Anda di halaman 1dari 27

BIOKIMIA KLINIS

“Gangguan Mitokondria Pada Masalah Sistem Otot Yang Mengakibatkan Miopati


(Mitokondrial Myopathy)”

Disusun oleh :

M. Hugo Syavisfa (1115102000000)


Tanisa Intan Murbarani (1117102000009)
Hasbiah Luthfi (1117102000000)
Dery Akmal Arhandika (1117102000000)
Rahmah Dinda P (1117102000060)
Wulan Sari (1117102000069)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR SINGKATAN

ADP : adenosin difosfat

AMP : adenosin monofosfat

ATP : adenosin trifosfat

CKm : isoenzim kreatine kinase yang terdapat di mitokondria

FAD : Flavin adenosin dinukleotida

FADH2 : bentuk reduksi dari FAD

FMN : flavin

FMNH2 : bentuk reduksi dari FMN

GTP : guanosin trifosfat

IMS : inner membrane space

MELAS: ensefalopati mitokondria, asidosis laktat, dan stroke

mtDNA: DNA mitokondria

NADH : nikotinamida adenin dinukleotida

NADPH: nicotinamid adenosin dinucleotida fosfat

TCA : asam trikarboksilat


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
ISI

A. Mitokondria

BIOENERGETIKA MITOKONDRIA

Organel mitochondria merupakan sistem utama enzimatis yang digunakan untuk melengkapi
oksidasi gula, lemak dan protein untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan dalam bentuk
ATP ( Gambar 1.1 ).

Gambar 1.1. Struktur membran mitokondria.

Masing-masing dari tiga substrat ini dapat di katabolisme menjadi asetil-CoA, yang kemudian
memasuki proses pertama dari proses ini: siklus asam sitrat, yang terjadi di matriks mitokondria.
Gula memasuki mitokondria sebagai piruvat setelah menjalani glikolisis dalam sitosol. Piruvat
dehidrogenase memfasilitasi perubahan substrat menjadi asetil-CoA. Beta oksidasi merubah asam
lemak menjadi asetil-CoA dalam mitokondria, sementara berbagai enzim mengubah asam amino
tertentu menjadi piruvat, asetil-CoA atau langsung ke siklus intermediet asam sitrat tertentu.

Dalam siklus asam sitrat, juga dikenal sebagai asam trikarboksilat (TCA) atau siklus Krebs,
kelompok asetil dua-karbon dari asetil-CoA ditransfer ke oksaloasetat empat karbon, membentuk
molekul sitrat enam karbon.
Dalam tujuh tahap enzimatik berikutnya, sitrat yang teroksidasi kembali ke oksaloasetat, dengan
kelebihan karbon terbawa sebagai dua molekul karbon dioksida dan elektron dilepaskan dalam
proses diteruskan ke kofaktor nikotinamida adenin dinukleotida (NADH) dan Flavin.

Bioenergetika dari rantai transpor elektron dan TCA / siklus Kerbs. Piruvat diubah menjadi
molekul energi tinggi seperti NADH, GTP dan FADH2 melalui catalyzation oleh enzim TCA /
Kerbs siklus. NADH yang dihasilkan shuttled ke kompleks I dan dikonversi ke NADPH
mengemudi fosforilasi oksidatif. Transfer elektron melalui rantai mempertahankan potensial
membran melalui proton memompa ke dalam IMS. Di dalam fi nal langkah ADP adalah
terfosforilasi untuk membentuk ATP melalui kompleks V (ATP sintase).

Oksaloasetat yang sekarang bebas untuk berpartisipasi dalam siklus lagi, sementara energi bebas
dibebaskan dibawa oleh NADH dan FADH2 untuk rantai transpor elektron mitokondria. Juga
dikenal sebagai rantai pernapasan, rantai transpor elektron terdiri dari serangkaian kompleks
protein multisubunit tertanam dalam membran mitokondria bagian dalam ( Gambar. 1.1 ). Di sini,
elektron dikeluarkan dari siklus asam sitrat oleh NADH dan FADH2 digunakan untuk menyalakan
pompa proton dari matriks ke ruang antarmembran, menghasilkan perbedaan potensial melintasi
membran mitokondria bagian dalam. Perbedaan potensi ini akhirnya digunakan untuk daya sintesis
ATP di fi Langkah terakhir dari fosforilasi oksidatif. NADH membawa energi bebas ke rantai
transpor elektron dengan mengikat yang terbesar dari kompleks pernapasan, NADH
dehidrogenase, atau I. kompleks enzim berbentuk L ini mengandung domain hidrofobik tertanam
dalam membran mitokondria bagian dalam dan lengan hidrofilik, menonjol ke mitokondria
matriks, yang berisi NADH situs mengikat. Kompleks ini terdiri dari 45 subunit dan hampir 1
MDA massa. Ekspresi tertentu fi subunit c bervariasi antara jaringan dan, saat ini,

Mitokondria memiliki membran luar yang permeable terhadap sebagian besar metabolit dan
membran dalam yang permeable selektif, dan membungkus matriks didalamnya. (gambar 1.1).
Membran luar ditandai oleh adanya berbagai enzim, termasuk asil-KoA sintetase dan gliserol
fosfat asil transferase. Adenilil kinase dan kreatin kinase ditemukan di ruang antar membran.
Fosfolipid kardiolipin terkonsentrasi di membran dalam bersama dengan enzim rantai respiratorik,
ATP sintase dan berbagai transporter membran.
Sebagian besar enegi yang di bebaskan selama oksidasi karbohidrat, asam lemak, dan asam amino
terdapat didalam mitokondria sebagai ekuivalen pereduksi (reducing equivalents) ( -H atau
elektron) (gambar 1.2).

Gambar 1.2. Peran rantai respiratorik mitokondria dalam konversi energy makanan menjadi ATP. Okidasi
nutrien utama menghasilkan ekuivalen pereduksi (2H) yang dikumpulkan oleh rantai respiratorik untuk
proses oksidasi sekaligus pembentukan ATP.

Perhatikan bahwa enzim-enzim siklus asam sitrat dan oksidasi-β terdapat didalam mitokindria,
bersamaan dengan rantai respiratori yang mengumpulkan dan mengangkut ekuivalen pereduksi,
serta mengarahkan enzim-enzim tersebut menuju reaksi akhir dengan oksigen untuk menghasilkan
air dan komponen fosfrorilasi oksidatif, yaitu proses penyerapan energy bebas yang dihasilkan
sebagai fosfat berenergi tinggi.

Elektorn mengalir melalui rantai respiratori pada potensial redoks 1,1 V dari NAD+ atau NADH
ke O2/ 2H2O (tabel 12.1) , yang melewati tiga kompleks protein besar : NADH- Q oksidoreduktase
(kompleks 1), tempat elektron dipindahkan dari NADH ke koenzim Q (Q) (disebut juga
ubiquinun)., Q-Sitokrom c oksidoreduktase (kompleks III), yang memindahkan elektron ke
sitokrom c., dan sitokrom c oksidase ( kompleks IV) yang menuntaskan rantai ini dengan
memindahkan elektron ke O2 dan menyebabkan elektron tersebut tereduksi menjadi H2O (gambar
1.3).
Kompleks II
Suksinat Q
reduktase

Kompleks I Kompleks III Kompleks IV


NADH-Q Q-cyt c Cyt c oksidase
oksidoreduktas oksidoredukta
e
se

Gambar 1.3. Diagram aliran elektron melalui rantai respiratorik Q, koenzim Q atau ubikuinon; cyt,
sitokrom.

Beberapa substrat dengan potensial redoks yang lebih positif daripada NAD+ / NADH (misalnya
subsinat) menyalurkan elektron ke Q malalui kompleks ke-IV, suksinat Q reduktase (kompleks
II), dan bukan kompleks I. ke empat kompleks ini terbenam di membran dalam mitokondria, tetapi
Q dan sitocrom bersifat mobil. Q cepat berdifusi didalam membran, sementara sitokrom c
merupakan suatu protein terlarut. Aliran elektron melalui kompleks I, III dan IV menyebabkan
proton terpompa dari matriks melalui membran dalam mitokondria menuju ruang antar membran
(gambar 13.7)

Flavoprotein adalah komponen penting dalam kompleks I dan II. Nukleotida flavin teroksidasi (
FMN / FAD) dapat mengalami reduksi pada reaksi yang melibatkan pelepasan 2 elektron ( untuk
membentuk FMNH2 atau FADH2 ), tetapi senyawa ini juga dapat menyerap satu elektron untuk
membentuk semiquinon (gambar 12.2).

Protein besi – belerang (protein besi non – heme, Fe – S- ) ditemukan pada kompleks I, II dan III.
Protein-protein ini dapat mengandung satu, dua, atau empat atom Fe yang terikat pada atom Sulfur
anorganik dan/ atau melalui gugus sistein – SH pada protein (gambar 1.4). Fe-S ikut serta dalam
reaksi pemindahan satu elektron, yaitu satu atom Fe mengalami reaksi redoks antara Fe2+ dan Fe3+.
Gambar 1.4. protein besi-belerang (Fe-S). (A) Fe-S yang paling sederhana dengan satu Fe terikat oleh
empat sistein. (B) inti 2Fe-2S. S sulfur anorganik; Pr, apoprotein; cys, sistein.

NADH-Q oksidoreduktase atau kompleks I adalah suatu protein multi sub-unit besar berbentuk L
yang mengkatalisis pemindahan elektron dari NADH ke Q, bersamaan dengan pemindahan empat
H+ melewati membran :

NADH + Q + 5 H+ matriks  NAD + QH2 + 4H+ ruang antar membran

Pada awalnya, elektron di pindahkan dari NADH ke FMN, kemudian menuju rangkaian inti Fe-S,
dan akhirnya ke Q (gambar 1.5). di kompleks II (suksinat – Q reduktase), FADH2 dibentuk sewaktu
terjadinya konfersi suksinat menjadi fumarat dalam siklus asam sitrat (gambar 17.3). dan elektron
selanjutnya dipindahkan melalui beberapa inti Fe – S ke Q (gambar 1.5). gliserol – 3 – fosfat
(dihasilkan saat penguraian triasil gliserol dari proses glikolisis, gambar 18.2). dan asil KoA juga
menyalurkan elektron ke Q melalui jalur berbeda yang melibatkan flavoprotein (gambar 1.5)
Gambar 1.5. aliran elektron melalui kompleks rantai respiratorik, memperlihatkan tempat masuknya
equivalen pereduksi dari berbagai substrat penting. Q dan cyt c merupakan komponen sistem yang mobil,
ditunjukan dengan tanda panah putus-putus.

SIKLUS Q MENGGABUNGKAN TRANSFER ELEKTRON DENGAN TRANSPOR PROTON DI


KOMPLEKS III
Elektron dipindahkan dari QH ke sitokrom c melalui Kompleks III (Q – sitokrom c
oksidoreduktase) :

QH2 + 2Cyt c teroksidasi + 2H+ matriks  Q + + 2Cyt c tereduksi + 4H+ ruang antarmembran

Proses ini di percayai melibatkan sitokrom c1, b2, dan bH, serta Rieske Fe – S (suatu Fe – S yang
tidak lazim dengan satu atom Fe yang terikat pada dua gugus histidin – SH bukan ke dua gugus
sistein – SH) (gambar 1.5), dan di kenal sebagai siklus Q (gambar 1.6). Q dapat berada dalam tiga
bentuk, kuinon teroksidasi, kuinon tereduksi atau semikuinon (gambar 1.6). semikuinon terebntuk
sebentar selama siklus, dan setiap satu siklus menghasilkan oksidasi 2QH2 menjadi Q,
membebaskan 4H+ ke dalam ruang antar membran, dan tereduksi satu Q menjadi QH2,
menyebabkan 2H+ diambil dari matriks (gambar 1.6). sewaktu Q membawa dua elektron, sitokrom
hanya membawa satu, sehingga oksidasi satu QH2 bergabung dengan reduksi dua molekul
sitokrom c melalui siklus Q.
Gambar 1.6. siklus proses Q. selama oksidasi QH menjadi Q, satu elektron dilepaskan ke cyt c melalui
Rieske Fe-S dan cyt c, dan elektron kedua dilepaskan ke sebuah Q untuk membentuk semikuinon melalui
cyt bH dan b2 disertai pembebasan 2H+ ke dalam ruang antarmembran. Proses serupa terjadi pada QH2
kedua, tetapi dalam hal ini, elektron kedua dilepaskan ke semikuinon sehingga mereduksi semikuinon
menjadi QH2 dan 2H+ diambil dari matriks. Fe-S, protein besi-belerang; Q, koenzim Q atau ubikuinon; cyt,
sitokrom.

OKSIGEN MOLEKULAR TEREDUKSI MENJADI AIR MELALUI KOMPLEKS IV


Sitokorm c tereduksi di oksidasi oleh Kompleks IV (sitokrom c oksidase), disertai oleh reduksi O2
menjadi dua molekul air

4 Cyt c tereduksi + O2 + 8H+ matriks  4 Cyt c teroksidasi + 2H2O + 4H+ ruang antarmembran

Pemindahan empat elektron dari sitokrom c ke O2 ini melibatkan dua gugus heme, a dan a3, dan
Cu (gambar 1.5). elektron pada awalnya dipindahkan ke sebuah inti Cu (CuA) yang mengandung
2 atom Cu yang terikat pada dua gugus protein sintein – SH (mirip suatu Fe – S), kemudian secara
berurutan pada heme a, heme a3, pusat Cu kedua, CuB, yang terikat pada heme a3, dan akhirnya
pada O2. Dari delapan H+ yang dikeluarkan dari matriks, empat diantaranya digunakan untuk
membentuk dua molekul air dan empat sisanya dipompa kedalam ruang antarmembran.

Jadi untuk tiap pasangan elektron yang melintasi rantai respiratorik dari NADH atau FADH2, 2H+
dipompa melewati membran oleh Kompleks IV. O2 tetep terikat erat pada Kompleks IV sampai
tereduksi sempurna, dan hal ini meminimalkan pembebasan zat-zat antara yang berpotensi
merusak, seperti anion superoksida atau peroksida yang terbentuk jika O2 menerima satu atau dua
elektron.

TRANSPOR ELEKTRON MELALUI RANTAI RESPIRATORIK MENGHASILKAN


GRADIENT PROTON YANG MEMICU PEMBENTUKAN ATP

Aliran elektron melalui rantai respiratorik menghasilkan ATP melalui proses fosforilasi oksidatif.
Teori teori kemiosmotik, yang ditemukan oleh Peter Michaell (1961), mendalilkan bahwa kedua
proses ini berkopel dengan gradient proton yang melewati membran dalam mitokondria sehingga
daya gerak proton yang dtimbulkan oleh perbedaan potensial elektrokimia (negatiF disisi matriks)
memicu proses pembentukan ATP.

Kompleks I, III, dan IV bekerja sebagai pompa proton. Karena membran dalam mitokondria
bersifat impermeable terhadap ion secara umum dan terhadap proton, khususnya proton
terakumulasi di ruang antar membran yang menghasilkan daya gerak proton seperti diperkirakan
dalam teori kemiosmotik.

ATP SINTASE DI MEMBRAN BERFUNGSI SEBAGAI PENGGERAK PEMUTAR UNTUK


MEMBENTUK ATP

Gambar 1.7. teori kemiosmotik tentang fosforilasi oksidatif. Kompleks I, III, dan IV bekerja sebagai pompa
proton yang menciptakan suatu gradien proton di sepanjang membran (negatif di sisi matriks). Daya gerak
proton yang dihasilkan memicu sintesis ATP sewaktu proton mengalir balik ke dalam matriks melalui
enzim ATP sintase. Pemisah couple meningkatkan permeabilitas membrane terhadap ion sehingga
menurunkan gradien proton dengan membiarkan H+ lewat tanpa melalui ATP sintase sehingga elektron
bebas mengalir melalui kompleks respiratorik dari sintesis ATP, Q, koenzim Q atau ubikuinon; cyt,
sitokrom.

ATP SINTASE DI MEBRAN BERFUNGSI SEBAGAI PENGGERAK PEMUTAR UNTUK


MEMBENTUK ATP

Daya gerak proton mengaktifkan ATP sintase di membran yang jika terdapat Pi + ADP akan
membentuk ATP. ATP sintase terbenam di membran dalam, bersama dengan kompleks rantai
respiratorik (gambar 1.7). beberapa subunit protein ini memiliki bentuk seperti bola yang tersusun
mengitari sebuah sumbu yang dikenal sebagai F1, yang menonjol ke dalam matriks dan berperan
dalam mekanisme fosforilasi (gambar 1.8). F1 melekat pada suatu kompleks protein membran
yang dikenal sebagai F0, yang juga terdiri dari beberapa subunit protein. F0 menembus membran
mitokondria dan membentuk suatu kanal proton. Aliran proton melalui F0 menyebabkan F0
berputar dan memicu produksi ATP di kompleks F1 (gambar 1.7 dan 1.8). hal ini diperkirakan
terjadi melalui suatu binding change mechanism dengan perubahan konfirmasi β – subunit – nya
di F1 beruah sewaktu sumbu berputar dari konfirmasi yang membebaskan ATP dan mengikat ADP
dan P1 sehingga dapat dibentuk ATP berikutnya. Menurut perkiraan, untuk setiap NADH yang
teroksidasi, Kompleks I dan III masing-masing memindahkan empat proton dan Kompleks IV
memindahkan dua proton.
Gambar 1.8. mekanisme pembentukan ATP oleh ATP sintase. Kompleks enzim terdiri dari sebuah
subkompleks F0 yaitu suatu cakram subunit-subunit protein “C”.

RANTAI RESPIRATORIK MENGHASILKAN ENERGY SELAMA KATABOLISME

ADP menangkap (dalam bentuk fosfat bernergi tinggi) cukup banyak energy bebas yang
dilepaskan melalui proses- proses katabolik. ATP yang terbentuk dinamai juga “alat tukar” energi
sel karena senyawa ini menyalurkan energi bebas untuk menjalankan proses-proses yang
memerlukan energi.

Dalam reaksi glikolitik terjadi penyerapan langsung netto dua gugus berenergi tinggi.
Dalam siklus asam sitrat selama perubahan suksinil KoA menjadi suksinat dua fosfat tambahan
bernergi tinggi per mol glukosa diserap. Semua fosforilasi ini berlangsung di tingkat substrat. Jika
substrat dioksidasi melalui Kompleks I, III dan IV dalam rantai respirasi maka dibentuk 2,5 mol
ATP per separuh mol O2 yang di konsumsi; yi, rasio P:O = 2,5 (gambar 1.7). Dipihak lain, jika
suatu substrat ( misalkan suksinat atau 3-fosfogliserat) teroksidasi melalui Kompleks II, III dan IV
hanya 1,5 mol ATP yang terbentuk; yi, rasio P:O = 1,5. Reaksi – reaksi ini dikenal sebagai
fosforilasi oksidatif di tingkat rantai respiratorik. Dengan mempertimbangkan angka-angka ini,
dapat diperkirakan bahwa hampir 90% fosfat bernergi – tinggi yang dihasilkan dari oksidasi
sempurna 1 mol glukosa diperoleh melalui fosforilasi oksidatif yang digabungkan dengan rantai
respiratorik.

Laju respiratorik mitokondria dapat dikendalikan oleh ketersediaan ADP. Hal ini terjadi karena
oksidasi dan fosforilasi berkopel erat; yi, oksidasi tidak dapat berlangsung melalui rantai
respiratorik tanpa dibarengi oleh fosforilasi ADP. Tabel 1.1 memperlihatkan 5 keadaan yang
mengendalikan laju respirasi dalam mitokondria. Sebagian besar sel dalam keadaan istirahat
berada di keadaan 4, dan respirasi dikontrol oleh ketersediaan ATP. Jika sel melakukan kerja, ATP
diubah menjadi ADP sehingga respirasi dapat meningkat yang selanjutnya memulihkan simpanan
ATP. Dalam kondisi tertentu, konsentrasi fosfat organik juga dapat mempengaruhi laju fungsi
rantai respiratorik.

Kondisi yang Memengaruhi Laju Respirasi


Keadaan 1 Ketersediaan ADP dan substrat
Keadaan 2 Hanya ketersediaan substrat
Keadaan 3 Kapasitas rantai respiratorik itu sendiri, jika
semua substrat dan komponen berada dalam
keadaann jenuh
Keadaan 4 Hanya ketersediaan ADP
Keadaan 5 Hanya ketersediaan oksigen
Tabel 1 .1. Keadaan control respiratorik

Keadaan 3 atau 5 sewaktu kapasitas rantai respiratorik menjadi tersaturisasi atau PO2 menurun di
bawah Km heme a3. Juga terdapat kemungkinan bahwa transporter ADP/ATP, yang memfasilitasi
masuknya ADP sitosol ke dalam dan keluarnya ATP dari mitokondria, menjadi faktor penentu
kecepatan.

Oleh karena itu, mekanisme proses oksidatif biologik yang memungkinkan energi bebas
hasil dari oksidasi bahan makanan tersedia dan dapat diserap berlangsung secara bertahap, efisien,
dan terkendali-bukan eksplosif, inefisien, dan tidak terkendali, seperti pada kebanyakan proses
nonbiologis. Energi bebas sisanya yang tidak diserap sebagai fosfat berenergi tinggi dibebaskan
sebagai panas. Hal ini jangan dianggap sebagai "pemborosan" karena hal ini menjamin
keseluruhan sistem respirasi cukup eksergonik untuk digeser dari kesetimbangan sehingga ATP
dapat terus mengalir ke satu arah dan selalu tersedia. Hal ini juga ikut berperan dalam
mempertahankan suhu tubuh.

BANYAK RACUN YANG MENGHAMBAT RANTAI RESPIRATORIK

Banyak informasi mengenai rantai respiratorik diperoleh melalui pemakaian inhibitor dan
sebaliknya hal ini memberikan pengetahuan tentang mekanisme kerja beberapa racun (gambar
1.9). Inhibitor dapat diklasifikasikan sebagai inhibitor rantai respiratorik, inhibitor fosforilasi
oksidatif, dan pemisah kopel fosforilasi oksidatif.

Gambar 1.9. Tempat inhibisi (-) pada rantai respiratorik oleh obat, bahan kimia, dan antibiotik tertentu,
BAL, dimerkaprol, TTFA, suatu pengikat Fe (Fe chelating agent).

Barbiturat, misalnya amobarbital, menghambat pemindahan elektron melalui kompleks I dengan


menghambat pemindahan elektron dari Fe-S ke Q. Pada dosis yang memadai, senyawa ini bersifat
fatal in vivo. Antimisin A dan dimerkaprol menghambat rantai respiratorik di kompleks III. Racun
klasik H2S, karbon monoksida, dan sianida menghambat kompleks IV dan karenanya dapat
menghentikan respirasi secara total. Malonat adalah inhibitor kompetitif kompleks II.

Atraktilosid menghambat fosforilasi oksidatif dengan menghambat pemindahan ADP ke dalam


ATP keluar mitokondria (Gambar 1.10)

Uncouplers ("pemisah kopel") memisahkan oksidasi dalam rantai respiratorik dari fosforilasi
(Gambar 1.7). Senyawa ini bersifat toksik in vivo, menyebabkan respirasi menjadi tidak terkendali
karena lajunya tidak lagi dipengaruhi oleh konsentrasi ADP atau Pi. Pemisah kopel yang paling
sering digunakan adalah 2,4-dinitrofenol, tetapi senyawa lain juga bekerja dengan cara serupa.
Termogenin (atau protein pemisah kopel) adalah pemisah kopel fisiologis yang ditemukan di
jaringan adiposa cokelat yang berfungsi menghasilkan panas tubuh, terutama pada neonatus dan
hewan yang berhibernasi. Antibiotik oligomisin menghambat oksidasi dan fosforilasi sepenuhnya
dengan menghambat aliran proton melalui ATP sintase (Gambar 1.9).

TEORI KEMIOSMOTIK DAPAT MENJELASKAN KONTROL RESPIRASI DAN KERJA


PEMISAH KOPEL

Perbedaan potensial elektrokimia di kedua sisi membran, begitu terbentuk sebagai hasil translokasi
proton akan menghambat transpor lebih lanjut ekuivalen pereduksi melalui rantai respiratorik
kecuali jika terjadi translokasi balik (back-translocation proton) melewati membran melalui ATP
sintase. Hal ini selanjutnya bergantung pada ketersediaan ADP dan Pi.

Pemisah kopel (misalnya dinitrofenol) bersifat amfifatik dan meningkatkan permeabilitas lipoid
membran dalam mitokondria terhadap proton sehingga potensial elektrokimia menurun dan
memintas ATP sintase (Gambar 1.7). Dengan cara ini, oksidasi dapat berlangsung tanpa
fosforilasi.

IMPERMEABILITAS RELATIF MEMBRAN DALAM MITOKONDRIA MEMERLUKAN


TRANSPORTER PENUKAR

Di membran,terdapat sistem difusi pertukaran yang melibatkan protein protein transporter (yang
menembus membran) untuk penukaran anion terhadap ion OH- dan kation terhadap ion H+. Sistem
semacam ini diperlukan untuk menyerap dan mengeluarkan metabolit terionisasi sementara
keseimbangan listrik dan osmotik tetap dipertahankan. Membran dalam mitokondria bersifat
permeabel terhadap molekul kecil tidak bermuatan misalnya oksigen, air, CO2, NH3, dan asam
monokatboksilat, misalnya 3-hidroksibutirat, asetoasetat, dan asetat. Asam lemak rantai panjang
diangkut ke dalam mitokondria melalui sistem karnitin, dan juga terdapat carrier khusus untuk
piruvat yang melibatkan suatu simpor (symport) yang memanfaatkan gradien H+ dari luar ke dalam
mitokondria (Gambar 1.10). Namun, anion di karboksilat dan trikarboksilat serta asam amino
memerlukan sistem transporter atau carrier spesifik untuk memfasilitasi zat-zat ini menembus
membran. Asam monokarboksilat lebih mudah menembus membran dalam bentuk tidak
terdisosiasi dan lebih larut lipid.

Gambar 1.10. Sistem transport di membrane dalam mitoondria. (1) transporter fosfat; (2) simpor piruvat;
(3) transporter dikarboksilat; (4) transporter trikarboksilat; (5) transporter α-ketoglutarat; (6) transporter
adenine nukleotida. N-etilmaleimid, hidroksisinamat, dan atraktilosida menghambat (O) sistem-sistem
yang ditandai.

Transpor anion di- dan trikarboksilat berkaitan erat dengan transpor fosfat anorganik, yang mudah
menembus dalam bentuk ion H2PO4- untuk dipertukarkan dengan OH-. Ambilan netto malat oleh
transporter dikarboksilat memerlukan fosfat anorganik untuk dipertukarkan dalam arah
berlawanan. Ambilan netto sitrat, isositrat, atau cis-akoniat oleh transpor trikarboksilat
memerlukan alat dalam pertukaran nya. Transpor α-ketoglutarat juga memerlukan pertukaran
dengan malat. Transporter adenin dinukleotida memungkinkan pertukaran ATP dan ADP, tetapi
tidak AMP. Transporter ini sangat penting agar ATP dapat keluar dari mitokondria ke tempat-
tempat pemakaiannya di luar mitokondria dan ADP kembali ke dalam mitokondria untuk
menghasilkan ATP (Gambar 1.11). Karena dalam pemindahan ini, empat muatan negatif
dikeluarkan dari matriks untuk setiap tiga muatan yang masuk, gradien elektrokimia yang
melintasi membran (daya gerak proton) memicu ekspor ATP. Na+ dapat dipertukarkan dengan H+,
akibat gradien proton. Diyakini bahwa ambilan aktif Ca2+ oleh mitokondria terjadi dengan
pemindahan satu muatan netto (unipor/uniport Ca2+), mungkin melalui antipor (antiport) Ca2+/H+.
Pelepasan kalsium dari mitokondria difasilitasi melalui pertukaran dengan Na+.

Gambar 1.11. Kombinasi transporter fosfat (1) dengan transporter adenine nukleotida dalam sintesis ATP.
Simpor H+ / Pi yang diperlihatkan di gambar setara dengan antipork Pi/OH- yang digambarkan di Gambar
1.10.

Gambar 1.12. Pengangkut ulang alik (shuttle) gliserofosfat untuk memindahkan ekuivalen pereduksi dari
sitosol ke dalam mitokondria.

IONOFOR MEMUNGKINKAN KATION SPESIFIK MENEMBUS MEMBRAN

Ionofor (ionophores) adalah molekul lipofilik yang mengikat kation spesifik dan memfasilitasi
transportation tersebut menembus membran biologis, misal valinomisin (K+). Pemisah kopel
klasik, misalnya dinitrofenol, pada kenyataannya adalah suatu ionofor proton.
TRANSHIDROGENASE PEMINDAH-PROTON ADALAH SUMBER NADPH
INTRAMITOKONDRIA

Transhidrogenase terkait-energi, suatu protein di membran dalam mitokondria, mengkopel aliran


proton menurut gradien elektrokimia dari luar ke dalam mitokondria dengan pemindahan H dari
NADH intramitokondria ke NADPH untuk enzim-enzim intramitokondria misalnya glutamat
dehidrogenase dan berbagai hidroksilase yang berperan dalam sintesis steroid.

OKSIDASI NADH EKSTRAMITOKONDRIA DIPERANTARAI OLEH PENGANGKUT


SUBSTRAT

NADH tidak dapat menembus membran mitokondria, tetapi dihasilkan secara terus menerus di
sitosol oleh 3-fosfogliseraldehid dehidrogenase, suatu enzim dalam proses glikolisis. Namun,
dalam kondisi aerob NADH ekstramitokondria tidak terakumulasi dan diperkirakan teroksidasi
oleh rantai respiratorik di mitokondria. Pemindahan ekuivalen pereduksi melalui membran
mitokondria memerlukan pasangan substrat yang dihubungkan oleh dehidrogenase yang sesuai di
kedua sisi membran mitokondria. Mekanisme pemindahan yang menggunakan pengangkut
gliserofosfat diperlihatkan di gambar 1.12. Karena enzim mitokondria dihubungkan dengan rantai
respiratorik melalui plafon protein dan bukan NAD, maka hanya 1,5 mol (bukan 2,5 mol) ATP
yang dibentuk per atom oksigen yang dikonsumsi. Meskipun pengangkut ini terdapat di beberapa
jaringan (misalnya otak, serabut otot putih), namun sangat jarang terdapat di jaringan lain
(misalnya otot jantung). Oleh karena itu diyakini bahwa sistem pengangkut malat kegunaannya
sangat luas (Gambar 1.13). Kompleksitas sistem ini disebabkan oleh impermeabilitas membran
mitokondria terhadap oksaloasetat, yang harus bereaksi dengan glutamat untuk membentuk
aspartat dan Alfa-ketoglutarat melalui transaminasi sebelum diangkut melewati membran
mitokondria dan dibentuk kembali menjadi oksaloasetat di sitosol.
TRANSPOR ION DI MITOKONDRIA BERKAITAN DENGAN ENERGI

Mitokondria mempertahankan atau mengakumulasi kation seperti K+, Na+, Ca2+, Mg2+ , dan Pi.
Diperkirakan bahwa pompa proton primer memicu pertukaran kation ini.

SISTEM PENGANGKUT KREATIN FOSFAT MEMFASILITASI TRANSFER FOSFAT


BERENERGI TINGGI DARI MITOKONDRIA

Sistem pengangkut ini (Gambar 13.14) mendukung fungsi kreatin fosfat sebagai penyangga energi
dengan bekerja sebagai suatu sistem dinamik untuk memindahkan fosfat berenergi tinggi dari
mitokondria di jaringan aktif, seperti jantung dan otot rangka. Suatu isoenzim kreatine kinase
(CKm) ditemukan di ruang antar membran mitokondria, mengkatalisis pemindahan fosfat
berenergi tinggi ke kreatine dari ATP yang berasal dari transporter adenin nukleotida. Selanjutnya
kreatin fosfat diangkut ke dalam sitosol melalui pori protein di membran luar mitokondria sehingga
tersedia untuk membentuk ATP di luar mitokondria.

ASPEK KLINIS
Pada keadaan yang dikenal sebagai disfungsi ginjal dan miopati mitokondria infantil fatal, terjadi
penurunan hebat atau ketiadaan sebagian besar oksidoreduktase dalam rantai respiratorik. MELAS
(ensefalopati mitokondria, asidosis laktat, dan stroke) adalah suatu sindrom herediter akibat
defisiensi NADH:Q oksidoreduktase (Kompleks 1) atau sitokrom oksidase (Kompleks IV).
Sindrom ini disebabkan oleh mutasi DNA mitokondria dan mungkin terlibat DNAalam
patogenesis penyakit alzheimer dan diabetes melitus. Sejumlah obat dan racun bekerja dengan
menghambat fosforilasi oksidatif.

B. Miopati Mitokondria
Beberapa miopati mitokondria yang umum adalah sindrom Kearns-Sayre, epilepsi
myoclonus dengan serat compang-camping-merah, dan encephalomyopathy mitokondria
dengan asidosis laktat dan episode seperti stroke.
Penyakit yang dihasilkan dari mutasi mtDNA tidak mengikuti pewarisan Mendel tetapi
diwariskan melalui garis ibu, dan menunjukkan tingkat keparahan variabel ekspresi re fl
ecting yang heteroplasmi penduduk mtDNA - inwhich campuran dari jenis liar dan mutan
mtDNA hidup berdampingan.
Dalam kebanyakan penyakit ini beban mutan yang lebih tinggi umumnya dikaitkan dengan
manifestasi yang lebih parah dari penyakit. Gangguan ini cenderung menimbulkan patologi
pada jaringan yang bergantung pada fungsi mitokondria sepenuhnya, dalam fosforilasi
oksidatif tertentu dan dengan kapasitas kecil untuk meningkatkan regulasi dalam glikolisis
yang menunjukkan korelasi langsung antara produksi energy efisien dan fungsi
mitokondria.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai