Anda di halaman 1dari 7

1.

DEFINISI
Pruritus berasal dari kata prurire/gatal/rasa gatal/ atau berbagai macam keadaan
yang ditandai oleh rasa gatal (Kamus Kedokteran Dorland. 1996).
Pruritus (gatal-gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling
sering dijumpai pada gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa nyaman
dan perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Pruritus adalah gejala dari berbagai penyakit kulit, baik lesi primer maupun lesi
sekunder, meskipun ada pruritus yang ditimbulkan akibat faktor sistemik non-lesi kulit.
Pruritus yang tidak disertai kelainan kulit disebut pruritus esensial (pruritus sine materi)
(Djuanda A., 2007).
Jadi, pruritus (gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling
sering dijumpai pada gangguan dermatologik dengan sensasi tidak menyenangkan di kulit
yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk. Pruritus yang hebat menyebabkan
pasien menggaruk kulit lebih dalam dan lama, sehingga kadang kulit bisa sampai
berdarah karena sensasi nyeri ditoleransi lebih baik daripada rasa gatal. Pruritus yang
tidak disertai kelainan kulit disebut sebagai pruritus esensial (pruritus sine materi).

2. ETIOLOGI
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen yaitu :
a. Eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda asing),
dermatitis kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem, sabun
mandi), rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus,
larva migrans) atau faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau
kering.
b. Endogen, misalnya reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan ginjal,
gangguan metabolik (DM, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress
psikologis yang menyebabkan meningkatnya sensitivitas respon imun.
Seringkali kausa secara klinis belum diketahui. (Moscella, 1986)

3. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenisnya pruritus dibagi menjadi:
a. Pruritus Primer adalah pruritus tanpa adanya penyakit dermatologi atau alat dalam
dan dapat bersifat lokalisata atau generalisata, bisa bersifat psikogenik yang
disebabkan oleh kompenen psikogenik yang memberikan stimulasi pada itch centre.
b. Pruritus Sekunder adalah pruritus yang timbul sebagai akibat penyakit sistemik, pada
pruritus sistemik toksin-toksin metabolik mungkin tertimbun di cairan interstisium
dibawah kulit. (Djuanda A., 2007)

Klasifikasi pruritus berdasarkan patofisiologinya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

a. Gatal pruritoseptif adalah gatal yang berasal dari kulit dan terjadi akibat adanya
pruritogen, seperti kulit yang kering, terjadi inflamasi, serta terjadi kerusakan kulit.
Gatal neuropatik adalah gatal yang terjadi akibat terdapat lesi di jaras aferen
penghantaran impuls, seperti neuralgia dan gangguan serebrovaskuler.
b. Gatal neurogenik adalah gatal yang berasal dari pusat (sentral) tanpa disertai keadaan
patologis. Contohnya adalah sumbatan kantung empedu yang akan meningkatkan
kadar senyawa opioid yang akan memicu timbulnya pruritus.
c. Gatal psikogenik adalah gatal yang cenderung ditimbulkan akibat aktivitas psikologis
dan kebiasaan berulang. Misalnya, ketakutan terhadap parasit (parasitofobia) dapat
menyebabkan sensasi gatal. (Twycross R et al, 2003)

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddarth (2000), manifestasi klinis pruritus adalah
a. Garukan, sering lebih hebat pada malam hari

Pruritus secara khas akan menyebabkan pasien mengaruk yang biasanya


dilakukan semakin intensif pada malam hari. Pruritus tidak sering dilaporkan pada
saat terjaga karena perhatian pasien teralih pada aktivitas sehari-hari. Pada malam
hari dimana hal-hal yang bisa mengalihkan perhatian hanyalah sedikit, keadaan
pruritus yang ringan sekalipun tidak mudah diabaikan.
b. Ekskoriasi, kemerahan, area penonjolan pada kulit

Pada garukan akut dapat menimbulkan urtikaria, sedangkan pada garukan


kronik dapat menimbulkan perdarahan kutan dan likenifikasi (hasil dari
aktivitas menggaruk yang dilakukan secara terus menerus dengan plak yang
menebal). Apabila garukan dilakukan dengan menggunakan kuku dapat
menyebabkan ekskoriasi linear pada kulit dan laserasi pada kukunya sendiri.
c. Rasa gatal yang hebat dapat menyebabkan ketidakmampuan pada individu
dan menganggu penampilan pasien. Dalam beberapa kasus, gatal yang
terjadi biasanya disertai dengan nyeri dan sensasi terbakar.
5. PENATALAKSANAAN
Pada gatal yang tergeneralisasi dan terjadi hampir di seluruh tubuh, pasien
sebaiknya tetap dalam keadaan tubuh yang dingin dan menghindari udara panas. Hindari
konsumsi alkohol dan makanan yang pedas. Penggunaan menthol secara topikal dapat
menimbulkan sensasi dingin melalui persarafan reseptor TPR nosiseptor dan dapat
menekan terjadinya gatal.
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu sendiri.
Sementara pemeriksaan untuk mencari penyebab pruritus dilakukan, terdapat beberapa
cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan perasaan lega pada penderita,
yaitu:
a. Penatalaksanaan secara medis :
1) Pengobatan topical:
a) Losion calamine. Losion ini tidak dapat digunakan pada kulit yang
kering dan memiliki batasan waktu dalam pemakaiannya karena
mengandung phenols.
b) Losion menthol/camphor yang berfungsi untuk memberikan sensasi
dingin.
c) Pemakaian emmolient yang teratur, terutama jika kulit kering.
d) Kortikosteroid topical sedang untuk periode waktu yang pendek.
Kortikosteroid secara topikal maupun sistemik cenderung tidak
menimbulkan efek antipruritus dan jika efek antipruritus terlihat,
maka ini lebih disebabkan penekanan efek inflamasi.
e) Antihistamin topical sebaiknya tidak digunakan karena dapat
mensensitisasi kulit dan menimbulkan alergi dermatitis kontak.
2) Medikasi Oral
Pengobatan dengan medikasi oral mungkin diperlukan, jika rasa gatal
cukup parah dan menyebabkan tidur terganggu:
a) Aspirin: efektif pada pruritus yang disebabkan oleh mediator kinin
atau prostaglandin, tapi dapat memperburuk rasa gatal pada
beberapa pasien.
b) Doxepin atau amitriptyline: antidepresan trisiklik dengan
antipruritus yang efektif. Antidepresan tetrasiklik dapat membantu
rasa gatal yang lebih parah.
c) Antihistamin:. Antihistamin memiliki efek yang kurang baik,
kecuali pada pruritus yang dicetuksan terutama akibat aksi
histamin. Contohnya adalah urtikaria. Antihistamin yang tidak
mengandung penenang memiliki antipruritus. Antihistamin
penenang dapat digunakan karena efek penenangnya tersebut
d) Thalidomide terbukti ampuh mengatasi prurigo nodular dan
beberapa jenis pruritus kronik.

Secara ringkas, obat-obat yang bekerja secara perifer antara lain antagonis H1,
agonis H3, antagonis SP, antagonis TRPV1, agonis CB1, antagonis PAR-2.
Sementara yang bekerja secara sentral adalah gabapentin (untuk gatalneuropati),
talidomit (mensupresi persarafan), mirtazapin, inhibitor uptake serotonin, dan
opioid miu antagonis atau agonis kappa (Burton G, 2006)

b. Penatalaksanaan secara keperawatan :


Upaya lain yang berguna untuk menghindari pruritus, diantaranya
mencegah faktor pengendap, seperti pakaian yang kasar, terlalu panas, dan
yang menyebabkan vasodilatasi jika dapat menimbulkan rasa gatal
(misalnya Kafein, alcohol, makanan pedas). Jika kebutuhan untuk
menggaruk tidak tertahankan, maka gosok atau garuk area yang
bersangkutan dengan telapak tangan.
Untuk gatal ringan dengan penyebab yang tidak membahayakan seperti
kulit kering, dapat dilakukan penanganan sendiri berupa:
1) Mengoleskan pelembab kulit berulang kali sepanjang hari dan segera
setelah mandi.
2) Mandi rendam dengan air hangat suam-suam kuku
3) Tidak mandi terlalu sering dengan air berkadar kaporit tinggi..
4) Kamar tidur harus bersih, sejuk dan lembab
5) Mengenakan pakaian yang tidak mengiritasi kulit seperti katun dan
sutra, menghindari bahan wol serta bahan sintesis yang tidak menyerap
keringat.
6) Menghindari konsumsi kafein, alkohol, rempah-rempah, air panas dan
keringat berlebihan.
7) Menghindari hal-hal yang telah diketahui merupakan penyebab gatal.
8) Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.
9) Mencegah komplikasi akibat garukan dengan jalan memotong kuku.

6. PENGGUNAAN ALOEVERA GEL


Gel lidah buaya dapat menurunkan keluhan pruritus karena gel lidah buaya dapat
melembabkan kulit karena kandungan air yang tinggi dalam lidah buaya berdasarkan
penelitian Ramadhia tahun 2012 kandungan air dalam lidah buaya yaitu 94,83 %.14
Kandungan air dapat membuat kulit menjadi lembab hal ini sesuai dengan penelitian
Okada tahun 2004 yang berjudul effect of skin care with an emollient containing a high
water content on mild uremic pruritus. Emollient adalah sejenis pelembab berbahan
dasar lipid dari tumbuhan dan hewan atau minyak mineral atau sintetik yang kandungan
airnya 80%. Pada penelitian Okada ini didapatkan penurunan pruritus yang signifikan
disertai penurunan kekeringan kulit pada kelompok yang menggunakan emollient.25
Pada keadaan normal, air mengalir secara difusi dari dermis menuju ke epidermis
melalui dua cara yaitu melalui stratum corneum dan ruang interseluler. Oleh sebab itu
normal air akan keluar dari
tubuh melalui epidermis, keadaan tersebut dikenal dengan istilah transepidermal water
loss (TEWL). Proses difusi pasif terjadi karena terdapatnya perbedaan kandungan air
dari stratum basalis (60–70%), stratum granulosum (40-60%) dan stratum corneum
kurang dari 15% sehingga air mengalir dari stratum basalis ke stratum corneum.
Dengan demikian maka stratum corneum merupakan barier hidrasi yang sangat penting
dalam memepertahankan kelembaban kulit. Pada kulit yang sakit (terdapat kelainan
epidermis), barier kulit melemah sehingga kecepatan TEWL meningkat 10 kali lebih
besar dari normal. Dengan tingginya kandungan air dalam lidah buaya membantu
mensuplai kebutuhan air pada kulit yang mengalami penurunan fungsi. Lidah buaya
mengandung zat aktif lignin yang mempunyai kemampuan penyerapan tinggi sehingga
memudahkan peresapan gel ke dalam kulit atau mukosa. Mucopolysakarida membantu
dalam mengikat kelembaban kulit sehingga air tertahan didalam lapisan kulit, serta
menstimulasi fibroblast yang menghasilkan kolagen dan serat elastis yang membuat kulit
lebih elastis dan mengurangi kerutan. Kandungan lidah buaya yang lainnya adalah Asam
amino yang berfungsi mengurangi kulit yang kasar serta zink bertindak sebagai
astringent untuk mempererat pori-pori kulit. Lidah buaya bukan hanya dapat
mengurangi kekeringan pada kulit pasien GGK tapi Sabun yang mengandung lidah buaya
juga telah diteliti oleh Olsen dapat menurunkan insiden reaksi kulit pada pasien dengan
kemoterapi. Penelitian invitro Tanaka tahun 2015 tentang pemberian 40µg aloe sterol
secara oral setiap hari selama 2 minggu menunjukkan menurunnya kerutan kulit wajah
pada wanita jepang yang berumur ≥ 40 tahun karena aloe vera merangsang colagen dan
hyaluronic acid yang diproduksi oleh dermal fibroblast.

7. PENGARUH GEL LIDAH BUAYA TERHADAP PRURITUS


Menurut Rajeswari sifat lidah buaya menenangkan dan menyejukkan kulit yang
meradang, nyeri kebas karena inflamasi dan mencegah timbulnya rasa gatal. Gel lidah
buaya dapat menurunkan keluhan pruritus diduga karena lidah buaya mengandung
glikoprotein dengan sifat anti alergi, yang disebut alprogen. Menurut Ro Alprogen
menghalangi arus masuk kalsium ke sel mast, dengan demikian menghambat antigen
antibodi dalam pelepasan histamin dan leukotriene dari sel mast. Alprogen juga muncul
untuk menghambat beberapa sinyal serta masuknya ion kalsium blok, dan protein kinase
C dan fosfolipase D serta menghambat pembentukan 1,2 diasilgliserol massa dan
fosfolipase kegiatan selama aktivasi sel mast. Penelitian Keithi- Reddy menyatakan
pruritus disebabkan lepasnya histamin dari sel mast hal ini didukung oleh penelitian
tentang fototerapi ultraviolet-B yang dapat menurunkan jumlah sel mast dan
memperbaiki pruritus secara bermaknaP

Anda mungkin juga menyukai