Anda di halaman 1dari 15

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang
dewasa dan agogos berarti memimpin. Dapat juga dikatakan bahwa andragogi
merupakan suatu ilmu (science) dan seni (art) dalam membantu orang dewasa belajar
(Knowles:1980). Sedangkan istilah lain yang sering dipergunakan sebagai
perbandingan adalah "pedagogi", yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan
"agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara
harafiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau
mengajar anak (Padmowihajo, 2006).

a. Perbedaan antara anak-anak dan dewasa dapat ditinjau dari 3 hal yaitu : Usia,
individu yang berumur lebih dari 16 tahun dapat dikatakan sebagai orang dewasa
dan kurang dari 16 tahun masih disebut anak-anak.
b. Ciri psikologis, individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, tidak selalu
tergantung dengan oranglain, bertanggung jawab, mandiri, berani mengambil
resiko, mampu mengambil keputusan merupakan ciri orang dewasa.
c. Ciri biologis, individu dikatakan dewasa apabila telah menunjukkan tanda-tanda
kelamin sekunder.

Pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak
maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang
dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Pada
awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu
pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat
andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini prinsip-
prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan
bagi kegiatan pendidikan bagi orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai
individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam
andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar
mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan
kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu. Beberapa defenisi Pendidikan Orang
Dewasa, menurut para ahli:

a. UNESCO (Townsend Coles, 1977), pendidikan orang dewasa merupakan


keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apa pun isi,
tingkatan,metodenya baik formal dan tidak, yang melanjutkan maupun yang
menggantikan pendidikan semula di sekolah, akademi dan universitas serta
latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat
mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan
kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap
dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan
partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan
bebas. Definisi diatas menekankan pencapaian perkembangan individu dan
peningkatan partisipasi sosial.
b. Bryson, menyatakan bahwa pendidikan orang dewasa adalah semua aktifitas
pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang
hanya menggunakan sebagian waktu dan tenaganya untuk mendapatkan
tambahan intelektual.
c. Reeves,et al, pendidikan orang dewasa adalah suatu usaha yang ditujukan untuk
pengembangan diri yang dilakukan individu tanpa paksaan legal, tanpa usaha
menjadikan bidang utama kegiatannya.

Pedadogi memiliki karakteristik dalam pengembangannya. Adapun karakteristik dari


andragogi atau pendidikan orang dewasa adalah sebagai berikut :
a. Memiliki lebih banyak pengalaman hidup.
b. Memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar. Orang dewasa termotivasi untuk
belajar karena ingin memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan berprestasi
secara personal, keputusan dan perwujudan diri.
c. Banyak peranan dan tanggung jawab yang dimiliki. Menimbulkan persaingan
terhadap permintaan waktu antar setiap peranan yang ia miliki. Menyebabkan
keterbatasan waktu untuk belajar. Penting bagi pendidik orang dewasa untuk
memiliki sensitifitas dan memahami adanya persaingan penggunaan waktu.
d. Kurang percaya diri atas kemampuan diri yang mereka miliki untuk belajar
kembali. Kepercayaan – kepercayaan yang tidak benar tentang belajar, usia
lanjut dan faktor fisik juga dapat meningkatkan ketidakpercayaan diri orang
dewasa untuk kembali belajar.
e. Pengalaman dan tujuan hidup orang dewasa lebih beragam daripada para
pemuda. Hal ini dapat dijadikan suatu kekuatan yang positif yang dapat
dimanfaatkan melalui pertukaran pengalaman dikalangan pembelajar orang
dewasa.
f. Makna belajar bagi orang dewasa. Belajar adalah suatu proses mental yang
terjadi dalam benak seseorang yang melibatkan kegiatan berfikir. Bagi
pendidikan orang dewasa melalui pengalaman-pengalaman belajar makna belajar
diberikan (Padmowihajo, 2006)..

Pendidikan Orang Dewasa umumnya memiliki sasaran kelompok orang dewasa yang
beraneka ragam, baik usianya, tingkat pendidikannya. Lingkungan sosialnya,
pelajarannya dan lain-lain. Misalnya pendidikan keaksaraan Functional (Functional
Literacy program) warga belajrnya orang dewasa yang masuk buta huruf dan sering
terdiri ekonominya msikin. Sedangkan, Pendidikan kepelatihan di industri /
perkantiran warga belajarnya adalah para pekerja maupun sifat yang umumnya tingat
pendidikannya cukup tinggi dn kondisi ekonominya cukup baik. Tujuan POD dengan
demikian beraneka ragam sesuai dengan permasalahannya , dan sasarannya. Secara
umum terdapat beberapa tujuan. Houle (1972), menggambarkan enam orientasi yang
dipegang oleh pendidik orang dewasa, yaitu:
Memusatkan pada tujuan.
a. Memenuhi kebutuhan dan minat.
b. Menyerupai sekolahan.
c. Menguatkan kepemimpinan.
d. Mengembangkan lembaga pendidikan orang dewasa.
e. Meningkatkan informalisasi (Yusnadi, 2002)..

Bergeivin mengemukakan tujuan pendidikan orang dewasa sebagai berikut:


Membantu pelajar mencapai suatu tingkatan kebahagiaan dan makna hidup.
a. Membantu pelajar memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya dan
hubungan interpersonalnya.
b. Membantu mengenali dan memahami kebutuhan lifelong education.
c. Memberikan kondisi dan kesempatan untuk membantu mencapai kemajuan
proses pematangan secara spiritual, budaya, fisik, politik dan kejujuran.
d. Memberikan kemampuan melek huruf, keterampilan kejujuran dan kesehatan
bagi orang dewasa yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar
(Yusnadi, 2002).

Pendidikan orang dewasa memiliki 10 Prinsip yang dapat menciptakan suasana


pembelajaran yang efektif dan efisien (Yusnadi, 2002). 10 Prinsip tersebut, yaitu :

a. Prinsip kemitraan
Prinsip kemitraan menjamin terjalinnya kemitraan di antara pengajar dan pelajar.
Dengan demikian pelajar tidak diperlakuan sebagai murid tetapi sebagai mitra
belajar sehingga hubugan yang mereka bangun bukanlah hubungan yang bersifat
memerintah, tetapi hubungan yang bersifat membantu, yaitu pengajar akan
berusaha semaksimal mungkin untuk membantu proses belajar pelajarnya.
b. Prinsip pengalaman nyata
Prinsip pngalaman nyata menjamin berlangsungnya kegiatan pembelajaran
pendidikan orang dewasa terjadi dalam situasi kehidupan yang nyata. Kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa tidak berlangsung di kelas atu situasi
yang simulative, tetapi pada situasi yang sebenarnya.

c. Prinsip kebersamaan
Prinsip kebersamaan menuntut digunakannya kelompok dalam kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa untuk menjamin adanya interaksi yang
maksimal di antara peserta dengan difasilitasi pengajar.

d. Prinsip partisipasi
Prinsip partisipasi adalah untuk mendorong keterlibatan pelajar secara maksimal
dalam kegiatan pembelajaran orang dewasa, dengan fasilitas dari pengajar.
Dalam kegiatan pembelajaran pendidikna orang dewasa semua pesrta harus
terlibat atau mengambil bagian secara aktif dari seluruh proses pembelajarn
mulai dari perencanaan,pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.

e. Prinsip keswadayaan
Prinsip keswadayaan merupakan prinsip yang mendorong kemandirian pelajar
dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendidikan orang dewasa
bertujuan untuk menghasilkan manusia yang mandiri yang mampu melakukan
peranan sebagai subyek atau pelaku. Untuk itulah diperlukan prinsip
keswadayaan.

f. Prinsip kesinambungan
Prinsip yang menjamin adanya kesimambungan dari materi yang dipelajari
sekarang dengan materi yang telah dipelajari di masa yang lalu dan dengan
materi yang akan dipelajari di waktu yang akan datang. Dengan prinsip ini maka
akan terwujud konsep pendidikan seumur hidup (life long education) dalam
pendidikan orang dewasa.

g. Prinsip manfaat
Prinsip manfaat menjamin bahwa apa yang dipelajari dalam pendidikan orang
dewasa adalah ssesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh pelajar. Orang
dewasa akan siap untuk belajar manakala dia menyadari adanya kebutuhan yang
harus dipenuhi. Kesadaran terhadap kebutuhan ini mendorong timbulnya minat
untuk belajar, dan karena rasa tanggung jawabnya sebagai orang dewasa maka
timbul kesiapanya untuk belajar.

h. Prinsip kesiapan
Prinsip kesiapan menjamin kesiapan mental maupun kesiapan fisik dari pelajar
untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran. Orang dewasa tidak akan dapat
melakukan kegiatan pembelajaran manakala dirinya belum siap untuk
melakukannya, apakah itu karena belum siap fisiknya atau belum siap mentalnya.

i. Prinsip lokalitas
Prinsip lokalitas menjamin adanya materi yang dipelajari bersifat spesifik local.
Generalisasi dari hasil pembelajaran dalm pendidikan orang dewasa akan sulit
dilakukan. Hasil pendidikan orang dewasa pada umumnya merupakan
kemampuan yang spesifik yang akan dipergunakan untuk memecahkan masalah
pelajar pada tempat mereka masing-masing, pada saat sekarang juga.
Kemampuan tersebut tidak dapat diberlakukan secara umum menjadi suatu teori,
dalil, atau prinsip yang dapat diterapkan dimana saja, dan kapan saja. Hasil
pembelajaran sakarang mungkin sudah tidak dapat lagi dipergunakan untuk
memecahkan masalah yang sama dua atau tiga tahun mendatang. Demikian pula
hasil pembelajaran tersebut tidak dapat diaplikasikan dimana saja, tetapi harus
diaplikasikan di tempat pelajar sendiri karena hasil pembelajaran tersebut
diiproses dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh pelajar.
j. Prinsip keterpaduan
Prinsip keterpaduan menjamin adanya integrasi atau keterpaduan materi
pendidikan orang dewasa. Rencana pembelajaran dalam pendidikan orang
dewasa harus meng-cover materi-materi yang sifatnya terintegrasi menjadi suatu
kesatuan meteri yang utuh, tidak partial atau terpisah-pisah (Yusnadi, 2002).

Prinsip Belajar Untuk Orang Dewasa Menurut Hommonds terdapat 4 prinsip belajar
yang dapat digunakan untuk mempercepat proses perubahan perilaku pelajar, yaitu :

a. Prinsip latihan (praktik)


Ketika kita telah menerima materi dan melakukan aktifitas yang konkrit dan juga
yang tidak nyata seperti aktifitas penggunaan indera, susunan syaraf dan pusat
susunan syaraf. Pelajar akan terdorong untuk mengaplikasikan ilmu yang ia
terima sebelumnya. Hal ini akan mempercepat perkembangan dan perubahan
kualitas pelajar.

b. Prinsip hubungan
Kejadian atau pengalaman dimasa lampau dapat dijadikan pedoman untuk
meramalkan akibat atau hasil yang akan mungkin akan terjadi dari suatu proses.
Menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman terdahulu.

c. Prinsip akibat
Dalam pendidikan orang dewasa, emosi, perasaan, lingkungan belajar, hingga
pendidik yang memberikan materi sangat mempengaruhi keberhasilan atau tidak
tercapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, sangat
diperlukan pendidik yang peka terhadap kepuasan pelajar yang berkaitan dengan
segala hal yang berkaitan dengan proses belajar pendidikan orang dewasa.
Dengan adanya kepuasan diharapkan pelajar dapat mencapai keberhasilan dan
tujuan pembelajaran.
d. Prinsip kesiapan
Kesiapan diri pelajar akan menentukan manfaat yang dapat diperoleh dari proses
belajar. Baik fisik maupun mental pembelajar sangat mempengaruhi proses
pembelajaran. Dengan adanya kesiapan mental dan fisik diharapkan pelajar
dapat mencurahkan seluruh perhatiannya pada materi yang sedang dihadapi.
Dengan demikian diharapkan, pelajar dapat memaksimalkan usaha pencapaian
dan dapat mengatasi rintangan belajar, agar dapat berprestasi (Suprijanto, 2007).

Metode yang dapat digunakan dalam pendidikan orang dewasa sangat banyak. Mulai
dari penyajian formal sampai dengan widyawisata. Pengetahuan tentang metode ini
sangat penting agar dapat menentukan metode yang sesuai dengan program
pendidikan orang dewasa yang dilaksanakan. Metode pendidikan orang dewasa
ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu kontinum proses belajar, dan jenis pertemuan
yang dilakukan dalam pendidikan orang dewasa

a. Kontinum proses belajar sebagai dasar metode POD

Metode pendidikan orang dewasa sebaiknya dipilih berdasarkan tujuan


pendidikan, yang pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Membantu orang menata pengalaman masa lalu yang dimilikinya melalui cara
baru, seperti konsultasi, latihan kepekaan, dan beberapa jenis latihan
manajemen, yang membantu individu untuk dapat lebih memanfaatkan apa
yang telah diketahuinya
2. Memberikan pengetahuan atau keterampilan baru, yakni mendorong individu
untuk meraih pengetahuan atau keterampilan yang sudah dimilikinya
(Suprijanto, 2007).

Posisi atau sifat pengalaman belajar dalam kontinum proses belajar dapat
memengaruhi beberapa hal berikut ini.
1. Persiapan dan orientasi bagi proses belajar
2. Suasana dan kecepatan belajar
3. Peran dan sikap pembimbing
4. Peran dan sikap peserta didik
5. Metode yang diterapkan agar usaha belajar berhasil.

b. Pemilihan jenis pertemuan

Metode ini biasa digunakan dalam pendidikan orang dewasa. Ada beberapa jenis
pertemuan yang dapat dipilih seseorang guna menyampaikan sesuatu kepada
orang lain. Pemilihan jenis pertemuan yang memuaskan tergantung pada apa
yang ingin diselesaikan. Jenis-jenis pertemuan yang umum dilakukan dalam
POD adalah sebagai berikut:
1. Institusi.
Mereka yang ikut dalam institusi adalah orang yang tertarik dalam bidang
khusus. Dalam suatu institusi, serta identifikasi akan berlangsung pemberian
informasi dan instruksi, serta identifikasi masalah dan pemecahannya.
Keterbatasan instritusi, yaitu tujuan akhirnya sering tidak tercapai,
dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam
mengorganisasikan suatu institusi dan melihat perkembangannya, ada
beberapa perencana yang tidak mau menyisihkan waktunya untuk keperluan
itu. Hal ini harus menjadi tantangan bagi tim kerja dan keahlian
pemimpinnya.
2. Konvensi.
Peserta datang dari kelompok lokal yang merupakan organisasi orang tua
baik dari tingkat kabupaten, provinsi, ataupun tingkat nasional. Salah satu
manfaat konvensi adalah memberikan peserta secara individual kesempatan
melihat organisasi sebagai suatu badan penting di mana ia
mengidentifikasikan dirinya. Jika konvensi dilaksanakan dengan baik,
loyalitas peserta akan termotivasi, egonya akan berkurang, dan dedikasinya
akan menguat. Kelehan konvensi adalah jika pelaksanaan kurang baik, maka
tidak dapat memberikan motivasi kepada peserta. Semakin besar ruang
lingkup konvensi, menyebabkan masing-masing peserta tidak saling
mengenal.
3. Konferensi
Petemuan dalam kelompok besar maupun kelompok kecil. Jumlah peserta
dalam konfensi mungkin hanya dua orang, atau sampai lima puluh orang atau
lebih namun, jumlahnya tidak sebanyak peserta institusi. Keterbatasan
konferensi adalah ketidakpastian kehadiran peserta, sulitnya megevaluasi apa
yang telah dicapai dalam konferensi dan apa yang akan dikerjakan sebagai
tindak lanjut.
4. Lokakarya (Workshop)
Pertemuan orang yang bekerja sama dalam kelompok kecil, biasanya dibatasi
pada masalah yang berasal dari mereka sendiri. Peran peserta diharapkan
untuk dapat mengahasilkan produk tertentu.
5. Seminar
Secara umum dikenal sebagai lembaga belajar. Tujuan seminar adalah untuk
mempelajari subjek di bawah seorang pimpinan yang menguasasi bidang
yang diseminarkan. Seminar sering berhubungan erat dengan riset. Seminar
tidak dapat digunakan secara universal karena beragamnya latar belakang
orang.
6. Kursus Kilat
Institusi yang sangat intensif selama satu hari atau lebih tentang beberapa
subjek khusus. Materinya disajikan dalam bentuk modul dan dimaksudkan
untuk membantu peserta mengerjakan tugas secara lebih baik sesuai dengan
pekerjaannya setelah kembali ke rumah. Kursus tidak terlalu menjadi daya
tarik yang universal, sulit bagi perencana untuk mengembankgkan program
yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan setiap orang yang terkait.
7. Kuliah Bersambung
Suatu rangkaian penyajian yang diberikan oleh dosen dengan periode waktu
satu kali per hari, satu kali per minggu, atau satu kali per bulan. Selang waktu
antara masing-masing kuliah bervariasi. Keterbatasan kuliah bersambunga
adalah dosen harus bekerja keras untuk mempersiapkan materinya dan cukup
sulit untuk mendorong peserta melakukan tindakan tertentu.
8. Kelas Formal
Pendidikan orang dewasa biasanya bergabung dengan program sekolah.
Mereka yang hadir telah menyatakan minat mereka dan telah mendaftar,
membayar uang pendaftaran, dan setuju terikat dengan peraturan program
institusi.
9. Diskusi Terbuka
Salah satu jenis pendidikan orang dewas yang sangat penting. Orang-orang
yang berperan aktif yang cukup ahli dalam proses kelompok untuk
memanfaatkan teknik secara penuh dalam meningkatkan kebebasan
mengeluarkan pendapat (Suprijanto, 2007).

Metode dalam pertemuan secara lengkap terdiri atas:


1. Penyajian formal : ceramah atau kuliah, simposium, diskusi panel, dan
kolokium.
2. Teknik diskusi : diskusi kelompok dengan wakil pemimpik (xo-leader),
kelompok hunddle, sesi buzz, teknik ”Philips 66”, tim pimpinan,tim
pendengar, permainan peran, skit drama, curah pendapat (branstorming),
diskusi informal, debat, diskusi mangkok ikan (fishbowl discussion), teknik
kelompok nominal, forum kuliah, forum simposium, dan forum panel.
3. Demonstrasi dan laboratorium : demonstrasi metode (cara), demonstrasi hasil,
dan prosedur laboratorium
4. Widyawisata
5. Audiovisual dan komunikasi tertulis (Suprijanto, 2007).

Selain metode di atas, terdapat beberapa metoda pengembangan masyarakat


masyarakat partisipatif (Mardikanto, 2011). Antara lain adalah sebagai berikut.
a. RRA (Rapid Rural Appraisal)
RRA merupakan metoda penilaian keadaan desa secara cepat, yang dalam
praktek, kegiatan RRA lebih banyak dilakukan oleh “orang luar” dengan tanpa
atau sedikit melibatkan masyarakat setempat. Meskipun sering dikatakan
sebagai teknik penelitian yang “cepat dan kasar/kotor” tetapi RRA dinilai masih
lebih baik dibanding teknik-teknik kuantitatif klasik. Sebagai suatu teknik
penilaian, RRA menggabungkan beberapa teknik yang terdiri dari:
1. Review/telaahan data sekunder, termasuk peta wilayah dan pengamatan
lapang secara ringkas
2. Oservasi/pengamatan lapang secara langsung
3. Wawancara dengan informan kunci dan lokakarya
4. Pemetaan dan pembuatan diagram/grafik
5. Studi kasus, sejarah lokal, dan biografi
6. Kecenderungan-kecenderungan
7. Pembuatan kuesioner sederhana yang singkat
8. Pembuatan laporan lapang secara cepat (Mardikanto, 2011).

b. PRA (Participatory Rural Appraisal)

PRA merupakan penyempurnaan dari RRA. PRA dilakukan dengan lebih banyak
melibatkan “orang dalam” yang terdiri dari semua stakeholders dengan
difasilitasi oleh orang-luar yang lebih berfungsi sebagai narasumber atau
fasilitator dibanding sebagai instruktur atau guru yang menggurui. Melalui PRA
dilakukan kegiatan-kegiatan:
1. Pemetaan-wilayah dan kegiatan yang terkait dengan topik penilaian keadaan.
2. Analisis keadaan yang berupa:
a) Kedaan masa lalu, sekarang, dan kecenderungannya di masa depan
b) Identifikasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan alasan-alasan
atau penyebabnya
c) Identifikasi (akar) masalah dan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
d) Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman atau analisis strength,
weakness, opportunity, and treat(SWOT) terhadap semua alternatif
pemecahan masalah.
3. Pemilihan alternatif pemecahan masalah yang paling layak atau dapat
diandalkan (dapat dilaksanakan, efisien, dan diterima oleh sistem sosialnya).
4. Rincian tentang stakeholders dan peran yang diharapkan dari para pihak, serta
jumlah dan sumber-sumber pembiayaan yang dapat diharapkan untuk
melaksanakan program/kegiatan yang akan diusulkan/direkomendasikan
(Mardikanto, 2011). .

c. FGD (Focus Group Discussion) atau Diskusi Kelompok yang Terarah


Sebagai suatu metoda pengumpulan data, FGD merupakan interaksi individu-
individu (sekitar 10-30 orang) yang tidak saling mengenal dan oleh seorang
pemandu (moderator) diarahkan untuk mendiskusikan pemahaman dan atau
pengalamannya tentang sesuatu program atau kegiatan yang diikuti dan atau
dicermatinya. Sebagai suatu metoda pengumpulan data, FGD dirancang dalam
beberapa tahapan, yaitu:
1. Perumusan kejelasan tujuan FGD, utamanya tentang isu-isu pokok yang akan
dipercakapkan, sesuai dengan tujuan kegiatannya.
2. Persiapan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan
3. Identifikasi dan pemilihan partisipan, yang terdiri dari para pemangku
kepentingan kegiatan terkait, dan atau narasumber yang berkompeten.
4. Persiapan ruangan diskusi, termasuk tata-suara, tata-letak, dan perlengkapan
diskusi (komputer dan LCD, papan-tulis, peta-singkap, kertas-plano, kertas
meta-plan, spidol berwarna, dll)
5. Pelaksanaan diskusi
6. Analisis data (hasil diskusi)
7. Penulisan laporan, termasuk lampiran tentang transkrip diskusi, rekaman
suara, foto, dll (Mardikanto, 2011). .
d. PLA (Participatory Learning and Action), atau proses belajar dan praktek secara
partisipatif
PLA merupakan bentuk baru dari metoda pemberdayaan masyarakat yang dahulu
dikenal sebagai “learning by doing” atau belajar sambil bekerja. Secara singkat,
PLA merupakan metoda pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari proses
belajar tentang suatu topik, seperti pesemaian, pengolahan lahan, perlindungan
hama tanaman, dll. Yang segera setelah itu diikuti aksi atau kegiatan riil yang
relevan dengan materi pemberdayaan masyarakat tersebut. Melalui kegiatan
PLA, akan diperoleh beragam manfaat, berupa:
1. Segala sesuatu yang tidak mungkin dapat dijaab oleh “orang luar”.
2. Masyarakat setempat akan memperoleh banyak pengetahuan yang berbasis
pada pengalaman yang dibentuk dari lingkungan kehidupan mereka yang
sangat kompleks.
3. Masyarakat akan melihat bahwa masyarakat setempat lebih mampu untuk
mengemukakan masalah dan solusi yang tepat dibanding orang luar.
4. Melalui PLA, orang luar dapat memainkan peran penghubung antara
masyarakat setempat dengan lembaga lain yang diperlukan. Disamping itu,
mereka dapat menawarkan keahlian tanpa harus memaksakan kehendaknya
(Mardikanto, 2011).

e. SL atau Sekolah Lapang (Farmers Field School)


Sebagai metoda pemberdayaan masyarakat, SL/FFs merupakan kegiatan
pertemuan berkala yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat pada hamparan
tertentu, yang diawali dengan membahas masalah yang sedang dihadapi,
kemudian diikuti dengan curah pendapat, berbagi pengalaman (sharing), tentang
alternatif dan pemilihan cara-cara pemecahan masalah yang paling efektif dan
efisien sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki (Mardikanto, 2011). .

f. Pelatihan Partisipatif
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat harus diawali dengan “scopping”
atau penelusuran tentang program pendidikan yang diperlukan dan analisis
kebutuhan atau “need assesment”. Untuk kemudian berdasarkan analisis
kebutuhannya, disusunlah programa atau acara pemberdayaan masyarakat yang
dalam pendidikan formal (sekolah) disebut dengan silabus dan kurikulum, dan
perumusan modul/lembar persiapan fasilitator pada setiap pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat. Berbeda dengan kegiatan pelatihan konvensional,
pelatihan partisipatif dirancang sebagai implementasi metoda pendidikan orang
dewasa (POD), dengan ciri utama:
1. Hubungan instruktur/fasilitator dengan peserta didik tidak lagi bersifat
vertikal tetapi bersifat lateral/horizontal.
2. Lebih mengutamakan proses daripada hasil, dalam arti, keberhasilan pelatihan
tidak diukur dari seberapa banyak terjadi alih-pengetahuan, tetapi seberapa
jauh terjadi interaksi atau diskusi dan berbagi pengalaman (sharing) antara
sesama peserta maupun antara fasilitator dan pesertanya (Mardikanto, 2011).

DAFTAR PUSTAKA :

Mardikanto, T. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. UNS Press. Unpress.

Padmowiharjo. 2006. Pendidikan orang dewasa. Universitas Terbuka. Jakarta.

Suprijanto, H. 2007. Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi. Bumi
Aksara. Jakarta

Yusnadi. 2002. Andragogi, pendidikan orang dewasa. Program Pascasarjana


Universitas Sumatera Negeri Medan. Medan.

Anda mungkin juga menyukai