Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TUTORIAL

SGD 2 LBM 5

Modul 5.1 Management Of Congenital,Herediter, and Generative Disease


“Pasien Sepuh Sakit Gigi”

ANGGOTA KELOMPOK :

1. Adinda Eka Ramadhani (31101700005)


2. Aufa Nazila (31101700015)
3. Avena Dwi Kunfiar (31101700016)
4. Belinda Salma Sekardalu (31101700017)
5. Millania Murtikasari (31101700049)
6. Millienanda Chiara Adnyn (31101700050)
7. Muhammad Naufal Murtadho (31101700058)
8. Novia Indisari (31101700062)
9. Putri Amanatun Nikmah (31101700065)
10. Rusdian Mayasa Putra (31101700075)
11. Zacky ifani Lazuardian (31101700090)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL
SGD 2 LBM 5

“Pasien Sepuh Sakit Gigi”


Telah Disetujui oleh :

2
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................................................. 2
Daftar Isi ................................................................................................................................................ 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
A. Latar belakang ............................................................................................................................. 4
B. Skenario ...................................................................................................................................... 4
C. Identifikasi Masalah .................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................... 5
A. Landasan Teori............................................................................................................................ 5
B. Peta konsep ................................................................................................................................. 9
BAB III................................................................................................................................................. 10
Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pasien lansia adalah pasien dengan umur lebih dari 60 tahun, pasien lansia wajarnya
memiliki perubahan fisiologi yang terjadi pada seluruh tubuhnya, khususnya rongg mulut.
Adapun perubahan fisiologi endodontik pasien lansia seperti menyempitnya ruang pulpa,
dengan adanya penyempitan ruang pulpa ini makan akan menyebabkan perubahan fisiologis
pada endodontik yang lainnya.
Perwatan pada lansia tentu beda dengan pasien yang dewasa lebih muda dari lansia,
karena lansia sendiri sudah tidak bisa menerima informasi dengan baik, sehingga
membutuhkan bantuan seperti anaknya. Dengan memperhatikan indikasi dan kontraindikasi
dari perwatan yang di lakukan merupakan keharusan sebelum melakukan perawatan, sehingga
tidak menyebabkan makin parahnya perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia

B. Skenario
Pasien lanisa mengeluhkan sakit pada gigi geraham kanan sejak 2 hari yang lalu. Rasa
sakit ini membuat pasien sulit untuk tidur. Pada pemeriksaan intraoral diketahui terdapat
kavitas pada bagian oklusal gigi 24, kedalaman pulpa, CE- , perkusi +, dan palpasi. Hasil Ro
periapikal terlihat karies dengan perforasi pada gigi 24 serta terlihat saluran akar menyempit
dan terputus-putus. Pasien menolak tindakan pencabutan karena menginginkan gigi tetap
dipertahankan.
C. Identifikasi Masalah
1. Apa saja klasifikasi dari kelainan periapikal?
2. Standar pengukuran vitalitas ?
3. Mekanisme pembentukan dentin skunder yg menyebabkan penyempitan pada r.pulpa?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari skenario ( triad endodontik ) ?
5. Bagaimana evaluasi pasca treatment endodontik ?

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Apa saja klasifikasi dari kelainan periapikal?
a. Periodontitis apikalis akut : peradangan lokal yang terjadi pada ligamen periodontal
di daerah apikal. Penyebab utama iritasi yang berdifusi dari nekrotik pulpa  jar.
Apikal, spt bakteri dan debris. Penyebab lain ada 3
- perluasan penyakit pulpa ke dalam jar periapikal
- Prosedur endodontik : spt pengisian saluran akar melewati slaluran periapikal
- Trauma oklusa; resotasi yg tinggi, bruxism
Jika di perkusi sakit. Terjadi inflamasi di sekitar apeks di sertai gigi karies dan jika
di lakukan p. Radiografi tampak ligamen periodontal yang apikal melebar.
Karakteristik utama : sakit konstan, periodenya sebentar, stimulus dingin sakit
berkurang, di beripanas  makin sakit. Sulit di bedakan dari gambaran radiologi
antara kronis dan akut.
Bisa aja misal di dua akar, satu kronis satu akut. Dan yang diambil yg paling parah.
b. Periodontitis apikalis kronis : menunjukan gambaran dasar radiolusen periapikal.
Yang berawal dari penebalan ligamen periodontal dan resorbsi lamina dura yg
kemudia terjadi destruksi tulang periapikal. Diawali akut/ abses apikalis.
c. Abses apikalis akut : merupakan proses inflamasi pada jaringan apikal gigi yang di
sertai pembentukan eksudat. Disebabkan masuknya bakteri, di tandai dengan nyeri
spontan , pembentukan nanah, dan pembengkakan. Pemeriksaan di perkusi
mengalami sakit , namun tes vitalitas tdk merasakan (seolah tidak vital ). Gambaran
radiografi terdapat pelebaran sampai apikal. Pembengkan di vestibulum bukal, lingual
/palatal.
d. Abses apikalis kronis : berkembang tanpa gejala objektif, hanya bisa di ketahui
dengan pemeriksaan radiogrfi, dan adanya fistula di daerah gigi. Lebih lama dari
yang akut. Putus lamina dura, dan kerusakan periadikuler dan interradikuler. Abses
bisa jadi kista
e. Osteosklerosi periapikal / condensing osteitis
Mineralisasi tulang yang berlebihan di sekitar apeks yang di sebabkan karena
inflamai pulpa. Relatif asimtomatik . reaksi pertahanan dari tulang sebab adanya
abses, gambaran radio opak di sekitar lesi, namun dari tulang bukan dari apikal
akarnya.
f. Granuloma, tidak bisa jadi kista
Proses terjaidnya Granuloma
Sembuh  abses lagi  granuloma ( bisa )

5
Lesi periapikal dapat dari dua sebab

- Pulpa
- Jaringan periodontal
g. Kista

2. Standar pengukuran vitalitas ?

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah


suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat
pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.

a. Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin
pada gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman,
dkk, 1995).
b. Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil
klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes
dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut.

o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton


roll maupun rubber da
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan
dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
o Mencatat respon pasien.

Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri
tajam yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon
atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa.
Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes dingin terkena gigi
sebelahnya tau mengenai gingiva. Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin
diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).

c. Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan


vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes
panas dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca
panas, compound panas, alat touch and heat dan instrumen yang dapat
6
menghantarkan panas dengan baik . Gutta perca merupakan bahan yang paling
sering digunakan dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan dilakukan dengan
mengisolasi gigi yang akan di periksa. Kemudian gutta perca dipanaskan di atas
bunsen. Selanjutnya gutta perca diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi.
Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal.
Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan
gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan
gigi sudah non vital,
d. Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi
gigi. Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga
timbul rasa sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum
miller. Hasil vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit.
e. Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies
atau tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum
miller hingga ke saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah
negatif yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa
nyeri menandakan gigi masih vital.
f. Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan
listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya
menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris ini dilakukan dengan
cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan menggunakan
alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan
lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi konduktor
berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil
yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal
jantung dan orang yang menggunakan alat pemacu jantung. Gigi dikatakan vital
apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital jika
sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena
stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini
terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi,
kontak dengan jaringan lunak atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi
yang trauma dan baterai habis.
3. Mekanisme pembentukan dentin skunder yg menyebabkan penyempitan pada r.pulpa?
Pembentukan dentin
Pembentukan dentin berlanjut sepanjang hidup selama pulpa tetap vital. Pembentukan
dentin berlanjut terjadi dengan deposisi
a. Dentin sekunder
b. Dentin tersier/ iritasi dentin/ dentin reparatif.
- Pembentukan dentin sekunder paling besar di pulpa insisal di gigi anterior dan di
dasar mulut di gigi posterior. Ini membuat lokasi ruang pulpa dan / atau saluran akar
sulit.
- Ruang pulpa gigi posterior menjadi rata dan seperti disk sehingga membuatnya lebih
mudah untuk melewati bur melalui ruang ke furkasi.
- Dentin tersier terbentuk di bawah stimulasi fungsi dan iritasi. Gigi yang menua dapat
mewakili respons prematur terhadap penyalahgunaan karies, prosedur restorasi yang
luas, dan trauma yang ditimbulkan. Perubahan reaktif menghasilkan peningkatan
jumlah jaringan keras di pulpa yang mendasarinya.
- Iritasi dentin mungkin cukup luas untuk mengisi seluruh ruang pulpa.
4. Bagaimana penatalaksanaan dari skenario ( triad endodontik ) ?

Triad endodontik
7
a. Pembukaan akses yang lurus
b. Preparasi biomekanis saluran akar ( pembersihan dan pembentukan sal. Akar )
c. Obsutasi
- Langkap pertama, untuk pembersihan dan pembentukan saluran akar adalah membuat
jalan masuk yang benar ke kamar pulpa yang menghasilkan penetrasi garis lurus ke oritis
sal.akar
- Langkah selanjutnya eksplorasi sal akar ekstirpasi jar. Pulpa yang masih tertinggal dan
debridemen jaringan nekrotik serta verifikasi kedalaman instrumen
- Langkah tsb diikuti dengan instrumentasi, irigasi dan debridemen yg benar serta
desinfeksi sal.akar.
- Setelah orifis di temukan, dilakukan preparasi saluran akar dengan teknik crown.down
pressureless dengan instrumen hand use (protaper ) untuk memudahkan keluar masuknya
instrumen dari dan keluar sal.akar, memudahkan penetrasi debris ke periapeks.
- Langkah terakhir pengisian sal.akar untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam
saluran akar melalui koronal masuknya mikrooganisme kedalam saluran akar melalui
koronal, Mencegah masuknua cairan jar ke pulpa melalui foramen apikal karena dapat
menjadi media bakteri dan menciptakan lingkungan biologis yang sesuai untuk proses
penyembuhan jaringa.
5. Bagaimana evaluasi pasca treatment endodontik ?

Kriteria keberhasilan

a. Dilihat dari pemeriksaan klinis, PSA yg baik ;


- Perkusi tidak sakit
- Mobilitas normal
- Tidak ada penyakit periodontal
- Tdk ada keluhan dari pasien

b. Radiografi
- Ligamen periodontal normal
- Tidak ada radiolusen di apeks dan lamina dura normal (untuk melihat ada/ tidak
perforasi pada akar )
- Tidak ada Perforasi gigi, preforasi gigi terjadi karena terdapat jalur yg
menyebabkan adanya hubungan blood vesicle , dengan bahan endodontik kurang
baik
c. Histologi
- Dapat di lakukan jika, untuk penelitian
d. Gigi pasca PSA harus di kontrol secar periodik, 6 bulan sekali

8
B. Peta konsep

GERIATRI

Patologis Perubahan Fisoplogi

Perforasi
Abses akut

Periodontitis apikalis akut


Penyakit Endodontik
Abses Kronik

Periodontitis apikalis kronik

Kista

Treatment Pasca Treatment

9
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi dan tinjauan pustaka dapat disimpulkan bahwa :


1. Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami beberapa perubahan fisiologis termasuk
pada rongga mulut. Perubahan ini dapat menjadi salah satu pemicu munculnya penyakit
atau gangguan dalam rongga mulut seperti penyakit pulpa.
2. Penyakit periapikal dapat disebabkan dari dua hal, yairu karies dan iatrogenik ( atau
pelaksanaan dari dokter )
3. Perawatan endodontik saluran akar dapat menjadi salah satu penatalaksanaan kasus
nekrosis pulpa dengan prognosis yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dari pasien
maupun operator.

10
Daftar Pustaka
- Deepak Nayak U.S. 2014. Endodontic considerations in the elderly. ENDODONTOLOGY
Volume: 26 Issue 1
- M Johnstone. 2015. Endodontics and the ageing patient. Australian Dental Journal. 60:(1
Suppl): 20–27
- SM Balaji. 2013. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd ed, Elsevier : New Delhi
- Mehmet Omer Gorduysus. 2016. Geriatric Endodontics, Clinical Changes and Challenges.
EC Dental Science 7.1: 38-40
- Mitchell, Laura. Dkk. 2014. Kedokteran gigi klinik. Jakarta: ECG. Hal 286 Triharsa, Surya.
Dkk. 2013. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan Pada Pulpa Nekrosis Disertai Restorasi
Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dengan Pasak Fiber Reinforced Composit (Kasus Gigi
Insisivus Sentralis Kanan Maksila). Program Studi Konservasi Gigi PPDGS Fakultas
Kedokteran Gigi Univeristas Gadjah Mada. Maj Ked Gi.20(1): 71-77. Bachtiar, Zulfi Amalia.
2016. Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta percha.
Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara, Medan : Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 60-67

11

Anda mungkin juga menyukai