Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST

PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA

A. Pengertian
Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau biasa disebut juga
dengan seksio sesarea (disingkat SC) adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin di atas 2500 gram. Operasi bedah caesar tidak dapat dilaksanakan jika
belum terdapat persetujuan dari pasien atau anggota keluarganya mengenai tindakan
pembedahan tersebut. Dokter (rumah sakit) tidak dapat melakukan tindakan medis berupa
operasi hanya berdasarkan transaksi terapeutik (perjanjian terapeutik). Perjanjian terapeutik
merupakan perjanjian yang dilakukan antara dokter dan pasien untuk tindakan medis yang akan
dilakukan. Perjanjian terapeutik adalah persetujuan yang terjadi antara dokter dengan pasien
yang bukan di bidang pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostik, preventif,
rehabilitatif, maupun promotif.
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2009). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut
juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 2009). Sectio Caesaria
adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui
sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2009).

B. Etiologi
Indikasi Ibu
1. Panggul sempit absolute
2. Placenta previa
3. Ruptura uteri mengancam
4. Partus Lama
5. Partus Tak Maju
6. Pre eklampsia, dan Hipertensi
Indikasi Kelainan Letak Janin
a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang terbaik
dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya
biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea
walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih
dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit,
primigravida, janin besar.
c. Gawat Janin
d. Janin Besar

Kontra Indikasi dilakukanya SC


a) Janin Mati
b) Syok, anemia berat.
c) Kelainan congenital Berat

C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul
sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya
suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan
juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.

Pahtway Terlampir

C. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan
dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan
pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat
mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah
mati.

E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri
y a n g m e m p u n ya i k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h c e p a t , tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah
infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang
baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan
kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi
yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih
kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan
sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih.
c) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.

2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm. berikut
adalah Kelebihanya :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang
baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan
luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada
akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam
persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah
mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat
selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik.
Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga
perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri
putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

F. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria


Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih koprehensif
yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi klinis sectio
caesarea menurut Doenges (2009 ),antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

G. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

H. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena
harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.

4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 -
48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda sesuai indikasi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.(Manuaba, 2010)

I. Komplikasi Section Caesaria


1. Infeksi Puerpuralis
a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Pendarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia Uteri
c) Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah
kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik

J. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS


Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas
berlangsung selama 6- 8 minggu (Moctar, 2009).
Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 2009)

K. Periode Masa Nifas


1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telh di perbolehkan berdiri dan berjalan jalan.
2. Pueperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genetalis yang lamanya 6-8
minggu.
3. Remote puerperium waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi

L. Adaptasi Fisiologis Post Partum


1. Perubahan fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan
jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.

Proses involusi terjadi karena adanya:

1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya
hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan
menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai
keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian
dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah
melahirkan.

2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir
yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan
plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi
dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan
jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.

3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot
uterus.

Involusi pada alat kandungan meliputi:

1) Uterus

Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-
ototnya.

Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan


Diameter Bekas
Berat Keadaan
Involusi TFU Melekat
Uterus Cervix
Plasenta
Setelah plasenta lahir Sepusat 1000 gr 12,5 Lembik

1 minggu

Pertengahan 500 gr 7,5 cm Dapat dilalui


pusat 2 jari
2 minggu
symphisis
Dapat
350 gr 5 cm
Tak teraba dimasuki
6 minggu 1 jari

50 gr 2,5 cm
Sebesar hamil 2
minggu

8 minggu

Normal 30 gr

2) Involusi tempat plasenta

Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang
tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena
dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka.
Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.

3) Perubahan pembuluh darah rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena
setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus
mengecil lagi dalam masa nifas.

4) Perubahan pada cervix dan vagina

Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir
minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan karena karena retraksi
dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang sangat diregang waktu persalinan,
lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai
nampak kembali.

5) After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules)

disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan
pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu analgesik

6) Lochia

Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas.
Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir
dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.

Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra
berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa
mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga.

1. Lochea rubra (cruenta)


Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa,
lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.
2. Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan.
3. Lochea serosa
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca persalinan.
4. Lochea alba
Cairan putih setelah 2 minggu.
5. Lochea purulenta
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk

7) Lacheostatis

Lochea tidak lancar keluarnya.

Dinding perut dan peritonium


Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan
pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus
jatuh ke belakang menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk
memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan

8) Sistim Kardiovasculer
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi penambahan
aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari
estrogen mengakibatkan diuresis yang menyebabkan volume plasma menurun secara cepat
pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran.
Selama ini klien mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi
retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan
9) Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi
produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum

10) System Hormonal

1) Oxytoxin

Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus
dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan
pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus,
memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita
yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin
diamna keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah
placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron dan hormon laktogen placenta
menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.

2) Prolaktin

Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh


glandula hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi
susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di
ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14
sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar
hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen
dan progesteron dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi
dan menstruasi

3) Laktasi

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air
susu ibu ini merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat alamiah
bagi bayi yang disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi akan tersedia
makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.

Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan kelenjar


susu sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon
ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang
laktasi.

Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang pengeluaran air susu.
Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan
puting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke hypofise dan menghasilkan oxtocin
yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.

Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai
permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting
dari puting susu.

Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %,
garam 0,1 – 0,2 %.

Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya air susu
sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu.( Obstetri
Fisiologi UNPAD, 1983)
2. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi interaksi dan
kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey
moon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling
memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab
terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada
periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil
atau buang air besar.
c. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab
terhadap bayi.
Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan kekecewaan yang
berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur
terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-
5 post partum

Anda mungkin juga menyukai