah yang digunakan secara intensif untuk budidaya pertanian, contoh
tanah diambil paling sedikit sekali dalam setahun.

· Pada tanah-tanah dengan nilai uji tanah tinggi, contoh tanah disarankan diambil
setiap 5 tahun sekali.

Cara Mengambil Sampel Tanah Komposit

1. Menentukan tempat pengambilan sampel tanah individu, terdapat dua cara yaitu
cara sistematik seperti sistem diagonal atau zig- zag dan cara acak.

2. Rumput rumput, batu batuan atau kerikil, sisa tanaman atau bahan organik segar/
serasah yang terdapat dipermukaan tanah di bersihkan.

3. Untuk lahan kering keadaan tanah pada saat pengambilan sampel tanah sebaiknya
pada kondisi kapasitas lapang (kelembaban tanah sedang yaitu kondisi kira- kira
cukup untuk pengolahan tanah). Sedang untuk lahan sawah contoh tanah sebaiknya
diambil pada kondisi basah atau seperti kondisi saat terdapat tanaman.

4. Sampel tanah individu diambil menggunakan bor tanah (auger atau tabung) atau
cangkul dan sekop. Jika menggunakan bor tanah, sampel tanah individu diambil pada
titik pengambilan yang telah ditentukan, sedalam +20 atau lapisan olah. Sedangkan
jika menggunakan cangkul dan sekop, tanah dicangkul sedalam lapisan olah (akan
membentuk seperti huruf v), kemudian tanah pada sisi yang tercangkul diambil
setebal 1,5 cm dengan menggunakan cangkul atau sekop (gambar 2)

5. Sampel- sampel tanah indivisu tersebut dicampur dan diaduk merata dalam ember
plastic, lalu bersihkan dari sisa tanaman atau akar. Setelah bersih dan teraduk rata,
diambil sampel seberat kira-kira 1 kg dan dimasukkan kedalam kantong plastic
(sampel tanah komposit). Untuk menghindari kemungkinan pecah pada saat
pengiriman, kantong plastic yang digunakan rangkap dua.Pemberian label luar dan
dalam. Label dalam harus dibungkus dengan plastic dan dimasukkan diantara plastik
pembungkus supaya tulisan tidak kotor atau basah, sehingga label tersebut dapat
dibaca sesampainya dilaboratorium tanah. Sedangkan label luar disatukan pada sat
pengikatan plastic. Pada label diberi keterangan mengenai kode pengambilan, nomor
sampel tanah, asal dari (desa/kecamatan/kabupaten), tanggal pengambilan, nama dan
alamat pemohon. Selain label yang diberi keterangan, akan lebih baik jika sampel
tanah yang dikirim dilengkapi dengan peta situasi atau peta lokasi .

B. Sampel Air
1. Observasi Lapangan
 Bertujuan untuk mengetahui kondisi air yang akan disampling, sehingga
dapat membantu hasil analisis
 Observasi lapangan meliputi: intensitas hujan yang terjadi, angin, vegetasi
di sekitar lapangan, kondisi permukaan air, warna dan bau, munculnya
alga/tumbuhan di permukaan air, bangkai hewan, dsb.

2. Melakukan Analisis di lapangan


 DO
Bertujuan untuk mengetahui jumlah oksigen terlarut dalam air, Bersifat
tidak stabil sehingga harus dilakukan secara in situ,DO dipengaruhi oleh
suhu dan salinitas.
 Suhu
Suhu badan air bergantung pada hari pengambilan sampel dan kedalaman
air. Suhu diukur menggunakan termometer
 pH
Menggunakan pH meter atau kertas pH. pH meter model lama
menggunakan larutan KCl, model baru menggunakan elektroda.
 Konduktivitas
 Turbiditas
 Klorin

3. Peralatan Sampling
 Harus bersifat inert (menggunakan bahan kaca)
 Namun, jika yang disampel adalah bahan2 pembentuk kaca (silikon,
boron) alat samplingnya tidak boleh menggunakan kaca
4. Pengambilan Sampel Permukaan Air
 Sampel air harus diambil pada kedalaman 30 cm dari permukaan air
 Jika mengambil sampel dengan tangan dirasa tidak aman, maka dapat
menempelkan botol dengan tongkat panjang

5. Pelabelan dan Identifikasi Sampel


 Label berisi:
 Tanggal sampling
 Waktu sampling
 Lokasi sampling (cantumkan letak koordinatnya)
 Nama petugas sampling
 Nama pengawet sampel (bila ada)
 Informasi lain yang dapat mempengaruhi hasil uji lab

 Lokasi pengambilan contoh ditentukan berdasarkan pada tujuan pemeriksaan.


Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada air permukaan dan air tanah. Lokasi
pengambilan contoh di air permukaan dapat berasal dari daerah pengaliran sungai
dan danau/waduk, dengan penjelasan sebagai berikut :
Air Permukaan
1. Pemantauan kualitas air pada suatu daerah pengaliran sungai (DPS),
berdasarkan pada :
o Sumber air alamiah, yaitu lokasi pada tempat yang belum terjadi atau
masih sedikit pencemaran
o Sumber air tercernar, yaitu lokasi pada tempat yang telah mengalami
perubahan atau di hilir sumber pencemar
o Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu lokasi pada tempat penyadapan
pemanfaatan sumber air tersebut
2. Pemantauan kualitas air pada danau/waduk berdasarkan pada :
o Tempat masuknya sungai ke danau/waduk
o Di tengah danau/waduk
o Lokasi penyadapan air untuk pemanfaatan
o Tempat keluarnya air danau/waduk
Air tanah
Lokasi pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas (tidak
tertekan) dan air tanah tertekan dengan penjelasan sebagai berikut (lihat
Gambar 15) :
1. Air tanah bebas (tidak tertekan) :
o Di sebelah hulu dan hilir dari lokasi penimbunan/pembuangan sampan
kota/industri
o Di sebelah hilir daerah pertanian yang intensif menggunakan pestisida
dan pupuk kimia
o Di daerah pantai dimana terjadi penyusupan air asin
o Tempat-tempat lain yang dianggap perlu.
2. Air tanah tertekan :
o Di sumur produksi air tanah untuk pemenuhan kebutuhan perkotaan,
pedesaan, pertanian dan industri
o Di sumur produksi air tanah PAM maupun sarana umum
o Di sumur-sumur pemantauan kualitas air tanah
o Di lokasi kawasan industri
o Di sumur observasi untuk pengawasan imbuhan
o Pada sumur observasi air tanah di suatu cekungan air tanah artesis
(misalnya : cekungan artesis Bandung)
o Pada sumur observasi di wilayah pesisir dirnana terjadi penyusupan
air asin
o Pada sumur observasi penimbunan/pengolahan limbah industri bahan
berbahaya

Menetukan Titik Pengambilan Contoh :

Titik pengambilan contoh dapat dilakukan di sungai dan danau/waduk,


dengan penjelasan sebagai berikut:
Air permukaan
1. Di sungai, titik pengambilan contoh di sungai (lihat Gambar) dengan
ketentuan :
o Sungai dengan debit kurang dari 5 m3/ detik, contoh diambil pada
satu titik di tengah sungai pada 0,5 x kedalaman dari permukaan air
o Sungai dengan debit antara 5 - 150 m3/ detik, contoh diambil pada
dua titik masingmasing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada 0,5 x
kedalaman dari permukaan air ;
o Sungai dengan debit lebih dari 150 m3/ detik contoh diambil
minimum pada enam titik masing-masing pada jarak 1/4, 1/2 dan 3/4
lebar sungai pada 0,2 x dan 0,8 x kedalaman dari permukaan air
2. Di danau/waduk, titik pengambilan Contoh di danau /waduk (lihat Gambar
17) dengan ketentuan :
o Danau/waduk yang kedalamannya kurang dari 1.0 m, contoh diambil
pada dua titik di permukaan dan di dasar danau/waduk ;
o Danau/waduk dengan kedalaman antara 10 - 30 m, contoh diambil
pada tiga titik, yaitu : di permukaan, di lapisan termoklin dan di dasar
danau/waduk ;
o Danau/waduk dengan kedalaman antara 30 - 100 m, contoh diambil
pada empat titik, yaitu : di permukaan, di lapisan termoklin
(metalimnion), di atas lapisan hipolimnion dan di dasar danau/
waduk ;
o Danau/waduk yang kedalamannya Lebih dari 100 m, titik
pengambilan contoh dapat ditambah sesuai dengan keperluan.

Air tanah

Titik pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas dan
air tanah tertekan (artesis) dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Air tanah bebas
 Pada sumur gali, contoh diambil pada kedalaman 20 cm dibawah
permukaan air dan sebaiknya diambil pada pagi hari.
 Pada sumur bor dengan pompa tangan / mesin, contoh diambil dari
kran / mulut pompa tempat keluarnya air setalh air dibuang selama
lebih kurang 5 menit.
2. Air tanah tertekan
 Pada sumur bor eksplorasi, contoh diambil pada titik yang telah
ditentukan sesuai keperluan eksplorasi.
 Pada sumur observasi, contoh diambil pada dasar sumur setelah air
dalam sumur bor / pipa dibuang sampai habis (dikuras) sebanyak tiga
kali.
3. Pada sumur produksi contoh diambil pada kran / mulut pompa keluarnya
air.
 Air PAM :
Contoh diambil pada kran tempat keluarnya air, setelah kran air
dibuka 1-2 menit.
 Air kolam renang / air pemandian umum.
Sampel diambil pada beberapa titik pengambilan.
2. Pengertian Pengolahan Limbah :
A. Fitoremediasi
Ide dasar bahwa tumbuhan dapat digunakan untuk remediasi lingkungan sudah
dimulai dari tahun 1970-an. Seorang ahli geobotani di Caledonia menemukan
tumbuhan Sebertia acuminata yang dapat mengakumulasi hingga 20% Ni
dalam tajuknya (Brown 1995) dan pada tahun 1980-an, beberapa penelitian
mengenai akumulasi logam berat oleh tumbuhan sudah mengarah pada
realisasi penggunaan tumbuhan untuk membersihkan polutan (Salt 2000).
Fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang dimediasi oleh
tumbuhan, termasuk pohon, rumput- rumputan, dan tumbuhan air. Pencucian
bisa berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang
tidak berbahaya (Chaney et al. 1995).
Ada beberapa strategi fitoremediasi yang sudah digunakan secara komersial
maupun masih dalam taraf riset yaitu strategi berlandaskan pada kemampuan
mengakumulasi kontaminan (phytoextraction) atau pada kemampuan menyerap
dan mentranspirasi air dari dalam tanah (creation of hydraulic barriers).
Kemampuan akar menyerap kontaminan dari air tanah (rhizofiltration) dan
kemampuan tumbuhan dalam memetabolisme kontaminan di dalam jaringan
(phytotransformation) juga digunakan dalam strategi fitoremediasi.
Fitoremediasi juga berlandaskan pada kemampuan tumbuhan dalam
menstimulasi aktivitas biodegradasi oleh mikrob yang berasosiasi dengan akar
(phytostimulation) dan imobilisasi kontaminan di dalam tanah oleh eksudat
dari akar (phytostabilization) serta kemampuan tumbuhan dalam menyerap
logam dari dalam tanah dalam jumlah besar dan secara ekonomis digunakan
untuk meremediasi tanah yang bermasalah (phytomining) (Chaney et al. 1995).
Pada awal perkembangan fitoremediasi, perhatian hanya difokuskan pada
kemampuan hiperakumulator dalam mengatasi pencemaran logam berat dan
zat radioaktif, tetapi kemudian berkembang untuk pencemar anorganik seperti
arsen (As) dan berbagai substansi garam dan nitrat, serta kontaminan organik
seperti khlorin, minyak hidrokarbon, dan pestisida.
B. Bioremediasi

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk


ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar
polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang
diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun
menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan
berbahaya. Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah
mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi
dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan
perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida)
melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003,
tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi
dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi)
yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan
mikroba lokal. Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian
pencemaran air, termasuk upaya bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri
bukan hal baru namun telah memainkan peran sentral dalam pengolahan limbah
konvensional sejak tahun 1900-an (Mara, Duncan and Horan, 2003). Saat ini,
bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung
senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan
dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon,
dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida
(Tortora, 2010), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada
perairan tergenang (Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3.com/).
Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan
polutan dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan metoda ini
menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan metoda yang menggunakan
bahan kimia. Bahkan, saat ini, flokulan umum yang berbahan baku Alum untuk
menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa digantikan dengan bioflokulan
yang mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur aktif dan
diketahui dapat menurunkan turbiditi sebesar 84-94% (Buthelezi et al, 2009).
Selain itu, kehandalan mikroba termasuk diantaranya bakteri, jamur, dan
protozoa dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam menjaga
keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi (Gerardi., 2006).

Anda mungkin juga menyukai