Anda di halaman 1dari 8

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

Latar belakang

Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberculosis ekstrapulmonal yang mengenai satu


atau lebih tulang belakang. Penyakit ini sudah lama ada pada manusia sejakmasa tahun besi di
eropa dan jaman mummi kuno di Mesir.Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh
PercivalPott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubunganantara kelemahan alat gerak
bawah dengan kurvatura tulangbelakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil
tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut olehKoch tahun 1882, sehingga spondilitis
tuberkulosis dikenaljuga dengan Pott’s disease.
Spondilitis tuberkulosis orang dewasa biasanya merupakan infeksi sekunder dengan
fokus infeksiditempat lain dan tidak selalu berasal dari paru. Namunspondilitis tuberkulosis
dapat sebagai fokus primer dari infeksi tuberkulosis. Spondilitis tuberkulosis termasuk bentuk
yangberbahayadariinfeksituberkulosis.Keterlambatanpenegakandiagnosisdanterapidapatmenyeba
bkankompresi medula spinalisdan deformitas tulang.Semakin lama keterlambatan terjadi, maka
hasil terapi akan semakin buruk prognosisnya.
Definisi
Spondilitis tuberculosa merupakan inflamasi granulomatosa pada vertebra yang di
sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa di mana akan menyebabkan destruksi pada korpus
vertebrae. Spondilitis TB dikenal juga dengan sebutan Pott’s disease.
Anatomi
Segmen thoracal vertebrae terdiri atas dua belas ruas tulang. Vertebra thoracal memiliki
struktur yang unik karena merupakan satu-satunya veretebra yang ditopang olehcostae dan
memiliki prosesus spinosus yang saling tumpang tindih. Seperti semua tulang lain, thoraks
vertebra bantuan untuk mendukung berat tubuh bagian atas dan melindungi sumsum tulang
belakang halus seperti berjalan melalui kanal tulang belakang.
Vertebra thoracal terletak di posterior thorax dan medial costae. Ukuran vertebra thoracal
lebih besar dibandingkan struktur vertebrae cervical, tetapi lebih kecil dan lebih tipis dari
vertebrae lumbal. Vertebrae Th Imemiliki ukuran terkecil dan strukturnya mirip dengan
vertebrae cervical, sedangkan vertebra Th XII adalah yang terbesar dan paling mirip dengan
vertebra lumbalis. Struktur ini tersusun sesuai dengan distribusi berat badan yang lebih banyak
ditopang oleh vertebrae bagian inferior.
Sebagian besar massa tulang vertebra thoraks terletak dalam wilayah berbentuk silinder
yang dikenal sebagai corpus vertebrae. Setiap vertebra thoracalbersendi dengan sepasang tulang
rusuk. 4 Terdapat diskus intervertebralis yang melapisi permukaan corpus vertebrae supaya tidak
langsung bersinggungan dengan corpus vertebrae lainnya. Setiap diskus intervertebralistersusun
ataslapisan luar dari fibrokartilago yang dikenal dengan anulus fibrosus,di dalam anulus fibrosus
terdapat struktur seperti gel yang disebut nukleus pulposus yang berfungsi sebagai shock
absorber.
Bagian posteriorcorpus vertebral berupa struktur berbentuk cincin tulang tipis yang dikenal
sebagai arkus vertebra. Setiap arkus vertebrae mengelilingi dan melindungi foramen vertebralis
yang berisi medulla spinalis. Sepasang prosessus transversus memanjang dari sisi lateral setiap
arkus vertebrae untuk menopangcostae dan menjadi tempat perlekatanototpenopang batang
tubuh. Pada akhir posterior arkus vertebra terdapat prosessus spinosus. Setiap proses spinosus
mendukung beberapa otot punggung untuk memberikan gerakan trunkus. Prosesus spinosus juga
saling tumpang tindih sedikit untuk memberikan struktur yang lebih kuat dan mencegah gerakan
abnormal.
Dua pasang prosesus artikularisterdapat pada superior dan inferior vertebra yang
berfungsimenstabilkan vertebrae satu dengan lainnya. Persendian antar vertebrae berupa
articulatio plana yang memungkinkan vertebrae untuk bergerak secara independen namun tetap
menjaga kekuatan dan stabilitas vertebrae.
Epidemiologi
Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-2 di dunia setelah India
(WHO, 2017).7 Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah
pasien TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 420.994 kasus baru dan kematian 62.246
orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.
Faktor resiko
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). Infeksi
HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan
merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakitTB Aktif. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Pathogenesis
Penyebaran dari fokus primer dapat secara hematogen dan limfogen. Infeksi korpus
vertebra biasanya dimulai pada bagian tulang yang berdekatan dengan diskus intervertebralis
atau dibagian anterior dibawah periosteum korpus vertebra, sedangkan arkus neuralis jarang
terkena,Mycobacterium tuberkulosis mengakibatkan resorpsi masif vertebra spinal. Patogenesis
penyakit Pott belum jelas, namun telah diidentifikasi sebuah protein M tuberkulosis (Mt)
chaperonin (cpri) 10 yang bertanggung jawab untuk aktifitas proteolitik bakteri ini. Mt cpn10
rekombinan ini merupakan stimulator poten untuk resorpsi tulang dan menginduksi rekrutmen,
menginhibisi proliferasi pembentukan tulang oleh osteoblast. Chaperonin 60 (cpn60) memiliki
struktur heptamer yang homolog dengan cpn10. Cpn60 ini akan menghambat pembentukan
heptamer cpn10 sehingga diperkirakan pada masa mendatang menjadi target terapeutik untuk
tuberkulosis tulang.
Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul paling awal yaitu nyeri punggung bawah (LBP). Pasien biasanya
mengeluh nyeri pada punggung bawah tanpa disertai adanya defisit neurologis yang lain. Nyeri
yang dirasakan dapat berupa nyeri lokal maupun radikuler. Gejala lain yang dapat menyertai
yaitu demam dan penurunan berat badan. Diagnosis spondilitis TB biasanya ditegakan setelah 3-
4 bulan sejak munculnya gejala awal.
Gangguan neurologi muncul pada 50% kasus. Gangguan neurologis yang muncul antara
lain kompresi medulla spinalis dengan paraplegi, paraparesis, gangguan sensorik, dan ototnom,
serta nyeri radikuler, dan cauda equina syndrome. Gangguan motorik berupa paraplegia atau
tetraplegia tergantung lokasi lesi. Gangguan motorik diakibatkan dari tekanan mekanik pada
medulla spinalis yang disebabkan oleh abses, granulomatosa, debris tuberkuler, dan jaringan
perkejuan serta penekanan pada medulla spinalis juga dapat diabkibatkan oleh subluksasi
patologis atau dislokasi.
Diagnosis
1. Sistem scoring
Jika skor ≥6 makan diberikan OAT selama 2 bulan lalu dievaluasi, jika respon positif
maka OAT dilanjutkan, jika respon (-) makan dirujuk ke RS.
Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan :
1. Foto thorax menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau kavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya :
 Kejang, kaku kuduk
 Penurunan kesadaran
 Sesak nafas
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil peningkatan LED yang nyata ( > 100 mm/
jam) dan tuberkulin tes positif. CRP yang meningkat menunjukkan telah terbentuk pus
(abses). Pada kondisi kronis pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan anemia normositik dan
leukositosis. Mantouxtest biasanya positif (84- 95%) namunhalinihanyamenunjukkan riwayat
pemah terpapar TB. Selain itu juga pemeriksaan ini juga tidak spesifik karena pada orang-orang
yang pemah terinfeksi mikobakterium non tuberkulosis juga akan memberikan hasil yang positif.
Kultur sampel urin pagi positif bila ada tuberkulosis renal. Pemeriksaan sputum positif hanya
bila infeksi akut paru-paru.3
Pemeriksaan laboratorium yang memastikan penyakit adalah kultur positif dari hasil
biopsi lesi vertebra. Berkenaan dengan pemeriksaan mikrobiologis yang disebutkan di atas,
sampel jaringan tulang atau abses diperoleh untuk pengecatan basil tahan asam (BTA ), dan
organisme diisolasi untuk kultur dan sensitivitas. Prosedur pengambilan sampel tulang yang
terkena atau struktur jaringan lunak secara perkutan dipandu oleh CTscanning. Temuan
pemeriksaan ini positif `hanya pada sekitar 50 % dari kasus.3,16
Karena pemeriksaan mikrobiologis mungkin gagal mendiagnosis Penyakit Pott,
pemeriksaan patologi anatomi bisa menjadi pemeriksaan yang penting. Temuan patologis
termasuk jaringan granulasi eksudatif dengan diselingi abses. Penumpukan abses terjadi di
daerah nekrosis kaseosa. Selain itu dapat ditemukan giant cell berinti banyak, sel epitel, dan
limfosit.

Foto polos vertebra menunjukkan gambaran destruksi korpus vertebra terutama di bagian
anterior, kolaps vertebra, diskus intervertebral menyempit atau bahkan hancur. Juga gambaran
abses paravertebra, berupa bayangan di daerah paravertebra.3 Demineralisasi end plate dan batas
tulang yang tidak jelas juga dapat terlihat.17 Selanjutnya, vertebra yang berhadapan juga dapat
ikut terlibat. Meskipun ada, jarang ada kasus dimana keterlibatan vertebra selang-seling (skip
lesions).18
Berikut ini adalah perubahan radiografi yang merupakan karakteristik tuberkulosis spinal
pada radiografi polos 19:
 Perusakan litik dari bagian anterior korpus vertebra
 Peningkatan wedging anterior
 Kolapskorpus vertebral
 Sklerosis reaktif pada proses litik progresif
 Osteoporosis vertebral end plate
 Diskus intervertebralis dapat menyusut atau hancur.
 Korpus vertebra menunjukkan beragam derajat destruksi.
 Bayangan paravertebral (paravertebral shadow) fusiform pembentukan abses.
 Pembesaran bayangan psoas (psoas shadow) dengan atau tanpa kalsifikasi
 Lesi tulang dapat terjadi pada lebih dari 1 tingkat.
CT scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi corpus vertebrae,
abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis. CT myelography juga
dapat menilai ada tidaknya kompresi medulla spinalis. CT scan juga dapat dilakukan sebagai alat
pemandu untuk biopsy.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dianggap sebagai gold standar untuk menegakan
diagnosis spondilitis karena sensitivitas yang tinggi (96%), spesifisitas tinggi (94%), dan dapat
memberikan gambaran anatomi vertebrae serta jaringan lunak sekitarnya secara spesifik.
Gambaran MRI pada spondilitis meliputi hipointensitas diskus dan corpus vertebral pada T1 dan
hiperintensitas pada T2. Pada pemberian kontras gadolinium akan tampak penyangatan pada
diskus intervertebralis, corpus vertebrae, serta jaringan lunak di sekitar vertebrae. MRI, juga
membantu dalam diferensiasi spondilitis dari lesi degeneratif vertebrae. Pada lesi degeneratif
akan didapatkanhipointensitas T2 yang mendukung perubahan pada endplate Modic. Selain itu
MRI dapat juga membedakan spondilitis dan tumor. Pada kasus keganasan didapatkan
hipointensitas T1 pada medulla spinalis. MRI juga berperan penting dalam
mendiferensiasispondilitis TB dan spondylodiscitis piogenik. Gambaran MRI pada spondilitis
TB berupa pola kerusakan tulang yang luas dengan kerusakan yang minimal dari diskus
intervertebralis, gambaran heterogen dari tubuh vertebral, dan tampak gambaran abses
paravertebral.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ditujukan untuk eradikasi infeksi, mencegah atau memperbaiki defisit
neurologi dan deformitas tulang belakang. Penatalaksanaan primer adalah medikamentosa. US
CDC dan British Medical Research Council merekomendasikan kombinasi OAT selama 6-9
bulan pada spondilitis Tuberkulosis. Pada kasus yang melibatkan beberapa vertebra dianjurkan
pengobatan selama 9-12 bulan. Kombinasi yang digunakan paling sedikit terdiri dari 3 jenis
OAT dan salah satunya harus bersifat bakterisidal. Diberikan pada 2 bulan pertama dilanjutkan
dengan INH dan Rifampisin sampai masa terapi selesai. Dosis yang digunakan adalah INH 300
mg oral, rifampisin 10 mg/KgBB, tidak melebihi 600 mg. Untuk Pirazinarnid dosis yang
diberikan adalah 15-30 mg/KgBB, Etambutol 15-25 mg/KgBB dan Streptomisin 15 mg/KgBB,
tidak melebihi 1g/hari.3
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
Golongan Obat OAT berdasarkan lini pemakaian

Kebijakan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di


Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
 Di samping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri dari
OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin
dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4
jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
 Jenis, sifat, dosis yang direkomendasikan OAT lini pertama :

Tabel 2.Panduan OAT lini pertama dan peruntukannya.


a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru

Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori I


Tabel 4. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 5. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Tabel 6.Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Anda mungkin juga menyukai