Anda di halaman 1dari 16

Tugas Individu

RESUME

SISTEM ANGGARAN DAN PERBENDAHARAAN NEGARA

“GAMBARAN UMUM PERBENDAHARAAN DAN PRAKTEK

DI NEGARA LAIN”

Disusun oleh :

Nama : HARDIANTI JUFANNY

NIM :1602123134

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2019
GAMBARAN UMUM PERBENDAHARAAN DAN PRAKTEK DI
NEGARA LAIN

Keuangan Negara meliputi seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan


dengan pengelolaan semua hak dan kewajiban Negara. Seluruh rangkaian
kegiatan ini memiliki akibat-akibat keuangan sehingga memerlukan adanya suatu
perencanaan keuangan yang cermat (budgeting atau penganggaran).
Anggaran ini memiliki fungsi diantaranya;
- Sebagai pedoman dalam mengelola Negara dalam periode tertentu,
- Sebagai alat pengawasan dan pengendalian masyarakat terhadap kebijakan
yang telah dipilih oleh pemerintah,
- Sebagai alat pengawasan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah
dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilih.

ANGGARAN NEGARA

Pengertian Anggaran Negara


Anggaran negara adalah hasil dari suatu perencanaan yang berupa daftar
mengenai bermacam-macam kegiatan terpadu, baik menyangkut penerimaannya
maupun pengeluarannya yang dinyatakan dalam satuan uang dalam jangka waktu
tertentu. Negara Indonesia menetapkan anggaran negaranya dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan tiap tahun dengan
undang-undang setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
Pada umumnya anggaran negara dapat diklasifikasikan atas 2 kategori:
1. Anggaran Berimbang (Balanced Budgeting)
Anggaran berimbang disusun sedemikian rupa sehingga setiap
pengeluaran pemerintah dapat dibiayai oleh penerimaan dari sektor pajak atau
sejenisnya, yaitu suatu kondisi dimana penerimaan pemerintah sama dengan
pengeluaran pemerintah.
2. Anggaran Tidak Seimbang (Unbalanced Budgeting)
Anggaran tidak seimbang terdiri dari anggaran surplus dan anggaran
defisit. Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan
sedangkan anggaran defisit yaitu pengeluaran lebih besar dari penerimaan.
Anggaran belanja yang tidak seimbang biasanya akan mempunyai pengaruh yang
berlipat ganda terhadap pendapatan nasional.

Fungsi Anggaran Negara

Anggaran yang dimiliki oleh suatu negara mengandung tiga fungsi fiskal
utama yaitu:
1. Fungsi Alokasi
Pemerintah mengadakan alokasi terhadap sumber-sumber dana untuk
mengadakan barang-barang kebutuhan perseorangan dan sarana yang dibutuhkan
untuk kepentingan umum. Semuanya itu diarahkan agar terjadi keseimbangan
antara uang beredar dan barang serta jasa dalam masyarakat.
2. Fungsi Distribusi
Pemerintah melakukan penyeimbangan, menyesuaikan pembagian
pendapatan dan mensejahterahkan masyarakat.
3. Fungsi Stabilitas
Pemerintah meningkatkan kesempatan kerja serta stabilitas harga barang-
barang kebutuhan masyarakat dan menjamin selalu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang mantap.

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berisikan
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara dalam satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). Namun ada juga
yang dimulai dari 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Pola
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan realisasinya adalah untuk
melaksanakan tugas sehari-hari (rutin) dalam rangka pelaksanaan kegiatan
dibidang pemerintahan.
Perumusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan
oleh presiden dalam bentuk rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Setelah melalui pembahasan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
menetapkan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja negara
(APBN) selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
Berdasarkan perkembangannya jika ditengah-tengah tahun anggaran yang berjalan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat mengalami perubahan.
Pada kondisi tersebut pemerintah harus mengajukan kembali Rancangan Undang-
Undang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk
mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) kembali. Perubahan
yang akan dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan
Badan Anggaran DPR. Khusus untuk kejadian yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya seperti bencana alam, pemerintah dapat melakukan perubahan
anggaran yang belum tersedia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibedakan menjadi anggaran
rutin dan anggaran pembangunan. Suatu anggaran rutin yang terdiri dari:
a. Anggaran penerimaan rutin (dalam negeri)
b. Anggaran belanja (pengeluaran) rutin
Sedangkan untuk melaksanakan tugas pembangunan (non rutin) disusun anggaran
pembangunan yang terdiri dari:
a. Anggaran penerimaan pembangunan
b. Anggaran belanja (pengeluaran) pembangunan

Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki enam fungsi


dalam rangka membentuk struktur perekonomian negara antara lain:
1. Fungsi Otoritas
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi dasar
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja negara pada tahun yang
bersangkutan, dengan demikian pembelanjaan atau pendapatan dapat
dipertanggung jawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi Perencanaan
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila
pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat
rencana-rencana untuk mendukung pembelanjaan tersebut. Misalnya telah
direncanakan atau dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan,
maka pemerintah dapat mengambil tindakan untuk persiapan proyek tersebut agar
bisa berjalan dengan lancar.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Bahwa suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus
diarahkan untuk mengurangi penggangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Bahwa kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilitas

Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi alat


untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Siklus Anggaran dan Belanja Negara (APBN)

Siklus Anggaran (Budget Cycle) adalah masa atau jangka waktu mulai saat
anggaran (APBN) disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan
dengan undang-undang. Siklus anggaran terdiri atas penyusunan anggaran,
pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran, dan pelaporan dan
pertanggungjawaban anggaran.
 Penyusunan Anggaran
Pada tahap awal penyusunan anggaran, Pemerintah Pusat menyampaikan
pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun
anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selambat-
lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan
lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan
anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL
disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, disertai dengan perkiraan
belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. Hasil
pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan
penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
Penyusunan rencana kerja mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor
20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2004 tentang RKA-KL. Penyusunan rencana kerja kementerian
negara/lembaga untuk periode satu tahun dituangkan dalam RKA-KL. Untuk
selanjutnya, petunjuk teknis penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun
melalui Keputusan Menteri Keuangan.
Reformasi di bidang penyusunan anggaran juga diamanatkan
dalam Undang-undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang memuat
berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran.
Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan
penganggaran dengan prospektif jangka menengah (medium term expenditure
framework), penerapan penganggaran secara terpadu (unified budget), dan
penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (performance budget).
Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU)
tentang APBN tahun berikutnya disertai dengan nota keuangan dan dokumen-
dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus. Dalam pembahasan ini
DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan
dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan
keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya dua
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
APBN yang disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit
organisasi, fungsi, subfungsi, program,kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR
tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan
pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaan
APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.
Selanjutnya, Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan
lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-
masing kementerian negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun
dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya, berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan
Presiden tentang Rincian APBN.
 Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan
anggaran oleh Menteri Keuangan. Terhadap dokumen anggaran yang telah
disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan
lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur Jenderal
Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait,
dan Kuasa Pengguna Anggaran. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan
anggaran adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain
yang dipersamakan dengan DIPA. Sedangkan dokumen pembayaran antara lain
terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP),Surat Perintah Membayar (SPM),
dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Lebih lanjut, pedoman dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur
dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004.
Pedoman untuk pelaksanaan belanja negara terdiri atas:
1. Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan anggaran yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara, yaitu yang memuat bagaimana
prosedur pengelolaan keuangan negara mulai dari ketersediaan dana,
pengajuan tagihan kepada negara, penata usahaan dan pertanggung
jawaban pengelolaan keuangan negara:
1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang
Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
2) Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2011.
2. Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan kementerian
negara/lembaga sebagaimana tercantum dalam DIPA dan Petunjuk
Operasional Kegiatanditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
 Pengawasan Anggaran
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara
nyata dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Namun, Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 jo Keputusan Presiden
Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN pada Bab IX
memuat hal-hal yang mengatur pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap ini
pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan/kepala
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga dalam lingkungannya. Atasan
langsung bendahara melakukan pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya
tiga bulan sekali. (Yang berlaku sekarang sesuai dengan Peraturan Dirjen
Perbendaharaan Nomor 47/PB/2009 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.05/2008 bahwa pemeriksaan kas bendahara tersebut dilaksanakan
sekurang-kurangnya satu bulan sekali.)
Inspektur Jenderal masing-masing kementerian negara/lembaga dan unit
pengawasan pada lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN di
lingkungan kementerian negara/lembaga bersangkutan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Inspektur Jenderal kementerian negara/lembaga dan pimpinan unit
pengawasan lembaga wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai hal-
hal yang terkait dengan pelaksanaan APBN.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula
pengawasan yang dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara langsung mupun
tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui mekanisme
monitoring berupa penyampaian laporan semester I kepada DPR selambat-
lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I tahun anggaran yang
bersangkutan.
Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk semester II dengan
maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada atau tidaknya APBN
Perubahan untuk tahun anggaran yang bersangkutan. Laporan semester I dan
prognosa semester II tersebut dibahas dalam rapat kerja antara Panitia Anggaran
DPR dan Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah.
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil
pemeriksaan BPK atas pelaksanaan APBN kepada DPR. Pemeriksaan yang
dilakukan BPK menyangkut tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan
APBN.
 Pelaporan dan Pertanggung jawaban Anggaran
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang menyusun pertanggung jawaban pelaksanaan APBN di lingkungan
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berupa Laporan Keuangan yang
meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) yang dilampiri Laporan Keuangan Badan Layanan
Umum (BLU) pada kementerian negara/lembaga masing-masing. Laporan
Keuangan kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga
disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah
tahun anggaran berakhir. Kemudian Menteri Keuangan menyusun rekapitulasi
laporan keuangan seluruh instansi kementerian negara. Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara juga menyusun Laporan Arus Kas. Selain itu,
Menteri Keuangan sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku
pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan
kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Presiden menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat kepada BPK paling
lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan keuangan
pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan
keuangan tersebut diterima oleh BPK dari Pemerintah.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal
30 menyebutkan bahwa Presiden menyampaikan Rancangan Undang-
undang tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, serta
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun
dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.

Struktur APBN

APBN terdiri dari sektor pendapatan negara dan belanja negara.


Anggaran Pendapatan Negara terdiri dari :
1. Produk Domestik Bruto

2. Produk Nasional Bruto


3. Produk Nasional Neto
4. Pendapatan Nasional Neto
5. Pendapatan Perseorangan
6. Pendapatan Bebas
Anggaran Belanja Negara terdiri dari :
1. Belanja Pemerintah Pusat
2. Belanja Pemerintah Daerah
Belanja daerah terdiri dari :
 Dana Bagi Hasil
 Dana Alokasi Umum
 Dana Alokasi Khusus
 Dana Otonomi khusus seperti untuk Aceh dan Papua
Pembiayaan.
Yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali; baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-
tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan disini meliputi:
1. Pembiayaan dalam negeri, meliputi pembiayaan perbankan, privatisasi,
surat utang Negara, serta penyertaan modal Negara.
2. Pembiayaan luar negeri, meliputi:
a) Penarikan pinjaman luar negeri, terdiri atas pinjaman program dan
pinjaman proyek.
b) Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri, terdiri atas jatuh tempo dan
Monatorium

Prinsip Penyusunan APBN

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:


- Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan
penyetoran.
- Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
- Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
- Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
- Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
- Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional

Penerimaan Negara

Penerimaan negara adalah penerimaan pemerintahan yang meliputi


penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa
yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah, mencetak
uang dan sebagainya (Suparmoko, 1986:93).

Penerimaan negara baik dari dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri
sangat penting bagi proses keberhasilan proses pembangunan nasional, terutama
penerimaan pemerintah dari dalam negeri yaitu berupa penerimaan pajak dan
bukan pajak serta penerimaan migas dan non migas. Penerimaan ini digunakan
untuk menutupi pengeluaran rutin pemerintah dan sisanya akan menjadi tabungan
pemerintah. Kelebihan dana tersebut yang kemudian akan menjadi sumber
pembangunan apabila tidak tersedia, maka pembangunan harus dibiayai dengan
pinjaman luar negeri.
Menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan Negara
dibedakan menjadi (Soetrisno, 1982:97) :
a. Sumber-sumber penerimaan rutin
b. Sumber-sumber penerimaan pembangunan

Penerimaan (Rutin) Dalam Negeri

Penerimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan perpajakan dan


penerimaan negara bukan pajak.
 Penerimaan perpajakkan
Dalam APBN, pajak tergolong pendapatan non migas. Penerimaan
perpajakan didominasi oleh sumber-sumber antara lain pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai barang atau pajak penjualan barang mewah, pajak bumi dan
bangunan, penerimaan cukai dll. Dari tahun ke tahun penerimaan/pendapatan
negara dari pajak terus meningkat. Ada beberapa alasan mengapa pajak begitu
penting bagi APBN yaitu:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan merupakan biaya atau tarif yang ditetapkan sesuai dengan
besarnya penghasilan seseorang. PPh memberikan sumbangsih yang tidak kecil
pada pendapatan negara, hal ini dikarenakan PPh adalah jenis pajak langsung
dengan tarif progresif, pajak ditanggung oleh wajib pajak bersangkutan dan besar
pajak akan semakin besar bila pendapatan yang diterima juga semakin besar.
2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM)
Pajak pertambahan nilai barang dan jasa merupakan tarif yang dikenakan atas
nilai tambah barang dan jasa sedangkan pajak penjualan atas barang mewah
merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah yang diimpor
dari luar negeri. . Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu
sebesar 10%.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak bumi dan bangunan merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan
bangunan yang didirikan di atasnya. Hasil pemungutan tersebut 90%
dikembalikan kepada daerah setempat dan sisanya 10% digunakan untuk
pemerintah pusat. . Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek
Pajak, yang besarnya ditentukan berdasarkan harga pasar pertahunnya dan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan jenis penerimaan
pajak yang dikenakan atas nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang
meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.
5. Pajak Lainnya
Pajak lainnya terdiri bea materai dan cukai. Bea materai merupakan tarif
yang dikenakan atas dokumen, dokumen terutang dan tidak terutang. Cukai
merupakan pemungutan atas barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan
baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir.
6. Cukai
Kebijaksanaan pemungutan cukai tidak semata-mata dilaksanakan untuk
mengisi kas negara tetapi juga bertujuan sebagai alat pengatur dalam rangka
perlindungan bagi masyarakat. Dasar perhitungan besarnya tarif cukai tergantung
kepada jumlah barang kena cukai, tarif, dan harga dasar. Obyek cukai pada saat
ini adalah cukai hasil tembakau (rokok, cerutu dsb), Minuman mengandung
alkohol / Minuman keras. Harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen
sudah mencakup besaran cukai didalamnya.
7. Bea Masuk
Bea masuk merupakan tarif yang dikenakan atas barang-barang yang di
impor dari luar negeri. Selain sebagai penerimaan negara bea masuk yang
bertujuan untuk memproteksi produksi dalam negeri.
8. Tarif Ekspor
Tarif ekspor merupakan tarif atas beberapa komotidi yang akan di ekspor.
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Cukai dan Pajak Bumi dan
Bangunan adalah penyumbang terbesar pada pendapatan Negara.

 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD)


Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBD) merupakan penerimaan
pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBD) dapat dikelompokan menjadi:
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah
b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA)
c. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal pengenaan
denda administrasi
f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah
g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam UU tersendiri.

Pengeluaran Negara

Pengeluaran negara diartikan sebagai pengeluaran pemerintah dalam arti yang


seluas-luasnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaran negara
tergantung pada macam dan sifat dari pengeluaran pemerintah tersebut baik untuk
kebutuhan harian atau rutin maupun untuk memenuhi pencapaian pembangunan.
Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi (Seotrisno, 1982:339) :
a. Pengeluaran (belanja) rutin
Pengeluaran rutin merupakan pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan
dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang,
pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya.
Pengeluaran rutin digunakan untuk menjaga kelancaran penyelenggaraan
pemerintah, kegiatan operasinal dan pemeliharaan asset negara, pemenuhan
kewajiban kepada luar negeri, perlindungan kepada masyarakat miskin dan
kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian.
b. Pengeluaran (belanja) pembangunan
Menurut Suparmoko pengeluaran negara secara garis besar dapat diklasifikasikan
ke dalam:
1) Pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan
ketahanan ekonomi dimasa mendatang.
2) Pengeluaran yang langsung memberikan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat.
3) Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap pengeluaran masa
mendatang.
4) Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan
menyebarkan daya beli yang lebih luas.
Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah menurut beberapa
para ahli ekonomi, (Basri dan Subri, 2005:49) antara lain:
1. Model Pembangunan Tentang Pengeluaran Pembangunan
Model ini dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan
perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap- tahap pembangunan
ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut.
a. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah
terhadap total investasi besar terhadap total investasi besar, sebab pada
tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan,
kesehatan, transportasi dan lainnya.
b. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta
yang sudah semakin besar akan menimbulkan kegagalan pasar dan
menyebabkan pula pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik
dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
c. Pada tahap lebih lanjut aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan
prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan sosial seperti halnya
program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat
dan sebagainya.
2. Hukum Wagner
Wagner mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan
perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.
Teori Wagner didasarkan pada teori organis mengenai pemerintah yang
menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari
anggota masyarakat lainnya.
3. Teori Peacock dan Wiseman
Teori Peacock dan Wiseman (1961) didasarkan pada suatu pandangan bahwa
pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai
pengeluaran pemerintah yang semakin besar.
a. Perkembangan ekonomin menyebabkan pemungutan pajak yang semakin
meningkat yang kemudian menyebabkan penegeluaran pemerintah juga
semakin meningkat. Oleh akrena itu meningkatnya GNP menyebabkan
penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan
pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
b. Apabila terjadi keadaan tidak normal misalnya perang, maka pemerintah
harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang, karena itu
penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat dan juga harus
meminjam dari negara lain untuk membiayai perang. Setelah keadaan
normal, tarif pajak belum dapat diturunkan oleh karaena harus
mengembalikan bunga pinjaman dan angsuran utang byang digunakan.
Adanya gangguan sosial akan menyebabkan terjadinya konsentrasi
kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh
swasta.

Utang Negara

Utang negara merupakan sumber-sumber dana tambahan pemerintah baik dari


dalam negeri maupun dari luar negeri yang berupa pinjaman negara. Berdasarkan
sumber perolehannya, utang negara dapat dibedakan menjadi menjadi dua
(Suparmoko, 1992:243) yaitu:
1. Utang dalam negeri
Utang dalam negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orang-orang atau
lembaga-lembaga sebagai penduduk negara itu sendiri atau dalam lingkungan
negara itu sendiri. Utang dalam negeri dapat bersifat terpaksa maupun bersifat
sukarela.
2. Utang luar negeri
Utang luar negeri merupakan pinjaman yang berasal dari orang-orang atau
lembaga-lembaga negara lain. Utang luar negeri biasanya bersifat sukrela,
terkecuali bila ada suatu kekuasaan dari suatu negara atas negara lain.
Badan atau lembaga yang menjadi sumber utang atau pinjaman negara dapat
dikelompokkan menjadi empat yaitu:
a. Individu Dalam Masyarakat
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
c. Bank-Bank Umum
d. Bank Sentral

Utang Luar Negeri

Utang luar negeri adalah pinjaman yang berasal dari orang-orang atau
lembaga-lembaga negara lain, yaitu mencakup pemindahan kekayaan (dana) dari
negara yang meminjamkan (kreditur) ke Negara peminjam (debitur) pada saat
terjadinya pinjaman (Basri dan Subri, 2005:27). Utang luar negeri yang harus di
penuhi oleh pemerintah melalui anggaran rutin setiap tahunnya adalah berupa
pembayaran bunga utang beserta cicilan pokok utang. Pemerintah menggunakan
utang luar negeri adalah sebagai alat pelengkap dalam memenuhi kekurangan dari
sumber dana pembangunan.
 Klasifikasi Utang Luar Negeri
Bentuk-bentuk utang luar negeri dapat dibedakan atas:
1. Pinjaman/Kredit Bilateral/Multilateral
a. Pinjaman/Kredit Bilateral: misalnya bantuan/kredit yang diperoleh dari
negara CGI.
b. Pinjaman/Kredit Multilateral: misalnya bantuan/kredit dari peserta
IBRD, IDA, UNDP, ADB, dan lain-lain.
2. Pinjaman/Bantuan menurut kategori ekonomi, barang/jasa
a. Bantuan Program: yaitu berupa pangan, misalnya dalam rangka PL
480 atau dalam bentuk devisa kredit.
b. Bantuan Proyek: yaitu bantuan yang diperoleh untuk pembiayaan dan
pengadaan barang/jasa pada proyek-proyek pembangunan.
c. Bantuan Teknik: yaitu berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri
atau tenaga-tenaga Indonesia yang dilatih diluar negeri.
 Negara dan Lembaga Donor Utama Indonesia
Adapun negara-negara atau lembaga pendonor utama Indonesia (Tulus,
2008:269) antara lain :
1. Lembaga-Lembaga Donor
a. Internasional Bank of Reconstruction and Development (IBRD)
b. Asian Development Bank
c. Japan Bank for Internasional Cooperation (JBIC)
2. Negara-Negara Donor
a. Pemerintah Jepang
Pemerintah Jepang memprioritaskan pendanaan oleh pinjaman yen pada
pembangunan infrastuktur ekonomi untuk menciptakan iklim investasi
yang nyaman dan didukung oleh reformasi pada setiap sektor, dua
diantaranya adalah tenaga listrik dan transportasi.
b. Pemerintah Jerman
Pemerintah Federal Jerman menyalurkan bantuan atau pinjaman luar
negerinya ke negara berkembang seperti Indonesia melalui German
Technical Cooperation (GTZ) dengan tujuan mendukung pelaksanaan
proyek-proyek kerja sama teknik yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi.
c. Pemerintah Perancis
Pinjaman luar negeri pemerintah Perancis disalurkan lewat France
Protocol Loan yang membiayai proyek-proyek di 16 negara berkembang
termasuk Indonesia. Sejak tahun1960-an hingga tahun1995 Indonesia
penerima kedua terbesar yaitu US$ 150 juta namun pada masa krisis
ekonomi hingga tahun 2001 pinjaman dari pemerintah Perancis terhenti
akibat situasi politik yang tidak menentu di Indonesia.
d. Pemerintah Korea Selatan
Seperti pemerintah Jepang, pemerintah Korea Selatan juga memberikan
pinjaman kepada Indonesia dalam kerangka ODA yang disalurkan melalui
the Economic Development Cooperation Fund (EDCF) yang dibentuk
pada tahun 1987. Bantuan yang diberikan terutama untuk pembangunan
industry dan stabilitas ekonomi di negara-negara peminjam.
 Pertumbuhan Utang Luar Negeri Indonesia
Pada masa pemerintahan Soekarno jumlah keseluruhan utang luar negeri
Indonesia sebesar US$ 6,3 miliar, jumlah tersebut merupakan kumulatif dari utang
luar negeri masa penjajahan sebelumnya.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto utang luar negeri Indonesia
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh dua hal pendorong utama yaitu:
a. Pemerintahan Orde Baru pada saat itu menganggap utang luar negri
sebagai salah satu langkah tepat untuk memutuskan lingkaran setan
kemiskinan melalui pembangunan yang sebagian besar dibiayai oleh
utang luar negeri.
b. Pada masa pemerintahan Orde Baru banyak perusahaan swasta yang
melakukan peminjaman dana dari luar negeri selain pemerintah.
c. Pertumbuhan negatif utang luar negeri Indonesia baru terjadi tahun
1999 yakni 0,2% pemicunya adalah sejak terjadinya krisis ekonomi
tahun1998. Pada saat itu perekonomian Indonesia mencapai titik
terburuk. Para konglomerat di zaman Orde Baru dituduh sebagai salah
satu penyebab jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada saat
itu.

Peranan Utang Luar Negeri Dalam APBN

Utang merupakan salah satu alternatif yang dipilih sebagai sumber


pembiayaan karena adanya kebutuhan yang perlu diselesaiakan segera. Dalam
struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), utang luar negeri
dimaksudkan sebagai penerimaan pembangunan yang berasal dari pinjaman
program dan pinjaman proyek. Dana luar negeri yang diperoleh kemudian
digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan di berbagai sektor
kehidupan negara.
Dapat dikatakan bahwa utang luar negeri pemerintah Indonesia hanya
berfungsi sebagai pelengkap dalam pengeluaran pembangunan maupun total
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun semua utang luar
negeri pemerintah tetap dan terus saja semakin besar setiap tahunnya pada masa
lalu.
Selain dari sisi pengeluaran, dalam sistem Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), penerimaan negara sebagai aspek terpenting dalam
pembentukkan tabungan pemerintah. Apabila pemerintah mampu membiayai
pembangunan dari tabungan pemerintah yang tersedia yaitu sisa dari penerimaan
dalam negeri setelah dikurangi pengeluaran pembanguan, maka Indonesia tidak
lagi memerlukan utang dari luar negeri.
Namun kenyataannya tabungan pemerintah tidak mampu untuk
membiayai semua kegiatan pembangunan, untuk itu pemerintah harus
mengusahakan kekurangan dari sumber lain salah satunya dengan fasilitas utang
luar negeri yang berperan hanya sebagai pelengkap. Namun peran pelengkap ini
semakin mengkhawatirkan karena adanya beberapa rintangan dan pembatasan.
Batasan umum adalah mengenai kapasitas negara peminjam tersebut untuk
membayar kembali pinjaman dan bunganya di masa yang akan datang. Di negara-
negara berkembang oleh karena lambannya pertumbuhan ekspor dan penerimaan
devisa yang dapat dipakai untuk mambayar kembali utang beserta bunganya,
pemerintah harus menyusun anggaran yang lebih rasional dan bertanggung jawab
agar polemik utang luar negeri tidak menimbulkan masalah baru di kemudian
hari.
Hubungan APBN terhadap Pembayaran Cicilan Utang Luar Negeri

Pembayaran cicilan utang luar negeri beserta bunganya atas pinjaman luar
negeri merupakan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
memberatkan tahun-tahun fiskal mendatang, karena semakin besarnya jumlah
pinjaman luar negeri setiap tahunnya dan semakin berakumulasi.
Sampai sekarang kemungkinan untuk menghentikan pinjaman luar negeri dalam
pemeliharaan daya gerak pembangunan belum terlihat pasti. Pinjaman yang
diperoleh Indonesia masih berperan dominan dalam beberapa hal dan sepanjang
anggaran masih tetap defisit bila tanpa bantuan dari luar negeri.
Semakin besar jumlah pengeluaran pembangunan yang harus dipenuhi oleh
pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka
penyediaan dana untuk pengeluaran rutin akan semakin membengkak.
Pembengkakan yang terjadi salah satunya berupa pembayaran bunga utang beserta
cicilan pokok utang luar negeri. Sedangkan jumlah bunga utang luar negeri yang
harus dibayar pemerintah cenderung lebih besar dari cicilan pokok utang itu
sendiri, bahkan penyediaan dana untuk kewajiban utang luar negeri termasuk
komponen terbesar dalam anggaran. Keseluruhan hal tersebut akan semakin
memperberat pengeluaran rutin pemerintah. Sehingga pemerintah harus
memperkuat komponen lainnya seperti penerimaan dalam negeri dan
mengefisiensikan jumlah pengeluaran rutin, agar jumlah kewajiban utang tidak
perlu diperberat melalui pembentukan utang yang baru. Anggaran yang semakin
ketergantungan akan kemampuan utang luar negeri akan semakin mempersulit
perekonomian negara yang bersangkutan untuk memulihkan pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai