Anda di halaman 1dari 27

Proposal PTK

Pembelajaran IPA menggunakan media kit listrik dengan metode percobaan

untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas IX SMPIT PUTRI AL HANIF

Heny arifah
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan nasional menurut UU no 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menyebutkan bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Sejalan dengan hal tersebut, maka pada dasarnya pendidikan di
Indonesia merupakan pendidikan berkarakter yang unik sesuai dengan budaya Indonesia, dan sangat
sejalan dengan tuntutan kecakapan Abad. Abad 21 merupakan abad yang berlandaskan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga menuntut sumber daya manusia sebuah negara untuk menguasai
berbagai bentuk keterampilan, termasuk keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah dari
berbagai permasalahan yang semakin meningkat. Dengan kata lain, berbagai keterampilan dalam
bingkai ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu dikuasai oleh sumber daya manusia (SDM), menjadi
kata kunci bagi sebuah bangsa untuk turut serta dalam percaturan dunia. Hasil pendidikan di Indonesia
secara keilmuan masih di bawah negara berkembang lainnya, misalnya dalam hasil PISA tahun 2012
yang menyatakan bahwa mayoritas peserta didik di Indonesia pada usia 15 tahun belum memiliki literasi
dasar (membaca, matematika, sains), maka masih diperlukan perbaikan atau pembaharuan sistem
pendidikan di Indonesia. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah pada saat ini adalah dengan
menggulirkan Kurikulum 2013 yang merupakan kurikulum nasional dengan terus menerus diperbaharui
agar selaras dengan tuntutan pendidikan global dan tidak menyimpang dari nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia. Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pembelajaran oleh
guru di dalam maupun di luar kelas. Agar guru memahami bagaimana melaksanakan pembelajaran
sesuai tuntutan Abad 21,
Tercapainya tujuan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran guru, siswa, masyarakat
maupun lembaga terkait lainnya. Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas menuju tercapainya
tujuan tersebut perlu disampaikan suatu upaya perbaikan sistem pembelajaran inovatif yang
merangsang siswa untuk mencintai yang akhirnya mau mempelajari seksama terhadap suatu mata
pelajaran. Keberhasilan tujuan pendidikan terutama di tentukan oleh proses belajar mengajar yang
dialami oleh siswa. Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik pengetahuan, pemahaman,
penalaran, keterampilan, nilai dan sikap. Agar perubahan tersebut dapat tercapai dengan baik, maka
diperlukan berbagai faktor untuk menghasilkan perubahan yang di harapkan. Berdasarkan hal tersebut
pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat
melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek
tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran, sehingga menghasilkan peserta didik yang kreatif.
Pembelajaran IPA di SMPIT PUTRI AL HANIF Cilegon, niliai belum berhasil khususnya materi
Listrik Dinamis,hal ini ditunjukkan oleh
(1) Pada proses belajar Peserta didik menunjukkan keaktifan yang rendah. Yang ditunjukkan oleh
tidak adanya peserta didik yang bertanya saat pembelajaran IPA terutama materi Listrik
dinamis,dan tidak ada peserta didik yang menjawab pertanyaan yang coba dihadirkan oleh guru
IPA berkaitan dengan materi listrik Dinamis
(2) hasil belajar kelas MINA pada materi listrik dinamis yang rendah yaitu rata-rata nilai UH 67.
Dengan KKM nilai KKM yang ditetapkan sekolah 75.
Setelah dilakukan evaluasi, maka ada beberapa hal yang memberikan kontribusi terhadap hal
tersebut antara lain
(1) pembelajaran yang masih berpusat pada guru sehingga peserta didik tidak punya pengalaman
belajar yang berkaitan materi dan sifatnya hanya menerima informasi
(2) Model Ceramah yang digunakan oleh guru.
Memperhatikan kondisi yang demikian peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran
harus diubah dan juga keterdukungan sarana harus mulai menjadi prioritas dari sekolah. Peneliti
memilih model pembelajaran Discovery Learning sebagai solusi peningkatan hasil belajar aspek
kognitif peserta didik kelas IX pada materi listrik dinamis.
Beberapa hal yang mendasari peneliti memilih model pembelajaran discovery salah satunya
adalah bahwa metode ini sudah pernah diteliti oleh beberapa orang antara lain pada PTK atau jurnal
yaitu s dsijhks<M

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah
(1) Bagimana langkah-langkah pembelajaran IPA menggunakan KIT listrik dengan metode
percobaan yang dapat meningkatkanhasil belajar kognitif siswa?
(2) Bagaimanakah hasil belajar kognitif siswa pada pembejaran IPA menggunakan media KIT
listrik dengan metode percobaan

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
(1) Untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran IPA dengan media KIT listrik dengan
metode percobaan yang dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa
(2) Untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA menggunakan media
KIT listrik dengan metode percobaan

D. Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan kelas yang peneliti lakukan ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan
pihak-pihak yang terkait. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Secara Teoritis
Secara teoritis dapat memberikan masukan dan informasi secara teori tentang model
Discovery learning pada pembelajaran IPA.
(2) Secara praktis
• Bagi sekolah
Sebagai bahan dan masukan serta informasi bagi sekolah dalam mengembangkan
peserta didiknya terutama dalam hal proses pembelajaran, khususnya hasil belajar.
• Bagi peserta didik
Diharapkan para peserta didik dapat terjadi peningkatan hasil belajar pada pembelajaran
IPA materi Listrik Dinamis
• Bagi Peneliti
Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan baru khususnya proses pembelajaran
IPA dengan model Discovery learning
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Teori Belajar
Belajar dapat didefinisikan dari berbagai sudut padang, rujukan teori, dan konsep dasarnya.
Para ahli menyusun definisi dengan berbagai ragam walaupun tetap memiliki arah definisi yang relatif
sama. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut
kognitif, afektif, dan psikomotorik (Djamarah, 2002: 13). Lebih lanjut, Djamarah menyebutkan ciri-ciri
belajar, yaitu (1) perubahan yang terjadi secara teratur, (2) perubahan dalam belajar bersifat
fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan
bersifat sementara, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (5) perubahan mencakup
seluruh aspek tingkah laku (Djamarah,2002: 15-16). Belajar adalah merupakan bentuk perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat
dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya (Budiningsih, 2005: 20). Belajar berlangsung seumur
hidup, namun disadari bahwa tidak semua belajar dilakukan secara sadar (Callahan 2003:198). Proses
belajar bagi seorang individu dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja. Belajar yang
disengaja merupakan suatu kegiatan yang disadari dan dirancang serta bertujuan untuk memperoleh
pengalaman baru. Sedangkan proses belajar yang tidak sengaja merupakan suatu interaksi yang
terjadi antara manusia dengan lingkungannya secara kebetulan, dimana dalam interaksi tersebut
individu memperoleh pengalaman baru (Callahan, 2003:198). Belajar yang dihayati oleh seorang
pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar
(guru). Pada satu sisi, belajar yang dialami oleh pembelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang
siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut
juga didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya
dengan usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan
pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan prestasi belajar sebagai dampak
pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai
perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan
akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran. Proses belajar siswa tersebut menghasilkan
perilaku yang dikehendaki, suatu prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran. (Dimyati & Mudjiono,
2002: 15). Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses aktif
dalam memberi reaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu yang sedang belajar, yang
diarahkan kepada tujuan dengan melihat, mengamati, memahami sesuatu untuk mendapatkan
pengalaman baru. Proses belajar akan terkait dengan bagaimana mengubah tingkah laku individu, baik
tingkah laku yang dapat diamati antara lain kecenderungan perilaku.

B. Prinsip-prinsip Belajar
Para ahli meneliti gejala-gejala dari berbagai sudut pandang ilmu. Mereka telah menemukan
teori-teori dan prinsip-prinsip belajar. Diantara prinsip-prinsip belajar yang penting berkenaan dengan :
1. Perhatian dan motivasi belajar siswa
2. Keaktifan belajar
3. Keterlibatan dalam belajar
4. Pengulangan belajar
5. Tantangan semangat belajar
6. Pemberian balikan dan penguatan belajar
7. Adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar
Perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, menggiatkan perilaku untuk mencapai sasaran belajar.
Perhatian berhubungan dengan motivasi sebagai tenaga penggerak belajar. Motivasi dapat bersifat
internal atau eksternal, maupun intrinsik atau ekstrinsik. Motivasi yang bersifat internal adalah motivasi
yang datang dari diri sendiri. Motivasi yang bersifat eksternal adalah motivasi yang datang dari orang
lain dan yang dimaksud dengan motivasi bersifat intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh
mempelajari mata pelajaran disekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedang
motivasi ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi
menjadi penyertanya. Sebagai contoh, seorang siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan
karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong
oleh keinginan untuk naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah adalah
penyerta dari keberhasilan belajar. Dewasa ini para ahli memandang siswa adalah seorang individu
yang aktif. Oleh karena itu, peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajar, tetapi sebagai
pembimbing, fasilitator dan pengarah. Belajar memang bersifat individual, oleh karena itu belajar berarti
suatu keterlibatan langsung atau pemerolehan
pengalaman individual yang unik. Belajar tidak terjadi sekaligus, tetapi akan berlangsung penuh
pengulangan berkali-kali, bersinambungan, tanpa henti. Belajar yang berarti bila bahan belajar tersebut
menantang siswa. Belajar juga akan menjadi terarah bila ada balikan dan penguatan dari pembelajar.
Betapapun pembelajaran yang telah direkayasa secara pedagogis oleh guru, prestasi belajar akan
terpengaruh oleh karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifat individual pembelajar.
C. Teori Pembelajaran
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan siswa menggunakan asas pendidikan
maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan
proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik atau murid (Sagala, 2007: 61). Lebih lanjut, Sagala mengungkapkan
bahwa pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang
mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta
guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang memiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya,
motivasinya, latar belakang akademiknya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya
(Sagala, 2007: 61-62). Pembelajaran dapat dilakukan di mana, dengan siapa saja, dan kapan saja.
Cepatnya teknologi informasi komunikasi lewat radio, televisi, film, internet, surat kabar, majalah, dapat
mempermudah untuk belajar. Meskipun perkembangan teknologi informasi komunikasi dapat dengan
mudah diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan keterampilan
pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa terbisaa belajar
sepanjang hayat. Pembelajaran berasal dari kata belajar yang berarti adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan yang dimaksudkan mencakup aspek koginitif,afektif, dan psikomotorik. Dengan
demikian pembelajaran dapat diartikan proses yang dirancang untuk mengubah diri seseorang, baik
aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya (Suwardi, 2007: 30). Dalam pembelajaran dibutuhkan
pendekatan dan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, kompetensi yang ingin
dicapai, karakteristik siswa, dan sarana serta prasarana yang tersedia. Pendekatan pembelajaran
dapat berarti panutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam
belajar tentang pendekatan belajar tersebut, orang dapat melihat pengorganisasian siswa, posisi guru-
siswa dalam pengolahan pesan, dan pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran secara
individual, pembelajaran secara kelompok, dan pembelajaran secara klasikal. (Dimyati & Mudjiono,
2002 : 16)
D. Teori Belajar Konstruktivistik
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar
atau bagaimana informasi diproses didalam pikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar,
diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar.
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan - aturan lama dan
merevisinya apabila aturan – aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar – benar memahami
dan menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah , menemukan segala
sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide – ide. Teori ini berkembang dari kerja
Piaget dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner ( Slavin dalam Nur, 2002 : 8). Demikian
halnya menurut Slameto, (2003: 67) mengungkapkan belajar bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru kepda siswa melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan mahasiswa
membangun
sendiri pengetahuannya. Pembelajaran berarti partisipasi guru guru bersama siswa dalam membentuk
pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi
pembelajaran adalah suatu
bentuk belajar sendiri. Karakteristik pembelajaran yang dilakukan dalam teori belajar konstruktivistik
adalah:
(1) membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembankan ide-idenya
tersebut, serta membuat kesimpulan kesimpulan,
(2) menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan di antara
ide-ide atau gagasannya, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta
membuat kesimpulankesimpulan,
(3) guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, di
mana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari
berbagai interprestasi, dan
(4) guru mengakui bahwa proses belajar dan penilaiannya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Teori belajar konstruktivistik yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan
sumbangan besar dalam membentuk siswa menjadi kreatif, produktif, dan mandiri. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Abdurahman (2000: 33) mengungkapkan bahwa konstruktivisme merupakan
landasan berpikir bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit prestasi nya
diperluas melalui konteks terbatas (sempit) dan tidak serta merta. Pengetahuan itu bukan seperangkat
fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Dalam kontek ini siswa harus
mampu merekontruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Belajar
merupakan proses mengkonstruksi sendiri dari bahan-bahan pelajaran yang bisa berupa teks, dialog,
membuktikan rumus dan sebagainya. Siswa perlu dibisaakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu
memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak
mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah
ide, bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan suatu informasi itu menjadi milik mereka
sendiri.
Pembelajaran konstruktivis mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai
berikut:
1. Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di
benak mereka sendiri.
2. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan
baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
3. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).
4. Pengetahuan tidak dapat di pisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proporsi yang terpisah,
tetapi mencerminkan keterampilan yang diterapkan.
5. Manusia mempunyai tingkatan berbeda dalam menyikapi situasi baru.
6. Belajar berarti membentuk makna, makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat,
dengar dan rasakan serta bersifat alami. Untuk mengkonstruksi hal tersebut akan dipengaruhi
oleh pengertian yang telah dimiliki.
7. Konstruksi adalah suatu proses yang terus menerus setiap kali berhadapan dengan persoalan
baru.
8. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak berjalan terus seiring
dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.
9. Belajar berarti memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide.
Menurut Zahronik (2005:26) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran,
yaitu:
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2. Pemrosesan pengetahuan baru (acquorong knowledge) dengan cara mempelajari secara
keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun
a. konsep sementara (hipotesis),
b. melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi dan atas dasar
tanggapan itu
c. konsep tersebut di revisi dan dikembangkan.
d. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman (appliying knowledge).
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan
tersebut.
Penting bagi siswa tahu ‘untuk apa’ ia belajar, dan bagaimana’ ia menggunakan pengetahuan dan
keterampilan itu. Atas dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi’ bukan
‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Proses pembelajaran hendaknya
siswa dikondisikan sedemikan rupa oleh guru, sehingga siswa diberi keleluasaan untuk mencobakan,
menjalani sendiri apa yang mereka inginkan. Dalam kaitan ini Zahronik (2005:28) mengungkapkan :
1. Siswa perlu dibisaakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya sendiri.
2. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari menghafal. Manusia mempunyai
kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai
kecenderungan untuk belajar dengan cepat akan hal-hal yang baru

E. Model Pembelajaran Discovery Learning


Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive,
seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya,
artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya
melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami
objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam
memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan
perbandingan (komparasi).Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau
gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan
logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang
dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori
perkembangan dalam faseenactive, iconicdansymbolicadalah anak menjelaskan sesuatu melalui
perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya
dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada faseiconic ia menjelaskan
keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk
menjelaskan prinsip keseimbangan ini fasesymbolic(Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan guru berperan
sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa
sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar
mengajar yangteacher orientedmenjadistudent oriented.
Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru harus
memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorangproblem solver, seorang scientis,
historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan
dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan. Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri
mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa
yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi metode Discovery
Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar yanglebih
mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery Learning menurut Bruner adalah
hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver,
seorang scientist, historian, atauahli matematika. Melalui kegiatan tersebut siswa akan
menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery sebagai metode mengajar ialah bahwa
sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang
dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk
memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang
diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar
untuk belajar sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
adalah pembelajaran untuk menemukan konsep, makna, dan hubungan kausal melalui
pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.

1) Ciri dan Karakteristik Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan


Tiga ciri utama belajar dengan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan yaitu:
1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan
menggeneralisasi pengetahuan;
2. berpusat pada peserta didik;
3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan Menjadi Salah Satu Pilihan dalam
Implementasi Kurikulum 2013 . sedangkan karakteristik dari Model Pembelajaran Discovery Learning
atau Penemuan
1. Peran guru sebagai pembimbing;
2. Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan;
3. Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan kegiatan
menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat kesimpulan.

2) Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning


Kelebihan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan
proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang
tergantung bagaimana cara belajarnya.
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karenamenguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki danberhasil.
4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkanakalnya dan
motivasi sendiri.
6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, Karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-
gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam
situasi diskusi.
8. Membantu siswamenghilangkanskeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran
yang final dan tertentuatau pasti.
9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajaryang baru.
11. Mendorong siswa berpikir danbekerja atas inisiatif sendiri.
12. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic.
14. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
15. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya.
16. Meningkatkan tingkat penghargaanpadasiswa.
17. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
18. Dapat mengembangkan bakat dankecakapan individu.

Kelemahan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan


1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa
yangkurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan
hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karenamembutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapandengan
siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
4. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang
mendapat perhatian.
5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan
yang dikemukakan oleh para siswa
6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatanuntukberpikiryang akan ditemukanoleh siswa
karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru

3) Langkah-langkah Operasional Implementasi Model Pembelajaran Discovery Learning


atau Penemuan
Berikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas.
• Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajarisiswapeserta didiksecara induktif (dari contoh-
contoh generalisasi)
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan
sebagainya untuk dipelajarisiswapeserta didik
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke
abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajarsiswapeserta didik.

• Kegiatan Inti
Prosedur Aplikasi Metode / Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan Menurut Syah
(2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur
yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
(1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal
ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam
memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat
tercapai. Identifikasi Masalah dalam model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan bisa
dengan cara diskusi
(2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244), sedangkan menurut permasalahan yang
dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni
pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.Memberikan
kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi,
merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk
menemukan suatu masalah.Pengumpulan Data dalam model Pembelajaran Discovery Learning atau
Penemuan bisa dengan cara wawancara, Studi Pustaka, dll.
(3) Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada parasiswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian anak didikdiberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi
yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan
uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk
menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
(4) Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244)pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22).Data processing disebut juga
dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang
alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis Ini contoh verifikasi
data dalam model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
(5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244).Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan
atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak. Contoh Proses Menarik Simpulan dalam model Pembelajaran Discovery
Learning atau Penemuan.
(6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus
memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas
makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta
pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu. Berdasarkan
uraian di atas,
• Penutup
Pada sesi ini Guru menutup pembelajaran dengan memberikan pertanyaan secara random untuk
menguji keberhasilan pembelajaran yang barusaja di laksanakan. Dan juga memberikan gambaran
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

4) Sistem Penilaian
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan
tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif,proses,
sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka
dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk
penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa, maka
pelaksanaan penilaian dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian seperti tersebut di bawah
ini.

A. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik
dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk
menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai,
menggambar dan lain sebagainya.Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu berikut ini
(1) Soal dengan memilih jawaban.
• pilihan ganda
• dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
• menjodohkan
(2) Soal dengan mensuplai-jawaban.
• isian atau melengkapi
• jawaban singkat
• soal uraian
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan
merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat
(pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan
memahami. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri
jawabannya tetapi cenderunghanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak
mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini menimbulkan
kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan
jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak
menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat
memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya
mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan.Kelemahan alat ini antara lain cakupan
materi yang ditanyakan terbatas.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. materi, misalnya kesesuian soal dengan indikatorpada kurikulum;
b. konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
c. bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang
menimbulkanpenafsiran ganda.

B. PenilaianDiri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subyek yang ingin dinilai diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian
kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan
kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan dengan
kompetensi kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu,
berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi afektif,
misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan
perasaannya terhadap suatu obyek sikap Proses penilaian dalam penerapan Model Pembelajaran
Discovery Learning atau Penemuan selain menggunakan jenis penilaian tertulis dan penilian diri, dapat
juga dilakukan melalui penilaian kinerja, penilaian produk dan penilaian sikap.

F. MEDIA KIT LISTRIK MAGNET


Penggunaan media untuk proses belajar mengajar diilustrasikan dalam kerucut pengalaman
Dale (Dale's Cone of Experiences). Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung
(konkrit), kenyataan yang ada di lingkungan seseorang, melalui benda tiruan, hingga lambang verbal
(abstrak). Semakin ke atas semakin abstrak media yang digunakan. Kerucut pengalaman Edgar Dale ini
adalah tahapan dalam pendekatan media yang diinginkan (Arsyad, 2011).
Pembelajaran IPA melalui kegiatan praktikum di Laboratorium merupakan satu kegiatan yang
memberikan pengalaman langsung pada peserta didik. Proses penyerapan materi pembelajaran dapat
diterima secara langsung melalui pemanfaatan media dalam kegiaan eksperimen. Penyerapan materi
pelajaran dalam ingatan peserta didik tersebut tidak lepas dari modus belajar yang dilakukan oleh peserta
didik. Tingkat utama modus belajar peserta didik adalah:
1) pengalaman langsung;
2) pengalaman gambar
3) pengalaman abstrak (Sudjana, 2004).
Kegiatan praktikum merupakan suatu hal yang tak terpisahkan dalam kegiatan pembelajaran
IPA. Peralatan laboratorium sebagai bagian utama dalam Laboratorium IPA telah banyak mendapat
perhatian dari pemerintah, misalnya dengan adanya bantuan berbagai jenis KIT IPA. Pemanfaatan
Media KIT IPA dalam pembelajaran IPA sangat penting, mengingat IPA adalah salah satu mata pelajaran
dalam rumpun sains. Hakikat sains adalah ilmu pengetahuan yang objek pengamatannya adalah alam
dengan segala isinya termasuk bumi, tumbuhan, hewan, serta manusia. Sains adalah ilmu pengetahuan
yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode berdasarkan pengamatan. Sains berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Penggunaan Media KIT IPA dalam pembelajaran IPA akan
mengajak peserta didik untuk belajar IPA secara utuh, bukan sekedar menghafal konsep-konsep
pengetahuan alam, namun juga mempelajari apa, mengapa, dan bagaimana konsep-konsep tersebut
ditemukan melalui kegiatan percobaan di laboratorium. Dengan menggunakan Media KIT IPA
diharapkan peserta didik akan menerima materi pembelajaran secara optimal, sehingga tumbuhlah
motivasi berprestasinya, dan harapannya prestasi belajarnyapun akan meningkat.
Mengambil dari salah satu product, KIT IPA yang digunakan disekolah terdiri dari :
G. KETUNTASAN BELAJAR
Ketuntasan belajar menurut

Prosedur penilaian proses belajar dan hasil oleh pendidik dilakukan dengan urutan: a.
menetapkan tujuan mengacu pada RPP yang telah disusun; b. menyusun kisi- ; c.
membuat instrumen berikut pedoman ; d. melakukan analisis kualitas ; e. ; f. mengolah,
menganalisis, menginterpretasikan
10

hasil penilaian; g. melaporkan ; dan h. memanfaatkan laporan . (2) Prosedur belajar oleh
satuan pendidikan dilakukan dengan mengkoordinasikan kegiatan urutan: a.
menetapkan KKM; b. menyusun kisi- mata pelajaran; c. instrumen pedoman
penskorannya; d. melakukan analisis kualitas ; e. ; f. mengolah, menganalisis,
menginterpretasikan ; . ; . . (3) pemerintah : . - ; . ; . ; . ; . , , ; . ; . . (4) Ketentuan lebih
lanjut tentang Pendidik sebagai mana dimaksud pada ayat (1) serta sebagaimana ()
diatur dalam yang disusun Direktorat Jenderal terkait berkoordinasi Badan Penelitian
Pengembangan Kementerian.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMPIT PUTRI AL HANIF CILEGON.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan Oktober 2019 sampai dengan Desember 2019.

B. Prosedur Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research)
yang dilakukan oleh peneliti secara langsung. Penelitian ini berbasis kolaboratif, sehingga dalam
pelaksanaannya penelitian dilakukan melalui kerja sama dengan guru bidang studi IPA yang selalu
berupaya untuk memperoleh hasil yang optimal melalui cara dan prosedur yang efektif, sehingga
dimungkinkan adanya tindakan yang berulang dengan revisi untuk meningkatkan motivasi dan hasil
belajar peserta didik terhadap mata pelajaran IPA. Peneliti berperan sebagai guru untuk melakukan
tindakan pembelajaran sesuai perencanaan tindakan yang dibuat. Peneliti selalu bekerja sama
dengan guru bidang studi IPA mulai dari: 1) dialog awal; 2) perencanaan tindakan; 3) pelaksanaan
tindakan; 4) pemantauan (observasi); 5) perenungan (refleksi) pada setiap tindakan yang dilakukan;
6) penyimpulan hasil berupa pengertian dan pemahaman (evaluasi).

Penelitian ini mengarah pada model penelitian tindakan kelas (PTK) yang dapat didefinisikan
sebagai salah satu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan alasan melakukan tindakan
tertentu agar dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Model penelitian tindakan
kelas sebagaimana dinyatakan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988) dalam Zainal Aqib (2008),
merupakan penelitian bersiklus yang terdiri dari rencana, aksi/ tindakan, observasi dan refleksi yang
dilakukan secara berulang (Gambar. 3).

Gambar 3. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (modifikasi dari Kemmis & Mc. Taggrat, 1988)

Mengacu pada teori tentang penelitian tindakan kelas, maka rancangan penelitian disusun
menggunakan

prosedur sebagai berikut:

1. Dialog Awal

Dialog awal dilakukan dengan mengadakan pertemuan peneliti dengan guru bidang studi
IPA yang bermaksud mendiskusikan maksud dan tujuan penelitian sehingga peneliti yang
akan melakukan tindakan benar-benar mengerti permasalahan yang dihadapi oleh guru di
kelas.

2. Perencanaan Tindakan

a. Setelah ditemukan permasalahan, maka peneliti bersama guru merencanakan tindakan


yang akan dilakukan, meliputi model pembelajaran yang akan digunakan, waktu dan hari
pelaksanaan.
b. Membuat kesepakatan bersama guru bidang studi IPA untuk menetapkan materi yang
akan diajarkan.

c. Merancang program pembelajaran berupa silabus, rencana pembelajaran (RP), angket


untuk mengukur peningkatan motivasi peserta didik, modul sistem koordinasi manusia,
kartu-kartu yang berisi soal turnamen, dan soal post-test serta lembar pengamatan untuk
penilaian afektif peserta didik.
d. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti dan guru berlatih bersama untuk menyamakan
persepsi mengenai proses pembelajaran yang telah direncanakan.

3. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti bersama guru melakukan pembelajaran


sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Peneliti melaksanakan pembelajaran
Discovery learning dalam usaha ke arah perbaikan. Suatu perencanaan bersifat fleksibel dan
siap dilakukan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan di
lapangan. Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti berperan sebagai guru, sedangkan guru
berperan sebagai observer. Langkah- langkah pembelajaran Discovery learning yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)


Pertama pelajar dihadapkan pada fenomena yang mengandung permasalahan, sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai
kegiatanpembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)


Setelah dilakukan stimulation guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
c.Data collection (pengumpulan data)
Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada
para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknyayang relevan untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis.Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data processing (pengolahan data ) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan.
e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang telah ditetapkan,dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan
terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakahterbukti atau tidak.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semuakejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi.

Data dari hasil observasi dapat berupa data kuantitatif yang berupa penguasaan materi
(nilai post-test) dan tanggapan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Proses
refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan
penelitian tindakan kelas. Karena dengan adanya suatu refleksi yang tajam dan terpercaya
akan didapatkan suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah

Tindak lanjut → penyimpulan → penjelasan → pemaknaan → analisis.


tindakan selanjutnya. Komponen-komponen refleksi dapat digambarkan sebagai berikut:

Data yang diperoleh dari hasil observasi, selanjutnya didiskusikan antara guru bidang
studi dengan peneliti untuk mengetahui:

a. Apakah tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan rencana.

b. Kemajuan apa yang dicapai peserta didik, terutama dalam hal peningkatan motivasi dan
hasil belajar peserta didik.
Jika setelah refleksi terdapat masalah, dilakukan tindakan lanjutan yang meliputi
perencanaan, tindakan dan observasi, sehingga masalah tersebut dapat teratasi dan
tercapainya hasil yang optimal.

4. Evaluasi

Tahap ini merupakan proses mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi


sehingga bermanfaat
untuk pengambilan keputusan tindakan diantara dialog awal, perencanaan tindakan,
observasi, dan refleksi yang merupakan proses yang terkait secara sistematis dan
berkesinambungan. Evaluasi ditujukan pada penemuan bukti adanya peningkatan
motivasi dan hasil belajar IPA peserta didik kelas IX SMPIT PUTRI AL HANIF . Siklus
penelitian tindakan dilakukan secara berulang sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Evaluasi diarahkan pada penemuan bukti-bukti peningkatan motivasi dan hasil belajar
peserta didik yang meliputi aspek kognitif dan afektif. Motivasi dapat diukur dengan
menggunakan angket. Aspek kognitif dapat diperoleh melalui hal yang berkaitan dengan
kemampuan berpikir peserta didik, sedangkan aspek afektif dapat diperoleh melalui hal
yang berkaitan dengan emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu
objek.

Daftar Pustaka
Dahar, RW., 1991.Teori-Teori Belajar.Jakarta: Penerbit Erlangga.

Holiwarni, B., dkk., 2008.Penerapan Metode


Penemuan Terbimbing pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas IV SDN 016 Pekanbaru Kota(Laporan Penelitian).Pekanbaru:Lemlit UNRI

http://darussholahjember.blogspot.com/2011/05/aplikasi-metode-discovery-learning.

http://ebookbrowse.com/pengertian-model-pembelajaran-discovery-learning-menurut-para-ahli-pdf-
d368189396

http://prismabekasi.blogspot.com/2012/10/definisi-belajar-menurut-para-ahli.html

Jurnal Geliga Sains 3 (2), 8-13, 2009 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau
ISSN 1978-502X.

Rizqi, 2000.Pengembangan PerangkatPembelajaran Berorientasi Pembelajaran Penemuan


Terbimbing (Guide-Discovery Learning) yang Mengintegrasikan Kegiatan Laboratorium untuk
Fisika SLTP Bahan Kajian Pengukuran. Tesis, UNESA (tidak dipublikasikan).

Syamsudini , 2012.Aplikasi Metode Discovery Learning dalam Meningkatkan Kemampuan


Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar dan Daya Ingat Siswa.
Syah, M., 1996.Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum
2013, Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum
2013, Jakarta: Kemendikbud.

Anda mungkin juga menyukai