PENDAHULUAN
Perdarahan intrakranial (ICH) adalah perdarahan (patologis) yang terjadi
di dalam kranium, yang mungkin terjadi di ekstradural, subdural, subaraknoid,
atau serebral (parenkimatosa).1 Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada semua
umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain.2
ICH menjadi penyebab 8-13% terjadinya stroke dan kelainan dengan
spectrum yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan
subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat
mayor. ICH yang disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi
jaringan otak sekitarnya, menyebabkan disfungsi neurologis. Perpindahan
substansi parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dan sindrom
herniasi yang berpotensi fatal.1,3
Di Amerika, insiden ICH 12-15/100.000 penduduk, termasuk 350/100.000
kejadian hypertensive hemorage pada orang dewasa. Secara keseluruhan insiden
ICH menurun sejak 1950. Insiden ini lebih tinggi di Asia.Setiap tahun terdapat
lebih dari 20.000 orang di Amerika meninggal karena ICH. Tingkat mortalitas
ICH pada 30 hari adalah 44%. Perdarahan batang otak memiliki tingkat mortalitas
75% dalam 24 jam.4
Tingkat insidensi tinggi pada populasi dengan frekuensi hipertensi tinggi,
termasuk Afrika Amerika. Insidensi ICH juga tinggi di Cina, Jepang dan populasi
Asia lainnya, hal ini mungkin disebabkan karena factor lingkungan (spt. diet kaya
minyak ikan) dan/faktor genetik. Insiden ICH meningkat pada individu yang
berusia lebih dari 55 tahun dan menjadi 2 kali lipat tiap decade hingga berusia 80
tahun. Risiko relative ICH >7x pada individu yang berusia lebih dari 70 tahun.5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kepala6,7
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi.
Otak dilindungi oleh: 6
1) SCALP
SCALP/Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan, 3 lapisan pertama saling melekat
dan bergerak sebagai satu unit.
SCALP terdiri dari:
Skin atau kulit
Tebal, berambut dan mengandung banyak kelenjar sebacea.
Connective Tissue atau jaringan penyambung
Merupakan jaringan lemak fibrosa yang menghubungkan kulit dengan
aponeurosis dari m. occipitofrontalis di bawahnya. Banyak mengandung
pembuluh darah besar terutama dari lima arteri utama yaitu cabang
supratrokhlear dan supraorbital dari arteri oftalmik di sebelah depan, dan
tiga cabang dari karotid eksternal-temporal superfisial, aurikuler
posterior, dan oksipital di sebelah posterior dan lateral. Pembuluh darah
ini melekat erat dengan septa fibrosa jaringan subkutis sehingga sukar
berkontraksi atau mengkerut. Apabila pembuluh ini robek, maka
pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah yang bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.
Perdarahan sukar dijepit dengan forcep arteri. Perdarahan diatasi dengan
menekannya dengan jari atau dengan menjahit laserasi.
Aponeurosis atau galea aponeurotika
Merupakan suatu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakkan dengan bebas,
yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal, menghubungkan
otot frontalis dan otot occipitalis.
Spatium subaponeuroticum adalah ruang potensial dibawah aponeurosis
epicranial. Dibatasi di depan dan di belakang oleh origo m. Occipito
frontalis, dan meluas ke lateral sampai ke tempat perlekatan aponeurosis
pada fascia temporalis.
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
Menghubungkan aponeurosis galea dengan periosteum cranium
(pericranium). Mengandung beberapa arteri kecil dan beberapa
v.emmisaria yang menghubungkan v.diploica tulang tengkorak dan sinus
venosus intrakranial. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi
dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, sehingga pembersihan
dan debridement kulit kepala harus dilakukan secara seksama bila galea
terkoyak. Darah atau pus terkumpul di daerah ini dan tidak bisa mengalir
ke region occipital atau subtemporal karena adanya perlekatan
occipitofrontalis. Cairan bisa masuk ke orbita dan menyebabkan
hematom yang bisa jadi terbentuk dalam beberapa waktu setelah trauma
kapitis berat atau operasi kranium.
Pericranium
Merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang tengkorak.
Sutura diantara tulang-tulang tengkorak dan periousteum pada
permukaan luar tulang berlanjut dengan periousteum pada permukaan
dalam tulang-tulang tengkorak.
Gambar 1. Anatomi Kepala
2) Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari calvarium (kubah) dan basis cranii (bagian
terbawah). Pada kalvaria di regio temporal tipis, tetapi di daerah ini dilapisi oleh
otot temporalis. Basis cranii terbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselarasi.
Pada orang dewasa, tulang tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan perluasan isi intracranial. Tulang tengkorak mempunyai 3 lapisan,
yaitu:
a) Tabula interna ( lapisan tengkorak bagian dalam)
b) Diploe (rongga di antara tabula)
c) Tabula eksterna (lapisan tengkorak bagian luar)
Tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea
anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan
arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat
menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati
dengan segera.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu fossa anterior yang
merupakan tempat lobus frontalis, fossa media yang merupakan tempat
lobus temporalis, fossa posterior yang merupakan tempat bagian bawah
batang otak dan cerebellum.
3) Meningen8
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan, yaitu:
1. Duramater
Duramater adalah selaput keras yang terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada pada permukaan dalam kranium. Duramater
terdiri dari dua lapisan, yaitu:
Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar, dibentuk oleh periosteum
yang membungkus dalam calvaria.
Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang
kuat
yang berlanjut terus di foramen mágnum dengan duramater spinalis
yang membungkus medulla spinalis.
2. Arakhnoid
Arakhnoid adalah membran fibrosa halus, tipis, elastis, dan tembus
pandang. Di bawah lapisan ini terdapat ruang yang dikenal sebagai
subarakhnoid, yang merupakan tempat sirkulasi cairan LCS.
3. Piamater
Piamater adalah membran halus yang melekat erat pada permukaan
korteks cerebri, memiliki sangat banyak pembuluh darah halus, dan
merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua
sulkus dan mem-bungkus semua girus.
Gambar 2. Susunan struktur kepala
b. Perdarahan Subdural1,9,5,12
1). Definisi
Subdural Hematoma atau Perdarahan subdural adalah salah satu bentuk
cedera otak dimana perdarahannya terjadi diantara duramater (lapisan pelindung
terluar dari otak) dan arachnoid (lapisan tengah meningens) yang terjadi akibat
dari trauma.
2). Etiologi
Hematom subdural disebabkan robekan vena – vena di korteks cerebri atau
bridging vein oleh suatu trauma. kebanyakan perdarahan subdural disebabkan
karena trauma kepala yang merusakkan vena-vena kecil didalam lapis meninges.
3). Patofisiologi
Meningen terdiri dari duramater, arachnoid, dan piamater. Daerah yang
terdapat diantara arachnoid dan duramater disebut daerah subdural. Bridging veins
melintasi daerah ini, berjalan dari permukaan kortikal menuju sinus dural
Perdarahan pada vena-vena ini dapat terjadi akibat dari mekanisme
sobekan di sepanjang permukaan subdural dan peregangan traumatic dari vena-
vena, yang dapat terjadi dengan cepat akibat dekompresi ventrikular. Karena
Permukaan subdural yang tidak dibatasi oleh sutura cranialis, darah dapat
menyebar di seleuruh hemisper dan masuk ke dalam fisura hemisfer.
Mekanisme yang bisa menyebabkan munculnya hematom subdural akut
adalah benturan yang cepat dan kuat pada tengkorak. Subdural Hematom akut
biasanya ada hubungannya dengan trauma yang jelas dan seringkali disertai
dengan laserasi atau kontusi otak.
4). Manifestasi Klinis
Subdural Hematom diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
Subdural Hematom Akut (Hiperdens)
Bila perdarahan terjadi kurang dari bebrapa hari atau dalam 24 – 48 jam
setelah trauma.
Subdural Hematom SubAkut (Isodens)
Bila perdarahan berlangsung antara 2-3 minggu setelah trauma
Subdural Hematom Kronik
Bila perdarahan lebih dari 3 minggu setelah trauma
Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari ukuran hematom
dan derajat kerusakan parenkim otak. Subdural hematom biasanya bersifat
unilateral. Gejala neurologis yang sering muncul adalah :
Perubahan tingkat kesadaran, terjadi penurunan kesadaran
Dilatasi pupil ipsilateral hematom
Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya
Hemiparesis kontralateral
Papiledema
Pada penderita subdural hematom subakut, terdapat trauma kepala yang
menyebabkan penurunan kesadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status
neurologic yang perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu pasien
memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang memburuk.
Manifestasi klinis dari subdural hematom kronik biasanya tersembunyi
dengan gejala-gejala berupa penurunan kesadaran, gangguan keseimbangan,
disfungsi kognitif dan gangguan memori, hemiparesis, sakit kepala dan afasia.
5). Gambaran radiologi5,12
CT-Scan
Subdural Hematom Akut
Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit)
didekat tabula interna, kadang sulit dibedakan dengan epidural hematom.
Batas medial hematom seperti bergerigi. adanya hematom di daerah
fissura interhemisfer dan tentorium juga menunjukkan adanya hematom
subdural.9
MRI4
Subdural hematoma (SDH) memiliki 5 tahap yang berbeda evolusinya,
oleh karena itu, terdapat 5 penampilan di MRI. Dura tervaskularisasi
dengan baik dan mempunyai tekanan oksigen yang agar tinggi,
mengakibatkan perkembangan dari satu tahap ke tahap lainnya menjadi
lebih lambat di dalam lesi daripada di dalam otak. 4 tahapan yang pertama
itu adalah sama dengan yang untuk hematoma parenkim, dengan
karakteristik yang sama pada T1-WI dan T2-WI. Tahap kronis ditandai
dengan denaturasi oksidatif methemoglobin yang terus-menerus, terjadi
pembentukan hemochromates nonparamagnetic. Selain itu, tidak ada
pinggiran hemosiderin dan jaringan makrofag terlihat di sekitarnya
hematoma. Apabila terjadinya perdarahan rekuren di SDH, akan terlihat
lesi dengan gambaran intensitas sinyal yang berbeda pada MRI.10
Gambar 14 Gambar 15
MRI
SAH memiliki kadar oksigen yang tinggi, sehingga mereka menua lebih
lambat daripada hematoma parenkim yang lakukan.11,12
Gambar 16: MRI menunjukkan perdarahan subarachnoid (SAH). SAH muncul
hyperintense pada T2 dan fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR)
images. Isointense – hipointense pada gambar T1. Marked blooming diamati
pada gambar echo gradient (GRE). Gambaran menunjukkan perdarahan
hiperakut atau akut.
d. Perdarahan Intraventrikular
1). Definisi
Merupakan rupturnya dinding ventrikelpada tepi ependymal dan vaskuler
sub ependymal, perdarahan/petechie di sekitar ganglia basalis yang disebabkan
Akselerasi traumatik dan distorsi otak.2
2). Patofisiologi
Akselerasi traumatik dan distorsi otak menyebabkan dinding ventrikelpada
tepi ependymal dan vaskuler sub ependymal, perdarahan/petechie di sekitar
ganglia basalis kemudiandarah menghambat aliran CSF sehingga ventrikel
melebar.
3). Gambaran Radiologi5
CT-Scan
Daerah berbatas tegas dengan densitas meningkat pada sistem ventrikel
dan tampak pelebaran ventrikel.12
- Penurunan klinis
- Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift >5 mm
denganpenurunan klinis yang progresif
- Tebal hematoma epidural > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
BAB 3
KESIMPULAN