TUBERKULOSIS PARU
Oleh :
K1A1 14 107
PEMBIMBING :
KENDARI
2019
TUBERKULOSIS PARU
I. Pendahuluan
sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan
dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus – kasus TB
yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.1 Meskipun kasus dan
kematian TB sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka kesakitan dan
kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9 juta
HIV positif.2
2
II. Definisi
merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai
organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada
III. Epidemiologi
juta kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan.
perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif
9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia
menurut Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru
positif (25 per 100.000 penduduk). Angka Notifikasi Kasus dari semua
3
Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara
lain:
prasarana.
lapas/rutan.
4
diabetes mellitus, merokok, serta keadaan lain yang menyebabkan
1990 sebesar > 900 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 menjadi 647
saat ini baru target penurunan angka insidens yang sudah tercapai. Untuk itu
perlu upaya yang lebih besar dan terintegrasi supaya Indonesia bisa
tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah
kasus baru TBC tahun 2017 pada laki – laki 1,4 kali lebih besar
5
per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TBC BTA
tinggi. Kemungkinan terjadi re-aktivasi TBC dan durasi paparan TBC lebih
IV. Etiologi
droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk
M.bovis.1
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
Kuman dapat hidup pada udarah kering maupun dalam keadaan dingin
6
(dapat tahan bertahun – tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dorman ini kuaman dapat
ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru – paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
V. Patofisiologi
terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular
(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruangan kerja yang
sama. Droplet yang mengandung basil TB yang dihasilkan dari batuk dapat
melayang di udara hingga kurang lebih dua jam tergantung pada kualitas
ventilasi ruangan. Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain yang sehat,
droplet akan terdampar pada dinding sistem pernapasan. Droplet besar akan
terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, droplet kecil akan masuk ke
dalam alveoli di lobus mana pun; tidak ada predileksi lokasi terdamparnya
7
tadi akan mendapatkan perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh
belum .4
a. Infeksi Primer
pengalaman dengan basil TB. Hanya proses fagositosis oleh makrofag saja
yang dihadapi oleh basil TB. Namun, makrofag yang memfagositosis belum
Setelah tiga minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal seluk beluk
makrofag dan umumnya basil TB akan mati. Namun, basil TB yang virulen
akan bertahan hidup. Basil yang tidak begitu virulen juga akan tetap hidup
jika makrofag atau pertahanan tubuh lemah. Orang yang terinfeksi basil TB
8
maupun anggota keluarganya tidak tahu bahwa ia terinfeksi basil
tuberkulosis karena tidak ada gejala atau tanda – tanda yang terlihat. Jika
hasil positif.4
membelah ini kemudian menjadi lesi inisial (initial lung lesion) tempat
kompleks Ghon.1
primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru
Sarang dini ini mula – mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
9
yang terdiri dari sel – sel Histiosit dan sel Datia Langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel – sel limfosit dan berbagai jaringan
ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali
menjadi progresif dan sakit (3-4%) dari yang terinfeksi. Perjalanan penyakit
dan gejalanya bervariasi tergantung pada umur dan keadaan penderita saat
1. Demam
ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
10
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk
baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
3. Sesak napas
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
napas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang
atau miliar.
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
5. Malaise
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
11
keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi
1. Pemeriksaan Radiologis
apikal lobus atas atau segmen apilkal lobus bawah (bagian inferior). Pada
batas – batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
berdinding tipis. Lama – lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada
paru.1
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah
12
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap
b) Sputum
sputum.1
13
dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
Pasien TB anak
c) Tes tuberkulin
14
tuberkulin P.P.D. (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan
sensitivity
sensitivity.
sensitivity
hypersensitivity.1
VIII. Diagnosis
15
Keluhan seseorang penderita TB sangat bervariasi mulai dari sama sekali
tak ada keluhan sampai dengan keluhan – keluhan yang serba lengkap.
saat orang sehat tak akan berkeringat pada lingkungan yang sama).
batuk dengan atau tanpa dahak, batuk darah, sesak dan nyeri dada.
2. Pemeriksaan Klinis
Disini juga tidak ada satupun gejala yang patognomonis untuk TB.
sangat besar. Bahkan, tidak jarang pada stadium permulaan belum dapat
orang dewasa biasanya penyakit ini mulai di daerah paru atas, kanan
ditemukan ronki basah halus. Bila proses infiltrat semakin meluas dan
16
redup pada perkusi, suara napas bronkhial serta bronkoponi yang
menguat.9
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologi
3) Pemeriksaan Biakan
(M.tb).1
17
b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
ekstraparu.1
a. Pemeriksaan serologis
molekuler
18
Terduga TB
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, Pasien dengan riwayat pengobatan
tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB, pasien dengan riwayat kontak erat
TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak dengan pasien TB RO, pasien dengan
diketahui status HIV nya HIV (+)
(- -) (+ +)
MTB pos, MTB pos, Rif MTB pos, MTB
Rif Sensitive indeterminate Rif neg
Resistence
Foto Terapi
toraks antibiotika TB Ulangi
non OAT terkonfirmasi pemeriksaan TB Foto toraks
bakteriologis TCM RR (mengikuti
alur yang
sama dengan
Pengobatan Mulai alur pada
TB Lini 1 pengobatan pemeriksaan
TB RO; mikroskopiks
lakukan BT negatif (--)
Gambaran Tidak
pemeriksaan
mendukung mendukung
Biakan dan
TB TB, bukan
Uji Kepekaan
TB; cari
OAT Lini 1
kemungkinan
dan Lini 2
penyebab
penyakit lain
Pengobatan
TB Lini 1
19
Keterangan alur:
mikroskopis.
20
2. Jika terduga TB adalah kelompok terduga TB RO dan
uji.
cepat)
21
hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan
tindakan selanjutnya.
menggunakan mikroskop.
22
2. Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop
Pagi.
3. BTA (+) adalah salah satu atau kedua uji dahak menunjukkan
23
Ada penyakit komorbid : HIV, DM
IX. Penatalaksanaan
a. Non Farmako
dibandingkan kuratif
6. Konseling kepada pasien efek samping obat yang timbul seperti buang
air kecil akan berwarnah merah yang menandakan itu bukanlah darah
hanya menandakan reaksi obat. Selain itu juga bisa timbul gatal –
gatal dan kepala terasa pusing. Hal ini dilakukan agar pasien tetap
8. Edukasi mengenai gaya hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok
24
b. Farmakologis
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada
selama 2 minggu.
penting untuk membunuh sisa – sisa kuman yang masih ada dalam
25
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
trombositopeni
neuritis perifer.
26
Tabel 2. OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR
Golongan 1: OAT
Pirazinamid (B)
neuritis perifer
Golongan 2 : OAT
suntikan
Golongan 3:
Fluorokuinolon
(jarang)
27
Golongan 4: OAT
reversible
Jhonson syndrome
yang reversible
28
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia ( sesuai rekomendasi
WHO dan ISTC). Panduan OAT yang digunakan oleh Progam Nasional
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
dewasa
(mg)
kg per hari pada pasien dalam kelompok usia ini. Pasien dengan
29
berat kurang dari 50 kg mungkin tidak mentolerir dosis di atas
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
and etambutol.2
X. Komplikasi
komplikasi lanjut.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Zulkifli, Asril Bahar . 2015.: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
Edisi ke-6.Jakarta : InternalPublishing. Hal 863-871
2. Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
3. Kemenkes RI.2016. Infodation Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI.
4. Darmanto.,R.D. 2013.Respirologi (Respiratory Medicine) :EGC :Hal 151-
168
5. Tabrani.,H.R.. 2013.Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: CV Trans Info Media :
Hal 157-168
6. Anderson.S.P., McCarty L.W. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : EGC :
7. Zettira.,Z. Indah.,M.,S.2017. Penatalaksanaan Kasus Baru TB Paru dengan
Pendekatan Kedokteran Keluarga. J Medula Unila. Juni 2017. Vol 7. No 3.
8. Kemenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
9. Danusantoso. H. . 2011. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: EGC
10. World Health Organization. 2010. Treatment Of Tuberculosis Guidelines
Fourth Edition
31
32