Full PDF
Full PDF
SKRIPSI
Oleh:
NIM: 128114056
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
Oleh:
NIM: 128114056
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
-Albert Einstein
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
Problems (DRPs) pada Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Anak Rawat
Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014” dapat terselesaikan hingga
tahap akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.
dan mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terimakasih ini
1. Bapak Sudirman dan Ibu Sugiyem yang tersayang, atas doa, dukungan, semangat,
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph. D. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
3. Ibu Yunita Linawati, M. Sc., Apt. selaku dosen pembimbing atas dukungan dan
4. dr. Muhammad Syafak Hanung, Sp. A., M. Ph. selaku Direktur Utama dan drg.
Rini Sunaring Putri, M. Kes. selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP Dr.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. dr. Agnes Muryanti, Sp. A., M. Ph. dan seluruh staff bagian Rekam Medis RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah membantu dalam proses penelusuran dan
Maria Sri Ayu Mustikawati atas semangat, dukungan, bantuan, kerjasama, dan
informasi yang selalu dibagikan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal
hingga akhir.
7. Sahabat setia Agnes Titiana Ratih dan Kathrin Dian Cintika untuk semangat,
dukungan, kasih sayang, dan tawa selama proses pembelajaran di Fakultas Farmasi
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut serta membantu
ini sehingga masih jauh dari sempurna, namun penulis telah berusaha sebaik-baiknya,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kemajuan ilmu pengetahuan
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
INTISARI................................................................................................................ xv
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Tujuan ......................................................................................................... 5
2. Tujuan Khusus...................................................................................... 5
C. Definisi Operasional.................................................................................... 33
D. Subjek Penelitian......................................................................................... 35
1. Persiapan ............................................................................................... 37
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Kesimpulan ................................................................................................. 65
B. Saran ............................................................................................................ 65
LAMPIRAN ............................................................................................................ 72
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel III: Profil Penggunaan Obat pada Pasien AIHA Anak Rawat Inap di RSUP
Tabel IV: Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien AIHA
Tahun 2009-2014............................................................................. 48
Tabel V: Profil Terapi Suportif yang Diterima Pasien AIHA Anak rawat Inap di
Tabel VI: Gambaran DRPs pada Pasien AIHA Anak Rawat Inap di RSUP Dr.
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 8: Terapi pada Primer dan Sekunder warm dan cold AIHA................ 24
Yogyakarta ...................................................................................... 36
Gambar 11: Distribusi Pasien AIHA Anak Rawat Inap Berdasarkan Kelompok
Gambar 12: Distribusi Pasien AIHA Anak Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
2014 ................................................................................................. 75
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
hemolisis disebabkan adanya autoantibodi anti-RBC (Baek, Lee, Ryu, Lee, Song, Lee
et al, 2011). Penyakit AIHA dapat terjadi pada semua usia termasuk pada bayi dan
17:100.000 (Zanella and Barcellini, 2014) dan tingkat kematian sebesar 10%
(Naithani, Agrawal, Mahapatra, Kumar, Pati, and Choudhry, 2007). Penyakit ini
dapat bersifat primer (50%) maupun sekunder yang berhubungan dengan beberapa
infeksi dan tumor (Zanella et al, 2014). Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
terjadi pada anak-anak dengan rata-rata usia diagnosis 3,8 tahun (Chou and Schreiber,
2015) pada salah satu jenis AIHA yaitu, primer warm AIHA sebesar 37% dari kasus
yang ada (Zanella et al, 2014). Penyakit hematologi ini merupakan penyakit yang
jarang namun penting karena memiliki tingkat keparahan dari gejala penyakit ringan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan efektifitas serta keamanan penggunan obat pada setiap kelompok umur
dibandingkan dengan orang dewasa (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, Posey,
2008). Pemantauan pengobatan pada anak-anak harus selalu dilakukan untuk melihat
efektifitas pengobatan agar tujuan terapi dapat tercapai dan mencegah dampak buruk
terhadap tumbuh kembang anak. Salah satu cara untuk mengetahui apakah terapi
yang diterima pasien telah efektif yaitu dengan cara evaluasi DRPs. Drug Related
kebutuhan obat (Cipolle, Strand, and Morley, 2004) sehingga diharapkan dengan
adanya evaluasi DRPs dapat mengurangi angka kejadian DRPs pada pasien.
rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan nasional dan penelitian
mengenai DRPs pada pasien anak dengan diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini
1. Rumusan Masalah
berikut:
a. Seperti apakah karakteristik pasien AIHA anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito
b. Seperti apakah pola pengobatan pasien AIHA anak rawat inap di RSUP Dr.
c. Seperti apakah DRPs terjadi pada pasien AIHA anak rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014, yang meliputi: tidak perlu obat, perlu obat,
obat salah, dosis kurang, efek samping obat dan interaksi obat, serta dosis berlebih.
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi DRPs pada pasien AIHA anak rawat inap di
Tabel I. Lanjutan
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi RSUP Dr.
AIHA anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengevaluasi DRPs pada pengobatan pasien AIHA anak rawat inap di RSUP Dr.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik pasien AIHA anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito
b. Mengidentifikasi pola pengobatan pasien AIHA anak rawat inap di RSUP Dr.
c. Mengidentifikasi DRPs pada pasien AIHA anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta 2009-2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
1. Definisi
hemolisis (Aladjidi et al, 2011). Bila tingkat kerusakan lebih cepat dari kapasitas
sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit maka akan menimbulkan anemia.
Umur eritrosit normal rata-rata 110-120 hari, setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit
1% dari jumlah eritrosit yang ada dan diikuti pembentukan eritrosit oleh sumsum
tulang. Selama terjadi proses hemolisis, umur eritrosit lebih pendek dan diikuti oleh
aktivitas yang meningkat dari sumsum tulang ditandai dengan meningkatnya jumlah
sel retikulosit tanpa disertai adanya perdarahan yang nyata (Permono, Sutaryo,
penyakit yang jarang namun penting karena memiliki tingkat keparahan dari gejala
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diantaranya, yaitu:
2. Klasifikasi
AIHA dan cold AIHA (yang termasuk Cold Aglutinin Disease (CAD) dan
berikatan dengan antigen dan menyebabkan terjadinya hemolisis (Zanella et al, 2014)
dapat dilihat pada Gambar 1. Warm dan cold AIHA dapat terjadi secara primer
lebih sering terjadi dibandingkan dengan AIHA primer dikarenakan terdapat penyakit
yang mendasari munculnya AIHA dan perlu dilakukan pengobatan (Systemic Lupus
dan lainnya (Lechner and Ja¨ger, 2015)). Jumlah kasus warm AIHA diperkirakan
75% dari kasus yang ada, prevalensi cold AIHA (CAD) diperkirakan 15% dari kasus
yang ada (Berentsen and Sundic, 2015), dan cold AIHA (PCH) diperkirakan 2-10%
3. Patologi
tubuh yang tidak dapat mengenali host atau self-antigen yang berkaitan dengan
struktur antigen pada eritrosit (Chaundhary et al, 2014). Perubahan struktur antigen
a. Warm AIHA
autoantibodi IgG pada warm AIHA (Marcus, Attias, and Tamary, 2014) dan memiliki
dua gen yaitu RhD yang membawa antigen D dan RhCE yang membawa antigen CE
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam berbagai variasi (Westhoff, 2007). Cross-react yang terjadi pada Rh dengan
gen yang telah termutasi menyebabkan sistem imun gagal menekan respon
melalui protein 4.2 dan ankyrin (Westhoff, 2007). Ankyrin merupakan protein
encoding yang berperan dalam aktivitas sel (proliferasi, mobilisasi, dan interkasi
membran dengan sel lain). Ankyrin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ANK1 yang
ditemukan pada eritrosit dan ANK2 yang ditemukan pada otot jantung. Mutasi pada
Antibodi IgM pada CAD umumnya menyerang sistem golongan darah I/i.
Ekspresi antigen i tinggi umumnya terjadi pada bayi dan setelah usia 18 bulan atau
(Marcus et al, 2014). Antibodi anti-I mendeteksi adanya antigen I dan lebih spesifik
terhadap antigen i (Yu, Twu, Chang, and Lin, 2001). Mutasi gen yang mengkode I
ekspresi antigen i lebih tinggi pada dewasa dibandingkan dengan ekspresi antigen I
(PubMed, 2016). Antibodi anti-I yang lebih spesifik terhadap antigen i akan
menempel dan menyebabkan IgM yang telah teraglutinasi pada suhu dingin
10
tinggi dari normal sehingga memicu munculnya IgM dan/atau IgG3 berikatan
membentuk kompleks dengan antigen tersebut dan terjadi hemolisis (PubMed, 2016).
(Sarper, Kılıç, Zengin, and Gelen, 2011). Komplemen merupakan sistem yang terdiri
atas sejumlah protein yang berperan dalam pertahanan pejamu, baik dalam sistem
imun non spesifik maupun sistem imun spesifik. Komplemen merupakan salah satu
sistem enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi, opsonisasi, dan kerusakan (lisis)
sampai C9 yang bila diaktifkan, dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil
(C3a, C4a, dan sebagainnya) dengan masing-masing fungsi dijabarkan dalam Tabel
II. Sistem komplemen yang semula diketahui diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur
klasik dan alternatif, namun sekarang diketahui juga dapat terjadi jalur lektin. Jalur
klasik diaktifkan oleh kompleks imun sedang jalur alternatif dan jalur lektin tidak
11
12
menyebabkan terjadinya hemolisis. Hemolisis pada AIHA dapat terjadi di dalam atau
1) Hemolisis intravaskuler
komponen darah ke dalam plasma biasanya terjadi pada CAD dan PCH. Hemolisis
ini jarang ditemui dan terjadi sebagai hasil fiksasi komplemen pada reaksi transfusi,
2) Hemolisis ekstravaskuler
terjadi pada warm AIHA. Eritrosit yang abnormal diasingkan dan difagosit oleh
terjadi tergantung pada: Ig-class dari antibodi (IgM dan IgG), kemampuan antibodi
Fagosit penting yang terkait dengan hemolisis imun adalah makrofag, beraksi
13
Berikut penjelasan hemolisis yang disebabkan oleh interaksi antigen dan Ig-
class antibody:
dengan antigen target pada suhu 37°C. Jenis antibodi hampir pada semua kasus
adalah isotope IgG (Permono dkk, 2005). Warm AIHA memiliki 2 mekanisme yang
14
melalui 2 mekanisme, yaitu fagositosis dan lisis. Eritrosit yang dianggap sebagai
dan menyisakan sferosit (eritrosit yang memiliki ukuran lebih bulat dan memiliki
warna yang padat dibandingkan dengan eritrosit normal, serta tidak memiliki warna
pucat dibagian tengah). Fc receptor merupakan reseptor yang berada pada makrofag
menempel pada IgG sedangkan CR1 pada makrofag merupakan ligan bagi protein
mengaktifkan C1 kemudian terpecah menjadi C1q, C1r, dan C1s. C1qrs selanjutnya
Cold Agglutinin (CA) adalah antibodi IgM yang terikat pada eritrosit pada
suhu rendah yaitu 3-4⁰C (Permono dkk, 2005). CA biasanya ditujukan pada sistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
golongan darah Ii, kebanyakan CA pada CAD spesifik terhadap antigen karbohidrat I.
Pendinginan darah melalui bagian akral (ujung jari, hidung, dan telinga) pada
Mekanisme pengaktifan sistem komplemen pada CAD dapat dilihat pada Gambar 4.
menyebabkan C3 kemudian dipecah menjadi C3a dan C3b. Setelah kembali ketengah
tubuh dengan suhu 37⁰C, IgM-CA lepas dari permukaan sel, sementara C3b terikat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dengan eritrosit yang kemudian dibawa ke hati untuk difagosit. Namun pada eritrosit
yang masih bertahan diikat oleh C3d, yaitu C3b yang telah dipecah.
dari sub tipe IgG yang jarang. Seperti cold agglutinin, PCH tidak bereaksi dengan
eritrosit pada suhu badan, tetapi terikat pada suhu dingin (Permono dkk, 2005).
17
aktivasi C2 dan C4. Selanjutnya C3 konvertase teraktivasi dan dipecah menjadi C3a
dan C3b. C3b yang terikat pada kompleks antigen-antibodi anti-eritrosit akan
C5b,6,7,8,9 dan terjadi lisis sel. Proses yang terjadi pada kedua suhu tersebut disebut
Donath-Landsteiner’s diinkubasi pada suhu 4⁰C dan kemudian pada 37⁰C sedangkan
sampel darah lain diinkubasi pada suhu 37⁰C tanpa dilakukan preinkubasi pada suhu
dingin. Apabila muncul autoantibodi bifase, hemolisis akan terjadi hanya pada
Warm AIHA dan PCH memiliki isotop antibodi yang sama yaitu IgG,
sedangkan perbedaan dari kedua jenis AIHA tersebut terletak pada antigen
akan diikat oleh antibodi dan dapat dideteksi menggunakan direct coombs test.
ikterus, urin berwarna gelap, dan nyeri perut/punggung. Tanda klinis anemia
takikardi, takipnea, hipotensi, atau syok (Lanzkowsky, 2005). Tanda lainnya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
ditemukan adalah splenomegali dan hepatomegali. Gejala dan tanda yang timbul
tidak hanya tergantung pada tingkat keparahan anemia tetapi juga proses hemolitik
5. Diagnosis
bertahap, yaitu: gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, darah tepi, dan
a. Gejala AIHA sama seperti anemia meliputi: pusing, pening, mudah lelah, malaise,
awal anemia. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai
19
e. Coombs test merupakan tes darah klinis yang digunakan sebagai standar dalam
diagnosis AIHA menunjukkan hasil positif. Direct Coombs test berguna dalam
berguna dalam mengidentifikasi antibodi anti-eritrosit pada serum. Tes ini dapat
digunakan untuk membedakan warm AIHA dengan cold AIHA. Jika hasil coombs
test menunjukan hasil positif dengan adanya IgG atau IgG+C3d dapat
dengan adanya C3d maka dapat dikategorikan sebagai cold AIHA (Hoffman et al,
2014) Negatif Coombs pada AIHA terjadi, tapi jarang pada anak-anak (Sutedjo,
2006).
antigen pada permukaan eritrosit (warm (23°C) vs. cold (4/10°C)). Tes ini juga
20
6. Terapi
Pasien dengan warm AIHA atau cold AIHA ringan kadang tidak
memerlukan pengobatan spesifik, tetapi pada kondisi lain yang dapat mengancam
jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif. Tujuan terapi
gejala dengan efek samping minimal (Permono dkk, 2005), mecegah tingkat
keparahan AIHA yang lebih serius dan komplikasi akibat hemolisis parah, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
memiliki risiko lebih besar untuk penyakit yang lebih berat (Hay et al, 2008).
a. Farmakologi
22
a) Terapi kortikosteroid
AIHA (Zanella et al, 2012). Tujuan pemberian kortikosteroid adalah untuk menekan
antibodi anti-eritrosit yang terbentuk oleh sel B secara cepat, dan dengan adanya
(Sinha and Bagga, 2008). Hidrokortison 8-40 mg/kg BB/hari secara intravena dan
diberikan secara terbagi (tiap 8 jam) atau prednison 2-10 mg/kgBB/hari secara
peroral. Terapi kortikosteroid dosis tinggi harus dipertahankan selama beberapa hari.
(Lanzkowsky, 2005).
(Lanzkowsky, 2005).
c) Agen sitotoksik
Terapi dengan agen sitotoksik harus digunakan hanya pada pasien refrakter
d) Terapi imunosupresif
pengobatan penolakan organ hasil transplantasi dan belum lama ini pada penyakit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
autoimun dan anemia aplastik, mungkin memiliki peran dalam pengobatan immune-
2005).
e) Terapi hormonal
memiliki masculinizing effect. Efek awal danazol ini tampaknya disebabkan karena
mungkin diperlukan dengan pemanasan darah pada suhu 37°C selama pemberian
dengan cara pemanasan koil atau air mandi bertujuan untuk menghindari aktivasi
suhu lebih lanjut dari antibodi. Efficient in-line blood warmers didesain untuk
memberikan darah dengan suhu 37°C pada pasien. Pemanasan harus dimonitoring,
eritrosit dipanaskan terlalu lama akan cepat hancur dan sangat berbahaya bagi pasien.
2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Gambar 8. Terapi pada Primer dan Sekunder Warm dan Cold AIHA
(Lechner and Ja¨ger, 2015)
b. Terapi Suportif
1) Transfusi darah
Pasien dengan baik warm maupun cold AIHA kemungkinan akan sering
untuk transfusi tidak hanya tergantung pada kadar hemoglobin, tetapi lebih pada
status klinis dan komorbiditas pasien (terutama iskemik jantung atau penyakit paru
25
dan adanya hemoglobinuria atau hemoglobinemia dan manifestasi lain dari hemolisis
donor RBCs, polyagglutinable donor RBCs, A2 atau A2B pasien memiliki serum anti-
IgA, cold autoantibodies, secara pasif didapat anti-A dan anti-B, antibodi reaktif pada
a) Eritrosit pekat (Packed Red Cell). Indikasi: mengatasi keadaan anemia karena
defisiensi yang berat dengan ancaman gagal jantung atau menderita infeksi berat,
non hemolitik (panas, gatal, menggigil, dan lainnya), dipergunakan pada kasus
dan mempunyai masa simpan yang lebih pendek (Permono dkk, 2005).
c) Eritrosit beku (Frozen Red Packed Cell). Bertujuan agar eritrosit dapat disimpan
lebih lama, sebagian persediaan eritrosit yang jarang dijumpai (Permono dkk, 2005).
imun yang akan terjadi, radiasi bertujuan untuk menghancurkan sel limfosit yang
sering menyebabkan terjadi reaksi Graft Versus Host (GVH) (Permono dkk, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
e) Eritrosit yang dicuci (Wash Red Cell). Dilakukan karena pasien diduga mengalami
alergi berat atau reaksi demam terhadap eritrosit atau pasien mengalami defisiensi Ig-
A yang parah dengan antibodi anti Ig-A yang tidak sesuai dengan pendonor (Norfolk,
2013).
(1) Apabila antibodi spesifik diidentifikasi donor yang sesuai dapat dipilih. Antibodi
biasanya berlaku sebagai panagglutinin, jika tidak ada darah yang sesuai dapat
ditemukan.
(2) Washed packed red cells harus digunakan dari donor yang eritrosit menunjukkan
(3) Volume darah yang ditransfusikan harus dalam jumlah yang cukup untuk
(4) Penggunaan darah dibuat relatif aman dengan biologic cross-matching, transfusi
darah dengan volume yang relatif kecil pada waktu tertentu, dan penggunaan seiring
(Lanzkowsky, 2005)
2) Splenectomy
terus terjadi secara cepat meskipun terapi kortikosteroid dan IVIG dengan dosis tinggi
selama 3-4 minggu dan kebutuhan transfusi eritrosit untuk mempertahankan tingkat
splenektomi (sepsis), maka tindakan ini perlu dipertimbangkan (Permono dkk, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
3) Plasmapheresis
7. Monitoring
Karena kondisi ini dapat mengancam jiwa, maka perlu dilakukan monitoring
berikut:
(Lanzkowsky, 2005)
1. Definisi
atau risiko yang dialami oleh pasien selama proses terapi menggunakan obat yang
menghambat atau menunda terapainnya tujuan terapi yang diinginkan secara aktual
maupun potensial yang dapat terjadi disetiap tahapan penggunaan obat (Cipolle et al,
2004). DRP aktual merupakan masalah yang berkaitan dengan terapi obat selama
28
kemungkinan terjadi berkaitan dengan terapi obat dikemudian hari (Cipolle et al,
2004).
Efektifitas
Keamanan
DRPs dapat dibagi menjadi beberapa kategori yang disebabkan beberapa hal,
yaitu:
1) Tidak adanya indikasi medik yang valid untuk terapi pada saat itu
2) Berbagai obat digunakan untuk kondisi yang hanya membutuhkan satu obat
5) Penyalahgunaan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
4) Durasi terapi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan
1) Obat menyebabkan reaksi tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis
30
5) Pasien tidak dapat menelan atau mengelola obat tersebut sendiri dengan tepat
C. Pasien Anak
2014 tentang upaya kesehatan anak, anak adalah seseorang yang sampai berusia 18
tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak dapat diklasifikasikan
31
5. Anak usia sekolah adalah anak umur lebih dari 6 tahun sampai sebelum berusia 18
tahun.
Elimination) dan efektifitas serta keamanan penggunan obat pada setiap kelompok
D. Keterangan Empiris
Problems (DRPs) pada pengobatan pasien AIHA anak, meliputi: tidak perlu obat
(unnecessary drug therapy), perlu obat (need for additional drug therapy), obat salah
(wrong drug), dosis kurang (dosage too low), efek samping obat dan interaksi obat
(adverse drug reaction), serta dosis berlebih (dosage too high) di Instalasi Rawat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian mengenai Evaluasi DRPs pada pasien AIHA anak Rawat Inap di
retrospektif.
penggalian informasi secara sederhana melalui sumber data yang telah tersedia yaitu
pengumpulan, analisis, dan interpretasi data serta tidak dimaksudkan untuk menguji
hipotesis (Arikunto, 2006). Case series merupakan kumpulan dari kasus yang sama
dengan suatu kondisi dalam periode waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan
dideskripsikan hasil klinisnya (Strom and Kimmel, 2006). Penelitian ini dilakukan
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah pola penggunaan obat dan DRPs, yang
meliputi: tidak perlu obat (unnecessary drug therapy), perlu obat (need for additional
drug therapy), obat salah (wrong drug), dosis kurang (dosage too low), efek samping
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
obat dan interaksi obat (adverse drug reaction), serta dosis berlebih (dosage too
C. Definisi Operasional
penelitian selama dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009-2014 meliputi jenis obat dan rute pemberian serta terapi suportif.
2. Drug Related Problems (DRPs) yang dikaji dalam penelitian ini meliputi 6
kategori, yaitu tidak perlu obat, perlu obat, obat salah, dosis kurang, efek samping
penggunaan obat pada pasien anak dengan diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap
strategi dalam situasi analisis catatan medis berdasarkan masalah kesehatan pasien.
Metode ini terdiri atas 4 elemen, yaitu: subjective (S): berisi informasi subjektif
dalam rekam medis; objective (O): berisi data yang dimasukkan ke dalam catatan
kesehatan seperti beberapa hasil tes, prosedur dan evaluasi; data ini dapat berupa
tanda vital, temuan pemeriksaan fisik, hasil X-ray, ECG, obat dan lainnya;
assessment (A): mengacu pada informasi subjektif dan objektif yang harus
dipilih, tujuan yang akan dicapai dan parameter yang harus dipantau (Becerra,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Martinez, Bohorquez, Guevara, Ramirez, 2012). Bagian plan pada penelitian ini
metode SOAP merupakan metode yang tradisional, suatu metode yang biasa
digunakan ketika tenaga medis dan kefarmasian berkomunikasi dengan pasien dan
beberapa acuan:
a. Evaluasi tanda dan gejala pasien, meliputi: Manual of Pediatric Hematology and
35
al, 2013), Clinical report-Fever and Antipyretic Use in Children (Sullivan and
Farrar, 2015).
Best practices for blood product administration (Bielefeldt and DeWitt, 2009).
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pasien anak yang terdiagnosis AIHA di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014. Kriteria inklusi
penelitian ini yaitu satu atau lebih kasus dalam satu nomor rekam medis dengan usia
pasien ≤ 18 tahun yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
eksklusi dari penelitian ini yaitu pasien dengan AIHA sekunder, meninggal sebelum
mendapatkan terapi pengobatan, rekam medis pasien AIHA anak rawat inap yang
Berdasarkan hasil print out dari bagian rekam medis, terdapat 28 rekam
medis pasien AIHA pada anak, namun sembilan rekam medis sedang digunakan
untuk catatan perkembangan kondisi pasien AIHA anak yang sedang melakukan
rawat inap saat itu, sehingga dilakukan penelusuran data terhadap 19 rekam medis
dan ditemukan sembilan rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi sementara
sisanya merupakan kasus AIHA sekunder dan lembar rekam medis yang tidak
lengkap. Sembilan rekam medis merupakan sembilan pasien yang menjalani rawat
inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014. Satu pasien dapat menjalani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
rawat inap lebih dari satu kali pada tanggal, bulan, ataupun tahun yang berbeda
Dewasa usia 26-45 Anak usia ≤ 18 tahun Lansia usia ≥ 60 AIHA+ SLE
tahun tahun
9 kasus: rekam
Inklusi 15 kasus medis sedang Inklusi 9 kasus Inklusi 6 kasus
digunakan rawat
inap
8 kasus: data tidak
lengkap yang
memuat informasi
catatan
perkembangan
pasien
9 kasus: AIHA
sekunder
Inklusi 12 kasus
37
1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar rekam medis
rawat inap pasien anak dengan diagnosis AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2009-2014.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah form yang digunakan
saat proses pengambilan data dari lembar rekam medis pasien anak dengan AIHA
yang dirawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014. Form ini
memuat informasi subjektif dan objektif selama pasien menjalani rawat inap.
Waktu kerja penelitian ini pada tanggal 26 Juni 2015 sampai 10 Oktober
2015 di bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Jalan Kesehatan No. 1
Sekip, Yogyakarta.
1. Persiapan
Tahap ini dilakukan survei jumlah pasien AIHA anak yang menjalani rawat
38
2. Analisis Situasi
Tahap ini dilakukan pemastian data yang diambil telah memadai untuk
dilakukan evaluasi. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan data yang diambil dari
3. Pengumpulan Data
a. Penelusuran Data
Proses ini dilakukan dengan melihat print out data dari bagian rekam medis
nomor rekam medis pasien AIHA anak rawat inap tahun 2009-2014.
b. Pengambilan Data
Proses ini dilakukan dengan menyalin data yang ada di lembar rekam medis
pasien AIHA anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014
meliputi identitas pasien, diagnosis, keluhan utama, tanggal rawat, riwayat penyakit
dan penggunaan obat, status keluar, hasil pemeriksaan, catatan keperawatan dan
Informasi mengenai terapi farmakologis dalam penelitian ini disajikan dalam nama
generik.
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk
39
1. Karakteristik pasien
bayi (0-11 bulan), anak balita (12-59 bulan), anak pra sekolah (60-72 bulan), anak
usia sekolah (6-18 tahun) dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kelompok
b. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu laki-
laki dan perempuan, dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kelompok jenis
2. Pola Pengobatan
a. Farmakologis
1) Persentase jenis obat yang diberikan pada pengobatan AIHA diperoleh dengan
menghitung jumlah kasus yang mendapat jenis obat tertentu per jumlah
2) Persentase rute pemberian obat yang diberikan pada pengobatan AIHA diperoleh
dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat rute obat tertentu per jumlah
keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%. Rute pemberian obat dapat dibagi
b. Terapi suportif
Persentase jenis terapi suportif yang yang diterima pasien AIHA diperoleh
dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat jenis terapi tertentu per jumlah
40
kategori (tidak perlu obat, perlu obat, obat salah, dosis kurang, dosis berlebih, efek
samping obat dan interaksi obat) yang kemudian dihitung persentase temuan DRPs
dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kategori DRPs per jumlah keseluruhan
I. Keterbatasan Penelitian
berdasarkan data yang tertera dalam lembar rekam medis pasien dan tidak dilakukan
konfirmasi ke tim medis karena sulit mendapatkan akses untuk melakukan konfirmasi
tersebut. Tidak adanya konfirmasi ke tim medis menyebabkan analisis DRPs hanya
terbatas pada data yang tertera dalam lembar rekam medis tanpa mengetahui alasan
maupun tujuan pemilihan terapi oleh tenaga kesehatan tersebut. Analisis DRPs
sebaiknya dilakukan dengan konfirmasi ke tim medis agar tidak terjadi perbedaan
yang berkaitan dengan analisis DRPs tidak dapat diamati lebih lanjut pada penelitian
referensi yang digunakan antara rumah sakit dan penelitiaan, tulisan yang sulit
terbaca serta adanya lembar rekam medis yang tidak lengkap mencantumkan
BAB IV
A. Karakteristik Pasien
Pasien AIHA anak yang diteliti dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu bayi (0-11
bulan), anak balita (12-59 bulan), anak pra sekolah (60-72 bulan), dan anak usia
sekolah (6-18 tahun). Distribusi pasien AIHA anak berdasarkan kelompok umur
oleh pasien usia 6-18 tahun sebanyak 89%, diikuti dengan 11% pasien usia 60-72
bulan, 0% pasien usia 12-59 bulan, dan 0% pasien usia 0-11 bulan. Infeksi
al, 2011). Terjadinya AIHA pada anak-anak dan remaja jarang terjadi, dan angka
kejadian tepatnya tidak diketahui. Diperkirakan angka kejadian 0.2 per 1.000.000
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
individu dibawah usia 20 tahun dengan puncak kejadian pada anak-anak usia pra
sekolahpada anak laki-laki (Oliveira, Oliveira, Murao, Vieira, Gresta, Viana, 2006)
dengan usia rata-rata diagnosis 3,8 tahun (Chou et al, 2015), meskipun selama remaja
Gambar 12. Distribusi Pasien AIHA Anak Rawat Inap Berdasarkan Jenis
Kelamin di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 (n=12)
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukan 0% anak laki-laki
dan 100% anak perempuan dapat dilihat pada Gambar 12. Penyakit AIHA lebih
sering muncul pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, namun dengan
Perbedaan jenis kelamin merupakan hal penting dalam terjadinya penyakit autoimun.
Perbedaan penting yang mendasar yaitu hormon seks dan/atau sex-linked gene
autoimun (Voskuhl, 2011). Perkembangan hormon seks pada usia anak-anak antara
anak laki-laki dan anak perempuan tidak jauh berbeda. Perbedaan perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
hormon seks antara anak laki-laki dan anak perempuan terjadi setelah mengalami
pubertas yang ditandai dengan perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi
seksual. Perempuan memiliki hormon yang lebih kompleks dari pada laki-laki.
Hormon estrogen pada perempuan dapat merangsang produksi antibodi oleh sel B
1. Farmakologis
a. Jenis Obat
Gambaran umum distribusi penggunaan obat pada pasien AIHA anak rawat
Indonesia Nomor 328 Tahun 2013 tentang formularium nasional disajikan pada Tabel
III.
Tabel III. Pola Penggunaan Obat pada Pasien AIHA Anak Rawat Inap di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
44
steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal. Seperti hormon alami, kortikosteroid
ginjal dan terutama terlibat dalam regulasi elektrolit dan keseimbangan air.
Glukokortikoid diatur terutama oleh kortikotropin (ACTH) dan dapat memiliki efek
anti-inflamasi, serta beberapa efek metabolik dan imunogenik pada tubuh (Zoorob,
eritrosit yang terbentuk, dengan adanya antibodi dalam tubuh dapat merusak eritrosit.
digunakan sampai kadar hemoglobin ≥ 10 g/dL tercapai (Zanella et al, 2014). Apabila
hemoglobin telah stabil maka dosis kortikosteroid yang digunakan harus diturunkan
secara perlahan (tapering off) (Zeerleder, 2011). Saat ini, evidence-based guidelines
terkait dengan tapering off corticosteroid belum tersedia, namun secara khusus
45
risiko terjadinya efek samping dan risiko terjadinya kekambuhan (Liu et al, 2013).
osteoporosis, gangguan pengelihatan, gangguan otot dan saraf, serta gangguan kulit
(Zoorob et al, 1998) sehingga dalam penggunaanya perlu dilakukan pemantauan yang
ketat.
kortikosteroid lainnya dalam golongan yang sama. Rumah Sakit Umum Pusat
golongan sama yaitu imunosupresan poten aksi sedang (Liu et al, 2013). Kelebihan
yang lebih rendah dari prednison untuk menghasilkan efek terapi yang sama,
memiliki efek imunosupresan yang lebih baik dari prednison, dan kecenderungan
yang rendah untuk menginduksi retensi sodium dan air dibandingkan dengan
prednison (Sinha et al, 2008) karena efek mineralokortikoid yang lebih redah
panjang seperti deksametason hanya dibatasi pada terapi akut dan harus dihindari
untuk penggunaan jangka panjang seperti pada warm AIHA yang umumnya bersifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
kronis (Patt, Bandgar, Lila, and Shah, 2013). Gambaran penggunaan kortikosteroid
2) Analgesik (Non-narkotik)
Tujuan utama dari terapi demam pada anak adalah untuk meningkatkan
kenyamanan dan menormalkan kembali suhu tubuh (Sullivan et al, 2015). Analgesik
(Non-narkotik) dan antipiretik digunakan sebanyak 42% pada kasus penelitian ini.
hipotalamus yang meregulasi suhu tubuh dan dapat bekerja di perifer untuk
memblokir impuls nyeri, serta dapat juga menghambat sintesis prostaglandin di CNS
tidak memiliki efek pada trombosit, tidak mengiritasi lambung. Dalam dosis terapi,
ini. Obat yang digunakan yaitu ranitidin merupakan H2-Receptor Antagonists yang
sangat selektif, reversibel, dan merupakan antagonis kompetitif untuk aksi histamin
pada H2-reseptor. Ranitidin dapat mengurangi volume sekresi lambung serta jumlah
penggunaan antasida dan antiulkus pada penelitian ini disajikan pada Tabel III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
anemia dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan
irama jantung. Perubahan ini dikarenakan jantung berupaya keras memompa darah
Vitamin B1 dapat menurunkan risiko terjadinya aritmia (Crook, FRCPath, Hally, and
Panteli, 2001). Gambaran penggunaan vitamin dan mineral pada penelitian ini
Terdapat 2 rute pemberian obat yaitu rute sistemik dan lokal. Penanganan
AIHA digunakan rute sistemik dimana obat mencapai sirkulasi sistemik sehingga
obat dapat memberikan efek dengan segera. Rute sistemik terdiri dari rute enteral
yaitu obat diberikan melalui saluran gastrointestinal, sedangkan rute parenteral yaitu
berdasarkan rute pemberian dapat dilihat pada Tabel IV. Seluruh kasus pada
penelitian ini menggunakan obat dengan rute enteral maupun parenteral. Obat yang
diberikan secara enteral dengan klasifikasi peroral pada kasus penelitian ini umumnya
digunakan jika perlu ataupun obat yang sedang pada tahap tapering off dan pasien
hendak pulang. Keuntungan dari rute peroral yaitu nyaman (pasien dapat
menggunakan sendiri, tidak merasa sakit, dan mudah dalam penggunaan), absorpsi
(berlangsung selama obat tersebut berada disaluran cerna/usus), dan murah (jika
48
obat yang dapat diserap, adanya first pass effect, kemungkinan terjadinya iritasi
mukosa lambung, efek yang lama untuk kasus darurat, dan tidak dapat digunakan
untuk pasien yang tidak sadar. Obat parenteral dengan klasifikasi intravaskuler
digunakan umumnya karena kondisi pasien AIHA anak termasuk dalam status klinis
Keuntungan dari pemberian secara intravaskuler yaitu tepat, akurat, onset segera,
dapat diberikan dengan dosis besar, dan dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar.
suntikan, konsentrasi tinggi cepat dicapai, dan kemungkinan risiko emboli (Verma,
Tabel IV. Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien AIHA
Anak Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-
2014
2. Terapi Suportif
Gambaran umum distribusi jenis terapi suportif yang diterima pasien AIHA
Tabel V. Profil Terapi Suportif yang Diterima Pasien AIHA Anak Rawat Inap
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Jenis Jumlah Kasus Persentase
Kelas Terapi
Transfusi (n=12) (%)
PRC 5 42
Transfusi darah
WRC 3 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, serta memperbaiki fungsi
hemostatis (Permono dkk, 2005). Pasien AIHA akan sering membutuhkan transfusi
eritrosit untuk menjaga kadar hemoglobin dalam darah sampai terapi yang dijalani
tetapi juga pada status klinis pasien dan komorbiditas pasien (Zanella et al, 2014).
Transfusi pada penelitian ini terdapat dua jenis komponen darah yang
digunakan saat transfusi pasien AIHA anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, yaitu
transfusi Packed Red Cells (PRC) dan Washed Red Cells (WRC) Transfusi PRC
status klinis pasien (Permono dkk, 2005) sedangkan transfusi WRC dilakukan karena
pasien diduga mengalami alergi berat, reaksi demam terhadap eritrosit atau pasien
mengalami defisiensi Ig-A yang parah dengan antibodi anti Ig-A yang tidak sesuai
dengan pendonor (Norfolk, 2013). Transfusi WRC dilakukan apabila pasien tidak
menunjukkan perbaikan klinis terhadap transfusi PRC, reaksi alergi atau anafilaksis
parah terhadap produk transfusi darah. Perbedaan transfusi PRC dan WRC terletak
pada jumlah plasma yang tersedia. Transfusi PRC memiliki komponen sel darah
merah yang masih lengkap sedangkan pada transfusi WRC sebagian besar plasma
telah dihilangkan (<0,5 g sisa plasma per unit) untuk mecegah terjadinya reaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
transfusi akibat adanya antibodi plasma (Norfolk, 2013). Selama dilakukan transfusi
perlu dipantau untuk kemungkinan terjadinya reaksi transfusi seperti demam atau
menggigil, nyeri pinggang, perubahan tanda vital, mual, sakit kepala, urtikaria,
permasalahan yang timbul berkaitan dengan penggunaan obat pada pasien AIHA
anak yang dirawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014. Kasus
yang dievaluasi kemudian dimasukkan dalam kategori DRPs, yaitu: perlu obat, tidak
perlu obat, obat salah, dosis kurang, dosis berlebih, serta interaksi dan efek samping.
keperawatan pasien. Terdapat beberapa kasus AIHA pada anak ditemukan memiliki
Tabel VI. Gambaran DRPs pada Pasien AIHA Anak Rawat Inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Jumlah
Penyebab Nomor Persentase
Jenis DRPs Kasus
Umum Kasus (%)
(n=12)
2, 4, 5, 7, 8,
Dosis berlebih Dosis terlalu tinggi 8 67
10, 11, 12
Dosis terlalu rendah
Dosis kurang 1, 3, 4, 6, 7,
untuk menghasilkan 7 58
11, 12
respon yang diinginkan
Kondisi yang
Perlu obat membutuhkan terapi 9, 10, 11 3 25
baru
Tabel VI. Lanjutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Jumlah
Penyebab Nomor Persentase
Jenis DRPs Kasus
Umum Kasus (%)
(n=12)
Obat menyebabkan
reaksi tidak diinginkan
Efek samping 11 1 8
yang tidak berhubungan
dengan dosis
Tidak perlu
- - 0 0
obat
Obat salah - - 0 0
Catatan: Penilaian DRPs ini berdasarkan data yang tercantum dalam lembar rekam medis
yang tidak dikonfirmasi dengan dokter penulis resep maupun perawat yang merawat pasien.
Pembahasan lebih mendalam tiap kasus dapat dilihat pada lampiran.
1. Kasus 1
sakit dalam keadaan demam (38ºC), pucat, dan lemas. Objective: Terdiagnosis AIHA
dengan hasil Direct Coombs Test (DCT) 4+, Indirect Coombs Test (ICT) 2+ dan
anemia berat (hemoglobin normal anak usia 5-11 tahun, yaitu 80 g/L atau 8 g/dL
(WHO, 2011)).
mg/kgBB/hari (350 mg) telah sesuai indikasi dan dosis, namun pada pada tanggal 07-
52
dalam lembar penatalaksanaan obat tetapi dapat dimungkinkan bahwa suhu tubuh
pasien turun dengan sendirinya karena demam merupakan gejala autoreaktif pada
AIHA dan bila kondisi autoreaktif telah teratasi maka suhu tubuh pasien akan
kembali normal.
mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008) yang diberikan sesuai dengan tingkat keparahan
pasien. Pasien diresepkan 10 mg/kgBB/hari secara intravena yang diberikan satu kali
per hari dan terjadi peningkatan kadar hemoglobin menjadi 8.6 g/dL pada tanggal 09-
kurang terkait dengan penurunan dosis metilprednisolon yang terlalu besar saat
risiko efek samping, karena penggunaan steroid jangka panjang memiliki risiko tinggi
efek samping (Zanella et al, 2014) seperti gangguan pertumbuhan anak, osteoporosis,
2. Kasus 2
sakit dalam keadaan demam (39.1 ºC), pusing, lemah, pucat, dan berdebar–debar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Objective: Pasien terdiagnosis AIHA dengan hasil DCT 4+, ICT 3+ dan kadar
(hemoglobin normal anak usia 5-11 tahun, yaitu 80 g/L atau 8 g/dL (WHO, 2011)).
demam dan anemia (sistemic cause) (Raviele, Giada, Bergfeldt, Blanc, Blomstrom-
Lundqvist, Mont, et al, 2011). Anemia jangka lama dapat menyebabkan perubahan
irama denyut jantung sehingga menimbulkan rasa berdebar-debar bagi pasien. Selama
Parasetamol 10 mg/kgBB/hari (360 mg) sebagai antipiretik dan analgesik telah sesuai
mg) secara intravena yang diberikan satu kali per hari telah sesuai dosis, namun
kemudian dilakukan peningkatan dosis menjadi 10 mg/kgBB/hari (3x 125 mg) secara
dosis berlebih yang seharusnya pasien menerima 360 mg/hari berdasarkan kilogram
berat badan dan perlu dilakukan pertimbangan untuk penyesuaian dosis terkait
dapat dimungkinkan terkait dengan regimen sediaan yang ada di rumah sakit.
54
risiko efek samping, karena penggunaan steroid jangka panjang memiliki risiko tinggi
efek samping (Zanella et al, 2014) seperti gangguan pertumbuhan anak, osteoporosis,
3. Kasus 3
sakit dalam keadaan pucat dan pusing. Objective: Terdiagnosis AIHA dengan hasil
DCT 4+, ICT 3+ dan kadar hemoglobin 4.1 g/dL sehingga dimungkinkan masuk ke
dalam klasifikasi anemia berat (hemoglobin normal anak usia 5-11 tahun 80 g/L atau
analgesik untuk mengatasi keluhan pusing saat masuk rumah sakit, dimungkinkan
bahwa pusing yang ringan dapat sumbuh dengan istirahat. Pasien diresepkan
mengalami dosis kurang yang seharusnya pasien menerima 380 mg/hari berdasarkan
55
risiko efek samping, karena penggunaan steroid jangka panjang memiliki risiko tinggi
efek samping (Zanella et al, 2014) seperti gangguan pertumbuhan anak, osteoporosis,
4. Kasus 4
sakit dalam keadaan demam (39ºC), pilek, pusing, dan pucat. Objective: Terdiagnosis
AIHA dengan hasil coombs test (+) dan kadar hemoglobin 6.6 g/dL sehingga
analgesik dan antipiretik telah sesuai indikasi, namun dosis parasetamol diberikan 10
berlebih yang seharusnya pasien menerima 450 mg/hari berdasarkan kilogram berat
parasetamol pada tanggal 08-08-2010 (38⁰C) dan 09-08-2010 (37.8⁰C) tidak tercatat
dalam lembar penatalaksanaan obat dimungkinkan bahwa suhu tubuh pasien turun
dengan sendirinya karena demam merupakan gejala autoreaktif pada AIHA dan bila
kondisi autoreaktif telah teratasi maka suhu tubuh pasien akan kembali normal.
irama jantung. Perubahan ini dikarenakan jantung berupaya keras memompa darah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Vitamin B1 dapat menurunkan risiko terjadinya aritmia (Crook, M. A., et al, 2001)
dimungkinkan mengalami dosis kurang dengan dosis harian dibawah dosis terendah
pasien menerima 360 mg/hari berdasarkan kilogram berat badan. Pemberian 3x 125
mg kepada pasien dapat dimungkinkan terkait dengan regimen sediaan yang ada di
kurang yang menyebabkan kadar hemoglobin yang tidak kunjung meningkat dari 6.6
menjadi 7.8 g/dL terjadi pada tanggal 14-08-2010 pada saat pasien diperbolehkan
pulang.
dengan resiko terjadinya efek samping dan monitoring untuk melihat efektifitas obat
sehingga dapat mencapai tujuan terapi. Perlu dilakukan pertimbangan transfusi darah
57
5. Kasus 5
sakit dalam keadaan lemas, pucat, dan aktivitas menurun. Objective: Terdiagnosis
AIHA dengan hasil DCT 3+, ICT 2+ dan kadar hemoglobin 4.6 g/dL sehingga
dimungkinkan masuk ke dalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 5-11
dosis berlebih yang seharusnya pasien menerima 235 mg/hari berdasarkan kilogram
samping, serta dilakukan monitoring untuk melihat efektifitas obat sehingga dapat
6. Kasus 6
sakit dalam keadaan demam (38.5ºC), dan pucat. Objective: Terdiagnosis AIHA
dengan hasil DCT 4+, ICT 3+ dan kadar hemoglobin 4.7 g/dL sehingga
58
indikasi dan dosis. Pada tanggal 07-09-2010 pasien mengalami demam dengan suhu
parasetamol sebagai antipiretik, namun dapat dimungkinkan bahwa suhu tubuh pasien
turun dengan sendirinya karena demam merupakan gejala autoreaktif pada AIHA dan
bila kondisi autoreaktif telah teratasi maka suhu tubuh pasien akan kembali normal.
metilprednisolon sehingga dapat mencapai tujuan terapi serta waspada risiko efek
samping, karena penggunaan steroid jangka panjang memiliki risiko tinggi efek
7. Kasus 7
sakit dalam keadaan pucat. Objective: Terdiagnosis AIHA dengan hasil DCT 4+, ICT
59
klasifikasi anemia berat (hemoglobin normal anak usia 5-11 tahun 80 g/L atau 8 g/dL
(WHO, 2011)).
dan WRC. Pasien diberikan terapi parasetamol dengan dosis 10 mg/kg Bb/ hari (170
mg) telah sesuai indikasi dan dosis untuk menurunkan suhu tubuh pasien 37.9ºC
g/dL dibandingkan tanggal sebelumnya yang sudah meningkat sampai 11.9 g/dL pada
tanggal 10-03-2012.
dengan resiko terjadinya efek samping dan monitoring untuk melihat efektifitas obat
8. Kasus 8
sakit dalam keadaan keadaan pucat. Objective: Tterdiagnosis AIHA dengan hasil
DCT (+) dan kadar hemoglobin 3.3 g/dL sehingga dimungkinkan masuk ke dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
klasifikasi anemia berat (hemoglobin normal anak usia 5-11 tahun 80 g/L atau 8 g/dL
(WHO, 2011)).
serta waspada risiko efek samping, karena penggunaan steroid jangka panjang
memiliki risiko tinggi efek samping (Zanella et al, 2014) seperti gangguan
9. Kasus 9
sakit dalam keadaan ikterus, pucat, dan pusing. Objective: Terdiagnosis AIHA
dengan hasil DCT 4+ dan ICT 3+ dan kadar hemoglobin 4.6 g/dL sehingga
metilprednisolon. Pasien mengeluh pusing lebih dari tiga hari namun tidak tercatat
61
(1x 420 mg) secara intravena telah sesuai indikasi dan dosis. Recommendation:
10. Kasus 10
sakit dalam keadaan pucat, demam (37.8ºC), dan nyeri perut. Objective: Terdiagnosis
AIHA dengan hasil DCT 4+ dan kadar hemoglobin 6.2 g/dL sehingga dimungkinkan
masuk kedalam klasifikasi anemia berat (hemoglobin normal anak usia 5-11 tahun 80
Pasien mengalami demam dan nyeri perut namun dalam penatalaksanaan obat tidak
dilakukan pemberian parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik dengan dosis 10-
seharusnya pasien menerima 247 mg/hari berdasarkan kilogram berat badan dan perlu
62
terjadinya efek samping (Zanella et al, 2014) seperti gangguan pertumbuhan anak,
11. Kasus 11
sakit dalam keadaan demam (37.7ºC), pucat, dan lemas. Objective: Terdiagnosis
AIHA dengan hasil coombs test (+) dan kadar hemoglobin 4.8 g/dL sehingga
mengalami demam lebih dari tiga hari dengan suhu 37.7ºC (suhu normal: axillary
(AAPD, 2015).
menjadi 30 mg/kgBB/hari (1x 1000 mg) dimungkinkan mengalami dosis kurang yang
seharusnya pasien menerima 1140 mg/hari berdasarkan kilogram berat badan. Dosis
63
menerima 798 mg/hari berdasarkan kilogram berat badan, kemudian dosis diturunkan
kurang yang seharusnya pasien menerima 608 mg/hari berdasarkan kilogram berat
badan pasien.
dengan dosis 4 mg/kgBB/hari (2x 75 mg) untuk kondisi patologis peptic ulcer yang
indikasi, namun dosis yang diberikan dimungkinkan mengalami dosis kurang yang
seharusnya pasien menerima 152 mg/hari dan perlu dilakukan penyesuaian dosis agar
12. Kasus 12
sakit dalam keadaan pucat. Objective: Terdiagnosis AIHA dengan hasil coombs test
(+) dan kadar hemoglobin 4.7 g/dL sehingga dimungkinkan masuk kedalam
klasifikasi anemia berat (hemoglobin normal wanita usia 15 tahun ke atas 80 g/L atau
64
per tablet dimungkinkan mengalami dosis kurang yang seharusnya pasien menerima
dengan resiko terjadinya efek samping dan monitoring untuk melihat efektifitas obat
BAB V
A. Kesimpulan
pada Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Anak Rawat Inap di RSUP Dr.
1. Kejadian paling banyak terdapat pada anak perempuan sebesar 100% dengan
2. Peresepan obat pada pasien AIHA anak paling banyak adalah metilprednisolon
imunosupresan yaitu dosis berlebih 8 kasus dan dosis kurang 7 kasus serta pada
B. Saran
Salah satu kasus pada penelitian ditemukan efek samping terkait dengan
dilakukan pemantauan terkait kadar obat dalam darah untuk meminimalkan resiko
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
a. Perlu dilakukan wawancara terhadap dokter penulis resep maupun perawat yang
b. Dapat dilakukan penelitian yang sama pada rumah sakit yang berbeda untuk
dilakukan perbandingan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
DAFTAR PUSTAKA
Aladjidi, N., Leverger, G., Leblanc, T., Picat, M. Q., Michel, G., Bertrand Y., et al.,
2011, New insights into childhood autoimmune hemolytic anemia: a French
national observational study of 265 children, Haematologica, 96(5): 655-
662.
America Academic of Pediatric Dentistry, 2015, Useful Medications for Oral
Conditions, America Academic of Pediatric Dentistry, 37 (6): 407.
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta.
Baek, Seung-Woo., Lee, Myung-Won., Ryu, Hae-Won., Lee, Kyu-Seop., Song, Ik-
Chan., Lee, Hyo-Jin., et al., 2011, Clinical features and outcomes of
autoimmune hemolytic anemia: a retrospective analysis of 32 cases, The
Korean Journal Of Hematology, 46(2): 111.
Baratawidjaja, K. G., dan Rengganis, I., Imunologi Dasar, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta, hal. 179-190.
Becerra, J., Martinez, F., Bohorquez, M., Guevara, M. L., and Ramirez, E., 2012,
Validation of Methodology for Inpatient Pharmacotherapy Follow-up, Vitae,
19 (3)
Berentsen, S. and Sundic, T., 2015, Red Blood Cell Destruction in Autoimmune
Hemolytic Anemia: Role of Complement and Potential New Targets for
Therapy, Hindawi, (2015): 1-4.
Beretta, C., Leoni, V., Rossi, M. R., Jankovic, M., Patroniti, N., Foti G., et al., 2009,
Prolonged extracorporeal membrane oxygenation therapy for severe acute
respiratory distress syndrome in a child affected by rituximab-resistant
autoimmune hemolytic anemia: a case report, Journal of Medical Case
Reports, 3 (6443): 1-5.
Bielefeldt, S. and DeWitt, J., 2009, Best practices for blood product administration,
American Nurse Today, 4 (2): 27-30.
Botting, R. M., 2000, Mechanism of Action of Acetaminophen: Is There a
Cyclooxygenase 3?, Oxford Journals, (31): 202.
Chaundhary, R. K, and Das, S. S., 2014, Autoimmune Hemolytic Anemia: From Lab
to Bedside, Asian J TransfusSci, 8(1): 5-12.
Chelimsky, G. and Czinn, S., 2001, Peptic Ulcer Disease in Children,
Gastroenterology, (22): 352-353.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Chou, Stella T. and Schreiber, Alan D., 2015, Hematology and Oncology of Infancy
and Childhood Eight Edition, United States, Elsevier Saunders.
Cipolle, R. J., Strand, L. M., and Morley, P. C., 2004, Pharmaceutical Care Practice:
The Clinician's Guide, 2nd Edition, USA, The McGraw-Hill’s.
Crook, M. A., FRCPath, V. Hally, and J. V. Panteli, The Importance of the Refeeding
Syndrome, Nutrition, (17): 632- 637.
DeLoughery, T. G., 2013, Autoimmune Hemolytic Anemia, Hematology, 8(1): 2-7.
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L.
M., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition,
United States of America, The McGraw-Hill Companies.
Hay, Jr. William W., Levin, M. J., Sondheimer, J. M., Deterding, R. R., 2008,
Current Diagnosis & Treatment Pediatric 9th Edition, Colorado, McGraw-
Hill’s Medical.
Hoffman, R., Benz , E, J, Jr., Silberstein, L, E., Heslop, H. , Weitz, J., Anastasi, J.,
2014, Hematology: Diagnosis and Treatment, Elsevier, United States.
Lanzkowsky, P., 2005, Manual of Pediatric Hematology and Oncology 4th Edition,
California, Elsevier Academic Press, pp. 191-195.
Lechner, K. and Ja¨ger, U., 2015, How I treat autoimmune hemolytic anemias in
adults, Blood, 116 (11): 1831-1835.
Leduc, D., and Woods, S., 2015, Temperature measurement in pediatrics, Canadian
Paediatric Society.
Li BJ., Yuan X., Jiang YJ., Ning-Li., Shu XW., and Liu KL., 2015, Retrospective
analysis of 30 severe autoimmune hemolytic anemia patients treated by
whole blood exchange transfusion, Transfusion, 55(9):2231-7.
Lichtin, Alan E., 2013, Overview of Hemolytic Anemia,
http://www.merckmanuals.com/professional/hematology-and-
oncology/anemias-caused-by-hemolysis/overview-of-hemolytic-anemia,
diakses tanggal: 6 April 2016.
Liu, D., Ahmet, A., Ward, L., Krishnamoorthy, P., Mandelcorn, E. D., Leigh, R., et
al, 2013, A practical guide to the monitoring and management of the
complications of systemic corticosteroid therapy, Allergy, Asthma & Clinical
Immunology, 9 (30): 1-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
70
71
Westhoff, 2007, The Structure and Function of the Rh antigen Complex, Semin Hematol.,
44(1): 42–50.
World Health Organization, 2011, Haemoglobin concentrations for the diagnosis of
anaemia and assessment of severity, World Health Organization.
World Health Organization, 2013, Pocket Book of Hospital Care for Children:
Guideline for the management of common childhood illness, 2nd ed, World
Health Organization.
Yaralý, N., Fýþgýn, T., Kara, A., and Duru, F., 2003, Successful management of
severe chronic autoimmune hemolytic anemia with low dose cyclosporine
and prednisone in an infant, The Turkish Journal of Pediatrics, 45: 335-337.
Yu, Twu, Chang, and Lin, M., 2016, Molecular basis of the adult i phenotype and the
gene responsible for the expression of the human blood group I antigen,
Blood, 98(13): 3840.
Zanella, A. and Barcellini, W., 2014, Treatment of autoimmune hemolytic anemias,
Haematologica, 99 (10): 1547.
Zeerleder, Z., 2011, Autoimmune haemolytic anaemia-a practical guide to cope with
a diagnostic and therapeutic challenge, Netherlands The Journal of
Medicine, (69) 4: 181-182.
Zoorob, R. J., 1998, A Different Look at Corticosteroids,
http://www.aafp.org/afp/1998/0801/p443.html, diakses tanggal: 20
Desember 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
74
75
Nilai Rujukan
Parameter Satuan
Male Female
RBC 4.7-6.1 4.2-5.4 106/uL
WBC 4.8-10.8 4.8-10.8 103/uL
HGB 14-18 12-16 g/dL
HCT 42-52 37-47 %
MCV 79.0-99.0 fL
MCH 27.0-31.0 pg
MCHC 33.0-37.0 g/dL
CH Normal: Negatif pg
RDW-CV 11.5-14.5 %
RDW-SD 35-47 fL
PLT 150-450 103/uL
PDW 9.0-13.0 fL
HDW 2.2-3.2 g/dL
MPV 7.2-11.0 fL
P-LCR 15.0-25.0 %
%NEUT 50-70 %
%LYMPH 25-40 %
%MONO 2-8 %
%EOS 1 2-4 %
%BASO 0-1 %
%LUC 0-0.4 %
#NEUT 1.8-8 103/uL
#LYMPH 0.9-5.2 103/uL
#MONO 0.16-1 103/uL
#EOS 0.045-0.44 103/uL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
B. Kimia
Parameter Hasil rujukan Satuan
TBil 0.20 – 1.00 mg/dL
DBil 0.00 – 0.30 mg/dL
SGOT/AST 10 – 42 IU/ L
SGPT/ALT 10 – 40 IU/ L
BUN 7.00 – 18.00 mg/dL
Creatinin 0.60 – 1.30 mg/dL
C. Imunologi
Parameter Hasil rujukan
Nilai ferritin 9.30 – 159.00
D. Ion Tubuh
Parameter Hasil rujukan Satuan
Calsium 2.10 – 2.50 mmol/ L
Kalium 3.5 – 5.1 mmol/ L
Natrium 136 – 145 mmol/ L
Chloride 98.00 – 107.00 mmol/ L
WRC I WRC II
4 Jam 4 Jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Lampiran 5. Evaluasi Kasus Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Anak di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Kasus 1 (01-46-43-12)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/11 tahun 7 bulan
Berat Badan: 35 kg
Masuk RS: 07-03-2010
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
1 MSMRS: Anak tampak pucat, lemas, pusing, demam (-), muntah (-), BAB/BAK (+)N, Diagnosis Sekunder: -
makan/minum mau, nyeri sendi (-). Keluhan Utama: Pucat dan Febris 5
4 HSMRS: Pucat (+), demam (+), batuk (-), pilek (-), pusing (+), lemas (+), muntah (-), BAB/ hari
BAK (+)N. Keadaan Pulang: Membaik
2 HSMRS: Keluhan menetap, dibawa ke RS Wonosobo, didiagnosis Obs. Anemia dan Febris 5
hari. Cek darah HGB 3.7 g/Dl, WBC 10x103/uL, PLT 28510x103/uL, direncanakan transfusi
PRC tetapi tidak bisa dilakukan Cross test karena lisis. terapi IVFD RL (± 6 flabot), cefotaxime
inj. 4x500mg, ferriz syr. 3x cth I.
HMRS: Demam (+), pucat (+), muntah (-), sesak napas (-), BAB/ BAK (+)N.
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, gallop (+)
Paru: Sonor, vesikuler (+) N, ST (-)
BP: 110/80 mmHg Perut: Supel, T/E N, BU (+) N, H/L tak teraba
HR: 120 kali/menit EXT: Telapak tangan dan kaki pucat, akral hangat, nadi kuat,
RR: 24 kali/menit perfusi baik
T: 38⁰C Kepala: Ca +/+, Si -/-
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RR (x/ 24 24 26 24 24 26 22 24
menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah Pucat membaik, lemah Kondisi membaik, demam (-), pucat
(-), (boleh pulang)
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √ √06:00
prednisolone 1 x
350 mg (IV) ) (10
mg/kg BB/hari)
Metil √12:00
prednisolone (6 tab)
(@16 mg) (PO)
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan demam, pucat, dan lemah. Pasien terdiagnosis AIHA dengan HGB
3.2 g/dL sehingga masuk kedalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 12-14 tahun 80 g/L atau 8 g/dL (WHO, 2011)).
Pada hari pertama dan kedua rawat inap pasien diberikan terapi parasetamol sebagai antipiretik yang berfungsi untuk menurunkan
suhu tubuh pasien menjadi normal kembali (10-15 mg/kg BB/hari (AAPD, 2015)), (suhu normal: axillary 36.5-37.5⁰C; orally 35.5-
37.5⁰ (Leduc et al, 2015)). Pemberian parasetamol untuk mengatasi demam pasien telah sesuai indikasi dan dosis, namun pada pada
tanggal 07-03-2010 dengan suhu 37.8⁰C dan pada tanggal 08-03-2010 dengan suhu tubuh 37.6⁰C pemberian obat penurun panas atau
parasetamol tidak tercatat dalam lembar penatalaksanaan obat tetapi dapat dimungkinkan bahwa suhu tubuh pasien turun dengan
sendirinya karena demam dapat disebabkan oleh adanya inflamasi. Apabila inflamasi telah teratasi, maka suhu tubuh pasien akan
kembali normal.
Terapi penanganan AIHA dengan melakukan transfusi PRC dan metilprednisolon secara intravena sesuai dengan protokol
yang berlaku. Transfusi PRC (Packed Red Cells) sebagai pembawa oksigen yang berfungsi untuk meningkatkan status pasien terkait
dengan kurangnya eritrosit normal yang dapat mengangkut oksigen (Permono dkk, 2005), kadar HGB pasien 2 hari sebelum masuk
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rumah sakit adalah 3.7 g/dL sehingga dilakukan transfusi PRC (normal hemoglobin pada anak 10-16 g/dL) (Sutedjo, 2006),
pelaksanaan transfusi telah sesuai dengan status klinis pasien. Metilprednisolon sebagai imunosupresan pada kondisi autoimun dengan
dosis ≤ 30 mg/kgBB/hari pada anak-anak (Sinha et al, 2008). Kortikosteroid merupakan terapi lini pertama bagi pasien AIHA, tujuan
pemberian metilprednisolon secara intravena adalah untuk menekan antibodi anti-eritrosit yang terbentuk secara cepat, adanya antibodi
dalam tubuh merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan terkait dengan tingkat keparahan pasien. Pemberian dilakukan 1x
perhari namun terdapat hari dimana jam tidak tercantum dalam lembar penatalaksanaan obat. Pada awal masuk rumah sakit (07-03-
2010) diberikan metilprednisolon secara intravena terkait dengan tingkat keparahan pasien saat masuk rumah sakit dan pada saat
pulang (12-03-2010) diberikan metilprednisolon peroral yang kemudian diteruskan di rumah (tapering off), keadaan klinis pasien
membaik dan diizinkan pulang. Pada saat dilakukan tapering off hasil pemeriksaan laboratorium pasien pada tanggal 12-03-2010
menurun HGB 7.8 g/dL dan HCT 23.5% dibandingkan dengan tanggal sebelumnya 07-03-2010 yaitu HGB 3.2 g/dl dan HCT 7.9%
terjadi peningkatan pada 09-03-2010 HGB 8.6 g/dL dan HCT 26%. Pada saat ini, evidence-based guidelines terkait dengan tapering off
corticosteroid belum tersedia, namun secara khusus tapering off merupakan bagian protokol dalam pengobatan dengan menggunakan
kortikosteroid sebelum penggunaan kortikosteroid dihentikan untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping dan risiko terjadinya
kekambuhan (Liu et al, 2013) Kontrol HGB bila terjadi pucat karena kadar HGB saat pulang < 8 g/dL.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien menerima terapi obat sesuai dengan indikasi pasien.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Pada kasus dimungkinkan terjadi dosis kurang metilprednisolon yang menyebabkan terjadinya penurunan HGB dan
HCT pada tanggal 12-03-2010 dibandingkan tanggal sebelumnya yang telah terjadi peningkatan HGB dan HCT.
Dosis Berlebih: Tidak terjadi pada kasus ini, dosis metilprednisolon dan parasetamol sudah sesuai diberikan.
Interaksi dan Efek Samping: Tidak ditemukan pada kasus ini.
Plan/ Recommendation
Pemantauan terhadap reaksi transfusi, pemantauan kadar zat besi dalam tubuh setelah transfusi, pemantauan terhadap penggunaan
metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal suppression (AS), dan
osteoporosis), pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 2 (01-46-43-12)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/11 tahun 7 bulan
Berat Badan: 36 kg
Masuk RS: 29-03-2010
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
Anak terdiagnosis AIHA sejak maret 2010, mondok tanggal 6-13 Maret 2010 di Melati II dan Diagnosis Sekunder: -
mendapatkan transfusi PRC 2 kolf dan ½ kolf. HGB sebelum masuk 3.2 g/dL dan saat pulang Keluhan Utama: Pucat
HCT 39%, mendapat terapi metil prednisolone. Keadaan Pulang: Membaik
2 HSMRS: Anak mengeluh pusing dan berdebar-debar, tampak pucat dan lemah, demam (-),
mimisan (-), BAB/ BAK (+)N.
HMRS: Tampak pucat, demam (+), pusing (+), lemah (+), berdebar-debar (+), BAB/BAK (+)N.
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, gallop (+), bising (-)
Paru: Sonor, vesikuler, ST (-)
HR: 110 Perut: Supel, BU (+) N, H/L tak teraba
RR: 28 EXT: tampak pucat, nadi kuat, perfusi baik
T: 39.1⁰C Kepala: Ca (+), Si (-), bibir pucat (+)
BP: 120/80 mmHg
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
29-03-2010 03-04-2010
HGB: 4 g/dL %EO: 2.4% HGB: 9.3 g/dL
HCT: 12.1 % %BASO: 0.4% WBC: 11.69x103/uL
WBC: 7.93x103/uL PLT: 416x103/uL
3
PLT: 571x10 /uL Coombs test
MCV: 97.8 fL Direct CT: 4+
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan kurangnya eritrosit normal yang dapat mengangkut oksigen (Permono dkk, 2005), kadar HGB pada saat masuk rumah sakit 4
g/dL sehingga dilakukan transfusi PRC untuk meningkatkan kadar HGB. Metilprednisolon sebagai imunosupresan pada kondisi
autoimun dengan dosis ≤ 30 mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan pemberian metilprednisolon secara intravena adalah untuk
menekan antibodi anti-eritrosit yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan terkait
dengan tingkat keparahan pasien. Dilakukan peningkatan dosis metilprednisolon pada tanggal 01-04-2010 dari 1x72 mg
metilprednisolon menjadi 3x125 mg. Pemberian dosis lebih besar dari yang seharusnya diberikan dimungkinkan terkait dengan
regimen sediaan obat yang ada di rumah sakit. Keadaan pasien membaik dengan terjadinya peningkatan kadar HGB pasien 9.3 g/dL
pada tanggal 05-04-2010 dan diizinkan pulang. Kontrol HGB bila terjadi pucat.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi obat sesuai indikasi pasien.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Tidak terjadi pada kasus ini.
Dosis Berlebih: Pasien menerima metilprednisolon1x72 mg telah sesuai dosis kemudian ditingkatkan menjadi 3x125 mg, pasien
seharusnya menerima 360 mg/hari.
Interaksi dan Efek Samping: Tidak ditemukan pada kasus ini.
Plan/ Recommendation
Pemantauan terhadap reaksi transfusi, pemantauan kadar zat besi dalam tubuh setelah transfusi, pertimbangan untuk dilakukan
penyesuaian dosis metilprednisolon agar sesuai dengan dosis yang seharusnya diterima, pemantauan terhadap penggunaan
metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal suppression (AS), dan
osteoporosis), pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 3 (01-46-43-12)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/11 tahun 11 bulan
Berat Badan: 38 kg
Masuk RS: 18-06-2010
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
Terdiagnosis AIHA sejak 6 Maret 2010 dan mendapat transfusi PRC 2 kali, mondok 2 kali di Diagnosis Sekunder: -
RS Sardjito (tanggal 07-03-2010 mendapat transfusi PRC 400 cc) mondok II (tanggal 29-03- Keluhan Utama: Pucat
2010 sampain06-04-2010) mendapat transfusi PRC 600 cc dan menjalani protokol AIHA Keadaan Pulang: Membaik
dengan metil prednisolone IV dilanjut PO dan sudah tapering off. Saat ini sudah tidak minum
metil prednisolone lagi.
3 HSMRS: Anak terlihat pucat HGB 4.9
HMRS: Pucat (+), demam (-), batuk pilek (-), pusing (+).
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, bising (=) sistolik
Paru: Sonor, vesikuler (+) N, Si (-), gallop (+)
HR: 120 kali/menit Perut: Supel, BU (+) N
RR: 25 kali/menit EXT: Akral hangat, nadi kuat
T: 36.6⁰C Kepala: Ca +/+, Si -/-
BP: 110/70
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
18-06-2010 19-06-2010 21-06-2010
6
HGB: 4.1 g/dL RBC: 15.2x10 /uL HGB: 12.3 g/dL
WBC: 7.175 103/ uL WBC: 3.6x103/uL
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Coombs test
Direct CT:4+
Indirect CT: 3+
Mayor: 2+
Minor: 3+
Tanggal 18-06-2010 19-06-2010 20-06-2010
Waktu 21:00 05:00 10:30 14:00 21:00 05:00 11:15 14:00 21:00
T (⁰C) 36.7 35.7 37 37 36.3 36.6 36.6 36.6 36
HR (x/ 98 100 100 56 102 98 100 88
menit)
Tanda RR (x/ 20 22 20 24 24 20 20 20
Vital menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Pucat, lemah, sesak napas Pucat, lemah Lemah
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Transfusi PRC √24:00 √15:00 √07:30
200cc (IV)
Metil √10:30 √19:30 √ √13:00 √20:00
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
prednisolone (10
mg/kg BB/hari)
3x125 mg (IV)
Tanggal 21-06-2010 22-06-2010 23-06-2010
Waktu 05:00 11:00 15:00 21:00 06:00 10:00 15:00 21:00 06:00 11:00 15:00
T (⁰C) 36 37 36 36.4 36 36.7 36 36 36.3 36.2 36.5
HR (x/ 110 100 96 98 90 98 98 98 90 96 96
menit)
Tanda RR (x/ 20 20 20 22 20 24 20 20 20 20 24
Vital menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah Lemah Lemah
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √01:00 √16:00 √24:00 √08:00 √16:00 √24:00 √16:00 √24:00
prednisolone (10 √08:00
mg/kg BB/hari)
3x125 mg (IV)
Tanggal 24-06-2010 25-06-2010 26-06-2010
Waktu 06:00 11:00 15:00 21:00 05:00 11:00 15:00 06:00
T (⁰C) 36.3 36 36.3 36.7 36.6 37 36 36
HR (x/ 98 108 100 100 94 98 100 120
Tanda menit)
Vital RR (x/ 20 28 20 20 20 20 28 24
menit)
BP
(mmHg)
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SPO2
(%)
Keluhan Lemah lemah Membaik (boleh pulang)
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √08:00 √16:00 √24:00 √08:00 √16:00 √24:00
prednisolone (10
mg/kg BB/hari)
3x125 mg (IV)
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan pucat dan pusing. Pasien terdiagnosis AIHA dengan HGB 4.1 g/dL
sehingga masuk kedalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 12-14 tahun 80 g/L atau 8 g/dL) (WHO, 2011) Dalam
lembar penatalaksanaan obat tidak tercatat dilakukan pemberian parasetamol sebagai analgesik untuk mengatasi keluhan umum pasien
saat masuk rumah sakit. Dimungkinkan bahwa pusing yang ringan dapat sumbuh dengan istirahat.
Pasien diberikan terapi penanganan AIHA dengan melakukan transfusi PRC dan metilprednisolon secara intravena sesuai
dengan protokol yang berlaku. Transfusi PRC (Packed Red Cells) sebagai pembawa oksigen yang berfungsi untuk meningkatkan
status pasien terkait dengan kurangnya eritrosit normal yang dapat mengangkut oksigen (Permono dkk, 2005), kadar HGB pada saat
masuk rumah sakit 4.1 g/dL sehingga dilakukan transfusi PRC untuk meningkatkan kadar HGB. Pada hari pertama rawat inap, pasien
mengeluhkan sesak napas, dapat dimungkinkan karena pasien mengalami kondisi anemia dimana eritrosit normal yang dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah sedikit. Metilprednisolon sebagai imunosupresan pada kondisi autoimun dengan dosis ≤ 30
mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan pemberian metilprednisolon secara intravena adalah untuk menekan antibodi anti-eritrosit
yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan terkait dengan tingkat keparahan
pasien. Keadaan pasien membaik dengan terjadinya peningkatan kadar HGB pasien 12.3 g/dL pada tanggal 21-06-2010 dan diizinkan
pulang. Kontrol HGB bila terjadi pucat.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi obat sesuai indikasi pasien.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Pasien menerima metilprednisolon 3x125 mg, seharusnya pasien menerima 380 mg/hari.
Dosis Berlebih: Tidak terjadi pada kasus ini.
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 4 (01-47-24-48)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/13 tahun 6 bulan
Berat Badan: 45 kg
Masuk RS: 08-08-2010
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
Terdiagnosis AIHA sejak April 2010. HGB 6.4, mendapat terapi metilprednisolon, tidak Diagnosis Sekunder: -
ditransfusi, mondok 1 minggu dengan HGB pulang 8. Keluhan Utama: Pucat
4 HSMRS: Demam tinggi (+), batuk (-), pilek (+), muntah (-), mual (-), nyeri kepala (-), nyeri Keadaan Pulang: Membaik
telan (+), pucat (+), BAB/BAK (+) N, terapi antalgin untuk demam.
HMRS: Demam (+), batuk (-), pilek (+), pusing (+), mual (-), BAB/ BAK (+) N, makan/ minum
mau, pucat bertambah (+).
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba, JUP tak meningkat
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 Split tak konstan, bising (-), gallop (-)
Paru: Sonor, vesikuler (+) N, ST (-)
HR: 100 kali/menit Perut: Supel, timpani, BU (+) N, T/E (+) N, H/L Hb
RR: 18 kali/menit EXT: Nadi kuat, akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, pucat
T: 39⁰C (+)
BP: 100/60 mmHg Kepala: Ca (-), Si (-)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
08-08-2010 11-08-2010
3 3
WBC: 5.56x10 /uL #NEUT: 3.80x10 /uL HGB: 6.6 g/dL
RBC: 1.74x106/uL #LYMPH: 1.18x103/uL WBC: 12.2x103/ uL
3
HGB: 6.6 g/dL #MONO: 0.50x10 /uL PLT: 20.8x103/ uL
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
500mg/ hr (PO)
Tanggal 11-08-2010 12-08-2010 13-08-2010
Waktu 05:00 11:00 15:00 21:30 06:00 11:00 15:00 22:00 06:00 11:00 15:00
T (⁰C) 36.8 36 37.4 36.8 37.5 37 36.7 36.4 37.2 37 36.7 37
HR (x/ 90 100 96 100 100 98 90 96 96 98 90 88
menit)
Tanda RR (x/ 20 22 26 28 20 20 24 20 24
Vital menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah, demam (-), pucat (+),mual Lemah, pucat (+), demam (-), mual Pusing (-), demam (-), pucat (+)
(-), pusing (-) (-)
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √08:00 √16:00 √24:00 √08:00 √16:00 √24:00 √08:00 √16:00 √24:00
prednisolone (8
mg/kg BB/hr) 3x
125mg (IV)
Vitamin B1 √06:00 √13:00 20:00 √06:00 √13:00 20:00
3x100mg
Tanggal 14-08-2010
Waktu 05:00 11:00
T (⁰C) 37 36.4 36.7
HR (x/ 90 98 92
Tanda
menit)
Vital
RR (x/ 20 24
menit)
BP 110/70
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah, demam (-), pusing (-),
pucat (+), membaik
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam
Vitamin B1 06:00 13:00 20:00
3x100mg
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan demam, pilek, pusing, dan pucat. Pasien terdiagnosis AIHA dengan
HGB 3.2 g/dL sehingga masuk kedalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 12-14 tahun 80 g/L atau 8 g/dL) (WHO,
2011) Pasien diberikan terapi parasetamol sebagai antipiretik yang berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh pasien menjadi normal
kembali dan sebagai analgesik yang berfungsi untuk mengurangi pusing yang dirasakan pasien telah sesuai indikasi amun dosis yang
diberikan belum sesuai (10-15 mg/kg BB/hari) (AAPD, 2015) Dalam lembar penatalaksanaan obat tidak tercatat dilakukan pemberian
parasetamol pada tanggal 08-08-2010 dengan suhu pasien 38⁰C, tanggal 09-08-2010 dengan suhu 37.8⁰C, dan pada tanggal 10-08-
2010 (suhu normal: axillary (36.5-7.5⁰C); orally (35.5-37.5⁰)) (Leduc et al, 2015) Namun dapat dimungkinkan bahwa suhu tubuh
pasien turun dengan sendirinya karena demam dapat disebabkan oleh adanya inflamasi. Apabila inflamasi telah teratasi, maka suhu
tubuh pasien akan kembali normal. Anemia dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan irama jantung.
Perubahan ini dikarenakan jantung berupaya keras memompa darah dengan sedikit oksigen ke seluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan jaringan. Vitamin B1 dapat menurunkan risiko terjadinya aritmia (Crook, M. A., et al, 2001) dengan dosis 10-40 mg/kg BB/hari
(Ortigoza-Escobar, Serrano, Molero, Oyarzabal, Rebollo, Muchart, 2014)
Terapi penanganan AIHA dengan metilprednisolon secara intravena sesuai protokol yang berlaku. Metilprednisolon sebagai
imunosupresan pada kondisi autoimun dengan dosis ≤ 30 mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan pemberian metilprednisolon secara
intravena adalah untuk menekan antibodi anti-eritrosit yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh merusak eritrosit. Dosis
metilprednisolon diberikan terkait dengan tingkat keparahan pasien. Pada tanggal 08-08-2010 sampai 11-08-2010 tidak terjadi
peningkatan HGB pasien dan HGB meningkat pada tanggal 14-08-2010. Keadaan pasien membaik dengan terjadinya peningkatan
kadar HGB pasien 7.8 g/dL pada tanggal 14-08-2010 dan diizinkan pulang. Kontrol HGB bila terjadi pucat karena kadar HGB saat
pulang < 8 g/dL.
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi obat sesuai indikasi pasien.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Pada kasus dimungkinkan terjadi dosis kurang metilprednisolon yang menyebabkan terjadinya HGB yang tidak kunjung
meningkat pada tanggal 08-08-2010 sampai 11-08-2010. Pasien menerima vitamin B1 3x100 mg, seharusnya pasien menerima 450
mg/hari.
Dosis Berlebih: Pasien menerima parasetamol 500 mg jika perlu, seharusnya pasien menerima 450 mg/hari. Metilprednisolon, pasien
menerima 3x125 mg, seharusnya pasien menerima 360 mg/hari.
Interaksi dan Efek Samping: Tidak ditemukan pada kasus ini.
Plan/ Recommendation
Pertimbangan untuk dilakukan penyesuaian dosis metilprednisolon agar sesuai dengan dosis yang seharusnya diterima, pemantauan
terhadap penggunaan metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal
suppression (AS), dan osteoporosis), pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 5 (01-49-02-80)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/10 tahun 7 bulan
Berat Badan: 47 kg
Masuk RS: 24-08-2010
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
15 HSMRS: Anak pulang dari acara kemah tampak pucat, batuk (+), pilek (+), pendarahan (-), Diagnosis Sekunder: -
makan/ minum biasa, BAB/BAK (+) N tidak berobat. Keluhan Utama: Pucat
1 MSMRS: anak tampak pucat, lemah (+), demam, batuk/pilek (-) dibawa ke puskesmas, Keadaan Pulang: Membaik
tidak ada perubahan, keesokan harinya dibawa ke dokter, diagnosis dan terapi tidak diketahui
tidak ada perubahan , aktivitas seperti biasa.
2 HSMRS: Anak tampak semakin pucat dan lemas, aktivitas menurun dibawa ke RS Boyolali,
HGB 5.6 g/dL, PLT 283x103/uL, WBC 9.7x103/uL tidak disarankan mondok.
1 HSMRS: Cek darah ulang di RS Swasta mondok, HGB 5.6 g/dL, anak demam tidak tinggi,
batuk dan pilek (+), BAB/ BAK (+) N, mual (+), muntah (-), lemas (+), pucat (+), aktivitas
menurun. Coombs test: DCT +3, ICT +2 rujuk RS Sardjito.
HMRS: Anak masih lemas dan terlihat pucat serta aktivitas menurun.
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, bising (-)
Paru: Sonor, vesikuler (+) N, ST (-)
BP: 100/ 60 mmHg Perut: Supel, T/E N, BU (+) N, H/L tak teraba
HR: 144 kali/menit EXT: Akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, palmar pucat
RR: 30 kali/menit Kepala: Ca (+), Si (-)
T: 38.1⁰C
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SPO2: 100 %
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
22-08-2010 24-08-2010 27-08-2010
RS Boyolali : #LYMP: 2.0x103/uL HGB: 4.6 g/dL HGB: 8 g/dL NEUT: 71.9 %
HGB: 5.6 g/dL LYMP: 21.1 % WBC: 6.67x103/uL RBC: 2.5x106/uL LYMP: 18.8 %
PLT: 283x103/ uL HCT: 13.4 % HCT: 23.8 % MONO: 3.9 %
WBC: 9.7x103/ uL RS Swasta: RBC: 39.2x106/uL 3
PLT: 412x10 /uL EO: 0.9 %
RBC: 9.7x106/uL HGB: 5.6 g/dL WBC: 10.62x103/uL BASO: 0.1 %
HCT: 15.1 % Kolesterol total: 181 MCV: 93.5 fL LUC: 4.5 %
MCV: 96.7 fL mg/dL 25-08-2010 MCH: 31.5 pg #NEUT:
MCH: 35.6 pg Trigliserida: 166 HCT: 30% MCHC: 33.7 g/dL 7.64x103/uL
MCHC: 37 g/dL mg/dL CH: 31.7 pg #LYMP:
RDW-CV: 19.8 % Ureum: 25 mg/dL 26-08-2010 RDW-SD: 21.7 fL 1.99x103/uL
RDW-SD: 67.9 fL Kreatinin: 0.74 HCT: 31% HDW: 4.48 g/dL #MONO:
MPV: 8.1 fL mg/dL 27-08-2010 MPV: 7.3 fL 0.41x103/uL
PDW: 14.5 fL SGOT: 12 U/L HCT: 23.8% #EO: 0.09 x103/uL
PCT: 0.229 SGPT: 19 U/L HGB: 8 g/dL #BASO: 0.01
29-08-2010 x103/uL
Coombs test: DCT HCT: 27% LUC: 0.48
+3, ICT +2 x103/uL
Coombs test
Direct CT: 3+
Indirect CT: 1+
Tanggal 24-08-2010 25-08-2010 26-08-2010
Waktu 15:00 21:00 06:00 11:00 15:55
Tanda T (⁰C) 36.4 36.2 36.5 36.4 37.4
Vital HR (x/ 90 96 92 90 100
menit)
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RR (x/ 24 24 28 26 22
menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah, pucat Lemah, pucat Lemah, pucat
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √13:00 √17:00 √17:00
prednisolone (5 (sudah
mg/kg BB/hari) terpasang
1x250 mg (IV) saat
masuk
kamar)
Tanggal 27-08-2010 28-08-2010 29-08-2010
Waktu 05:30 11:00 15:00 21:00 06:00 09:00 16:00 21:00 06:00 11:00
T (⁰C) 36.7 36.6 36.5 36 37.5 36.4 37.2 37.5 37.5 36.2
HR (x/ 96 90 90 100 100 96 98 100 100 100
menit)
Tanda RR (x/ 20 20 20 22 24 26 22 20 22 24
Vital menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah lemah membaik
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √16:00
prednisolone (5
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mg/kg BB/hari)
1x250 mg (IV)
Metil √06:00 √18:00 √06:00 √18:00
prednisolone (10
mg/kg BB/hari)
2x250 mg (IV)
Tanggal 30-08-2010
Waktu
T (⁰C) 36.5
HR (x/ 80
menit)
Tanda RR (x/ 24
Vital menit)
BP 120/70
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan membaik
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √11:00
prednisolone (10
mg/kg BB/hari)
2x250 mg (IV)
Metil √06:00
prednisolone (2 tab)
(PO)
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan lemas, pucat, dan aktivitas menurun. Pasien terdiagnosis AIHA
dengan HGB 4.6 g/dL sehingga masuk kedalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 5-11 tahun 80 g/L atau 8 g/dL)
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(WHO, 2011) Pasien diberikan terapi penanganan AIHA dengan metilprednisolon secara intravena sesuai protokol yang berlaku.
Metilprednisolon sebagai imunosupresan pada kondisi autoimun dengan dosis ≤ 30 mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan
pemberian metilprednisolon secara intravena adalah untuk menekan antibodi anti-eritrosit yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh
merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan terkait dengan tingkat keparahan pasien. Pada tanggal 28-08-2010 frekuensi
pemberian metilprednisolon dinaikkan menjadi 2 kali sehari, pasien menerima 1x250 mg menjadi 2x250 mg. Keadaan pasien membaik
dengan terjadinya peningkatan kadar HGB pasien 8 g/dL pada tanggal 27-08-2010. Pasien diizinkan pulang, pasien melakukan kontrol
HGB bila terjadi pucat.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien menerima terapi obat sesuai dengan indikasi pasien.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Tidak terjadi pada kasus ini.
Dosis Berlebih: Pasien menerima metilprednisolon 1x250 mg yang kemudian ditingkatkan menjadi 2x250 mg yang dimungkinkan
terkait dengan tingkat keparahan pasien. Pada kasus seharusnya pasien menerima 470 mg/hari.
Interaksi dan Efek Samping: Tidak ditemukan pada kasus ini.
Plan/ Recommendation
Pertimbangan untuk dilakukan penyesuaian dosis metilprednisolon agar sesuai dengan dosis yang seharusnya diterima, pemantauan
terhadap penggunaan metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal
suppression (AS), dan osteoporosis), pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 6 (01-46-43-12)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/12 tahun 1 bulan
Berat Badan: 39 kg
Masuk RS: 04-09-2010
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
Terdiagnosis AIHA sejak 6 Maret 2010. Mendapat transfusi dan metil prednisolone, terakhir Diagnosis Sekunder: -
minum metil prednisolone 7-6-5. Keluhan Utama: Pucat
HMRS: Anak pucat, demam (-), batuk (-), BAB/BAK(+) N, makan/ minum mau, sesak (-). Keadaan Pulang: Membaik
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: Gallop (-), bising (+) sistolik
Paru: Sonor, vesikuler (=) N, ST (-)
HR: 118 kali/menit Perut: Supel, BU (+) N
RR: 20 kali/menit EXT: Nadi kuat, akral hangat
T: 36.8⁰C Kepala: Ca (+), Si (-)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
04-09-2010 07-09-2010
3
HGB: 4.7 g/dL #NEUT: 6.45x10 /uL HGB: 4.5 g/dL
3 3
WBC: 8.12x10 / uL #LYMPH: 1.16 x10 /uL WBC: 14.0 x103/uL
PLT: 390x103/ uL #MONO: 0.42 x103/uL Batang: 4%
6
RBC: 1.02x10 /uL #EO: 0.07 x103/uL Segmen: 79%
3
HCT: 12.3% #BASO: 0.02 x10 /uL Limfosit: 16%
MCV: 120.6 fL %NEUT: 79.4 % Monosit: 1%
MCH: 46.1 pg %LYMPH: 14.3 % HCT: 14%
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan pucat. Pasien terdiagnosis AIHA dengan HGB 3.2 g/dL sehingga
masuk kedalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 12-14 tahun 80 g/L atau 8 g/dL) (WHO, 2011) Pasien diberikan terapi
parasetamol sebagai antipiretik yang berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh pasien menjadi normal kembali telah sesuai (10-15
mg/kg BB/hari) (AAPD, 2015) (suhu normal: axillary (36.5-7.5⁰C); orally (35.5-37.5⁰)) (Leduc, et al, 2015) Pada tanggal 07-09-2010
pasien mengalami demam dengan suhu 37.7⁰C. Dalam lembar penatalaksanaan obat tidak tercatat dilakukan pemberian parasetamol
sebagai antipiretik, namun dapat dimungkinkan bahwa suhu tubuh pasien turun dengan sendirinya karena demam dapat disebabkan
oleh adanya inflamasi. Apabila inflamasi telah teratasi, maka suhu tubuh pasien akan kembali normal.
Terapi penanganan AIHA dengan melakukan transfusi PRC dan metilprednisolon secara peroral sesuai dengan protokol yang
berlaku. Transfusi WRC (Washed Red Cells) dilakukan karena pasien diduga mengalami alergi berat atau reaksi demam terhadap
eritrosit atau pasien mengalami defisiensi Ig-A yang parah dengan antibodi anti Ig-A yang tidak sesuai dengan pendonor (Norfolk,
2013) Metilprednisolon sebagai imunosupresan pada kondisi autoimun dengan dosis ≤ 30 mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan
pemberian metilprednisolon secara intravena adalah untuk menekan antibodi anti-eritrosit yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh
merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan terkait dengan tingkat keparahan pasien. Metilprednisolon diberikan secara oral
dengan tapering off dose 7-6-5 menggunakan tablet metilprednisolon dengan kekuatan 16 mg. Pada saat ini, evidence-based guidelines
terkait dengan tapering off corticosteroid belum tersedia, namun secara khusus tapering off merupakan bagian protokol dalam
pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid sebelum penggunaan kortikosteroid dihentikan untuk mengurangi risiko terjadinya
efek samping dan risiko terjadinya kekambuhan (Liu, D., et al., 2013) Pada tanggal 04-09-2010 HGB 4.7 g/dL terjadi penurunan
menjadi HGB 4.5 pada tanggal 07-09-2010. Keadaan klinis pasien membaik selama dirawat dan diizinkan pulang pada tanggal 09-09-
2010, pasien melakukan kontrol HGB bila terjadi pucat karena kadar HGB saat pulang < 8 g/dL.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Pasien menerima metilprednisolon 7-6-5 dengan kekuatan 16 mg/tablet. Pada lembar penatalaksanaan obat tercantum
10 mg/kg BB/hari, sehingga seharusnya pasien menerima 390 mg/hari. Terdapatnya selisih dosis sebesar 102 mg/hari yang diterima
pasien dimungkinkan menyebabkan terjadinya penurunan HGB.
Dosis Berlebih: Tidak terjadi pada kasus ini.
Interaksi dan Efek Samping: Tidak ditemukan pada kasus ini.
106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Plan/ Recommendation
Pemantauan terhadap reaksi transfusi, pemantauan kadar zat besi dalam tubuh setelah transfusi, pertimbangan untuk dilakukan
penyesuaian dosis metilprednisolon agar sesuai dengan dosis yang seharusnya diterima, pemantauan terhadap penggunaan
metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal suppression (AS), dan
osteoporosis), pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 7 (01-57-28-65)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/6 tahun 3 bulan
Berat Badan: 17 kg
Masuk RS: 07-03-2012
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
Terdiagnosis AIHA sejak bulan Februari 2012, mendapatkan terapi transfusi PRC dan Diagnosis Sekunder: -
diperbolehkan pulang. Keluhan Utama: Pucat
HMRS: Pucat, demam (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-), sesak napas (-), lemah (-), Keadaan Pulang: Membaik
lesu (-), mudah lelah (-), mencret (-), makan/ minum (+).
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris,ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan
Paru: Sonor, vesikuler, ST (-)
T: 37⁰C Perut: Supel, BU (+) N
HR: 100 kali/menit Hepar: Tak teraba
RR: 20 kali/menit Lien: Tak teraba
Kepala: Ca +/+
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
07-03-2012 10-03-2012 13-03-2012
3 3
WBC: 7.74 10 / uL BASO: 0.8 % WBC: 8.83x10 /uL #NEUT: HGB: 9.9 g/dL
6 3 6 3
RBC: 1.11 10 / uL #NEUT: 3.20x10 /uL RBC: 4.00x10 uL 4.33x10 /uL WBC: 9.58x103/uL
HGB: 5.0 g/dL #LYM: 3.48 x103/uL HGB: 11.9 g/dL #LYMP: 3.59 PLT: 193x103/uL
3
HCT: 13.2 % #MONO: 0.69 HCT: 34.5 % x10 /uL GDS: 85 mg/dL
3
MCV: 118.9 fL x10 /uL MCV: 86.3 fL #MONO: 0.49
MCH: 45.0 pg #EO: 0.31 x103/uL MCH: 29.8 pg x103/uL
MCHC: 37.9 g/dL #BASO: 0.06 MCHC: 34.5 g/dL #EO: 0.06 x103/uL
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
prednisolone (7
mg/kg BB/hari)
1x125 mg/hr (IV)
Parasetamol (10 √15:00
mg/kg BB/hari)
170 mg (PO)
Transfusi WRC √13:45
200cc (IV)
Tanggal 10-03-2012 11-03-2012 12-03-2012
Waktu 06:00 14:00 21:00 06:00 15:00 21:00 06:00 18:00 21:00
T (⁰C) 36 36.4 36 36 36.4 36.2 36.2 36
HR (x/ 88 96 60 100 96 100 86 100
menit)
Tanda RR (x/ 24 20 24 28 24 24 20 28
Vital menit)
BP 100/70
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah Lemah Lemah
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √10:00 √09:00 √09:00
prednisolone 125
mg/hr (IV)
Tanggal 13-03-2012
Waktu 05:00 10:30
Tanda T (⁰C) 37 36.4
Vital HR (x/ 104 98
menit)
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RR (x/ 20 22
menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Membaik
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √08:00
prednisolone 125
mg/hr (IV)
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan pucat. Pasien terdiagnosis AIHA dengan HGB 5.0 g/dL sehingga
masuk kedalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 5-11 tahun 80 g/L atau 8 g/dL) (WHO, 2011) Pasien diberikan terapi
parasetamol sebagai antipiretik yang berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh pasien menjadi normal kembali telah sesuai dosis dan
indikasi (10-15 mg/kg BB/hari) (AAPD, 2015) (suhu normal: axillary (36.5-7.5⁰C); orally (35.5-37.5⁰)) (Leduc et al, 2015)
Terapi penanganan AIHA dengan melakukan transfusi PRC, transfusi WRC dan metilprednisolon secara intravena sesuai
dengan protokol yang berlaku. Transfusi PRC (Packed Red Cells) sebagai pembawa oksigen yang berfungsi untuk meningkatkan
status pasien terkait dengan kurangnya eritrosit normal yang dapat mengangkut oksigen (Permono dkk, 2005) kadar HGB pada saat
masuk rumah sakit 5.0 g/dL sehingga dilakukan transfusi PRC untuk meningkatkan kadar HGB. Transfusi WRC (Washed Red Cells)
dilakukan karena pasien diduga mengalami alergi berat atau reaksi demam terhadap eritrosit atau pasien mengalami defisiensi Ig-A
yang parah dengan antibodi anti Ig-A yang tidak sesuai dengan pendonor (Norfolk, 2013) Metilprednisolon sebagai imunosupresan
pada kondisi autoimun dengan dosis ≤ 30 mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan pemberian metilprednisolon secara intravena adalah
untuk menekan antibodi anti-eritrosit yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan
terkait dengan tingkat keparahan pasien. Pada tanggal 10-03-2012 telah terjadi kenaikan HGB 11.9 g/dL dari tanggal sebelumnya, tetapi
pada tanggal 13-03-2012 terjadi penurunan HGB 9.9 g/dL. Keadaan klinis pasien membaik dan tanggal 13-03-2012 pasien diizinkan
pulang. Pasien melakukan kontrol HGB bila terjadi pucat.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien.
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Pada kasus dimungkinkan terjadi dosis kurang metilprednisolon yang menyebabkan terjadinya penurunan HGB pada
tanggal 13-03-2012 dibandingkan tanggal sebelumnya yang telah terjadi peningkatan HGB.
Dosis Berlebih: Pasien menerima metilprednisolon 1x125 mg, seharusnya pasien menerima 119 mg/hari. Sedangkan parasetamol dosis
telah sesuai.
Interaksi dan Efek Samping: Tidak ditemukan pada kasus ini.
Plan/ Recommendation
Pemantauan terhadap reaksi transfusi, pemantauan kadar zat besi dalam tubuh setelah transfusi, pertimbangan untuk dilakukan
penyesuaian dosis metilprednisolon agar sesuai dengan dosis yang seharusnya diterima, pemantauan terhadap penggunaan
metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal suppression (AS), dan
osteoporosis), pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 8 (01-57-94-42)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/5 tahun 8 bulan
Berat Badan: 14 kg
Masuk RS: 12-04-2012
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
(Kiriman RSUD Magelang dengan Obs. Anemia gravis dengan autocontrol +4, rhesus anti-D Diagnosis Sekunder: -
+4) Keluhan Utama: Pucat
5 HSMRS: Anak terlihat pucat tiba-tiba, demam (+), batuk/pilek (-), muntah darah (-), BAB Keadaan Pulang: Membaik
hitam (-), BAB merah (-), lebam di kulit (-), makan/minum mau.
4 HSMRS: Dibawa ke Bidan diberi sirup penurun panas.
1HSMRS: Anak masih pucat, demam, dibawa ke Bidan lagi dirujuk kePuskesmas cek
HGB 4.8 g/dL, WBC 7.6x103/uL, PLT 183x103/uL, Widal Typhi O 1/160, Typhi H 1/160.
Rujuk RS Magelang cek HGB 2.6 g/dL, WBC 20x103/uL, PLT 430x103/uL, rencana transfusi
PRC namun hasil Cross test PMI Banyumas autocontrol +4, Rhesus anti-D +4 dirawat
dengan diberi cefotaxime inj. 4x400 mg, inj. Medixon 4x1/2 vial, O2, IVFD RL.
HMRS: Keadaan anak masih pucat, demam (-) dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito untuk
pelacakan lebih lanjut.
Objektif
HAsil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, bising (-), gallop (-)
Paru: Supel, T/E (+) N, BU (+) N, H/L tak teraba
HR: 150 kali/menit EXT: Akral hangat, nadi kuat, CRT <2 detik
RR: 28 kali/menit Kepala: Ca (-), Si (-), pucat (+), sianosis (-)
T:36.7⁰C
SPO2: 92 %
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x103/uL
Tanggal 12-04-2012 13-04-2012 14-04-2012
Waktu 19:15 07:00
T (⁰C) 36.7 37.5
HR (x/ 122 128
menit)
Tanda RR (x/ 30 28
Vital menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah, tampak pucat, sesak napas pucat Lemah, pucat
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Transfusi WRC √23:40
70cc (IV)
Metil √19:30 √11:00 √16:00
prednisolone (4
mg/kg BB/hari)
1x62.5 mg (IV)
Metil √06:00 √13:00 √20:00 √06:00 √13:00 √20:00
prednisolone 5-5- (5 tab) (5 tab) (4 tab) (5 tab) (5 tab) (4 tab)
4 (16 mg) (PO)
Tanggal 15-04-2012 16-04-2012 17-04-2012
Waktu
T (⁰C) 36 36.5 36.3
Tanda
HR (x/ 108 110 104
Vital
menit)
RR (x/ 28 28 24
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah Lemah Lemah, sesak (-)
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √16:00 √16:00 √16:00
prednisolone (4
mg/kg BB/hari)
1x62.5 mg (IV)
Metil √06:00 √13:00 √20:00
prednisolone 5-5- (5 tab) (5 tab) (4 tab)
4 (16 mg) (PO)
Transfusi WRC √18:00 √08:00
100cc (IV)
Transfusi WRC √12:00
150cc (IV)
Tanggal 18-04-2012 19-04-2012 20-04-2012
Waktu
T (⁰C) 36.3 36.4 36.3 36.6
HR (x/ 104 100 102 110
menit)
Tanda RR (x/ 24 22 22 20
Vital menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 9 (01-60-38-33)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/15 tahun 0 bulan
Berat Badan: 42 kg
Masuk RS: 05-10-2012
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
10 HSMRS: Pasien menderita luka di lengan kanan atas, batuk (-), infeksi kulit (?), pilek (-), Diagnosis Sekunder: -
demam (-), sesak (-), nyeri tenggorokan (-). Keluhan Utama: Pucat
7 HSMRS: Pasien mengeluh di daerah mata tampak kuning (+), demam (-), batuk (-), pilek (-), Keadaan Pulang: Membaik
nyeri sendi (-), BAK merah (-), nyeri perut (+), BAB/ BAK (+) N, mual (-), muntah (-).
3 HSMRS: Keluhan menetap, pasien bertambah kuning (+), demam (-), pucat (+), pusing (+),
BAK kuning (+), BAB (+) N, nyeri perut (+), mual (-), muntah (-) RS. Prof. Soeroyo
Magelang, cek HGB 4.7 g/dL, WBC 6.47x103/uL, PLT 306x103/uL, NEUT 56.3 %, LYMP 39.5
%, MONO 2.7 %, MDT gambaran anemia hemolitik autoimun tipe cold. USG abdomen,
hepatosplenomegaly, nefritis bilat, golongan darah A, Rh +, mondok 2 hari dengan terapi inj.
Metilprednisolon 125 mg/hari (2), lexichol 1x60 mg rujuk RSS, hasil laboratorium 04-10-
2012 Bil Total 5.9 µg/dL, Bil direct 1.2 µg/dL, SGOT 42 U/L, SGPT 6 U/L, HbsAg (-), anti
HbsAg (-), anti HCV (-).
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, bising sistolik gr 3/6 Si
II/pss, gallop (-)
HR: 102 kali/menit Paru: Vesikuler (+) N, B N
RR: 42 kali/menit Perut: Supel, BU (+) N, T/E N
T: afebris EXT: Akral hangat CRT < 2 detik
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
04-10-2012 05-10-2012 06-10-2012 08-10-2012
119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keluhan Lemah, tampak pucat, sesak napas, Pucat, lemah, pusing, sesak Lemah, pucat, pusing (-), sesak
pusing
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil prednisolone √18:00 √12:00 √12:00
(10mg/kg BB/hr)
1x420mg (IV)
Tanggal 09-10-2012 10-10-2012 11-10-2012
Waktu 06:00 21:00 06:00 10:00 14:00 21:00 10:00 15:00 21:00
T (⁰C) 35.7 36 36.2 35.4 36.3 36.2 36.6 36
HR (x/ 96 88 96 110 98 98 90 98
menit)
Tanda RR (x/ 26 24 20 24 29 24 20 20
Vital menit)
BP 120/80
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah, sesak Lemah, sesak Lemah, sesak (-)
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil prednisolone √12:00 √12:00 √12:00
(10mg/kg BB/hr)
1x420 mg (IV)
Tanggal 12-10-2012
Waktu 06:00
T (⁰C) 35.9 36.5
Tanda HR (x/ 76 100
Vital menit)
RR (x/ 24 28
menit)
122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Membaik, boleh pulang
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan badan berwarna kekuningan, pucat, dan pusing. Pasien terdiagnosis
AIHA dengan HGB 4.6 g/dL sehingga masuk kedalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 12-14 tahun 80 g/L atau 8
g/dL) (WHO, 2011) Pada hari pertama dan kedua prawat inap pasien mengeluhkan pusing perlu dilakukan pemberian analgesik untuk
mengatasi keluhan pusing pasien yang telah terjadi selama 2 hari. Pasien diberikan terapi penanganan AIHA dengan metilprednisolon
secara intravena sesuai protokol yang berlaku. Metilprednisolon sebagai imunosupresan pada kondisi autoimun dengan dosis ≤ 30
mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan pemberian metilprednisolon secara intravena adalah untuk menekan antibodi anti-eritrosit
yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan terkait dengan tingkat keparahan
pasien. Keadaan pasien membaik dengan terjadinya peningkatan kadar HGB pasien 9.1 g/dL pada tanggal 11-10-2012 dibandingkan
dengan tanggal sebelumnya. Pasien diizinkan pulang, pasien melakukan kontrol HGB bila terjadi pucat.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Perlu dilakukan pemberian analgesik untuk mengatasi keluhan pusing yang dirasakan pasien.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Tidak terjadi pada kasus ini, obat yang diberikan ke pada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan. Dapat
dilihat dari tanda vital dan keluahan pasien.
Dosis Berlebih: Tidak terjadi pada kasus ini, pemberian metilprednisolon telah sesuai dengan protokol AIHA yang berlaku.
Interaksi dan Efek Samping: Tidak ditemukan pada kasus ini.
Plan/ Recommendation
Pemantauan terhadap penggunaan metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler,
pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan
pertumbuhan,adrenal suppression (AS), dan osteoporosis), pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 10 (01-61-41-79)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/9 tahun 1 bulan
Berat Badan: 19 kg
Masuk RS: 19-12-2012
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
Kiriman RSUP dr. Soeradji Klaten dengan AIHA Diagnosis Sekunder: -
Pasien terdiagnosis AIHA sejak April 2012 di RSUP Klaten, rutin kontrol ke Poli Anak dan Keluhan Utama: Pucat, lemas
mendapat terapi metilprednisolon membaik, belum pernah transfusi. Keadaan Pulang: Membaik
April 2012: Pucat, perut sakit, muntah, demam, badan kuning ke RSUP dr. SOeradji, dirawat
selama 14 hari dengan diagnosis AIHA.
Agustus 2012: Pucat, perut sakit, muntah, demam, badan kuning. Cek darah HGB menurun
ke RSUP dr. Soeradji, dirawat selama 17 hari dengan diagnosis AIHA menerima terapi
metilprednisolon kondisi membaik.
5 HSMRS: Pucat, batuk (-), pilek (-), demam (+) tidak tinggi, perut sakit, muntah RS dr.
Soeradji, cek laboratorium: WBC 10.3x103/uL, HGB 6.2 g/dL, HCT: 21.1 %, PLT 552x103/uL,
LYMP 49.5%, NEUT 43.1 %, MIXED 7.4 % rujuk RSS
HMRS: Pucat (+), demam (+), nyeri perut (+), muntah 1 kali, nyemprot (-) isi air, makan
menurun karena sakit perut, BAK (+) N terakhir 4 jam yang lalu, BAB (+) biasa
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, bising inosent Gr II/G,
SIC 3-4 LPS (S)
HR: 138 kali/menit Paru: Sonor, vesikuler N, ST (-)
RR: 30 kali/menit Perut: Supel, BU (+) N, T/E (+) N, H?L tak teraba
124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah membaik
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √08:00 √08:00
prednisolone (13
mg/kg BB/hr)
1x250mg (IV)
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan pucat, demam, dan nyeri perut. Pasien terdiagnosis AIHA dengan
HGB 3.3 g/dL sehingga masuk kedalam klasifikasi anemia berat (HGB normal anak usia 5-11 tahun 80 g/L atau 8 g/dL) (WHO, 2011)
Pasien mengalami demam dengan suhu 37.8⁰C saat masuk ke rumah sakit tanggal 19-12-2012 (suhu normal: axillary (36.5-7.5⁰C);
orally (35.5-37.5⁰)) (Leduc et al, 2015) Pemberian obat penurun panas atau parasetamol tidak tercatat dalam lembar penatalaksanaan
obat tetapi dapat dimungkinkan bahwa suhu tubuh pasien turun dengan sendirinya karena demam dapat disebabkan oleh adanya
inflamasi. Apabila inflamasi telah teratasi, maka suhu tubuh pasien akan kembali normal.
Pasien diberikan terapi penanganan AIHA dengan transfusi WRC dan metilprednisolon secara intravena sesuai protokol yang
berlaku. Transfusi WRC (Washed Red Cells) dilakukan karena pasien diduga mengalami alergi berat atau reaksi demam terhadap
eritrosit atau pasien mengalami defisiensi Ig-A yang parah dengan antibodi anti Ig-A yang tidak sesuai dengan pendonor (Norfolk,
2013) Metilprednisolon sebagai imunosupresan pada kondisi autoimun dengan dosis ≤ 30 mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan
pemberian metilprednisolon secara intravena adalah untuk menekan antibodi anti-eritrosit yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh
merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan terkait dengan tingkat keparahan pasien. Dilakukan peningkatan dosis dari 180 mg
menjadi 250 mg pada tanggal 20-12-2012. Peningkatan dosis ini dilakukan dengan melihat hasil pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan adanya penurunan HGB 5.6 g/dL pada tanggal 19-12-2012 dibandingkan dengan tanggal sebelumnya. Keadaan pasien
membaik dengan terjadinya peningkatan kadar HGB pasien 11.6 g/dL dan HCT 35.8 % pada tanggal 23-12-2012. Pasien diizinkan
pulang, pasien melakukan kontrol HGB bila terjadi pucat.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Diperlukan parasetamol sebagai analgesik untuk nyeri perut dan antipiretik untuk menurunkan demam pasien saat hari
pertama menjalani rawat inap.
127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Tidak terjadi pada kasus ini.
Dosis Berlebih: Pasien menerima metilprednisolon 1x180 mg, seharusnya pasien menerima 171 mg/hari kemudian ditingkatkan
menjadi 1x250 mg dimungkinkan terkait dengan tingkat keparahan pasien, seharusnya pasien menerima 247 mg/hari. Hal ini terjadi
dimungkinkan terkait dengan regimen sediaan yang tersedia di rumah sakit.
Interaksi dan Efek Samping:Tidak ditemukan pada kasus ini.
Plan/ Recommendation
Perlu dilakukan pertimbangan pemberian parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik untuk mengatasi keluhan umum pasien,
dilakukan penyesuaian dosis metilprednisolon agar dosis sesuai dengan yang seharusnya diterima, pemantauan terhadap reaksi
transfusi, pemantauan kadar zat besi dalam tubuh setelah transfusi, pemantauan terhadap penggunaan metilprednisolon jangka panjang
terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya infeksi, pemantauan
terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal suppression (AS), dan osteoporosis), pemantauan keadaan
umum pasien, dan tanda vital pasien.
128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 11 (01-61-52-90)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/15 tahun 2 bulan
Berat Badan: 38 kg
Masuk RS: 27-12-2012
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
2 TSMRS: Anak terlihat sering pucat, lemas, dan keluhan sering memar-memar di tubuh, Diagnosis Sekunder: -
mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB hitam (-), BAK kuning jernih, mata kuning (-) dilakukan Keluhan Utama: Pucat
pemeriksaan darah di RSUD Dr. Margono dan didiagnosis anemia dilakukan transfusi PRC Keadaan Pulang: Membaik
kondisi membaik, tidak pucat anak diperbolehkan pulang.
Selama 2 tahun terakhir keluhan lemas dan pucat masih sering dikeluhkan. Sering lebam (+)
namun tidak didapatkan manifestasi perdarahan yang lain.
3 HSMRS: Anak demam, tampak makin pucat, dan lemas. Anak dibawa ke RSUD Dr. Margono
dilakukan pemeriksaan laboratorium hasil HGB 4.5 g/dL, PLT 95x103/uL, WBC
5.94x103/uL,HCT 13 % , MCV 102.4 fL, MCH 36 pg, MCHC 35.2 g/dL, di diagnosis anemia
dan CHF diterapi dengan furosemide, digoxin, dan metilprednisolon.
HMRS: Anak kembali diperiksa darah dengan hasil WBC 5.2x103/uL, HGB 3.8 g/dL, PLT
75x103, MCV 98.3 fL, MCH 31.4 pg, MDT anemia normositik normokromik, trombositopenik,
dal/ anemia hemolitik (anemia karena perdarahan) anak dibawa ke RSUP Dr. Sardjito
Keluhan saat masuk RSUP Dr. Sardjito: demam (+), batuk (-), pilek (-), lemas (+), pucat (+),
sesak napas (-), BAB/BAK tidak ada keluhan.
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi tak teraba
Dada: Simetris, ketinggalan gerak (-), ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, bising (-), gallop (-)
129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Direct CT: 4+
6 g/dL 10.7 g/dL
Iindirect CT: 3+
Tanggal 28-12-2012 29-12-2012 30-12-2012
Waktu 19:00 10:00 13:00 21:00 08:00 14:00 21:00
T (⁰C) 37 36.6 37.7 36.2 36.8 36 36.5 36
HR (x/ 98 100 180 84 110 90 88 80
menit)
Tanda RR (x/ 20 26 24 20 24 20 20 20
Vital menit)
BP 109/51 110/70 110/70
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah, tampak pucat, HCT 18% Lemah, (post transfusi) HCT 30%
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √21:00 √06:00 √06:00
prednisolone (13
mg/kg BB/hr)
1x500mg (IV)
Transfusi PRC √08:00 √19:00
200cc (IV)
Tanggal 31-12-2012 01-01-2013 02-01-2013
Waktu 06:00 10:00 14:00 21:00 10:00 14:00 21:00 06:00 10:00 14:00 21:00
T (⁰C) 36 36.2 36.3 36.7 36.7 36.6 36.2 36 37.2 37.2 36.3
HR (x/ 80 82 98 90 95 92 90 85 90 88 98
Tanda
menit)
Vital
RR (x/ 20 18 22 20 20 22 20 20 22 20 20
menit)
BP
131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah Pucat, lemah Pucat, lemah
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √06:00 √06:00 √06:00
prednisolone
1x500mg (IV)
Tanggal 03-01-2012 04-01-2013 05-01-2013
Waktu 06:00 06:30 14:00 21:00 06:00 08:00 14:00 21:00 06:00 11:00 21:00
T (⁰C) 36 36.7 36.1 36.7 37.4 36.2 37 36.6 36.9 37.3
HR (x/ 90 91 89 80 88 87 90 88 90 100 75
menit)
Tanda RR (x/ 20 22 20 20 22 20 20 20 20 20 20
Vital menit)
BP 110/70
(mmHg)
SPO2 97
(%)
Keluhan Lemah Lemah Lemah
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √06:00
prednisolone
1x500mg (IV)
Metil √06:00 √06:00
prednisolone (30
mg/kg BB/hr)
1x1000mg (IV)
Tanggal 06-01-2013 07-01-2013 08-01-2013
132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibandingkan tanggal sebelumnya dan diizinkan pulang. Kontrol HGB bila terjadi pucat.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Diperlukan pemberian antipiretik untuk mengatasi demam pasien yang terjadi selama 2 hari.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Metilprednisolon dinaikkan menjadi 1x1000 mg, seharusnya pasien menerima 1140 mg/hari. Dosis metilprednisolon
kembali diturunkan menjadi 1x600 mg, seharusnya pasien menerima 608 mg/hari. Sedangkan untuk ranitidin, pasien menerima 2x75
mg, seharusnya pasien menerima 2x76 mg.
Dosis Berlebih: Pasien menerima metilprednisolon 1x500 mg, seharusnya pasien menerima 494 mg/hari, kemudian dosis
metilprednisolon dinaikkan menjadi 1x1000 mg, kemudian dosis diturunkan menjadi 1x800 mg, seharusnya pasien menerima 798
mg/hari.
Interaksi dan Efek Samping: peptic ulcer dikaitkan dengan penggunaan metilprednisolon jangka panjang.
Plan/ Recommendation
Pemantauan terhadap reaksi transfusi, pemantauan kadar zat besi dalam tubuh setelah transfusi, pertimbangan untuk dilakukan
penyesuaian dosis metilprednisolon agar sesuai dengan dosis yang seharusnya diterima, pemantauan terhadap penggunaan
metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal suppression (AS), dan
osteoporosis), pertimbangan untuk dilakukan penyesuaian dosis ranitidin agar sesuai dengan dosis yang seharusnya diterima,
pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasus 12 (01-62-52-14)
Subjektif
Jenis Kelamin/Umur: Perempuan/16 tahun 1 bulan
Berat Badan: 43 kg
Masuk RS: 14-09-2013
Riwayat: Diagnosis Utama: AIHA
Rujukan RSUD Muntilan dengan anemia hemolitik Diagnosis Sekunder: -
6 BSMRS: Anak terdiagnosis AIHA (Maret 2013) dirawat di RSS selama 14 hari (07-03-2013 Keluhan Utama: Pucat, lemah
sampai 15-03-2013) dengan HGB masuk 3.5 g/dL, terapi transfusi WRC 3 kolf, Keadaan Pulang: Membaik
metilprednisolon 10 mg/kg BB/hr selama 7 hari (420mg (IV)), ranitidine 2x1 tablet. HGB saat
pulang > 10. Kontrol 1 kali ke Poli Hematologi, hasil laboratorium dikatakan normal.
2 MSMRS: Anak tampak pucat (+), lemas (+), demam (-), batuk (-), pilek (-), muntah darah (-),
feses warna hitam (+) 1 kali, urin warna merah (-), pendarahan kulit (-) cek HGB 8.4 g/dL,
tidak diterapi.
3 HSMRS: Bertambah pucat RSUD Muntilan HGB 2.4 g/dL, WBC 41.85x103/uL, PLT
142x103/uL, terapi venofer 1x1 amp dalam 100cc NaCL, inj. Ceftriaxone 3x1/2 vial (IV), inj.
Ranitidine 2x1 amp (IV), sotatic 2x1 amp (IV) saran rujuk RS Sardjito, orang tua menolak.
HMRS: Keluhan bertambah rujuk RSS
Objektif
Hasil Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM Leher: Limfonodi (-), JVP tak meningkat
Dada: Simetris, ret (-)
Vital Sign Jantung: S1 tunggal, S2 split tak konstan, bising (-), gallop (-)
Paru: Vesikuler +/+ normal
HR: 94 kali/menit Perut: Supel, bising usus (+) normal
RR: 18 kali/menit EXT: Akral hangat, nadi kuat, CRT <2 detik
T: 36.5⁰C Kepala: Mata konjungtiva anemis +/+, sklera ikserik (+)
BP: 110/60 mmHg
Hasil Pemeriksaan LAboratorium
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menit)
RR (x/ 20 20 26
menit)
BP
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah, pucat Lemah, pucat lemah
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √20:00 √12:00 √12:00
prednisolone
(10mg/kg BB/hr)
1x500mg (IV)
Tanggal 17-09-2013 18-09-2013 19-09-2013
Waktu 06:00 08:00 06:00 08:00 06:00
T (⁰C) 36.7 36.9 36.6 36.8 36.5
HR (x/ 87 74 95 108 86
menit)
Tanda RR (x/ 22 30 25 22 24
Vital menit)
BP 110/60 100/60 100/60
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan Lemah , HCT naik 2.7% Lemah membaik
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √12:00 √08:00 √12:00
prednisolone
(10mg/kg BB/hr)
139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1x500mg (IV)
Tanggal 20-09-2013 21-09-2013
Waktu 06:00
T (⁰C) 36.2 36.5
HR (x/ 90 86
menit)
Tanda RR (x/ 24 24
Vital menit)
BP 110/70 110/70
(mmHg)
SPO2
(%)
Keluhan
Penatalaksanaan Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam
Metil √12:00
prednisolone
(10mg/kg BB/hr)
1x500mg (IV)
Metil √ √ √
prednisolone (8
mg/kg BB/hr) (16
mg) 8-7-6 (PO)
Assessment
Pasien anak datang ke RSUP Dr. Sardjito dalam keadaan pucat. Pasien diberikan terapi penanganan AIHA dengan
metilprednisolon secara intravena sesuai protokol yang berlaku. Metilprednisolon sebagai imunosupresan pada kondisi autoimun
dengan dosis ≤ 30 mg/kgBB/hari (Sinha et al, 2008). Tujuan pemberian metilprednisolon secara intravena adalah untuk menekan
antibodi anti-eritrosit yang terbentuk, adanya antibodi dalam tubuh merusak eritrosit. Dosis metilprednisolon diberikan terkait dengan
tingkat keparahan pasien. Metilprednisolon diberikan secara intravena kemudian dilanjutkan dengan peroral yang kemudian diterukan
dirumah (tapering off) Pada saat ini, evidence-based guidelines terkait dengan tapering off corticosteroid belum tersedia, namun secara
140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
khusus tapering off merupakan bagian protokol dalam pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid sebelum penggunaan
kortikosteroid dihentikan untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping dan risiko terjadinya kekambuhan (Liu et al, 2013)
Keadaan pasien membaik dengan terjadinya peningkatan HGB pasien 8.5 g/dL pada tanggal 20-09-2013 dan diizinkan pulang. Kontrol
HGB bila terjadi pucat.
Evaluasi DRPs
Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien.
Tidak Perlu Obat: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien telah menerima terapi sesuai protokol AIHA yang berlaku.
Obat Salah: Tidak terjadi pada kasus ini, pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang diterima.
Dosis Kurang: Pasien menerima metilprednisolon secara peroral 8-7-6 dengan kekuatan 16 mg/tablet, seharusnya pasien menerima344
mg/hari.
Dosis Berlebih: Pasien menerima metilprednisolon secara intravena 1x500 mg, seharusnya pasien menerima 430 mg/hari.
Interaksi dan Efek Samping: Tidak ditemukan pada kasus ini.
Plan/ Recommendation
Pertimbangan untuk dilakukan penyesuaian dosis metilprednisolon agar sesuai dengan yang seharunya diterima pasien, pemantauan
terhadap penggunaan metilprednisolon jangka panjang terkait efek samping (peptic ulcer, penyakit kardiovaskuler, pemantauan
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi, pemantauan terhadap kadar gula darah dan elektrolit, pemantauan pertumbuhan,adrenal
suppression (AS), dan osteoporosis), pemantauan keadaan umum pasien, dan tanda vital pasien.
141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
BIOGRAFI PENULIS