1. Pengertian Zakat
Zakat merupakan ibadah yang dapat diartikan banyak hal, baik secara
etimologi maupun secara terminologi. Secara etimologi (bahasa) kata “zakat” diambil
dari kata (az-zakah), sedang lafal (az-zakah) berarti “tumbuh, baik, suci dan berkah”.1
Syara’ memakai kata tersebut untuk dua arti. Pertama, dengan zakat diharapkan akan
mendatangkan kesuburan pahala. Kedua, zakat merupakan suatu kenyataan jiwa suci
dari kikir dan dosa.2 Dari definisi ini dapat diambil kesimpulan, bahwa zakat secara
etimologi berarti sama dengan shadaqah, penyucian, berkembang serta membersihkan
diri dari dosa dan kekejian. Secara terminologi (syara’), zakat ialah “pemberian
sesuatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu, menurut syarat-syarat
dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya”.3
2. Dasar Hukum Zakat
Dasar hukum tentang zakat adalah salah satunya disebutkan dalam firman
Allah SWT Q.S An-Nur 56 :
Artinya : Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul,
supaya kamu diberi rahmat.
Dalam surat lain Allah kembali menegaskan dalam surat Al-An’am 141 :
___________________________________________________________________________
1Abdul Aziz Dahlan (et.al..), Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hlm. 1985.
2 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984, hlm. 24
3 Direktorat Pembinanan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqh, Jilid I, Jakarta: 1983. hlm. 229
Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon korma, tanamtanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.
Kemudian firman Allah dalam surat At-taubah ayat 103 :
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Hadits Selain Al-Qur’an sebagai dasar untuk menunaikan zakat adalah hadist
Rasulullah SAW. Salah satunya adalah Hadits riwayat Imam Bukhari yang artinya :
Ibnu Abbas R.A berkata,” Abu Sufyan R.A telah menceritakan kepadaku (lalu dia
menceritakan hadits Nabi SAW), bahwa Nabi SAW bersabda : Kami diperintahkan
untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyambung tali persaudaraan, dan
menjaga kesucian diri. (H.R Bukhari)
4
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm. 40.
b. Syarat Wajib Zakat
Zakat hukumnya adalah wajib pada setiap harta yang telah memenuhi kriteria
syarat dan sebab zakat, baik pemilik tersebut sudah mukallaf atau belum. Karena
pada dasarnya walaupun zakat merupakan jenis ibadah pokok dan termasuk pilar
agama, akan tetapi zakat merupakan beban tanggung jawab masalah harta
seseorang. Karena di dalam harta yang dimiliki orang yang kaya masih ada hak
orang fakir dan miskin yang harus ditunaikan zakatnya. 6
Menurut jumhur ulama, syarat wajib untuk mengeluarkan zakat adalah
sebagai berikut :
a) Beragama Islam
Hendaknya harta yang ingin dikeluarkan zakatnya berasal dari harta
orang muslim, dan diberikan kepada orang muslim yang fakir atau miskin. 7
Para ulama mengatakan bahwa zakat tidak wajib bagi orang non muslim,
karena zakat adalah merupakan salah satu rukun Islam.
b) Berakal Sehat dan Dewasa
Zakat diwajibakan kepada orang yang berakal sehat dan orang yang
dewasa, sebab anak yang belum dewasa dan orang yang tidak berakal tidak
mempunyai tanggung jawab hukum.8
c) Merdeka
Para ulama sepakat bahwa zakat hanya diwajibkan kepada
seorang muslim yang merdeka dan memiliki harta yang jumlahnya melebihi
nishab.9 Seorang hamba sahaya tidak mempunyai kepemilikan terhadap harta,
karena yang memiliki hartanya adalah tuanya. 10
d) Milik Sempurna
Milik sempurna adalah kemampuan pemilik harta untuk mengontrol
dan menguasai barang miliknya tanpa tercampur hak orang lain pada waktu
datangnya kewajiban membayar zakat.11
_____________________________________________________________________________________________________
5
Wahbah Zuhaily, Fiqih Imam Syafi’i, terj: M. Afifi, Abdul Hafiz, Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2010, hlm. 97.
6
Masturi ilham, Nurhadi, Fikih Sunnah Wanita, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008, hlm. 255.
7
ibid., hlm. 256.
8
Abdul Rahman Al-Jazairy, Fiqh Ala Madzhab Al Arba’ah, Mesir: Al- Kubro, hlm. 590.
9
M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, cet. Ke-4, 2010, hlm. 279.
10
Wahbah Zuhaily, Fiqih Imam Syafi’i, terj: M. Afifi, Abdul Hafiz, Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2010, hlm. 98.
11
Yusuf Qardhawi, Al-ibadah fi Al-Islam, Beirut: Daar el-Kutub al- Ilmiyah, 1993, hlm. 127.
e) Berkembang Secara Riil atau Estimasi
Berkembang secara riil adalah harta yang dimiliki oleh seseorang dapat
berpotensi untuk tumbuh dan dikembangkan melalui kegiatan usaha maupun
perdagangan.12 Sedangkan yang dimaksud dengan estimasi adalah harta yang
nilainya mempunyai kemungkinan bertambah, seperti emas, perak dan mata
uang yang semuanya mempunyai kemungkinan pertambahan nilai dengan
memperjual belikannya.
f) Sampai Nisab
Nisab adalah sejumlah harta yang mencapai jumlah tertentu yang
ditentukan secara hukum, yang mana harta tidak wajib dizakati jika kurang
dari ukuran tersebut.13 Nishab yang dimaksud melebihi kebutuhan primer yang
diperlukan (pakaian, rumah, alat rumah tangga, mobil, dan lain-lain yang
digunakan sendiri).14
g) Cukup Haul
Harta kekayaan harus sudah ada atau dimiliki selama satu tahun dalam
penanggalan Islam.15
h) Bebas dari Hutang
Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat dan harus
lebih dari kebutuhan primer haruslah pula cukup satu nishab yang sudah bebas
dari hutang.16
c. Syarat Sah Zakat
a) Niat
Para fuqoha’ sepakat bahwasanya disyaratkan berniat untuk
mengeluarkan zakat, yaitu niat harus ditunjukan kepada Allah SWT. Dengan
berpegang teguh bahwa zakat itu merupakan kewajiban yang telah ditetapkan
Allah dan senantiasa mengharap ridhanya.17 Karena niat untuk membedakan
antara ibadah fardhu dan sunnah.18
___________________________________________________________________________
12
Didin Hafhiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 22.
13
Kurnia, H. Hikmat, H. A. Hidayat, panduan Pintar Zakat, Jakarta: Qultum Media, 2008, hlm. 11-16.
14
Masturi ilham, Nurhadi, Fikih Sunnah Wanita, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008, hlm. 257.
15
Yasin Ibrahim al-Syaikh, Kitab Zakat Hukum Tata Cara dan Sejarah, Bandung: Penerbit Marja, 2008, Hlm.
55.
16
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadist, Alih bahasa Salman Harun dkk, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007, hlm. 155.
17
M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, cet. Ke-4, 2010, hlm 280.
18
Didin Hafhiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 22.
b) Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada yang berhak menerimanya)
Tamlik menjadi syarat sahnya pelaksanaan zakat, yakni kepemilikan
harta zakat harus dilepaskan dan diberikan kepemilikanya kepada para
mustahiq.19
4. Macam-macam Zakat
Pada dasarnya zakat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Zakat mal ( harta)
Zakat mal yaitu zakat yang berkaitan dengan kepemilikan harta tertentu dan
memenuhi syarat tertentu.20 Zakat ini meliputi zakat tumbuh-tumbuhan, zakat
binatang ternak, zakat perniagaan, zakat barang tambang, dan zakat emas dan
perak.
b. Zakat Fitrah
____________________________________________________________
28
M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, cet. Ke-4, 2010, hlm. 290.
29
M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat; Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun
Jaringan, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 75.
30
Masturi ilham, Nurhadi, log.cit., hlm. 285.
31
Didin Hafhiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 34.
32
Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, Beirut: Muassasah Risalah, 1991, hlm. 789.
33
Didin Hafhiduddin, op.cit., hlm. 34.
Adapun zakat yang wajib dikeluarkan sebesar 20% sedangkan sisanya
diberikan bagi penemunya, dengan catatan daerah penemuanya adalah daerah
mubah yang tidak ada pemiliknya.34
g. Barang tambang
Ma’din berasal dari kata ya’danu ‘ad-nan artinya menetap pada suatu tempat.
Sebagian ulama berselisih pendapat mengenai ma’din atau barang tambang yang
wajib dikeluarkan zakatnya. Madzhab Ahmad berpendapat bahwa segala hasil
bumi yang berharga dan tercipta didalamnya seperti : emas, perak, besi, tembaga,
timah, aspal dan lainya. Sedangkan menurut Abu hanifah zakatnya itu wajib pada
semua barang yang lebur dan dapat dicetak seperti : emas, perak, besi, tembaga
dan lainya.35
Adapun nishab zakat barang tambang adalah sama dengan nishab emas dan
perak yaitu 20 mistqal atau setara 85 gram emas. Sedangkan besarnya zakat
yang wajib di keluarkan adalah 1/40 pada hasil tambang tersebut.36
6. Orang- orang yang berhak menerima zakat
Ada 8 golongan yang termasuk orang-orang yang berhak menerima zakat.37 Allah
telah memberikan jaminan untuk menjelaskan data orang-orang yang berhak
menerima zakat. Hal ini sesuai firman Allah pada surat At-taubah ayat 60 :
______________________________________________________________________________
34
ibid., hlm. 49.
35
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. oleh Mahyuddin Syaf, Jilid 3, Bandung: Al- Ma’rif, cet. Ke 6, 1988, hlm. 74.
36
ibid., hlm. 74.
37
M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, cet. Ke-4, 2010, hlm. 309.
Diantara orang yang berhak menerima zakat itu adalah:
1) Orang Fakir
Orang fakir yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, mereka tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kebutuhan hidupannya sendiri
serta keluarganya seperti makan, minum, sandang dan perumahan.38
2) Orang miskin
Orang miskin yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam
keadaan kekurangan. Walaupun dalam kondisi kekurangan mereka tidak
mengemis dan tidak pula meminta belas kasihan orang lain.39
3) Amil Zakat
Amil zakat adalah orang-orang yang ditunjuk oleh negara untuk mengurusi
masalah zakat, termasuk para pengumpul, para penyimpan, para penjaga
keamanan, para penulis, serta para penghitung yang bertugas untuk menghitung
berapa kadar zakat yang harus dibayarkan dan kepada siapa saja akan
dibagikan.40
4) Muallaf
Muallaf adalah orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang
baru masuk Islam yang imannya masih lemah namun mempunyai pendirian kuat
ditengah keluarganya yang masih kafir.41
5) Riqab
Memerdekakan budak yaitu mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang
ditawan oleh orang-orang kafir.42
6) Gharim ( Orang yang berhutang)
Gharim adalah orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan
maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk
memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun
ia mampu membayarnya.43
___________________________________________________________________________
38
ibid., hlm. 309.
39
ibid., hlm. 309.
40
Masturi ilham, Nurhadi, Fikih Sunnah Wanita, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2008, hlm. 298-299.
41
M. Abdul Ghofar, op.cit., hlm. 310.
42
Masturi ilham, Nurhadi, Fikih op.cit., hlm. 301.
43
Syaifuddin Zuhri, Zakat di Era Reformasi, Semarang: FITK UIN Walisongo, 2012, hlm. 111.
7) Fii sabilillah
Fii Sabilillah Yaitu seorang yang berjuang untuk keperluan pertahanan Islam
dan kaum muslimin. di antara ulama’ ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu
mencakup juga kepentingan-kepentingan umum yang tujuan untuk berbuat
kebajikan seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.44
8) Ibnu sabil
Ibnu sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan keluar dari daerahnya
yang bukan tujuan maksiat mengalami kesengsaraan dan kehabisan bekal dalam
perjalanannya.45
7. Orang-orang yang tidak berhak menerima zakat
Ada beberapa orang yang tidak berhak untuk menerima zakat antara lain :
1) Orang yang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan.
Rasulullah bersabda : “Tidak halal bagi orang yang kaya dan orang yang
mempunyai kekuatan tenaga mengambil sedekah (zakat)“. (H.R. Lima orang Ahli
Hadist , selain Nasai dan Ibnu Majah). 46
2) Hamba sahaya yang mendapatkan nafkah dari tuanya.
3)
Keturunan atau keluarga Rasulullah SAW. Sabda Rasulullah SAW : “ pada suatu
hari hasan (cucu Rasulullah) telah mengambil sebuah kurma dari zakat, lantas
dimasukkan mulutnya, Rasulullah SAW berkata kepada cucu beliau itu : Ikh
buanglah kurma itu, sesungguhnya tidak halal bagi kita menganbil sedekah
(zakat) .” ( H.R Muslim). 47
4) Orang yang dalam tanggungan zakat, maksudnya tidak boleh memberikan zakat
terhadap orang yang masih menjadi tanggungan orang yang berzakat.
5) Orang yang tidak beragama islam.48
___________________________________________________________________________
44
M. Abdul Ghofar, log.cit., hlm. 311.
45
Masturi ilham, Nurhadi, log.cit., hlm. 302.
46
https://konsultasisyariah.com/19738-7-orang-yang-tidak-boleh-menerima-zakat-bagian-01.html di unduh pada
tanggal 20 September 2019 Pukul 22.00 WITA
47
http://ssarifin.blogspot.co.id/2013/12/yang-tidak-berhak-menerima-zakat.html Di Unduh pada tanggal 20
September 2019 pukul 22.15 WITA
48
http://asysyariah.com/golongan-yang-tidak-berhak-menerima-zakat/ D i Unduh pada tanggal 20 September
2019 pukul 22.30 WITA
8. Hikmah Zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung beberapa hikmah
yang sangat besar dan mulia, baik hikamh itu berkaitan dengan orang yang berzakat,
orang- orang yang menerima zakat, harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi
masyarakat secara keseluruhan.49 Adapun hikmah yang terkandung dalam
melaksanakan zakat antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai bentuk keimanan kepada Allah SWT mensyukuri nikmatnya,
menumbuhkan aklak mulia dengan rasa kemanusian yang tinggi, menghilangkan
sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus
membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Ibrahim ayat 7 :
__________________________________________________________________________
49
Didin Hafhiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 9-10.
5. Untuk memasyarkatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah
membersihkan harta yang kotor saja, akan tetapi zakat adalah mengeluarkan bagian
dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar.
6. Zakat sebagai pembangunan kesejahteraan umat, karena zakat merupakan salah
satu instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat dikelola dengan baik,
dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi dan sekaligus pemerataan
pendapatan.
7. Dengan zakat, ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan
berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang dapat memenuhi kebutuhan diri
dan keluarganya. Zakat yang dikelola dengan baik, akan mampu membuka
lapangan kerja dan usaha yang luas, sekaligus sebagai penguasaan aset-aset oleh
umat Islam.50
8. Zakat dapat mendekatkan hubungan kasih sayang dan cinta-mencintai anatar si
miskin dan si kaya, rapatnya hubungan tersebut akan membuahkan beberapa
kebaikan dan kemajuan serta berfaedah bagi kedua golongan dan masyarakat
umum.
___________________________________________________________________________
50
Didin Hafhiduddin, op.cit., hlm. 14-15.
INFAQ
1. Pengertian Infaq
Asal kata infaq adalah َ( أنفقanfaqa) yang bermakna mengeluarkan atau
membelanjakan harta. Infak itu mengeluarkan harta atau membelanjakannya. Apakah
untuk kebaikan, donasi, atau sesuatu yang bersifat untuk diri sendiri, atau bahkan
keinginan dan kebutuhan yang bersifat konsumtif, semua masuk dalam istilah infaq.51
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan
dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
___________________________________________________________________________
51
Wawan Shofwan S, Risalah Zakat, Infaq dan Sedekah Cet I (Bandung: Tafakur, 2011), 18-19.
Kemudian dalam ayat lain juga di sebutkan tentang dasar hukum infaq yang
artinya sebagai berikut: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (QS Ali Imran 134)
Berdasarkan firman Allah di atas bahwa Infaq tidak mengenal nishab
seperti zakat. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang
berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit.
Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infaq boleh
diberikan kepada siapapun juga, misalkan untuk kedua orang tua, anak yatim,
anak asuh dan sebagainya. Dalam Al Quran dijelaskan sebagai berikut :
Artinya: “ mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa
saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah
Maha mengetahuinya.”(QS. Al Baqarah 215)
Berdasarkan hukumnya infaq dikategorikan menjadi 2 bagian yaitu Infaq
wajib dan sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dan lain-lain.
Sedang Infaq sunnah diantaranya, seperti infaq kepada fakir miskin, sesama muslim,
infaq bencana alam, infaq kemanusiaan, dan lain-lain.
3. Macam-Macam Infaq
Infaq secara hukum terbagi menjadi empat macam antara lain sebagai berikut:
a. Infaq Mubah
Mengeluarkan harta untuk perkara mubah seperti berdagang, bercocok tanam.
b. Infaq Wajib
Aplikasi dari Infaq Wajib yaitu mengeluarkan harta untuk perkara wajib
seperti :
Membayar mahar (maskawin)
Menafkahi istri
Menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah
c. Infaq Haram
Mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh Allah yaitu:
a. Infaqnya orang kafir untuk menghalangi syiar Islam. Dalam Al-Quran
surah Al-Anfal ayat 36 berbunyi yang artinya: “Sesungguhnya orang-
orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi
sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam
Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.”
b. Infaq-nya orang Islam kepada fakir miskin tapi tidak karena Allah. Dalam
Al-Quran surah Al-Nisaa ayat 38 berbunyi yang artinya : “Dan (juga)
orang-orang yang menginfakkan hartanya karena riya kepada orang lain
(ingin dilihat dan dipuji), dan orang – orang yang tidak beriman kepada
Allah dan kepada hari kemudian. Barang siapa menjadikan setan sebagai
temannya, maka (ketahuilah) dia (setan itu) adalah teman yang sangat
jahat.”
d. Infaq Sunnah
Yaitu mengeluarkan harta dengan niat sadaqah. Infaq tipe ini yaitu ada 2 (dua)
macam Sebagai berikut:
Infaq untuk jihad.
Infaq kepada yang membutuhkan.
___________________________________________________________________________
52
Abd Al-Rahman Al-Jazairi, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-‘Arba’ah, (Bairut: Dar Al-Kutub AlIlmiyah, 2003),
Juz. II, 140.
a) Penginfaq
Maksudnya yaitu orang yang berinfaq, penginfaq tersebut harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
Penginfaq memiliki apa yang diinfaqkan.
Penginfaq bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
Penginfaq itu oarang dewasa, bukan anak yang kurang kemampuannya.
Penginfaq itu tidak dipaksa, sebab infaq itu akad yang mensyaratkan keridhaan
dalam keabsahannya.
b) Orang yang diberi infaq
Maksudnya oarang yang diberi infaq oleh penginfaq, harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
Benar-benar ada waktu diberi infaq. Bila benar-benar tidak ada, atau
diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin maka infaq tidak ada.
Dewasa atau baligh maksudnya apabila orang yang diberi infaq itu ada di waktu
pemberian infaq, akan tetapi ia masih kecil atau gila, maka infaq itu diambil
oleh walinya, pemeliharaannya, atau orang yang mendidiknya, sekalipun dia
orang asing.
c) Sesuatu yang diinfaqkan
Maksudnya orang yang diberi infaq oleh penginfaq, harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
Benar-benar ada.
Harta yang bernilai.
Dapat dimiliki zatnya, yakni bahwa yang diinfaqkan adalah apa yang
biasanya dimiliki, diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat berpindah
tangan. Maka tidak sah menginfaqkan air di sungai, ikan di laut, burung di
udara. Tidak berhubungan dengan tempat milik penginfaq, seperti
menginfaqkan tanaman, pohon atau bangunan tanpa tanahnya. Akan tetapi yang
diinfaqkan itu wajib dipisahkan dan diserahkan kepada yang diberi infaq
sehingga menjadi milik baginya.
d) Ijab dan Qabul
Infaq itu sah melalui ijab dan qabul, bagaimana pun bentuk ijab qabul yang
ditunjukkan oleh pemberian harta tanpa imbalan. Misalnya penginfaq berkata: Aku
infaqkan kepadamu; aku berikan kepadamu; atau yang serupa itu; sedang yang
lain berkata: Ya aku terima. Imam Malik dan Asy-Syafi’i berpendapat dipegangnya
qabul di dalam infaq. Orang-orang Hanafi berpendapat bahwa ijab saja sudah
cukup, dan itulah yang paling shahih. Sedangkan orang-orang Hambali
berpendapat: Infaq itu sah dengan pemberian yang menunjukkan kepadanya;
karena Nabi SAW. Diberi dan memberikan hadiah. Begitu pula dilakukan para
sahabat. Serta tidak dinukil dari mereka bahwa mereka mensyaratkan ijab qabul,
dan yang serupa itu.53
___________________________________________________________________________
53
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, (Bandung: PT Alma’arif, 1987),178
SHADAQAH
1. Pengertian Shadaqah
Sedekah berasal dari kata bahasa Arab yaitu صدقةyang berarti suatu
pemberian yang diberikan oleh seorang kepada orang lain secara spontan dan
sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu
pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap
ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah secara bahasa berasal dari
huruf ص, د, قserta dari unsur al-Sidq yang berarti benar atau jujur, artinya
sedekah adalah membenarkan sesuatu. Sedekah menunjukkan kebenaran
penghambaan seseorang kepada Allah SWT. 54
___________________________________________________________________________
54
Taufiq Ridha, Perbedaan Ziwaf (Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia, tt), 01
55
Achmad Sunarto, Indahnya Sedekah, Menara Suci, Surabaya, 2015, hlm. 23.
Para sahabat bertanya, “apakah syirik kecil itu ya, Rasulullah?” Rasulullah saw
menjawab, “beramal untuk diperlihatkan”. Dalam berbagai hadist banyak sekali
diperingatkan agar tidak membelanjakan harta karena riya, sebagaimana firman Allah
swt dalam surah Al-Baqarah ayat 264 :
Peran sedekah atau zakat dalam mengentaskan kemiskinan adalah peran yang
tidak bisa dipungkiri keberadaannya baik dalam kehidupan muslim maupun dalam
kehidupan lainnya. Khalayak umum hanya mengetahui bahwasanya tujuan zakat adalah
mengentaskan kemiskinan juga membantu para fakir miskin tanpa mengetahui
gambarannya secara gamblang, nafkah yang dikeluarkan para kerabat yang mampu untuk
membantu kerabat lainnya dan juga ada kas dibanyak negara islam yang
dikelluarkan untuk hak atas harta yang dimiliki setelah dikeluarkan zakatnya.
Selain itu, juga ada sedekah yang yang disunnahkan banyak lagi yang lainnya. Kesemua
itu selain adanya kewajiban zakat bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan juga
melepaskan cengkramannya. 56
___________________________________________________________________________
56
Yusuf Qaradhawi, Spektrum Zakat, Zikrul Hakim, Jakarta Timur, 2005, hlm. 29
3. Macam-macam Shadaqah
Berikut merupakan beberapa jenis shadaqah yang bisa diamalkan sehari-hari:
1) Tasbih, Tahlil, dan Tahmid
Dari Aisyah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW. Berkata, “Bahwasannya
diciptakan dari setiap anak cucu Adam tiga ratus enam puluh persendian. Maka
barang siapa yang bertakbir, bertahmid, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan batu,
duri, atau tulang dari jalanan, amar ma’ruf nahi mungkar, maka akan dihitung
sejumlah tiga ratus enam puluh persendian. Dan ia sedang berjalan pada hari itu,
sedangkan ia dibebaskan dirinya dari api neraka.” (HR. Muslim)
2) Bekerja dan memberi nafkah sanak keluarga
Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits: Dari Al-Miqdan bin
Ma’dikarib Al-Zubaidi ra, dari Rasulullah saw. Berkata, “Tidaklah ada satu
pekerjaan yang paling mulia yang dilakukan oleh seseorang daripada pekerjaan yang
dilakukan dari tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang menafkahkan hartanya
terhadap diri, keluarga, anak dan pembantunya melainkan akan menjadi shadaqah.”
(HR. Ibnu Majah)
3) Shadaqah Harta (Materi)
Sedekah tidaklah mengurangi harta. Sebagaimana Rasulullah SAW. Bersabda:
“sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim). Meskipun secara bentuk harta
tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah
dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak seperti dalam firman
Allah dalam Surah Saba: “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Waqafa”
berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau tetap berdiri”. Kata
“Waqafa-Yuqifu-Waqfan” sama artinya dengan “Habasa Yahbisu-Tahbisan”. 57
Menurut istilah syara’, menurut Muhammad Jawad Mughniyah dalam Fiqih Lima
Mazhab mengatakan, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan
dengan jalan menahan (pemilikan) asal () تحبس األصل, lalu menjadikan manfaatnya berlaku
umum. Yang dimaksudkan dengan تحبس األصلialah menahan barang yang diwakafkan itu
agar tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan,
dipinjamkan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah dengan
menggunakannya sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan. 58
2. Dasar Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi dasar disyari’atkannya ajaran wakaf bersumber dari pemahaman
teks ayat Al-Qur’an dan juga As-Sunnah. Tidak ada dalam ayat Al-Qur’an yang secara
tegas menjelaskan tentang ajaran wakaf. Yang ada adalah pemahaman konteks terhadap
ayat Al-Qur’an yang dikategorikan sebagai amal kebaikan. Demikian ditemukan petunjuk
umum tentang wakaf walaupun secara implisit. Misalnya Firman Allah :
a) Surat Ali Imran ayat 92
Artinya : “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu
nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
___________________________________________________________________________
57
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa ‘Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr alMu’ashir, 2008, hlm, 151
58
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: UI Press, 1988, cet 1, hlm. 80
b) Surat Al-Baqarah ayat 261
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.
___________________________________________________________________________
59 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, juz 17, Semarang : Karya Toha Putra, tth, hlm. 262
Diantaranya Sabda Nadi SAW :
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila
manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga (perkara): Shadaqah jariyah atau ilmu yang
diambil manfaatnya atau anak saleh yang berdoa untuk orang tuanya. (HR. Muslim).
Dasar Hukum Wakaf Menurut Hukum Indonesia diatur dalam berbagai peraturan
dalam perundang-undangan, yaitu :
___________________________________________________________________________
60
Elsa Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta: Grasindo, 2007, hlm. 57-58
3. Rukun dan Syarat Wakaf
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf
yaitu :
1) Wakif (orang yang mewakafkan harta);
2) Mauquf bih (barang atau benda yang diwakafkan);
3) Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf);
4) Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
sebagian harta bendanya).61
5) Pengelola (nadzir, qayim, mutawali) baik berupa lembaga atau perorangan yang
bertangguang jawab untuk mengelola dan mengembangkan serta menyalurkan hasil-
hasil wakaf sesuai dengan peruntukannya.
6) Jangka waktu wakaf.
Selanjutnya syarat-syarat yang harus dipenuhi dari rukun wakaf yang telah disebutkan
adalah :
___________________________________________________________________________
61
Nawawi, Ar-Raudhah, (Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah), IV, dikutip oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf,
Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006, hlm, 21.
62
Muhammad Rawas Qal’ah, Mausuah Fiqh ‘Umar ibn al-Khattab, Beirut : Dar alNafais, 1409H/1989M,
dikutip oleh Ahmad Rofiq, op, cit, hlm. 493
63
Abi Yahya Zakariyah al-Ansari, Fath al-Wahhab, juz 1, Beirut : Dar al-Fikr, dikutip oleh Ahmad Rofiq, ibid.
64
Mohammad Daud Ali, op, cit, hlm.85
65
Sayyid Bakri al-Dimyati, I’anah al-Talibin, juz 3, Beirut : Dar al-Fikr, dikutip oleh Ahmad Rofiq, ibid, hlm.
494.
2) Mauquf bih (harta benda wakaf)
Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama
dipergunakan, dan hak milik wakif murni. Benda yang diwakafkan dipandang sah
apabila memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
a) Benda harus memiliki nilai guna.
Tidak sah hukumnya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak yang
bersangkut paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak lewat, hak pakai dan lain
sebagainya. Tidak sah pula mewakafkan benda yang tidak berharga menurut syara’,
yaitu benda yang tidak boleh diambil manfaatnya, seperti benda memabukkan dan
benda-benda haram lainnya.
b) Benda tetap atau benda bergerak.
Secara umum yang dijadikan sandaran golongan syafi’iyah dalam
mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta tersebut,
baik berupa barang tak bergerak, benda bergerak maupun barang kongsi (milik
bersama).
c) Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf.
Penentuan benda tersebut bisa ditetapkan dengan jumlah seperti seratus juta
rupiah, atau juga bisa menyebutkan dengan nisab terhadap benda tertentu, misalnya
separuh tanah yang dimiliki dan lain sebagainnya. Wakaf yang tidak menyebutkan
secara jelas terhadap harta yang akan diwakafkan tidak sah hukumnya seperti
mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki, sejumlah buku, dan sebagainya.
d) Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk at-tamm) si
wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf. Dengan demikian jika
seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum miliknya, walaupun nantinya
akan menjadi miliknya maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah yang
masih dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain sebagainya.66
3) Mauquf ‘alaih ( penerima wakaf)
Yang dimaksud Mauquf ‘alaih adalah tujuan wakaf (peruntukan wakaf).67 Mauquf
‘alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini sesuai dengan sifat
amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.68
___________________________________________________________________________
66
Elsa Kartika Sari, op. cit, hlm 60-61
67
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, op, cit, hlm. 46
68
Elsa Kartika Sari, op. cit, hlm 62
4) Sighat (lafadz) / ikrar wakaf
Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan
atau suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau
lisan dapat digunakan untuk menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan cara isyarat
hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara tulisan atau lisan. Tentu
pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-benar dimengerti pihak
penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di kemudian hari. 69
Adapun lafadz sighat wakaf ada dua macam, yaitu :
Lafadz yang jelas (sharih).
Lafal wakaf bisa dikatakan jelas apabila lafal itu populer sering digunakan
dalam transaksi wakaf. Ada tiga jenis lafal yang termasuk dalam kelompok ini
yaitu: al waqf (wakaf), al-habs (menahan) dan al- tasbil (berderma).70 Bila lafal ini
dipakai dalam ijab wakaf, maka sahlah wakaf itu, sebab lafal tersebut tidak
mengandung suatu pengertian lain kecuali kepada wakaf.
Lafaz kiasan (kinayah)
Jika lafal “tashaddaqtu” ini dipakai, harus dibarengi dengan niat wakaf. Sebab
lafadz “tashaddaqtu” bisa berarti shadaqah wajib seperti zakat dan shadaqah
sunnah. Lafadz “harramtu” bisa berarti dzihar, tapi bisa juga berarti wakaf.
Kemudian lafadz “abbadtu” juga bisa berarti semua pengeluaran harta benda untuk
selamanya. Sehingga semua lafadz kiyasan yang dipakai untuk mewakafkan
sesuatu harus disertai dengan niat wakaf secara tegas.71
5) Nadzir (pengelola wakaf)
Nadzir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan
menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Mengurus atau
mengawasi harta wakaf pada dasarnya menjadi hak wakif, tetapi boleh juga wakif
menyerahkan hak pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan maupun
organisasi.72
___________________________________________________________________________
69
Elsa Kartika Sari, loc. cit.
70
Ibnu Qudama, Al Mughni, juz 6, dikutip oleh Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, op. cit, hlm. 89
71
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, op, cit, hlm. 56
72
Elsa Kartika Sari, op, cit, hlm. 63.
Beberapa syarat yang harus dipenuhinya untuk menjadi Nadzir yaitu terdapat pada
pasal 219 KHI:
Nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) terdiri dari perorangan
yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
o Warga Negara Indonesia,
o Beragama Islam,
o Sudah dewasa,
o Sehat jasmani dan rohani,
o Tidak berada di bawah pengampuan,
o Berempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.
6) Jangka Waktu.
Para fuqoha berbeda pendapat tentang syarat permanen dalam wakaf. Diantara
mereka ada yang mencantumkannya sebagai syarat tetapi ada juga yang tidak
mencantumkannya. Karena itu, ada di antara fuqoha yang membolehkan Muaqqat
(wakaf untuk jangka waktu tertentu).
Pendapat pertama yang menyatakan wakaf haruslah bersifat permanen, merupakan
pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama. Mayoritas ulama dari kalangan
Syafi’iyah, Hanafiyah, Hanabilah (kecuali Abu Yusuf pada satu riwayat), Zaidiyah,
Ja’fariyah dan Zahriyah berpendapat bahwa wakaf harus diberikan untuk selamanya
(permanen) dan harus disertakan statemen yang jelas untuk itu.
Pendapat kedua yang menyatakan bahwa wakaf boleh bersifat sementara didukung
oleh fuqaha dari kalangan Hanabilah, sebagian dari kalangan Ja’fariyah dan Ibn Suraij
dari kalangan Syafi’iyah. Menurut mereka, wakaf sementara itu adalah sah baik dalam
jangka panjang maupun pendek.
Di Indonesia, syarat permanen sempat dicantumkan dalam KHI pada pasal 215
dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan
untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam. Jada menurut pasal tersebut wakaf sementara tidak sah.
Namun syarat itu kemudian berubah setelah keluarnya UU No. 41 Tahun 2004.
Pada Pasal 1 UU No. 41 Tahun 2004 tersebut dinyatakan bahwa wakaf adalah
perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah. Jadi, menurut ketentuan ini, wakaf sementara juga diperbolehkan asalkan
sesuai dengan kepentingannya. 73
4. Macam-macam Wakaf
Ada beberapa macam wakaf yang dikenal dalam Islam yang dibedakan berdasarkan
atas beberapa kriteria :
1) Macam-macam wakaf berdasarkan tujuannya ada tiga :
Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairi), yaitu apabila tujuan wakafnya
untuk kepentingan umum.
Wakaf keluarga (dzurri), yaitu apabila tujuan wakaf untuk memberikan manfaat
kepada wakif, keluarganya, keturunannya, dan orang-orang tertentu, tanpa melihat
apakah kaya atau miskin, sakit atau sehat, dan tua atau muda.
Wakaf gabungan (musytarak), yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum dan
keluarga secara bersamaan.
2) Sedangkan berdasarkan batasan waktunya, wakaf terbagi menjadi dua macam:
Wakaf abadi
Apabila wakafnya berbentuk barang yang bersifat abadi, seperti tanah dan
bangunan dengan tanahnya, atau barang bergerak yang ditentukan oleh wakif
sebagai wakaf abadi dan produktif, di mana sebagian hasilnya untuk disalurkan
sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf dan
menggantikan kerusakannya.
Wakaf sementara
Apabila barang yang diwakafkan berupa barang yang mudah rusak ketika
dipergunakan tanpa memberikan syarat untuk mengganti bagian yang rusak. Wakaf
sementara juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yang memberikan batasan
waktu ketika mewakafkan barangnya.
3) Berdasarkan penggunaannya, wakaf juga dibagi menjadi dua macam :
Wakaf langsung
Wakaf yang produk barangnya digunakan untuk mencapai tujuannya, seperti
masjid untuk sholat, sekolahan untuk kegiatan mengajar, rumah sakit untuk
mengobati orang sakit dan lain sebagainya.
___________________________________________________________________________
73
Abdul Ghofur Anshari, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Media, 2006, cet 2,
hlm. 30.
Wakaf produktif
Wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk kegiatan produksi dan
hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf. 74
Menurut Ahmad Azhar Basyir, wakaf terbagi menjadi wakaf ahli (keluarga atau
khusus) dan wakaf umum (khairi).
___________________________________________________________________________
74 Muhyiddin Mas Rida, Manajemen Wakaf Produktif, Jakarta: Khalifa, 2005, hlm. 161-162
75 Elsa Kartika Sari, op. cit, hlm. 66