PENGOLAHAN LIMBAH B3
Oleh :
NPM : 11.2018.1.90104
a) Alat untuk mengambil contoh tanah seperti bor tanah (auger, tabung),
cangkul, sekop.
b) Alat untuk membersihkan bor, cangkul dan sekop seperti pisau dan sendok
tanah untuk mencampur atau mengaduk
c) Ember plastic untuk mengaduk kumpulan contoh tanah individu
d) Kantong plastic agak tebal yang dapat memuat 1 kg tanah, dan kantong
plastic untuk label.
e) Kertas manila karton untuk label dan benang kasur untuk mengikat label luar
f) Spidol (water proof) untuk menulis isi label.
g) Lembaran informasi contoh tanah yang diambil.
Ø Sampling Time
· Contoh tanah dapat diambil setiap saat, dan langsung dilakukan analisis di
laboratorium.
· Keadaan tanah saat pengambilan contoh tanah sebaiknya pada kondisi kapasitas
lapang (keadaan kelembaban tanah sedang) yaitu keadaan tanah kira-kira cukup
untuk dilakukan pengolahan tanah).
· Pengambilan contoh tanah terkait erat dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
suatu kegiatan perencanaan pengelolaan tanah-tanaman.
· Secara umum contoh tanah diambil sekali dalam 4 tahun untuk sistem pertanaman
di lapangan.
· Untuk tanah yang digunakan secara intensif untuk budidaya pertanian, contoh
tanah diambil paling sedikit sekali dalam setahun.
· Pada tanah-tanah dengan nilai uji tanah tinggi, contoh tanah disarankan diambil
setiap 5 tahun sekali.
1. Menentukan tempat pengambilan sampel tanah individu, terdapat dua cara yaitu
cara sistematik seperti sistem diagonal atau zig- zag dan cara acak.
2. Rumput rumput, batu batuan atau kerikil, sisa tanaman atau bahan organik segar/
serasah yang terdapat dipermukaan tanah di bersihkan.
3. Untuk lahan kering keadaan tanah pada saat pengambilan sampel tanah sebaiknya
pada kondisi kapasitas lapang (kelembaban tanah sedang yaitu kondisi kira- kira
cukup untuk pengolahan tanah). Sedang untuk lahan sawah contoh tanah sebaiknya
diambil pada kondisi basah atau seperti kondisi saat terdapat tanaman.
4. Sampel tanah individu diambil menggunakan bor tanah (auger atau tabung) atau
cangkul dan sekop. Jika menggunakan bor tanah, sampel tanah individu diambil pada
titik pengambilan yang telah ditentukan, sedalam +20 atau lapisan olah. Sedangkan
jika menggunakan cangkul dan sekop, tanah dicangkul sedalam lapisan olah (akan
membentuk seperti huruf v), kemudian tanah pada sisi yang tercangkul diambil
setebal 1,5 cm dengan menggunakan cangkul atau sekop (gambar 2)
5. Sampel- sampel tanah indivisu tersebut dicampur dan diaduk merata dalam ember
plastic, lalu bersihkan dari sisa tanaman atau akar. Setelah bersih dan teraduk rata,
diambil sampel seberat kira-kira 1 kg dan dimasukkan kedalam kantong plastic
(sampel tanah komposit). Untuk menghindari kemungkinan pecah pada saat
pengiriman, kantong plastic yang digunakan rangkap dua.Pemberian label luar dan
dalam. Label dalam harus dibungkus dengan plastic dan dimasukkan diantara plastik
pembungkus supaya tulisan tidak kotor atau basah, sehingga label tersebut dapat
dibaca sesampainya dilaboratorium tanah. Sedangkan label luar disatukan pada sat
pengikatan plastic. Pada label diberi keterangan mengenai kode pengambilan, nomor
sampel tanah, asal dari (desa/kecamatan/kabupaten), tanggal pengambilan, nama dan
alamat pemohon. Selain label yang diberi keterangan, akan lebih baik jika sampel
tanah yang dikirim dilengkapi dengan peta situasi atau peta lokasi .
B. Sampel Air
1. Observasi Lapangan
Bertujuan untuk mengetahui kondisi air yang akan disampling, sehingga
dapat membantu hasil analisis
Observasi lapangan meliputi: intensitas hujan yang terjadi, angin, vegetasi
di sekitar lapangan, kondisi permukaan air, warna dan bau, munculnya
alga/tumbuhan di permukaan air, bangkai hewan, dsb.
3. Peralatan Sampling
Harus bersifat inert (menggunakan bahan kaca)
Namun, jika yang disampel adalah bahan2 pembentuk kaca (silikon,
boron) alat samplingnya tidak boleh menggunakan kaca
4. Pengambilan Sampel Permukaan Air
Sampel air harus diambil pada kedalaman 30 cm dari permukaan air
Jika mengambil sampel dengan tangan dirasa tidak aman, maka dapat
menempelkan botol dengan tongkat panjang
Air tanah
Titik pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas dan
air tanah tertekan (artesis) dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Air tanah bebas
Pada sumur gali, contoh diambil pada kedalaman 20 cm dibawah
permukaan air dan sebaiknya diambil pada pagi hari.
Pada sumur bor dengan pompa tangan / mesin, contoh diambil dari
kran / mulut pompa tempat keluarnya air setalh air dibuang selama
lebih kurang 5 menit.
2. Air tanah tertekan
Pada sumur bor eksplorasi, contoh diambil pada titik yang telah
ditentukan sesuai keperluan eksplorasi.
Pada sumur observasi, contoh diambil pada dasar sumur setelah air
dalam sumur bor / pipa dibuang sampai habis (dikuras) sebanyak tiga
kali.
3. Pada sumur produksi contoh diambil pada kran / mulut pompa keluarnya
air.
Air PAM :
Contoh diambil pada kran tempat keluarnya air, setelah kran air
dibuka 1-2 menit.
Air kolam renang / air pemandian umum.
Sampel diambil pada beberapa titik pengambilan.
2. Pengertian Pengolahan Limbah :
A. Fitoremediasi
Ide dasar bahwa tumbuhan dapat digunakan untuk remediasi lingkungan sudah
dimulai dari tahun 1970-an. Seorang ahli geobotani di Caledonia menemukan
tumbuhan Sebertia acuminata yang dapat mengakumulasi hingga 20% Ni
dalam tajuknya (Brown 1995) dan pada tahun 1980-an, beberapa penelitian
mengenai akumulasi logam berat oleh tumbuhan sudah mengarah pada
realisasi penggunaan tumbuhan untuk membersihkan polutan (Salt 2000).
Fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang dimediasi oleh
tumbuhan, termasuk pohon, rumput- rumputan, dan tumbuhan air. Pencucian
bisa berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang
tidak berbahaya (Chaney et al. 1995).
Ada beberapa strategi fitoremediasi yang sudah digunakan secara komersial
maupun masih dalam taraf riset yaitu strategi berlandaskan pada kemampuan
mengakumulasi kontaminan (phytoextraction) atau pada kemampuan menyerap
dan mentranspirasi air dari dalam tanah (creation of hydraulic barriers).
Kemampuan akar menyerap kontaminan dari air tanah (rhizofiltration) dan
kemampuan tumbuhan dalam memetabolisme kontaminan di dalam jaringan
(phytotransformation) juga digunakan dalam strategi fitoremediasi.
Fitoremediasi juga berlandaskan pada kemampuan tumbuhan dalam
menstimulasi aktivitas biodegradasi oleh mikrob yang berasosiasi dengan akar
(phytostimulation) dan imobilisasi kontaminan di dalam tanah oleh eksudat
dari akar (phytostabilization) serta kemampuan tumbuhan dalam menyerap
logam dari dalam tanah dalam jumlah besar dan secara ekonomis digunakan
untuk meremediasi tanah yang bermasalah (phytomining) (Chaney et al. 1995).
Pada awal perkembangan fitoremediasi, perhatian hanya difokuskan pada
kemampuan hiperakumulator dalam mengatasi pencemaran logam berat dan
zat radioaktif, tetapi kemudian berkembang untuk pencemar anorganik seperti
arsen (As) dan berbagai substansi garam dan nitrat, serta kontaminan organik
seperti khlorin, minyak hidrokarbon, dan pestisida.
B. Bioremediasi