Anda di halaman 1dari 13

PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

PENYAKIT LEPTOSPIROSIS

Dosen :

M.Ichsan S.,SKM,M.Epid,
Sri Ani, SKM, MKM
Rojali,SKM,M.Epid

Disusun oleh : Kelompok 4

1. Ahmad Hafiyyan Nursy’abana P21335118003


2. Azzahra Diah Ayu Amalia P21335118013
3. Haya Mutia Rachmadini P21335118023
4. Yanto Nugraha Novrianto Joni Aziz P21335118078

KELAS : 2 D4 A
KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120 Telp. 021.7397641, 7397643

Fax. 021. 7397769 E-mail : info@poltekkesjkt2.ac.id Website : http://poltekkesjkt2.ac.id

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat iman dan islam kepada kita semua sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Pada kesempatan yang baik ini tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih Dosen
mata kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan dan kepada semua pihak yang telah membantu,
baik dari segi materi, pengetahuan, maupun materil hingga selesainya penyusunan makalah
ini.
Makalah yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penyakit
Berbasis Lingkungan pada Program Studi Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes
Jakarta II.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik itu dari segi
penyajian maupun dari segi penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang sifatnya membangun dan perbaikan penulisan makalah ini atau
laporan-laporan lainnya yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat, khusus bagi penulisan dan umumnya bagi semua
pembaca. Amin.

Jakarta, September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................

KATA PENGANTAR ..........................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .................................................................................1


B. TUJUAN ......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. LEPTOSPIROSIS ........................................................................................2

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ............................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan


terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan
tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis lebih banyak terjadi di negara beriklim
tropis karena suhu lingkungan mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

Bakteri Leptospira merupakan penyebab leptospirosis yang dapat menyerang


hewan dan manusia. Infeksi pada manusia merupakan kejadian yang bersifat insidental,
karena reservoir atau penyebar utama Leptospira adalah tikus (Rusmini, 2011). Air
kencing tikus yang terinfeksi Leptospira terbawa banjir dan dapat masuk ke tubuh
manusia melalui kulit yang terluka dan selaput mukosa. Penularan leptospirosis paling
sering terjadi pada kondisi banjir yang menyebabkan perubahan lingkungan seperti
genangan air, becek, banyak timbunan sampah sehingga bakteri Leptospira lebih mudah
berkembang biak.

B. Tujuan

Mengetahui lebih lanjut penyakit leptospirosis

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. LEPTOSPIROSIS

Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan


binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti
manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia.
Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena
memang muncul dikarenakan banjir.

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh


mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan Leptospira sp.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever, Slime fever, Swam
fever, Autumnal fever, Infectious jaundice, Field fever, Cane cutter dan lain-lain
(WHO, 2003). Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri spirochaeta leptospira
icterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus (Swastiko, 2009).

1. Agen Penyebab

Leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira yang dibawa oleh


hewan-hewan tertentu. Leptospira adalah organisme yang hidup di perairan air tawar,
tanah basah, lumpur, dan tumbuh-tumbuhan. Bakteri ini dapat dapat menyebar
melalui banjir. Hewan pembawa bakteri leptospira umumnya tidak memiliki tanda-
tanda sedang mengidap leptospirosis karena bakteri ini dapat keluar melalui urine
mereka. Bakteri yang kemudian masuk ke air atau tanah ini bisa bertahan hingga
beberapa minggu hingga berbulan-bulan.

Bakteri leptospira dapat masuk melalui mata, hidung, mulut, atau luka terbuka
pada kulit, Bakteri ini juga dapat menyebar melalui gigitan hewan atau cairan tubuh
lain (kecuali ludah) dan ketika meminum air yang terkontaminasi, misalnya sehabis
banjir atau ketika melakukan olahraga yang berhubungan dengan air. Hewan piaraan
jarang menjadi penyebab menyebarnya leptospirosis walau terdapat juga kasus
leptospirosis yang disebarkan oleh tikus piaraan.

2. Karakteristik

Leptospirosis memiliki gejala yang umumnya menyerupai flu, yaitu demam,


nyeri otot, dan pusing. Leptospirosis juga tidak memiliki gejala-gejala yang signifikan
sehingga sulit untuk terdiagnosis. Gejala leptospirosis umumnya berkembang dalam
waktu 1-2 minggu atau hingga satu bulan setelah penderitanya terpapar bakteri ini dan
cenderung membaik minimal dalam lima hari hingga maksimal satu minggu setelah
gejala muncul. Gejala lain yang mungkin muncul, yaitu:

 Mual

2
 Muntah
 Meriang
 Sakit kepala
 Nyeri otot
 Sakit perut
 Diare
 Kulit atau area putih pada mata yang menguning
 Demam tinggi
 Ruam
 Iritasi atau kemerahan di area mata
 Batuk
 Kehilangan nafsu makan

Gejala leptospirosis yang lebih berat bisa berujung kepada komplikasi yang
lebih serius, berupa pendarahan hingga gagal fungsi pada organ-organ tertentu.

3. Riwayat Perjalanan
a. Tahap Pre-patogenesis

Tahap dimana pada dasarnya setiap individu sudah memiliki resiko terkena
penyakit Leptospirosis. Karena pada tahap ini, sudah terjadi interaksi antara manusia
atau hewan dengan agen penyebab atau bahkan manusia dengan hewan sebagai host
perantara. Sehingga kemungkinan manusia untuk terinfeksi semakin besar ketika
manusia dalam kondisi kekebalan tubuh yang buruk atau ketika agent semakin
bersifat virulen.

b. Tahap Patogenesis
1) Masa Inkubasi

Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2-26 hari. Infeksi


Leptospirosis memiliki manifestasi bervariasi terkadang tanpa gejala, sehingga sering
terjadi kesalahan diagnosa.

Infeksi Leptospirosis interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai


dengan flu ringan sampai berat, hampir 15-40% penderita terpapar infeksi tidak
bergejala tetapi serologis positif. Sekitar 90% penderita jaundis ringan, sedangkan 5-
10% jaundis berat yang sering dikenal sebagai Sindrom Weil yang merupakan bentuk
infeksi Leptospirosis berat.

2) Fase Septisemik (Tahap Penyakit Dini)


Dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri dapat
diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh.
Pada stadium ini, penderita mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, disertai
demam, kedinginan, kelemahan otot, sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada,
muntah darah, nyeri kepala, fotofobia, gangguan mental, radang

3
selaput otak (meningitis), serta pembesaran limpa dan hati. Selain itu ada juga gejala
lain seperti Malaise, rasa nyeri pada otot betis dan punggung, Konjungtivitis tanpa
disertai eksudat serous / porulen (kemerahan pada mata).

c. Tahap Pasca-patogenesis

1) Fase Imun (Tahap Penyakit Lanjut)

Disebut fase leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan


isolasi kuman dari urin, yang mungkin tidak didapatkan lagi dari darah atau cairan
serebrospinalis Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan tubuh
terhadap infeksi.

Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul
jaundis. 30% pasien mengalami diare atau konstipasi, muntah, lemah, dan penurunan
nafsu makan. Terkadang terjadi pendarahan di bawah kelopak mata dan gangguan
ginjal pada 50% pasien, dan gangguan paru-paru pada 20-70% pasien. Gejala yang
timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama karena didasarkan pada
organ tubuh yang diserang. Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul
kemungkinan akan terjadi meningitis. Stadium ini terjadi biasanya antara minggu ke
2-4.

2) Tahap Akhir Penyakit

Ada beberapa keadaan yang mungkin terjadi pada akhir perjalanan penyakit
leptospirosis dalam tubuh manusia selaku host, yaitu

a. Sembuh sempurna
Keadaan dimana penderita sudah sembuh total dan agen penyakit dalan hal ini
bakteri Leptospirosa sudah keluar dari tubuh host tanpa meninggalkan
kelainan fisik dan fungsi organ tubuh host.
b. Sembuh tapi cacat
Kemungkinan kecacatan yang disebabkan penyakit leptospirosis antara lain
kegagalan fungsi ginjal dan paru-paru, nekrosis hati, meingitis, ensefalitis dan
sebagainya
c. Meninggal Dunia
Penderita mungkin saja meninggal karena penyakit ini mengingat komplikasi
penyakit yang mungkin terjadi akibat leptospirosis ini beragam dari yang
masih sederhana hingga penyakit berat seperti meningitis, gagl ginjal, nekrosis
dan lain-lain.

4
4. Epidemiologi
a. Orang
1. Usia
Penyakit ini dapat menyerang manusia dari semua golongan usia, tetapi
sebagian besar penderita berusia antara 10-39 tahun.
2. Jenis Kelamin
Sebagian besar kasus Leptospirosis yang pernah terjadi adalah pada laki-
laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular
penyakit ini. Laki-laki memiliki risiko terkena Leptospirosis sebesar 3,59
kali dibandingkan perempuan.
3. Status Gizi
Mereka dengan status gizi yang baik biasanya memiliki kekebalan tubuh
yang baik pula, mengingat zat gizi dibutuhkan dalam segala proses
metabolise di dalam tubuh. Individu dengan status gizi yang rendah dan
memikliki daya tahan tubuh yang rendah akan mudah mengalami berbagai
penyakit, termasuk leptospirosis. Tetapi perbedaannya disini adalah
seseorang dengan statur gizi yang baik mungkin mengalami gejala klinis
yang lebih ringan dan lebih cepat sembuh dibanding mereka dengan daya
tahan tubuh yang rendah

b. Tempat
1) Lingkungan
Leptospirosis Merupakan penyakit berbasis lingkungan yang dapat
menyerang baik manusia maupun hewan, tentunya lingkungan memiliki andil
yang besar dalam terjadinya penyakit ini. Lingkungan yang kumuh dengan
sampah berserakan dan banyaknya genangan air memudahkan bakteri penyebab
Leptospirosis untuk berkembang biak dengan baik. Hal ini menyebabkan angka
kejadian penyakit leptospirosis banyak ditemukan pada negara-negara
berkembang dengan status sanitasi yang buruk.
2) Kondisi Sosial-Ekonomi
Penyakit ini lebih sering diderita oleh mereka dari g olongan menengah
kebawah, karena menurut data yang didapat kebanyakan penderita leptospirosis
adalah para petani, peternak, penjaga hewan peliharaan. Namun tidak menutup
kemungkinan dokter hewan bebas dari penyakit ini.
3) Waktu
Tidak ada waktu khusus dalam penyebaran Leptospirosis, namun penyakit
ini lebih sering terjadi ketika musim penghujan. Dimana dibeberapa daerah
dengan sanitasi yang buruk sering terjadi banjir, yang mengakibatkan akses
bakteri Leptospirosa sp. lebih luas dan penyebaran urin hewan peliharaaan
terkontaminasi yang terjatuh di tanah menyebar melalui media air.

5
5. Peran Lingkungan
Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan
terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab dalam proses
terjadinya penyakit. Secara garis besarnya, maka unsur lingkungan dapat dibagi
menjadi tiga bagian utama yaitu:

a. Lingkungan fisik

Seperti keberadaan sungai yang membanjiri lingkungan sekitar rumah,


keberadaan parit atau selokan yang airnya tergenang, keberadaan genangan
air,jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah.

b. Lingkungan biologi

1) Keberadaan Tikus Ataupun Wirok Di Dalam Dan Sekitar Rumah.

Bakteri leptospira khususnya spesies L. Ichterro haemorrhagiae banyak


menyerang tikus besar seperti tikus wirok (Rattus norvegicus dan tikus rumah
(Rattus diardii). Sedangkan L. ballum menyerang tikus kecil (mus musculus).
Melihat lima ekor tikus atau lebih di dalam rumah mempunyai risiko 4 kali
lebih tinggi terkena leptospirosis. melihat tikus di sekitar rumah mempunyai
risiko 4 kali lebih tinggi terkena leptospirosis.

2) Keberadaan Hewan Piaraan Sebagai Hospes Perantara (Kucing, Anjing,


Kambing, Sapi, Kerbau, Babi).

c. Lingkungan sosial

1) Lama pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam


penularan penyakit khususnya leptospirosis. Pendidikan masyarakat yang
rendah akan membawa ketidaksadaran terhadap berbagai risiko paparan
penyakit yang ada di sekitarnya. Semakin tinggi pendidikan masyarakat, akan
membawa dampak yang cukup signifikan dalam proses pemotongan jalur
transmisi penyakit leptospirosis.

2) Jenis pekerjaan

Jenis pekerjaan merupakan faktor risiko penting dalam kejadian penyakit


leptospirosis. Jenis pekerjaan yang berisiko terjangkit leptospirosis antara lain:
petani, dokter hewan, pekerja pemotong hewan, pekerja pengontrol tikus,
tukang sampah, pekerja selokan, buruh tambang, tentara, pembersih septic tank
dan pekerjaan yang selalu kontak dengan binatang.

Dari beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa pekerjaan sangat


berpengaruh pada kejadian leptospirosis. Pekerjaan yang berhubungan dengan
sampah mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi terkena leptospirosis, kontak
dengan air selokan mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi terkena leptospirosis,

6
kontak dengan air banjir mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi terkena
leptospirosis, kontak dengan lumpur mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi
terkena leptospirosis.

3) Kondisi tempat bekerja

Leptospirosis dianggap sebagai penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan.


Namun demikian, cara pengendalian tikus yang diperbaiki dan standar
kebersihan yang lebih baik akan mengurangi insidensi di antara kelompok
pekerja seperti penambang batu bara dan individu yang bekerja di saluran
pembuangan air kotor.

Pola epidemiologis sudah berubah di Amerika Serikat, Inggris, Eropa


dan Israel, leptospirosis yang berhubungan dengan ternak dan air paling
umum. Kurang dari 20 persen pasien yang mempunyai kontak langsung
dengan binatang; mereka terutama petani, penjerat binatang atau pekerja
pemotongan hewan. Pada sebagian besar pasien, pemajanan terjadi secara
kebetulan, dua per tiga kasus terjadi pada anak-anak, pelajar atau ibu rumah
tangga. Kondisi tempat bekerja yang selalu berhubungan dengan air dan tanah
serta hewan dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya proses penularan
penyakit leptospirosis. Air dan tanah yang terkontaminasi urin tikus ataupun
hewan lain yang terinfeksi leptospira menjadi mata rantai penularan penyakit
leptospirosis.

4) Ketersediaan pelayanan untuk pengumpulan limbah padat.

5) Ketersediaan sistem distribusi air bersih dengan saluran perpipaan.

6) Ketersediaan sistem pembuangan air limbah dengan saluran tertutup.

6. Upaya Pencegahan

Jika pekerjaan Anda menyangkut binatang:

 Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air


 Pakailah pakaian pelindung misalnya sarung tangan, pelindung atau perisai
mata, jubah kain dan sepatu bila menangani binatang yang mungkin terkena,
terutama jika ada kemungkinan menyentuh air seninya.
 Pakailah sarung tangan jika menangani hewan, janinnya yang mati\Mandilah
sesudah bekerja dan cucilah serta keringkan tangan sesudah menangani apa
pun yang mungkin terkena.
 Ikutilah anjuran dokter hewan kalau memberi vaksin kepada hewan.

Membiasakan diri pola hidup sehat dan bersih

 Hindarkanlah berenang di dalam air yang mungkin dicemari dengan air seni
binatang.

7
 Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air terutama sebelum bersentuhan
dengan tanah, lumpur atau air yang mungkin dicemari air kencing binatang.
 Pakailah sepatu bila keluar terutama jika tanahnya basah atau berlumpur.
 Pakailah sarung tangan bila berkebun.
 Halaulah binatang pengerikit dengan cara membersihkan dan menjauhkan
sampah dan makanan dari perumahan.
 Cucilah tangan dengan sabun

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri patogen


yang disebut Leptospira dan ditularkan dari hewan kepada manusia (zoonosis). Ada
pula ciri-ciri yang telah terkena penyakit leptospirosis antara lain Mual, Muntah,
Meriang, Sakit kepala, Nyeri otot, Sakit perut, Diare, Ruam dan lain-lain. Perjalanan
penyakit leptospirosis antara lain ; Tahap Pre-patogenesis, Tahap patogenesis , Tahap
pasca-patogenesis, dan Tahap Akhir Penyakit

9
DAFTAR PUSTAKA

http://epidemiologiunsri.blogspot.co.id/2011/11/leptospirosis.html?m=1

http://www.alodokter.com/leptospirosis
digilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-sitinurcha-6633-3-babii.pdf
http://eprints.ums.ac.id/44786/3/BAB%20I.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai