Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene buruk.
Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar Typhi
(S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A).
CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-810/100.000 populasi pada
tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas
bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.
Dua dekade belakangan ini, dunia digemparkan dengan adanya laporan Multi Drug
Resistant (MDR) strains S.Typhi. strain ini resisten dengan kloramfenikol, trimetropim-
sulfametoksazol, dan ampicillin. Selain itu strain ressisten asam nalidixat juga menunjakan
penurunan pengaruh ciprofloksasin yang menjadi endemik di India. United State, United
Kingdom dan juga beberapa negara berkembang pada tahun 1997 menunjukan kedaruratan
masalah globat akibat MDR.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012, angka kematian anak yaitu 48 per
1.000 kelahiran hidup. WHO memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di
seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun (http://www.who.int).
Kejadian demam tifoid meningkat terutama pada musim hujan.Usia penderita di
Indonesia (daerah endemis) antara 3-19 tahun (prevalensi 91% kasus). Dari presentase tersebut,
jelas bahwa anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam tifoid. Demam tifoid sebenarnya
dapat menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya menyerang anak usia lebih dari 5
tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang memerlukan
perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan dengan faktor kebiasaan
makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan
derajat kekebalan anak.
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan pelayanan yang
tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian antibiotika, namun perlu juga asuhan
keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat
proses penyembuhan pasien dengan demam tifoid.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Demam Typhoid?
2. Apa saja penyebab Demam Typhoid?
3. Bagaimana insidensi Demam Typhoid?
4. Bagaimana Patofisiologi Demam Typhoid?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Demam Typhoid?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid?
7. Komplikasi apa saja yang terjadi pada penderita Demam Typhoid?
8. Bagaimana penanganan atau pencegahan Demam Typhoid?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Demam Typhoid.
2. Untuk mengetahui penyebab Demam Typhoid.
3. Untuk mengetahui insidensi Demam Typhoid.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi Demam Typhoid.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Demam Typhoid.
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid.
7. Untuk mengetahui Komplikasi yang terjadi pada penderita Demam Typhoid.
8. Untuk mengetahui penanganan atau pencegahan Demam Typhoid.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005 ; 152 dan Suriadi, 2006 ; 254)
2. Thypus Abdomalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan
oleh salmonella typhosa. (Nugroho, 2011 ; 187)
3. Demam Typhoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdomalis adalah penyakit yang
disebabkan oleh Salmonella Typhii. (Tapan, 2004 ; 131).
4. Tifus Abdomalis (Demam Typhoid) adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali
diselaput lendir usus dan jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh.
(Tambayong, 2000;143)
5. Demam Typhoid atau tifus abdomalis merupakan penyakit infeksi perut yang masih banyak
ditemukan pada anak dan orang dewasa. Penyakit ini mulai sering ditemukan pada anak setelah
usia dua tahun. (Suririnah, 2010 ; 307).
6. Demam Typhoid/tifus abdomalis merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran. (Febry, 2010 ; 109).
7. Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6
Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Sudoyo
A.W., 2010)
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Demam Typhoid adalah penyakit
infeksi akut yang terjadi pada saluran percernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu
yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thyposa dan dapat masuk melalui makanan,
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dan mengalami gangguan kesadaran.

B. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah salmonella typhosa yang mempunyai ciri- ciri sebagai berikut :
1. Basil gram negatif yang begerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
2. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu, antigen O (somatiik yang terdiri zat
kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen VI dalam serum pasien terdapat
zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. (Nursalam, 2005 ; 152-153).
Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung,
usus 12 jari, usus halus, usus besar). Salmonella typhi , Salmonella paratyphi A, Salmonella
paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan
atau minuman yang tercemar. Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami
Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung penderita demam tifoid atau
karier. Karier adalah orang yang telah sembuh dari demam tifoid dan masih menginfeksi
bakteri Salmonella typhi dalam tinja atau urin selama lebih dari satu tahun. Sebagian besar dari
karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type), kekambuhan yang ringan pada
karier demam tifoid. Pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya
yang tidak jelas.
Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam
lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga
bisa menginfeksi usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar
getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu,
dan lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A,salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C yang siap
menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari. Pada penderita yang
tergolong carrier kuman Salmonella bisa ada terus menerus di feses dan urin sampai bertahun-
tahun.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tifoid, yaitu (Price, Sylvia A,
2006):
1. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan
Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan / minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal
dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi
trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.
Kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar
dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan
tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar
dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7)
2. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek
masa inkubasi penyakit demam tifoid.
3. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama
di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang
rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi,
kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah. Dalam suatu penelitian menyatakan bahwa higiene perorangan yang kurang,
mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko
6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya
tidak tercemar berat coliform.

C. Insidensi
Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadic, terpencar-pencar disuatu
daerah, dan jarang terjadi lebih dari kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam typhoid
dapat ditemukan sepanjang tahun dan insiden tertinggi pada daerah endemic terjadi pada anak-anak.
Terdapat dua sumber penularan S.typhi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering,
karier. Di daerah endemic, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S. typhi, sedangkan makanan
yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik. (Mansjoer,
2000; 422).

D. Patofisiologi
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili
usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel
retikuloendotelial, hati, limpa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan
berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan
bakteremia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama
limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks peyer. Ini
terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi
ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan
sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain hepar, kelenjar-
kelenjar mesenterial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan
gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi, 2006 ; 254).

E. Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi (2006 ; 255-256), Manifestasi klinis tifus abdomalis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri kepala, lemah dan lesu.
2. Demam tidak terlalu tinggi berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu
tubuh berpluktuasi biasanya suhu meningkat pada malam hari dan turun pada pagi hari. Minggu
kedua suhu tubuh terus meningkat. Minggu ketiga suhu mulai turun dan dapat kembali normal.
3. Gangguan pada saluran cerna ; holitosis, bibir kering dan pecah, lidah
kotor (coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali
disertai dengan nyeri perabaan.
4. Penurunan kesadaran ; apatis atau somnolen.
5. Bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli bakteri pada kapiler kulit.
6. Epistaksis
Menurut Mansjoer (432; 2000) masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan. Pada kasus khas
terdapat demam retimen pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan
demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga. Lidah kotor yaitu ditutupi
selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa
membesar yang nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat konstipasi, tetapi mungkin normal
bahkan dapat diare.
Sedangkan gambaran klinik demam tifoid pada anak menurut Ngastiyah (237;
2005).biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas : 10 – 20 hari, yang tersingkat
4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30
hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul
gambaran klinik yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak
tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah
tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat
diare atau normal.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai
somnolen. Di samping itu gejala tersebut mungkin terdapat gejala lain yaitu pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang ditemukan
bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2011;492), pengkajian diagnostik yang diperlukan adalah
pemeriksaan laboratorium dan radiografi meliputi hal-hal berikut ini:
1. Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan yang terbatas malabsobsi,
hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran seldarah merah dalam
peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah leukosit antara 3000-4000 mm3 ditemukan pada
fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran leukosit oleh endotoksin. Aneosinofilia
yaitu hilangnya eosinofil dari tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada
minggu pertama.
2. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan leukosit dalam urine.
3. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya peredaran darah usus dan perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman Salmonella pada biakan darah tinja, urine, cairan empedu,
atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Respons antibodi
yang dihasilakan tubuh akibat infeksi kuman Salmonella adalah antibodi O dan H. Apabila titer
antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1/2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosis positif dari infeksi salmonella typhi .
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat Demam
Typhoid.

G. Komplikasi
Kompliksi yang sering adalah pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila
komplikasi ini dialami oleh seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Golongan pada usus halus ini
dapat berupa:
1. Perdarahan usus, apabila sedikit, maka perdarahan tersebut hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak maka dapat terjadi melena, yang
bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada
minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
2. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di
rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma
pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut, yaitu neyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegak (defense
musculain) dan nyeri tekan.
4. Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia),
yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain, komplikasi di luar usus ini terjadi
karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Nursalam, 2005; 153)

H. Therapi
1. Isolasi, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2. Istirahat selama demam hingga dua minggu
3. Diit tinggi kalori,tinggi protein,tidak mengandung banyak serat
4. Pemberian antibiotik kloramfenikol dengan dosis tinggi (Suriadi, 2006 ;256).
Tujuan dari perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit tifoid atau types
adalah untuk menghentikan invasi kuman, mencegah terjadinya komplikasi, memperpendek
perjalanan penyakit, serta mencegah agar tak kambuh lagi. Pengobatan yang dilakukan untuk
penyakit tyfus ini dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian,
faeces dan urine untuk mencegah penularan. Selama tiga hari pasien harus berbaring di tempat
tidur hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.
Selain dengan obat-obatan juga ada cara tradisional untuk menyembuhkan penyakit
typus yaitu dengan menggunakan tanaman obat yang bisa kita jumpai di lingkungan kita.
1. Penyembuhan penyakit typus dengan sambiloto (andrographis paniculata)
Fungsi dari tanaman ini adalah untuk menurunkan panas atau demam, fungsi lain untuk
antiracun dan antibengkak. Cukup efektif untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta
mengatasi infeksi dan merangsang phagocytosis. Bagian dari tanaman ini dapat diolah menjadi
obat berbentuk kapsul. Untuk penggunaannya : 1 jam sebelum makan 3 x 1 kapsul (pagi, siang,
sore).
2. Penyembuhan penyakit typus dengan bidara upas (merremia mammosa)
Tanaman ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit (analgesic), menetralkan racun dan
sebagai anti radang. Olah bagian dari tanaman ini dalam bentuk kapsul. Pemakainnya sendiri :
3 x 1 kapsul/hari.
3. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Rumput Mutiara
Tanaman ini sangat berguna untuk menghilangkan rasa panas dan anti radang, selain itu juga
sangat bermanfaat untuk mengaktifkan peredaran darah. Olah juga bagian tanaman ini menjadi
kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
4. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Temulawak
Sifat dari tanaman ini adalah bakteriostatik dan bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan
tubuh serta antiflasma atau pembengkakan. Olah bagian tanaman ini dalam bentuk kapsul. Cara
pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.

I. Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang
dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam
1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui,
demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone
in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml,
anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval
4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat
suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara
intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui,
sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi
daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan
petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan
mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam
tifoid, yaitu :
- Diagnosis klinik.
- Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
- Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam
tifoid.
b. Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.
c. Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa
telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus
prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan
pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat
komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap
menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari
infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan
pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau
tidak.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella tipe
A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2. Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yangmemasuki
tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
3. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap
dalam keadaan asimtomatis.
4. Secara garis besar, gejala Tifoid adalah Demam lebih dari seminggu, Lidah kotor, Mual Berat
sampai muntah, Diare atau Mencret, Lemas, pusing, dan sakit perut, Pingsan, Tak sadarkan
diri.
5. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang
sesuai dengan patogenesis demam tifoid.
6. Pencegahan dilakukan secara primer, sekunder dan tersier.

B. Saran
1. Sebaiknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus higiene
dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
2. Sebaiknya kita harus membiasakan diri untuk hidup sehat, biasakan untuk mencuci tangan
sebelum makan. Agar kuman salmonella tidak ikut tertelan masuk ke dalam sistem pencernaan
kita bersama makanan yang telah terkontaminasi.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.

Febry, 2010. Smart Parents Pandai Mengatur Menu dan Tanggap Saat Anak Sakit. Jakarta : Gagas
Media.
Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius

Muttaqin, 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam. Yogyakarta :
Nuha Medika.

Nursalam, 2005. lmu Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika


Price, Sylvia A, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta

Sudoyo AW,2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC

Suriadi, 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.

Suririnah, 2010. Buku Pintar Mengasuh Batita. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Tambayong, 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Tapan, 2004. Dokter Internet Flu, HFMD, Diare Pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, dan
Tifus. Jakarta : Pustaka Populer Obor

WHO, 2013. Child Mortality Report 2013, http://www.who.int (Online) Diakses 17 Juni 2014
A

Anda mungkin juga menyukai