DISUSUN OLEH
A. Latar Belakang
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan
cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat
secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan
masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas
yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi
diabetes terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. (WHO Global Report, 2016).
Kriteria diagnosis Diabetes Melitus (DM) menurut pedoman American Diabetes Association
(ADA) 2011 dan konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011:
1. Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl dengan gejala klasik penyerta;
2. Glukosa 2 jam pasca pembebanan ≥200 mg/dl;
3. Glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl bila terdapat keluhan klasik DM seperti
banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), banyak makan (polifagia),
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam, atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik (poliuria,
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya),
atau
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
Dikutip dari data WHO 2016, 70% dari total kematian di dunia dan lebih dari setengah
beban penyakit. 90-95% dari kasus Diabetes adalah Diabetes Tipe 2 yang sebagian besar
dapat dicegah karena disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Indonesia juga
menghadapi situasi ancaman diabetes serupa dengan dunia.International Diabetes
Federation (IDF) Atlas 2017 melaporkan bahwa epidemi Diabetes di Indonesia masih
menunjukkan kecenderungan meningkat. Indonesia adalah negara peringkat keenam di
dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko dengan jumlah
penyandang Diabetes usia 20-79 tahun sekitar 10,3 juta orang.
Dari penjelasan diatas peranan seorang perawat sangat penting dalam pemberian asuhan
keperawatan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang disebabkan
karena diabetes melitus. Sehingga diharapkan mahasiswa keperawatan dapat memahami dan
menguasai konsep asuhan keperawatan pada pasien diabete melitus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yaitu “Menjelaskan
tentang gangguan sistem endokrin pada pasien Diabetes Melitus Tipe II di RSPAD Gatot
Soebroto”
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang dicapai dari makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengahui gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Diabetes Melitus
2. Untuk mengetahui apa saja type Diabetes Melitus
3. Untuk mengetahui apa saja tanda – tanda dan gejala Diabetes Melitus
4. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab Diabetes Melitus
5. Untuk mengetahui cara pengobatan dan penangan Diabetes Melitus
6. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana
elin, 2009)
Ulkus adalah merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM serius
dengan neuropati perifer berupa luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir akibat
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau. (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah (Zaidah2005).
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh
baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari
lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
2. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-
sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhan
manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
a) Sel-sel A(alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % ;memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti
insulin like activity “.
b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).
2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan
adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui
vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di
vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai glikogen hepar dipecah
lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta.
Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan
mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat
penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan
merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim
fosforilase penting untuk glikogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka
glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan
yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa
hormon antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukagon, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.
C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok genetik
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor
endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik
b. Iskemik
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang
luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
1. Adanya hormon aterogenik
2. Merokok
3. Hiperlipidemia
c. Angiopati diabetic
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
d. Neuropati diabetic
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori
nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang
dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada
dan hilangnya tonus vaskuler.
2. Faktor ekstrogen
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angiopati,
neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki . Gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki klien.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan
merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika
sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering
merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan
Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).
D. Manifestasi Klinik
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, polifagi, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur.
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya
teraba pulsasi arteri di bagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan
pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).Smeltzer
dan Bare (2001: 1220).
E. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi ulkus DM menjadi enam tingkatan ,yaitu :
1. Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
2. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
6. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
F. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
3. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
a. Grade 0 : tidak ada luka
b. Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
c. Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d. Grade III : Terjadi abses
e. Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
f. Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
4. Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/jaringan yg
Yg terjadi Komplikasi
terkena
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
infeksi saluran kemih & kulit
Yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat
proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neuropati
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit coroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan oleh ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak
bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM
usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin
yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis
dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia,
dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar,
menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan
dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
1. Kaki dingin
2. Nyeri nocturnal
3. Tidak terabanya denyut nadi
4. Adanya pemucatan ekstremitas inferior
5. Kulit mengkilap
6. Hilangnya rambut dari jari kaki
7. Penebalan kuku
8. Gangrene kecil atau luas.
G. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam
basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda - tanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika
kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis
dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya
ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan
luka abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi di daerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection.
Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan
dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
H. Pathways
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
M. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
b. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
a. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
d. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
e. Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
f. Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
g. Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
h. Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
i. Kolaborasi dengan ahli diet.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat
secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
b. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
c. Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
e. Pantau masukan dan pengeluaran
f. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung
g. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
h. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak
teratur
i. Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 48 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Bali Matraman RT 09 / 10 No. 10 Manggarai
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS : 16 - Mei – 2019
Tanggal Pengkajian : 29- Mei- 2019
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus
C. Pengkajian
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian ekstremitas bawah bagian kiri.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan pada awalnya pasien memiliki luka di bagian ibu jari. Kemudian
pasien berobat ke puskesmas untuk dibersihkan, tetapi setelah dibershkan luka tersebut
semakin memburuk sehingga pasien dirujuk ke RSPAD. Pasien mengatakan memiliki
riwayat penyakit diabetes sejak 1 tahun yang lalu. Pasien rutin melakukan kontrol ke
puskesmas dan minum obat gula secara teratur setiap hari. Saat dikaji pasien mengatakan
nyeri dibagian ekstremitas bawah kiri. Nyeri tersebut terjadi karena ulkus decubitus post
debridement. Pasien mengatakan nyeri seperti kebas dan menjalar ke bagian atas. Nyeri
timbul jika kaki digerakan atau disentuh. Skala nyeri 3 dengan interval waktu hilang dan
timbul.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya memiliki riwayat penyakit gastritis.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit keturunan diabetes melitus dari ayah dan
riwayat penyakit janttung dari ibu.
5. Riwayat pekerjaan / kebiaasan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas memasak, mencuci dan
juga membantu suami berjualan air kemasan dan air isi ulang di rumah. Pasien
mengatakan tidak ada pekerjaan atau kebiasaan yang berhubungan dengan penyakitnya.
6. Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.
7. Pengkajian Sistem Tubuh
a. Sistem Pernapasan :
I : Bentuk dada simetris. Tidak tampak retraksi dinding dada, pola napas teratur,
R= 20x/menit, tidak tampak otot bantu pernapasan
P : Taktil fremitus kanan dan kiri sama, tidak teraba tumor/ benjolan.
P : Suara perkusi sonor disemua lapang dada
A : Suara napas vesikuler
b. Sistem Kardiovaskuler
P : Iktus cordis tidak tampak, sianosis (-) , tidak tampak bendungan vena jugularis
c. Sistem Persyarafan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 V5 M6
Pengkajian system syaraf
1) N. Olfactorius : Fungsi penciuman baik
1) N. Optikus : Lapan pandang baik, pupil isokor
2) N. Oclomotorius : Tidak ada masalah dalam pergerakan bola mata
3) N. troklearis : Bola mata dapat digerakan ke dalam dan keluar
4) N trigeminus : Kemampuan koordinasi mengunyah baik
5) N. abdusen : Bola mata dapat digerakan ke kanan dan kiri
6) N. Fasialis : Pasien dapat mengembungkan pipi
7) N. Vestibullokoklearis : Pendengaran baik, tidak ada gangguan keseimbangan
8) N. Glosofaringeus : Pasien dapat membedakan rasa asam dan pahit
9) N. Vagus : Kemampuan menelan baik
10) N. Aksesorius : Pasien dapat menggerakan tangan, kepala, leher dan bahu
11) N. Hipoglosus : Pasien dapat menjulurkan lidah
d. Sistem Perkemihan
I : Pasien terpasang kateter, warna urine kuning
P : Tidak ada nyeri tekan, abdomen teraba lembek ( kosong )
P : Tidak ada nyeri pukul di bagian lumbal
e. Sistem Pencernaan
I : Tidak tampak stomatitis, mukosa bibir lembab, tidak ada gangguan pencernaan
A : Bising usus 12x/ menit
P : Tidak ada nyeri tekan
P : Suara perkusi tympani
f. Sistem Muskuloskeleta
I : Tonus otot (+) tidak tampak fraktur, kekuatan otot 5555 55555
4444 55555
g. Sistem Endokrin
I : tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
P : tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening pada aksila ( hasil laboratorium
terlampir )
h. Sistem penginderaan
Penglihatan : pupil isokor, conjungtiva an anemis, lapang pandang baik
Pendengaran : bentuk telinga simetris, tidak ada gangguan pendengaran
Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
Perabaan : akral teraba hangat
i. Sistem integument
I : pasien tampak pucat, turgor kulit kering, tampak lesi pada ekstremitas bagian
bawah ulkus decubitus post debridement, lesi tampak tidak bernanah, tidak berbau,
tidak tampak nekrotik jaringan, diameter lesi ± 10 cm, vaskularisasi baik.
P : akral teraba hangat
k. Sistem Reproduksi
Tidak terkaji
8. Pengkajian Fungsional
a. Oksigenasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan mampu bernapas secara mandiri tanpa
bantuan oksigenasi.
Saat dikaji : Pasien tampak bernapas secara mandiri, tidak terpasang oksigen
b. Cairan dan elektrolit
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dalam sehari minnum 6-8 gelas
Saat dikaji : Intake = cairan oral 300 cc infus 200 cc, output = 400 cc
c. Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan sehari 3x dengan porsi yang banyak.
BB sebelum sakit : 54 kg
Saat dikaji : Pasien mengatakan mual, makan sehari 3x dengan porsi yang
sedikit karna sedang dalam program diit, BB saat dikaji : 52 kg
d. Aman dan nyaman
Sebelum sakit : pasien mengatakan merasa aman dan nyaman tanpa keluhan
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak nyaman karna jika malam hari pasien
mengeluh susah tidur
e. Eliminasi
Sebelum sakit : pasien mengatakan BAB 1x dalam sehari
Saat dikaji : pasien mengatakan belum BAB 2 hari
f. Aktivitas dan istirahat
Sebelum sakit : pasien mengatakan biasa melakukan aktivitas sebagai ibu rumah
tangga
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak mampu melakukam aktivitas karna
terhambat oleh kakinya.
g. Psikososial
Sebelum sakit : pasien mengatakan tidak ada masalah dalam psikososial
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak ada masalah dalam psikososial
h. Komunikasi
Sebelum sakit : pasien mengatakan tidak ada masalah atau hambatan dalam
komunikasi
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak ada masalah atau hambatan dalam
komunikasi
i. Seksual
Pasien merupakan seorang ibu dari 2 orang anak, pasien mengatakan menstruasi
secara teratur.
j. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan tidak ada nilai atau keyakinan yang bertentangan dengan penyakit
atau pengobatan pasien.
k. Belajar
Pasien mengatkan mengetahui dan memahami mengenai penyakitnya.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
23/05/2019 Hematologi
1.Hemoglobin 10.0 g/dl 12.0-16.9 g/dl Normal
2.Hematokrit 28 % 37-47 % Tidak normal
3.Eritrosit 3.1 juta/ul 4.3-6.0 juta/uL Tidak normal
4.Leukosit 17.040 4.800-10.800 Tidak normal
5.Trombosit 598.000 150.000-400.000 Tidak normal
Kimia klinik
1.Albumin 2.9g/dl 3.5-5.0g/dl Tidak normal
2.GDS 260 mg/dl 70-140 Mmol/L Tidak normal
3.Natrium 131 Mmol/L 135-147Mmol/L Tidak normal
4.Kalium 5.1 Mmol/L 3.5-5.0 Mmol/L Tidak normal
5.Klorida 102 Mmol/L 95-105 Mmol/L Normal
29/5/2019 Hematologi
1.Hemoglobin 8.5 g/dl 12.0-16.9 g/dl Tidak normal
2.Hematokrit 25% 37-47 % Tidak normal
3.Eritrosit 2.8 juta/uL 4.3-6.0 juta/uL Tidak normal
4.Leukosit 26.360 4.800-10.800 Tidak normal
5.Trombosit 632.000 150.000-400.000 Tidak normal
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan foto pedis
a) Kedudukan tulang pedis baik,tidak tampak dislokasi
b) Destruksi phalang distal digiti 1 pedis kiri disertai defek jaringan lunak
di regio phalang distal digiti 1
c) Suspek osteomyelitis
2) Pemeriksaan foto thorax
a) Kardiomegali dengan elongasi dan klasivikasi aorta
b) Tidak tampak kelainan radiologis pada paru
10. Program Therapi
a. Meropenem (IV) 3 x 500 mg
b. Rantin ( IV) 2 x 30 mg
c. Gentamicyn (IV) 2 x 80 mg
d. Novalgin (IV) 3 x 1
e. Kaltopren (supp) 3 x 1
f. Omeprazole (IV) 2 x 40 mg
g. Novorapid (SC) 3 x 10 unit
h. Ketorolac (IV) 3 x 30 mg
i. Lantus (SC) 1 x 10 unit
29/05/2019 DX II S : pasien mengatakan tampak lesi di bagian ekstremitas kiri bagian bawah
O : lesi pada ekstremitas kiri bagian bawah tampak tidak bernanah, tidak
berbau, dan tidak tampak nekrotik jaringan,
A : masalah belum teratasi
P : intervennsi dilanjutkan no 1- 5
30/05/2019 DX II S : pasien mengatakan tampak lesi di bagian ekstremitas kiri bagian bawah
O : lesi pada ekstremitas kiri bagian bawah tampak tidak bernanah, tidak
berbau, dan tidak tampak nekrotikjaringan,
A : masalah belum teratasi
P : intervennsi dilanjutkan no 1- 5
P : intervensi dilanjutkan no 1- 5
A. Kesimpulan
Pada tahap pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada Tanda dan
gejala tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada diagnosa keperawatan terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus, jika pada teori terdapat 4 diagnosa keperawatan, namun pada
kasus penulis menemukan 3 diagnosa keperawatan yang berbeda karena disesuaikan dengan
kondisi pasien. Dalam menentukan diagnosa penulis memprioritaskan berdasarkan acuan dari
buku Nanda. Diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori dan tidak terdapat pada kasus
adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dan hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, penulis berusaha
memprioritaskan berdasarkan kebutuhan menurut Maslow mulai dari kebutuhan fisologis, rasa
aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, dihargai, serta aktualisasi diri. Dalam menentukan
intervensi penulis menjadikan NIC dan NOC sebagai acuan dalam menentukan intervensi yang
sesuai dengan kebutuhan pasien.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, penulis menyesuaikan dengan kondisi
pasien dan pelaksanaan tersebut dilakukan selama 3 x 24 jam. Untuk melaksanakan tindakan
yang belum penulis laksanakan, penulis melakukan kerjasama dengan perawat ruangan dan
mendelegasikan tindakan tersebut pada perawat yang sedang berdinas.
Pada 3 diagnosa yang penulis angkat, ketiga diagnosa tersebut belum teratasi yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik, Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan sensasi, dan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas,maka penulis memberikan saran sebagi berikut:
1. Untuk Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja yang sudah
baik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan, hendaknya menambah literature
yang ada diperpustakaan, dengan literature yang masih tergolong terbitan baru, sehingga peserta
didik tidak kesulitan saat mencari literature.
3. Untuk Perawat
Hendaknya mencantumkan atau mencatat apa tindakan-tindakan yang dilakukan tentunya
yang berkaitan dengan teori, sehingga akan mempermudah perawat lain yang ingin menerapkan
sesuai teori tersebut.
4. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dan dapat melakukan pengkajian
dengan benar sesuai dengan konsep dasar dengan diabetes melitus. Selalu berdiskusi dengan
teman-teman sejawat dan pembimbing bila mengalami kesulitan.
DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada tanggal 2 Mei 2012. http: // www. ncbi. nlm. nih. Gov / pmc / articles /
PMC3006050 / pdf/zdcS11.pdf
American Diabetes Association. 2005. All About Diabetes. Diakses pada 26 April 2012 dari
http://www.diabetes.org/about-diabetes.html
Amstrong David,Lawrence A. Lavery, 2004. Diabetic Foot Ulcers: Prevention, Diagnosis and
2012.http://www.aafp.org/afp/1998/0315/p1325.html
Consensus Document on Treatment of Infections in Diabetic Foot. Diakses pada 2 Mei 2012.
Based Medicine.David G. 1998. Risk Factors Diabetic Foot Ulcers and Prevention,
Esther, John D. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Dialih bahasakan oleh
Book