Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN GAGAL NAFAS

Disusun oleh :
1. A
2. B
3. C
4. D
5. E
6. F

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARAN 2018/2019


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal napas adalah masalah yang relatif sering terjadi, yang biasanya, meskipun tidak
selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada sistem pernapasan. Keadaan ini
semakin sering di temukan sebagai komplikasi dari trauma akut, septikemia, atau syok.

Gagal napas, seperti halnya kegagalan pada sistem organ lainnya, dapat di kenali
berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan laboratorium. Tetapi harus di ingat bahwa pada
gagal napas, hubungan antara gambaran klinis dengan kelainan dari hasil pemeriksaan
laboratorium pada kisaran normal adalah tidak langsung.

Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di intensive care
unit (ICU) dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas dalam waktu
90% pada acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI)
adalah 42,2%. Gagal napas akut sering kali diikuti dengan kegagalan organ vital lainnya.
Kematian disebabkan karena multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS,
kematian akibat gagal napas ireversibel adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, insiden gagal
napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus per 100.000 populasi
per tahun dengan tingkat mortalitas 40%.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien gagal napas ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami gagal napas dan asuhan keperawatan
yang berkaitan dengan gagal napas dengan baik.
1.3.2 Tujuan Khusus.
1. Mahasiswa mampu menjelasakan anatomi dan fisiologisistem pernapasan?
2. Mahasiswa mampu menjelasakan pengertian gagal napas ?
3. Mahasiswa mampu menjelasakan epidemelogi gagal napas?
4. Mahasiswa mampu menjelasakan etiologi gagal napas?
5. Mahasiswa mampu menjelasakan patofisiologi gagal napas?
6. Mahasiswa mampu menjelasakan Manifestasi Klinis gagal napas?
7. Mahasiswa mampu menjelasakan pemeriksaan penunjang gagal napas?
8. Mahasiswa mampu menjelasakan penatalaksanaan gagal napas?
9. Mahasiswa mampu menjelasakan Komplikasi gagal napas ?
10. Mahasiswa mampu menjelasakan Asuhan Keperawatan pada pasien gagal napas?

1.4 Manfaat
1.4.1 Klinis
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien gagal napas
1.4.2 Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui tentang penyakit gagalnapas.

1.4.3 Akademik
Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian, etiologi, klasifikasi, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjaang dan penatalaksanaan pada pasien gagal nafas serta
asuhan keperawatan pada gagal napas.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi

Sistem pernafasan pada manusia dibagi menjadi beberapa bagian. Saluran penghantar
udara dari hidung hingga mencapai paru-paru sendiri meliputi dua bagian yaitu saluran
pernafasan bagian atas dan bagian bawah dari benda asing,dan sebagai penghangat
,penyaring ,serta pelembab dari udara yang dihirup hidung.saluran pernafasan atas ini terdiri
dari organ-organ berikut

1. Saluran pernafasan bagian atas (Upper Respiratory Airway)


Secara umum fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah sebagai saluran
udara(air conduction) menuju saluran nafas bagian bawah untuk pertukaran gas,melindungi
(protecting) saluran.
a. Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh
darah.rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung
b. Sinus paranasanalis
Sinus paranasanalis merupaka daerah yang terbuka pada tulang kepala. nama sinus
paranalis sendri yang disesuaikan dengan nama tulang dimana organ tersebut
berada.organ ini terdiri atas frontalis,sinus etmoidalis,sinus spinoidalis dan sinus
maksilaris.fungsi dari sinus adalah untuk menghangatkan dan melembabkan
udara,meringankan berat tulang tengkorak,serata mengatur bunyi suara manusia
dengan ruang resonasi.
c. Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persmbungannya
dengan esofagus ,pada ketinggian tulang rawan krikoid.oleh karena itu letak faring
dibelakang laring
d. Laring(tenggorokan)
Laring terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkan faring dari columna
vertebrata,laring merentang sampai bagian atas vertebrata servikals dan masuk
kedalam trakea dibawahnya .laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang
diikat/disatukan oleh ligamen ndan membran
2. Saluran pernafasan bagian bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umum pernafasan bagian bawah terbagi menjadi dua
kompenin.pertama,saluran udara kondusif atau yang sering dsebut sebagai percabangan
dari trakea bronkealis .saluran ini terdiri atas trakea bronki dan bronkeoli.kedua satuan
respiratorius terminal(kadang kal disebut dengan acini)yang merupakan saluran udara
konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalus gas masuk dan keluar dari satuan
respiratorius terminal merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.alveoli sendiri
merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.
a. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-kira 9cm.organ ini merentang
laring sampai kira-kira dibagian atas vertebrata torakalis kelima.dari tempat ini trakea
bercabang menjadi dua bronkus.trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak
lengkap,berupa cincin-cinin tulang rawan yang disatukan bersama oleh jaringan fbrosa
dan melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea.selain itu trakea juga memuat
beberapa jaringan otot.
b. Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vertebrata torakalis
kelima,mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang
sama.bronkus-bronkus itu membentang kebawah dan samping,kearah tampuk
paru.bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada yang kiri,sedikit lebih tinggi
dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat dibawah
arteri,yang disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,serta merentang dibawah
arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi beberapa cabang menuju kelobus
atas dan bawah.cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis.percabangan ini merentang terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil,sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis,yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli(kantong udara).
Bronkhoiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1mm.bronkhiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan,tetapi dikelilingi oleh otot-ototpolos sehingga
ukurannya berubah.seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis
disebut saluran penghantar udara,karena fungsi utamanya sebagai penghantar udara
ketempat pertukaran gas keparu-paru.
c. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.Alveolus
adalah kantung berdinding tipis yang yang mengandung udara.melaluai seluruh dinding
inilah terjadi pertukaran gas.setiap paru mengandung 300juta alveoli.lubang-lubang kecil
didalam dinding alveolar memungkinkan udara melewati satu alveolus yang lain.alveolus
yang melapisi rongga thoraks dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
d. Paru-paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat dalam rongga thoraks.peru-paru juga dilapisi
pleura,yaitu pariental pleura dan visceral pleura.didalam rongga pleura terdapat cairan
surfaktan yang berfungsi untuk lubrik.paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu lobus
superior,lobus medius, lobus inferior.sedangkan paru kiri dibagi menjadi 2 lobus yaitu
lobus superior lobus inferior.tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastis yang
mengandung pembuluh limfe,arteriola,venula,bronchial venula,ductus alveolar,sakkus
alveolar,dan alveoli.deperkirakan setiap paru-paru mengandung150 juta
alveoli,sehingga organ ijni mempunyai permukqan yang cukup luas sebagai tempat
permukaan/pertukaran gas.
e. Toraks,Diafragma, dan pleura
Rongga thorak berfungsi melindungi paru-paru,jangtung dan pembuluh
besar.bagian rongga thoraks terdiri atas 12 iga koste.pada bagian atas thorak didaerah
leher,terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi,yakni skaleneus dan
sternokleidomastoideus.otot sklaneus menaikkan tulang iga pertama dan kedua selama
inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada
Otot sternokleidomatoideusberfungsi untuk mengangkat sternum otot
parastemal, trapezius, dan pektoralis juga merupakan inspirasi tambahan yang berguna
untuk meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot
interkostal eksternum adalah otot yang menggerakkan tulang iga ke atas dan ke depan,
sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Di afragma terletak di bawah rongga toraks. Pada keadaan relaksasi, diafragma
ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan otot diafragma (nervus frenikus)terdapat
pada tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu,jika terjadi
kecelakaan pada saraf C3, maka hal ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru. Terdapat dua
macam pleura, yaitu pleura parietal yang melapisi rongga toraks dan pleura viseral yang
menutupi setiap paru-paru. Di antara ke dua pleura tersebut terdapat cairan pleura
tersebut terdapat cairan pleura yang menyerupai selaput tipis yang memungkinkan
kadua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, sekaligus
mencegah pemisahan toraks dan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah
dari tekaanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Jika pleura
bermasalah, misalnya mengalami peradangan, maka udara cairan dapat masuk ke
dalam rongga pleura. Hal tersebut dapat menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps.
3. Fisiologi pernapasan
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara kedalam jaringan-
jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (espirasi), dapat di bagi menjadi dua tahap, yaitu :
A. Stadium pertama
Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke
dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di mungkinkan karena ada selisih tekanan
antara atmosfer dan alveolus, akibat kerja mekanik dari otot-otot.
B. Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terjadi dari beberapa aspek, yaitu :
Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal)serta antara darah
sistemik dan sel-sel jaringan.
Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara
dalam alveolus.
Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau respirasi internal
merupakan stadium akhir dari respirasi, dimana dioksigen dioksida untuk mendapatkan
energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan
dikeluarkan oleh paru-paru.
Transportasi adalah merupakan tahap yang mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 mm). Kekuatan untuk
mendorong memindah ini diperoleh dari selisih tekanan parsial antara darah dan fase
gas.
Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru
yang membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran
darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary yang
sudah sesuai dengan orang normal pada saat posisi tegak dan keadaan istirahat,
maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang, kecuali pada apeks paru-paru. (medikal
Bedah, 2012).

2.2 Pengertian

Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi
pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut
dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan
atau keduanya. (Bruner and Suddart 2002)

Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan karbondioksida (price& Wilson,
2005)
Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh ketidakmampuan paru
mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang karbon dioksida secara adekuat(kapita
selekta penyakit, 2011)

2.3 Epidemelogi

Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di ICU dengan
tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas dalam waktu 90% pada acute
respiratory distress syndrome (ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI) adalah 42,2%.
Gagal nafas akut sering kali di temukan dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian
disebabkan karena multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian
akibat gagal napas ireversibla adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, inside dengan gagal
napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus per 100.000 populasi
pertahun dengan tingkat mortalitas 40%.

2.4 Etiologi (buku ajar patofisiologi,kowalak dkk, 2011)


1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat.
Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal
maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas
bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut
disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink,
epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema,
bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai
dengan sepsis.
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) : Peningkatan deadspace
(ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis.
4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada
gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang mengganggu
ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti
paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi
atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung
yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah
beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
2.5 Klasifikasi
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan
perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar
PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan
mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara
bertahap.

2.6 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal
nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru
kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat
karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan
meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut.

2.7 Manifestasi Klinis (kapita selekta panyakit, 2011)


1. Pernapasan cepat
2. Gelisah
3. Ansietas
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi

2.8 Pemeriksaan Penunjang (kowalak jenifer, 2011)


1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen arterial.
3. Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menunjukkan penurunan kapasitas mengangkut
oksigen.
4. Elektrolit menunjukkan hipokalemia dan hipokloremia
Hipokalemia dapat terjadi karena hiperventilasi kompensasiyang merupakan upaya tubuh
untuk mengoreksi asidosis.
Hipokloremia biasanya terjadi alkalosis metabolik. Pemeriksaan kultur darah dapat
menemukan kuman patogen.
5. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab pulmoner atau
kardiovaskuler pasa gagal nafas akut dan memantau tekanan hemodinamika.
2.9 Penatalaksaan
1. Non Farmakologi
a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan intubasi dan
ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu memelihara patensi jalan
napas.
b. Aktifitas sesuai kemampuan.
c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.

2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi jika perlu
untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan membalikkan keadaan asidosis.

c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap terapi yang di
berikan;tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan nafas terbuka, meningkatkan
oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli paru.
d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g. Pembatasan cairan pada kor pulmonaleuntuk mengurangi volume dan beban kerja
jantung.
h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung.
i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan cairan.

2.10 Komplikasi
1. Hipoksia jaringan
2. Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat mengeluarkan
semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam-basa dan membuat cairan tubuh lebih asam, terutama darah.
3. Henti napas
4. henti jantung
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

2.4 Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan frekuensi
nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh apakah klien tampak
takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
3. Riwayat kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang
dialami klien
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat gagal nafas terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi obat
berlebihan.
5. Dasar Data Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala :kekurangan energi/ kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala :riwayat adanya bedah jantung- paru ,fenomena embolik(darah,udara,lemak).
Tanda :tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi
hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat faktor pencetus seperti
pada eklampsi
Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada
Bunyijantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi .distritmia dapat terjadi
,tetapi EKG sering normal.
Kulit dan membran mukosa :Pucat, dingin. Sianosis biasanya terjadi (tahaplanjut).
c. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
d. Makanan /Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus.
e. Neurosensori
Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik.
f. Pernapasan
Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, timbulnya tiba-
tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda :
- Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
- Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh retraksi
interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
- Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi napas
bronkial.
- Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
- Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar vibrasi pada
dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa, pucat atau sianosis,
penurunan mental , bingung.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode anafilaktik.
h. Seksualitas
Gejala/Tanda : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Makan/kelebihan dosis obat
6. Pemariksaan Fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara. Denyut nadi,
frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
 Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernafasan.
Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan amplitude yang cukup
besar. Jika seseorang bernafas lambat dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi
pusat pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan >
20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan
gangguan metabolic seperti diabetes militus.
 Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus yang
menjadi penyebab utama gagal nafas.
 Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah redup-
sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh peneballan
pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan
pneumothoraks atau emfisema paru.
 Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing dan ronki
serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang ada.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan hemodinamik
seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan
gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan pemeriksaan
GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda
awal dari syok.
e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi kekurangan
pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta
kecemasan yang dialami klien.
f. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon
kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.

2.5 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
2. Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.
3. Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.
4. Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat

3.3 Intervensi Keperawatan


DX 1: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama 3X24 jam jalan nafas pasien
bersih/jelas.
 Kriteria Hasil :

 Suara nafas bersih,tidak ada suara snoring atau suara tambahan yang lain

 Irama nafas regular

 frekuensi nafas dalam rentang normal.


 Intervensi
1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional : Suara tambahan seperti snoring dan crackels mengindikasikan penumpukan
sekret
2. Informasikan pada keluarga tentang tindakan suction yang dilakukan pada klien.
Rasional : Meminimalkan kecemasan keluarga.
3. Berikan O2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur suction.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia)
4. Monitor status oksigenasi klien.
Rasional :Adanya dispnea menunjukkan peningkatan kebutuhan oksigen
5. Posisikan klien pada posisi semi fowler.
Rasional :Untuk memaksimalkan ventilasi agar O2 masuk secara optimal.
6. Lakukan suction sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk mengurangi produksi lendir pada jalan nafas

DX 2 : Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.

 Tujuan : Setelah dilakukantindakan keperawatanselama 3x24 jam polanapas menjadi efektif


 kriteria hasil :

 Sesak berkurang atau hilang


 RR 18-24x/menit
 Klien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuesi dan kedalaman dalam rentang
normal dan paru jelas/bersih
 Pernapasan klien normal ( 16-20x / menit ) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
 Bunyi napas normal.
 pergerakan dinding dada normal
 Intervensi :
1. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot
pernapasan.
Rasional: Adanya dispnea dan perubahan kedalaman pernapasan menandakan adanya
distress pernapasan.
2. Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri.
Rasional: Perubahan tanda-tanda vital dan nilai gas darah merupakan indicator
ketidakefektifan pernapasan.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional: Memaksimalkan napas dan menurunkan kerja otot pernapasan.

DX 3 Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.

 Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pertukaran gas
membaik.
 Kriteria evaluasi :
- Frekuensi napas 18-20/menit
- Frekuensi nadi 75-100/menit
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
- Hasil analisa gas darah normal :
PH (7,35 – 7,45)
PO2 (80 – 100 mmHg)
PCO2 ( 35 – 45 mmHg)
 Intervensi
1. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output.
Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil
klien.
2. Tempatkan klien pada posisi semifowler.
Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3. Berikan terapi intravena sesuai anjuran.
Rasional : Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskuler
untuk pemberian obat-obat darurat.
4. Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2.
Rasional : Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah tepat serta amati
bila ada tanda-tanda toksisitas.
Rasional : Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi sebelumnya.

DX 4 Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat

 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam menunjukkan


peningkatan perfusi jaringan.
 Kriteria Hasil
- Irama jantung/frekuensi dan nadi periferdalam batas normal
- Tidak ada sianosis perifer
- Kulit tidak kering
- CRT <2 detik
 Intervensi
1. Observasi perubahan status mental.
Rasional: gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau perubahan sensori/motorik dapat
menunjukkan gangguan aliran darah , hipoksia atau cedera vaskuler serebral sebagai akibat
emboli sistemik.
2. Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa.
Rasional: kulit pucat atausianosis, kuku, membrane mukosa menunjukkan vasokontriksi
perifer atau gangguan aliran darah sisemik.
3. Evaluasi ektremitas untuk adanya/tidak ada kualitas nadi. Catat nyeru tekan
betis/pembengkakan.
Rasional: EP sering dicetuskan oleh trombus yang naik dari vena profunda (pelvis atau kaki).
Tanda gejala mungkin tidak tampak.
4. Tinggikan kaki/telapak kaki saat tidur. Dorong pasien untuk latihan kaki dengan
fleksi/ekstensi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangan kaki dan duduk atau berdiri
terlalu lama.
Rasional: tindakan ini dilakukan untuk menurunkan stasis vena dikaki dan pengumpulan
darah pada vena pelvis untuk menurunkan risiko pembentukan thrombus.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian agen trombolitik mis. Streptokinase.
Rasional: diindikasikan pada obstruksi paru berat bila pasien secara serius hemodinamik
terancam.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam
sel-sel tubuh. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas.

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran


oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan. Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi
bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.
Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

4.2 Saran

Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa keperawatan pada


khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal, serta mengetahui asuhan
keperawatan pada klien dengan gagal napas.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta: DIVA Press.

Doenges, M.E. Moorhouse M.F., Geissler A.C., (2000) Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, Jakarta, EGC.

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2011). Kapita Selekta Kedokteran


edisi 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai