Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“ILEUS PARALITIK”
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Ileus Paralitik adalah isyilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan massif di
rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi
saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.
2. Etiologi
a. Pembedahan Abdomen
b. Trauma abdomen: Tumor yang ada dalam dinding usus meluas
kelumen usus atau tumor di luar usus menyebaban tekanan pada
dinding usus.
c. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
d. Pneumonia
e. Sepsis
f. Serangan Jantung
g. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
h. Kelainan metabolic yang mempengaruhi fungsi otot
i. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
j. Mesenteric ischemia
3. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi
paralitik dimana peristaltic dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan tergang oleh
cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke
darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran
cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbs dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus
setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan
dan elektrolik. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah
jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan
usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan
absorbs cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin bakteri
kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul
tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan
yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang
banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan
bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorbs membrane mukosa usus
menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi
intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltic dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis,
dan kematian.
4. Pathway
5. Manifestasi klinik
a. Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian
tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan
beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat
mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak
terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada
awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus
terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka
muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area
gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen.
Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehdrasi dan kehilangan volume plasma.
b. Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas
yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh
lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal
kompeten. Pada pasien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum,
konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari.
Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar
menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien
menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
6. Pemeriksaan diagnostic
a. Radiologi Foto polos berisikan peleburan udara halus atau usus besar
dengan gambaran anak tangga dan air – fluid level. Penggunaan
kontras dikontraindikasikan adanya perforasi – peritonitis. Barium
enema diindikasikan untuk invaginasi.
b. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

7. Penatalaksanaan medis
a. Pengobatan dan Terapi Medis
1) Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi
2) Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
3) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
4) Bedrest
b. Konservatif
Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal
peritonitis seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan
guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal,
untuk mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan
dilakukan secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan
spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini adalah pengumpulan data
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga,
observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan
lainnya dan meninjau kembali catatan medis ataupun catatan
keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien ileus
paralitik adalah sebagai berikut, :
a. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, alamat, status perkawinan, dan suku bangsa.
b. Riwayat keperawatan.
1) Riwayat kesehatan sekarang meliputi apa yang dirasakan klien
saat pengkajian.
2) Riwayat kesehatan masa lalu meliputi penyakit yang pernah
diderita, apakah sebelumnya pernah mengalami peenyakit yang
sama.
3) Riwayat kesehatan keluarga meliputi apakah dari keluarga ada
yang menderita penyakit yang sama.
c. Riwayat Psikososial dan spiritual meliputi pola interaksi, pola
pertahanan diri, pola kognitif, pola emosi dan nilai kepercayaan klien.
d. Kondisi lingkungan meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang
mendukung kesehatan klien.
e. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit meliputi pola nutrisi, pola
eliminasi, personal hygiene,pola aktivitas sehari – hari dan pola
aktivitas tidur.
f. Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi, yaitu:
1) Inspeksi
Inspeksi perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung.
Benjolan pada region inguinal, femoral dan skrotum
menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussuspsi dapat
terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba
massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher.
Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
a) Sistem penglihatan posisi mata simetris atau asimetris,
kelopak mata normal atau tidak, pergerakan bola mata
normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea
normal atau tidak, sclera ikterik atau anikterik, pupil isokor
atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.
b) Sistem pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam
telinga.
c) Sistem pernafasan ke dalam pernafasan dalam atau dangkal,
ada atau tidak batuk, dan pernafasan sesak atau tidak.
d) Sistem hematologi ada atau tidak pendarahan, warna kulit.
e) Sistem pencernaan keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah
bersih, saliva, warna dan konsistensi feses.
f) Sistem urogenital warna BAK.
g) Sistem integument turgor kulit, ptechiae, warna kulit,
keadaan kulit, keadaan rambut.
2) Palpasi
a) Sistem pencernaan abdomen, hepar, nyeri tekan di
epigastrium.
b) Sistem kardiovaskuler pengisian kapiler.
c) Sistem integumen ptechiae.
3) Auakultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borbor hygmi. Pada
fase lanjut bising usus dan peristaltic melemah dan sampai
hilang.
4) Perkusi
Hipertimpani
5) Rectal Toucher
a) Isi rectum menyemprot : Hirschprung disease.
b) Adanya darah dapat menokong adanya stragulasi, neoplasma.
c) Feces yang mengeras : skibala.
d) Feces negative : Obstruksi usus letak tinggi
e) Ampula rekti kolap : curiga obstruksi.
f) Nyeri tekan : local atau general peritonitis.

2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan
proses patologis penyakitnya.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
c. Potensi gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan.
d. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal-
pegal seluruh tubuh.
f. Kecemasan ringan-sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang
memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
3. Rencana keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses
patologis penyakitnya.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan rasa nyaman nyeri terpenuhi dengan
Kriteria hasil nyeri hilang atau berkurang.
Intervensi tindakan :
1) Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang
dirasakan dan mengetahui pemberian terapi sesuai indikasi.
2) Ajarkan teknik relaksasi, distraksi dan kompres hangat.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan
kenyamanan.
3) Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna
mengurangi rasa nyeri.
4) Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi (
Profenid 3 x 1 supp ).
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan gangguan nutrisi terpenuhi dengan
Kriteria hasil: Mual, muntah hilang, nafsu makan bertambah, makan
habis satu porsi.
Intervensi tindakan :
1) Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah
Rasional : Untuk menilai keluhan yang ada yang dapat
menggangu pemenuhan kebutuhan nutrisi.
2) Kolaborasi pemberian obat anti emetik (Antacid)
Rasional : Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.
c. Resiko gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan syok hipovolemik tidak terjadi dengan
Kriteria hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal, volume cairan
tubuh seimbang, intake cairan terpenuhi.
Intervensi tindakan :
1) Monitor keadaan umum
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normalnya.
2) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
3) Kaji intake dan output cairan.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.
Rasional : Untuk memenuhi keseimbangan cairan
d. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan gangguan pola eliminasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Pola eliminasi BAB normal.
Intervensi tindakan :
1) Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces.
Rasional : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang
terjadi pada eliminasi fekal.
2) Auskultasi bising usus
Rasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan
usus.
3) Anjurkan klien untuk minum banyak..
Rasional : Untuk merangsang pengeluaran feces.
4) Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal -
pegal seluruh tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan gangguan pola tidur teratasi dengan
Kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi.
Intervensi tindakan :
1) Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien
Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien
dan dapat menentukan kelainan pada pola tidur.
2) Beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan
tidur.
3) Batasi pengunjung selama periode istirahat
Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien.
4) Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih dan nyaman
Rasional : Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman
2) Kolaborasi pemberian terapi analgetika
Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur
pasien
f. Kecemasan ringan-sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang
memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kecemasan tidak terjadi dengan
Kriteria hasil : Kecemasan berkurang
Intervensi tindakan :
1) Kaji rasa cemas klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien
2) Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
Rasional : Untuk terbinanya hubungan saling pecaya antara
perawat dan pasien.
3) Berikan penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan
terhadap klien
Rasional : Agar pasien mengetahui tujuan dari tindakan yang
dilakukan pada dirinya.
Daftar Pustaka
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta:
Mediaction.
Herdman, Heather, T & Shigemi Kamitsuru. (2015). Nanda Internation Inc
Diagnosis. Keperawatan : Definisi &Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10, Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai