Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya kegiatan pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia,
melalui pendidikan manusia dapat meraih derajat sebagai manusia seutuhnya.
Pendidikan juga merupakan usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan
generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan kehidupan
bangsa yang lebih baik di masa yang akan datang.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak dapat ditinggalkan
bagi setiap sendi kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia mampu
mengantisipasi perubahan-perubahan dalam hidupnya. Proses pendidikan tidak
terjadi hanya di sekolah, tetapi juga terjadi di keluarga dan masyarakat. Ketiga
jalur pendidikan tersebut sangat berperan dalam pembentukan kepribadian
manusia untuk menjadi manusia yang lebih baik. Pendidikan yang mampu
mendukung pembangunan di masa yang datang adalah pendidikan yang mampu
mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu
menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan
harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik.
Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus
memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan
harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi
problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan
datang.
2

Seiring dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang


sangat pesat maka pendidikan dituntut untuk maju. Peningkatan mutu pendidikan
nasional salah satunya melalui model pembelajaran yang diterapkan di sekolah
dapat menumbuhkan sikap serta perilaku yang inovatif dan kreatif kepada diri
siswa. Pendidikan nasional perlu dilaksanakan secara teratur, terpadu dan serasi
sesuai dengan perkembangan pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Sejauh ini proses pembelajaran di sekolah masih didominasi oleh sebuah
paradigma yang menyatakan bahwa sebuah pengetahuan merupakan perangkat
fakta-fakta yang harus dihafal. Di samping itu, situasi kelas sebagian besar masih
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, serta penggunaan metode
ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar mengajar. Oleh karena itu perlunya
peningkatan kualitas pembelajaran dengan melakukan berbagai cara. Salah
satunya dengan mengembangkan pendekatan, strategi, model dan metode
pembelajaran yang sudah ada.
Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan perlu adanya
pengemasan model pembelajaran yang menarik. Siswa tidak merasa terbebani
oleh materi ajar yang harus dikuasai. Jika siswa sendiri mencari, mengelola dan
menyimpulkan atas masalah yang dipelajari maka pengetahuan yang ia dapatkan
akan lebih lama melekat di pikiran. Guru sebagai fasilitator memiliki kemampuan
dalam memilih model pembelajaran yang efektif. Dengan inovasi model
pembelajaran diharapkan akan tercipta suasana belajar aktif, mempermudah
penguasaan materi, siswa lebih kreatif dalam proses pembelajaran, kritis dalam
menghadapi persoalan, memiliki keterampilan sosial dan mencapai hasil
pembelajaran yang lebih optimal.
Menurut Purwanto (2009:47), model pembelajaran yang efektif dapat
digunakan guru untuk mentransfer ilmu dengan baik dan benar, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Model pembelajaran akan efisien jika
menghasilkan kemampuan siswa seperti yang diharapkan dalam tujuan dan sesuai
dengan target perhitungan dalam segi materi dan waktu. Seorang guru sebaiknya
mampu memilih model yang tepat bagi peserta didiknya. Pemilihan model
3

pembelajaran haruslah sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. Tujuan


pembelajaran yang jelas akan memperjelas proses belajar mengajar dalam arti
situasi dan kondisi yang harus diperbuat dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan dan kualifikasi siswa maupun guru berbeda-beda, sehingga
pemilihan model pembelajaran yang tepat juga akan mengalami kesukaran karena
tujuan yang berhubungan dengan emosi, perasaan, atau sikap dan tujuan yang
beraspek afektif sulit dirumuskan dan sukar diukur keberhasilannya.
Keberhasilan proses belajar mengajar tidak terlepas dari suatu kurikulum
yang digunakan, kurikulum pendidikan yang digunakan pada saat ini adalah
kurikulum pendidikan 2013 dengan menekankan pada pembelajaran yang berbasis
tematik. Kurikulum pendidikan 2013 menekankan pada dimensi pedagogik
modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan
ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi
beberapa aspek antara lain mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan (Permendikbud, 2013:5). Untuk proses
pembelajaran siswa dan guru harus maksimal mempersiapkan pembelajaran,
keduanya dituntut untuk HOTS (High Order Thingking Skill) yang
mengaharuskan siswa dan guru untuk berpikir tingkat tinggi. Dalam penerapan
kurikulum pendidikan 2013 ini guru diharuskan untuk mengganti model
pembelajaran sesuai dengan kurikulum pendidikan 2013. Dalam hal ini, model
pembelajaran yang digunakan guru seharusnya dapat membantu proses analisis
siswa. Salah satu model tersebut adalah model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL). Diharapkan model PBL ini lebih baik untuk meningkatkan
keaktifan siswa jika dibandingkan dengan model konvesional. Keefektifan model
ini adalah siswa lebih aktif dalam berpikir dan memahami materi secara
berkelompok dengan melakukan investigasi dan inkuiri terhadap permasalahan
yang nyata di sekitarnya sehingga mereka mendapatkan kesan yang mendalam
dan lebih bermakna tentang apa yang mereka pelajari.
Problem Based Learning (PBL) merupakan model belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru. Siswa diberikan permasalahan pada awal
4

pelaksanaan pembelajaran oleh guru, selanjutnya selama pelaksanaan


pembelajaran siswa memecahkan masalahnya yang akhirnya mengintegrasikan
pengetahuan ke dalam bentuk laporan. Problem Based Learning (PBL) dalam
pengaplikasiannya memiliki beberapa poin dalam melihat keaktifan siswa dalam
melakukan pembelajaran. Keterampilan-keterampilan siswa yang diharapkan
setelah model ini diterapkan seperti bagaimana siswa itu bisa bekerjasama,
mengeluarkan pendapat, menjadi pendengar yang baik, serta mampu bertanya
tentang apa yang belum dipahami dalam proses kegiatan belajar mengajar atau ini
bisa dikatakan keterampilan sosial yang harus bisa tercapai.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas X SMAN 4
Palopo, khususnya pada mata pelajaran Biologi materi Ekosistem, langkah-
langkah guru dalam pembelajaran meliputi, guru mengawali pembelajaran dengan
pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan yang dikaitkan dengan pembelajaran
sebelumnya, guru memberi tugas mengamati berdasarkan tugas yang diberikan,
guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengumpulkan informasi dengan
bekerja sama, guru meminta siswa mempresentasikan hasil kerjasamanya di depan
kelas. Kegiatan guru tersebut menunjukkan adanya penggunaan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Ada beberapa alasan mengapa disarankan menggunakan PBL pada
kurikulum 2013, yaitu seorang lulusan tidak dapat menaggulangi masalah yang
dihadapinya hanya dengan menggunakan satu disiplin ilmu. Ia harus mampu
menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dipunyai atau
mencari ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya dalam rangka menanggulangi
masalahnya. Melalui Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based
Learning) yang diawali dengan pemberian masalah pemicu kepada siswa dapat
menerapkan suatu model pembelajaran secara spiral (spiral learning model)
dengan memilih konsep dan prinsip yang terdapat dalam sejumlah cabang ilmu,
sesuai kebutuhan masalah. Dengan diberi sejumlah masalah pemicu, diharapkan
sebagian besar/seluruh materi cabang ilmu dicakup dan kemampuan siswa untuk
secara terus menerus melakukan pengembangan pengetahuannya tercapai.
5

Kemudian langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) yang


dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat menghasilkan sejumlah
keterampilan diantaranya berupa keterampilan membaca, keterampilan membuat
catatan, kemampuan kerjasama dalam kelompok, keterampilan berkomunikasi,
keterbukaan, berpikir analitik, kemandirian dan keaktifan belajar serta wawasan
dan keterpaduan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Belajar Model Problem Based
Learning (PBL) pada Materi Ekosistem Terhadap Siswa Kelas X SMA
Negeri 4 Palopo”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan pada latar belakang, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran Biologi materi
Ekosistem pada siswa Kelas X SMAN 4 Palopo?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai
dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran Biologi materi
ekosistem pada siswa Kelas X SMAN 4 Palopo.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan yang ada serta sebagai salah satu sumber pengetahuan
mengenai penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dalam
pembelajaran di Sekolah.
b. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan bagi peneliti yang akan
datang.
6

c. Secara khusus penelitian ini memberikan kontribusi pada strategi


pembelajaran berupa pergeseran dari paradigma mengajar menuju ke
paradigma belajar yang mementingkan pada proses untuk mencapai hasil.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti terkait dengan
penersapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) di
sekolah.
b. Bagi Siswa
Memberikan gambaran kepada siswa tentang model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) yang diterapkan di sekolah untuk
meningkatkan motivasi belajar mereka.
c. Bagi Guru
Dapat memberikan pengetahuan kepada guru tentang penggunaan model
Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran di sekolah dan dapat
dijadikan sebagai acuan bagi guru untuk meminimalisir kendala dalam
penggunaannya.
d. Bagi Sekolah
Dapat memberikan gambaran kepada sekolah bagaimana menerapkan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran
di Sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


1. Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif
Solihatin dan Raharjo (2007:4) berpendapat bahwa pada dasarnya cooperatif
learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap dan perilaku bersama dan
bekerja atau membantu diantara sesama dlam sturktur kerjasama yang teratur
dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja
sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Komalasari (2010:62) mengemukakan bahwa cooperative learning
(pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir
pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja
bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini, keberhasilan belajar
dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik
secara individual maupun secara berkelompok.
Suprijono (2012:54-55) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara
umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan
informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam rangka
menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian
tertentu pada akhir tugas.
Isjoni (2013:26) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan
pendekatan pembelajaran yang berhasil mengintegrasikan keterampilan sosial
yang bermuatan akademik. Rusman (2014:202) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran yang
dilaksanakan dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
8

kecil secara kolaboratif, di mana kelompok-kelompok tersebut terdiri dari empat


sampai enam orang siswa dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Rusman (2014:202) mengemukakan bahwa pembelajaran pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok
yang heterogen. Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja
kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang
aneh dalam cooperative learning karena mereka beranggapan telah biasa
melakukan pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok.
Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative
learning.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran di mana siswa bekerja
sama dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen. Kemampuan dan aktivitas dari anggota kelompok pada pembelajaran
kooperatif dapat mempengaruhi keberhasilan belajar dari kelompok.
2. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif
Lie (2010:31), mengemukakan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal,
lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan:
a. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu pembelajaran sangat bergantung pada usaha setiap
anggotanya. Semua anggota bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama.
b. Tanggung jawab perseorangan
Setiap siswa harus bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik demi
kelancaran pembelajaran dalam kelompok.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
saling mengenal dan menerima satu sama lain. Setiap anggota kelompok
9

mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga dan prestasi belajar yang


berbeda satu dengan yang lain.
d. Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengar dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka.
e. Evaluasi proses kelompok
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi
proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih efektif.
3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Ismail (2002:12) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan
pendapat dan membuat keputusan secara bersama.
b. Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.
c. Panghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok.
4. Prinsip Dasar dan Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Asma (2006:14-16) mengemukakan bahwa prinsip model pembelajaran
kooperatif antara lain sebagai berikut:
a. Belajar siswa aktif
Pembelajaran berpusat pada siswa untuk belajar bersama dalam kelompok
dalam memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
b. Belajar kerja sama
Proses pembelajaran dilakukan secara bersama untuk membangun
pengetahuan melalui penemuan-penemuan sehingga pemahaman yang diperoleh
lebih bernilai permanen.
c. Pembelajaran partisipatori
Siswa belajar dengan melakukan sesuatu secara bersama-sama untuk
menemukan dan membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran.
10

d. Reactive Teaching
Guru menciptakan suasana pembelajaran menarik dan menyenangkan
sehingga menumbuhkan motivasi belajar siswa yang tinggi.
e. Pembelajaran yang menyenangkan
Pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang menyenangkan dengan
sikap dan perilaku guru yang ramah.
Karakteristik model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Isjoni
(2013:33-34) meliputi:
a. Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok diperoleh kelompok dalam
mencapai skor dalam kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam
menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, membantu dan
saling peduli.
b. Pertanggungjawaban individu, menitikberatkan pada semua aktivitas anggota
kelompok secara individu yang menjadikan setiap anggota siap menghadapi
tes dan tugas secara mandiri.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan, semua siswa baik siswa
berprestasi rendah, sedang atau tinggi memperoleh kesempatan yang sama
untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
5. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Priansa (2015:244) menyatakan tujuan model pembelajaran kooperatif
dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembelajaran kooperatif adalah untuk menciptakan situasi
di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus pembelajaran kooperatif, yang meliputi sebagai berikut:
1) Hasil belajar akademik pembelajaran kooperatif bertujuan untuk
meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik.
11

2) Pengakuan adanya keragaman dalam model pembelajaran kooperatif


bertujuan agar peserta didik dapat menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang.
3) Pengembangan keterampilan sosial dalam pembelajaran kooperatif
bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial peserta didik.
Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah
berbagai tugas, aktif bertanya.
6. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Rusman (2014:212) mengemukakan bahwa prosedur atau langkah-langkah
pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai
berikut:
a. Penjelasan Materi
Tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi
pembelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini
adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran
b. Belajar Kelompok
Tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa
bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya
c. Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes kuis,
yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan
penalaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan
penialaian pada kemampuan kelompoknya. Dalm hal ini, hasil akhir setiap siswa
adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki
nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai
bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota
kelompoknya.
d. Pengakuan Tim
Pada tahapan ini dilakukan penetapan tim yang dianggap paling menonjol
atau tim yang paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau
12

hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik
lagi.
7. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Suprijono (2012:46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
Model pembelajaran dapat digunakan untuk menyusun kurikulum, merancang
bahan pembelajaran dan menuntun pelajaran di dalam kelas atau pada kondisi
lainnya.
Menurut Triyanto (2007:67) model pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya
permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang
membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Menurut
Sanjaya (2010:214) Problem Based Learning (PBL) merupakan serangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah. Model Problem Based Learning (PBL) merupakan
masalah yang bersifat terbuka. Artinya, jawaban dari permasalahan tersebut belum
pasti, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi dan
menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Dalam hal ini, setiap siswa, bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan
jawaban. Dengan demikian, model pembelajaran berbasis masalah memberikan
kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data
secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Hakikat masalah
dalam model pembelajaran berbasis masalah adalah kesenjangan antara situasi
nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan
kondisi yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya
keresahan, keluhan, kerisauan ataupun kecemasan terhadap masalah yang
dihadapi. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada
materi pelajaran yang bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
Mudjiman (2006:55) mengemukakan bahwa dalam Problem Based Learning
(PBL), masalah dibahas dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam pembahasan ini
13

mereka catat apa saja yang sudah mereka ketahui untuk menjawab masalah dan
apa saja yang belum mereka ketahui. Mereka mengumpulkan data dan
pengetahuan yang belum mereka ketahui itu dengan menggunakan sumber.
Mereka menganalisis seluruh data dan pengetahuan yang terkumpul, untuk
menjawab masalah dan memberikan bantuan bila diperlukan.
Menurut Riyanto (2010:285) model Problem Based Learning (PBL) adalah
suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir kritis,
memecahkan masalah, belajar secara mandiri dan menuntut keterampilan
berpartisipasi dalam tim. Proses pemecahan masalah dilakukan secara kolaborasi
dan disesuaikan dengan kehidupan. Model Problem Based Learning (PBL)
merupakan suatu model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada tantangan
belajar untuk belajar. Siswa aktif bekerja sama di dalam kelompok untuk mencari
solusi permasalahan dunia nyata.
Menurut Sapriya (2012:112) model pembelajaran berbasis masalah adalah
model pembelajaran yang dilandasi teori konstruktivisme dengan pendekatan
inkuiri, berpusat kepada siswa dengan target hasil belajar pemecahan masalah
(authentic) dan menjadi pembelajar yang mandiri. Menurut Sudjana (2010:91)
model pembelajaran pemecahan masalah berdasarkan tujuan dan bahan
pengajaran, guru menjelaskan apa yang harus dicapai siswa dan kegiatan belajar
yang harus dilaksanakannya (langkah-langkahnya). Melalui ceramah dan alat
bantu atau demonstrasi, guru menjelaskan konsep, prinsip, hukum kaidah dan
yang sejenisnya, bersumber dari bahan yang harus diajarkannya. Beri kesempatan
bertanya bila siswa belum jelas mengenai konsep, prinsip, hukum, kaidah yang
telah dijelaskan tersebut dan guru merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
model Problem based learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada permasalahan yang berhubungan dengan dunia nyata
yang dipecahkan melalui langkah-langkah sistematis, ilmiah dan terarah yang
dilakukan secara mandiri melalui kerjasama yang terbangun di dalam kelompok.
Dalam hal ini, masalah bersifat terbuka dan menjadi titik tolak pembelajaran yang
menantang bagi siswa.
14

1. Ciri-ciri Model Problem Based Learning (PBL)


Rusmono (2014:74) mengemukakan bahwa Problem Based Learning (PBL)
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pengajaran berdasarkan masalah diawali dengan guru mengajukan pertanyan
dan masalah yang secara sosial di anggap penting dan secara pribadi bermakna
untuk siswa.
b. Terintegrasi dengan disiplin ilmu yang lain.
Meskipun PBL berpusat pada amata pelajaran tertentu (IPA,Matematika dan
ilmu-ilmu sosial) masalah yang akan diselidiki telah ditentukan secara paasti
agar dalam pemecahannya siswa meninjau dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik
PBL menuntut siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk yang mewakili bentuk
pemecahan masalah. Produk itu dapat berupa laporan, model fisik, vidio
maupun program komputer.
e. Kerjasama
PBL mempunyai ciri khusus yaitu siswa bekerja sama dalam kelompok kecil.
Adapun keuntungan bekerja sama dalam kelompok kecil diantaranya siswa
dapat saling memberi motifasi dalam tugas-tugas kelompok dan dapat
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
2. Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Sugiyanto (2009:136) ada lima tahapan dalam pembelajaran model
Problem Based Learning (PBL), antara lain sebagai berikut:
a. Tahap 1 yaitu orientasi siswa pada masalah
Pada tahapan ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
15

b. Tahap 2 yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar


Pada tahapan ini guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c. Tahap 3 yaitu membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Pada tahapan ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan pemecahan
masalah.
d. Tahap 4 yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada tahapan ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu mereka
untuk berbagi tugas dengan temannya.
e. Tahap 5 yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pada tahapan ini guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Sanjaya (2010:216) mengemukakan bahwa pada model PBL dalam terdapat
lima tahap utama, antara lain:
a. Orientasi siswa kepada masalah yaitu menjelaskan tujuan pembelajaran dan
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa untuk terlibat
dalam pemecahan masalah yang dipilihnya. Siswa merumuskan masalah yang
akan dipecahkan.
b. Mengorganisasi siswa untuk belajar yaitu membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran yang berhubungan dengan
masalah tersebut. Siswa merancang pemecahan masalah sesuai permasalahan
yang telah dirumuskan.
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok yaitu mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
observasi/eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Siswa berdiskusi berbagi informasi setelah mencari dan mengumpulkan
informasi yang diperlukan dari berbagai sumber untuk memecahkan masalah.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya yaitu membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, poster, puisi
16

dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Siswa menampilkan karyanya/menjelaskan hasil kegiatan pemecahan
masalahnya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yaitu membantu
siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan. Siswa melakukan refleksi/evaluasi
terhadap kegiatan peemecahan masalah yang telah dilakukan.
3. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah melibatkan presentasi situasi-situasi autentik
dan bermakna yang berfungsi sebagai landasan bagi investigasi oleh parapeserta
didik. Dengan adanya fitur yang penting dalam suatu pembelajaran berbasis
masalah. Fitur pembelajaran berbasis masalah menurut Arends (2008:42) sebagai
berikut:
a. Permasalahan autentik
Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan masalah nyata yang
penting secara social dan bermakna bagi peserta didik. Peserta didik
menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat diberi
jawaban-jawaban sederhana hal ini mendorong mereka untuk berpikir lebih
mendalam untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Fokus interdisipliner
Pemecahan masalah menggunakan pendekatan interdisipliner, hal ini
dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir struktural dan belajar
menggunakan berbagai perspektif keilmuan.
c. Investigasi autentik
Peserta didik diharuskan melakukan investigasi autentik yaitu berusaha
menemukan solusi riil. Peserta didik diharuskan menganalisis dan menetapkan
masalahnya, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan
eksperimen, membuat inferensi dan menarik kesimpulan.
d. Produk
Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik mengontruksikan
produk sebagai hasil investigasi atau pengamatan. Produk yang dimaksud
17

biasa berupa paper yang dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang


lain.
e. Kolaborasi
Kolaborasi peserta didik dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong
penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan sosial.
4. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Sanjaya (2010:220) sebagai suatu strategi pembelajaran, Problem
Based Learning (PBL) memiliki kelebihan, di antaranya:
a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus
untuk lebih memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa
tentang serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
siswa.
c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktifitas
pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana
menstrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata.
e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah itu
juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil
maupun proses belajarnya.
f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada
siswa bahwa setiap mata pelajaran (Matematika, IPA, Sejarah dan lain
sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-
buku saja.
g. Pemecahan masalah (problem solving) lebih menyenangkan dan disukai
siswa.
18

h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan


siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.
j. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa
untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal
telah berakhir.
Menurut Sanjaya (2010:221) di samping keunggulan, Problem Based
Learning (PBL) juga memiliki kelemahan, diantaranya:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
5. Cara Mengatasi Masalah dalam Penerapan Model Problem Based
Learning (PBL)
Cara mengatasi masalah dalam penerapan model pembelajaran berbasis
masalah menurut Arends (2008:51), sebagai berikut:
a. Guru memotivasi peserta didik agar lebih aktif, kreatif dan tertarik dalam
memecahkan masalah dalam dunia nyata.
b. Guru mengadakan penilaian dari masing-masing anggota kelompok sehingga
peserta didik berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai tinggi.
c. Guru selalu membimbing peserta didik dalam memecahkan suatu masalah.
d. Guru lebih memaksimalkan waktu untuk mengarahkan peserta didik dalam
berdiskusi.
19

6. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL)


a. Perencanaan Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Atmusudirdjo (2011:4) perencanaan adalah perhitungan dan
penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam mencapai tujuan tertentu,
oleh siapa dan bagaimana. Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah
proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan dapat diartikan sebagai proses
penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan
dating untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen
yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Komponen tersebut mencakup
pendidik, peserta didik, materi, metode dan evaluasi. Pembelajaran dapat diartikan
sebagai suatu proses yang dilakukan oleh para guru dalam membimbing,
membantu dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman dan
mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar. Dengan kata lain
pembelajaran adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar
bagi peserta didik.
Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng (1993:1) adalah upaya untuk
membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implisit dalam pengajaran
terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai
hasil pengajaran yang diinginkan.
Pemilihan, penetapan dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi
pengajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan
pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan
atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah
sebabnya dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan keseluruh sumber
belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh
karena itu pembelajaran memusatkan perhatian pada bagaimana membelajarkan
siswa? dan bukan pada apa yang dipelajari siswa?. Adapun perhatian terhadap apa
yang dipelajari siswa merupakan bidang kajian dari kurikulum, yakni mengenai
apa isi pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat tercapainya tujuan.
20

Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana cara agar tercapai tujuan


tersebut. Dalam kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk mencapai
tujuan adalah bagaimana cara mengorganisasikan pembelajaran, bagaimana
menyampaikan isi pembelajaran dan bagaimana menata interaksi antara sumber-
sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal. Perencanaan
pembelajaran secara umum yang dilakukan oleh guru dalam memulai
pembelajaran PBL dengan membuat perangkat pembelajaran seperti silabus dan
RPP pada awal semester mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) pada saat sebelum mengajar.
Menurut Salim (1987:98), silabus dapat didefinisikan sebagai garis besar,
ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran. Istilah silabus
digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa
penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin
dicapai dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik
dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan susunan rencana pembelajaran oleh
guru sebelum memulai pembelajaran.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara umum terdiri dari:
1) Kompetensi inti.
2) Kompetensi dasar.
3) Indikator.
4) Tujuan pembelajaran.
5) Materi Pembelajaranmetode pembelajaran.
6) Langkah-langkah pembelajaran.
7) Alat / sumber belajar.
8) Penilaian.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Sudjana (2010:136) pelaksanaan pembelajaran adalah proses yang
diatur sedemikian rupa menurut langkah-langkah tertentu agar pelaksanaan
mencapai hasil yang diharapkan. Menurut Djamarah dan Zain (2010:1)
pelaksanaan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif, nilai
21

edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan siswa. Interaksi yang
bernilai edukatif dikarenakan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pelaksanaan
pembelajaran dimulai.
Proses pembelajaran berbasis masalah akan dapat dijalankan bila pengajar
siap dengan segala perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap dan
lain-lain). Peserta didik pun juga harus memahami prosesnya dan telah
membentuk kelompok-kelompok kecil. Umumnya setiap kelompok menjalankan
proses yang sering dikenal dengan proses 7 langkah yaitu:
a. Langkah 1 : mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas, memastikan
setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam
masalah.
b. Langkah 2 : merumuskan masalah.
c. Langkah 3 : menganalisis masalah. Anggota mengeluarkan pengetahuan
terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah dan membahas
informasi faktual (yang tercantum pada masalah) dan juga informasi yang ada
dalam pikiran anggota Brainstorming (curah gagasan).
d. Langkah 4 : menata gagasan secara sistematis dan menganalisisnya secara
dalam. Analisis adalah upaya memilah-memilah sesuatu menjadi bagianbagian
yang membentuknya.
e. Langkah 5 : memformulasikan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran
dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat dan menjadi dasar gagasan
untuk membuat laporan.
f. Langkah 6 : mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar
diskusi kelompok). Setiap anggota harus mampu belajar secara efektif untuk
mendapatkan informasi yang relevan. Keaktifan setiap anggota harus terbukti
dengan laporan yang harus disampaikan oleh setiap individu/sub kelompok
yang disampaikan dan dibahas dalam presentasi.
g. Langkah 7 : mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru. Dari
laporan-laporan individu/sub kelompok, dipresentasikan di hadapan anggota
kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru.
22

Anggota mendengar laporan haruslah kritis tentang laporan yang disajikan.


Pada langkah 7 ini kelompok sudah dapat membuat sintesis,
menggabungkannya dan mengombinasikan hal-hal yang relevan. Di tahap ini
keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan
dan meninjau ulang hasil diskusi untuk disajikan dalam bentuk laporan.
Disinilah kemampuan menulis (komunikasi tertulis) dan kemudian
mempresentasikan (komunikasi oral) sangat dibutuhkan dan sekaligus
dikembangkan.
c. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik
yang menggunakan instrument tes atau non tes . Sedangkan pengertian penilaian
belajar dan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan keputusan nilai
keberhasilan belajar dan pembelajaran secara kualitatif.
Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan
dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Pada pembelajaran
berbasis masalah sistem penilaian tidak cukup hanya dengan tes tertulis namun
lebih diarahkan pada hasil penyelidikan peserta didik. Hasil penyelidikan yang
dimaksud adalah hasil dari kegiatan peserta didik dalam upaya menyelesaikan
masalah. Penilaian dan evaluasi dilakukan dengan mengukur kegiatan peserta
didik, misal dengan penilaian kegiatan dan peragaan hasil melalui presentasi.
Penilaian kegiatan diambil melalui pengamatan, kemudian kemampuan
peserta didik dalam merumuskan pertanyaan dan upaya menciptakan solusi
permasalahan. Prosedur-prosedur penilaian harus disesuaikan dengan tujuan
pengajaran yang ingin dicapai dan hal yang paling utama bagi guru adalah
mendapatkan informasi penilaian yang reliabel dan valid.
23

7. Ekosistem
Lugtyastyono (2016) mengemukakan bahwa ekosistem adalah suatu sistem
ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu
tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling memengaruhi. Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup
yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar
makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungnnya atau komponen
abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam
suatu ekosistem.
Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama
dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan
lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk
keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada hipotesis Gaia, yaitu: organisme,
khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan
suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan. Hal
ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat
terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya. Kehadiran,
kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh
tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang
harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah
yang disebut dengan hukum toleransi. Misalnya: Panda memiliki toleransi yang
luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya,
yaitu bambu (Ridwan, 2015).
Menurut Pandu (2015) ekosistem merupakan penggabungan dari unit
biosistem yang melibatkan hubungan interaksi timbal balik antara organisme serta
lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju struktur biotik tertentu sehingga
terjadi siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari adalah sumber
dari semua energi yang ada dalam ekosistem. Organisme akan beradaptasi dengan
lingkungan fisik dan sebaliknya organisme juga dapat memengaruhi lingkungan
fisik yang digunakan untuk keperluan hidup. Kehadiran suatu spesies dalam suatu
24

ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya dan kondisi faktor
kimiawi serta fisis yang harus berada pada kisaran yang masih dapat ditoleransi
oleh spesies itu sendiri, itulah yang disebut hukum toleransi.
Materi Ekosistem merupakan salah satu bab yang ada di kelas X SMA
tepatnya di semester 2. Berdasarkan Kurikulum 2013, materi Ekosistem ditingkat
SMA memiliki Kompetensi Dasar 3.9 Menganalisis informasi/data dari berbagai
sumber tentang ekosistem dan semua interaksi yang berlangsung didalamnya.
Kompetensi Dasar 4.9 Mendesain bagan tentang interaksi antar komponen
ekosistem dan jejaring makanan yang berlangsung dalam ekosistem dan
menyajikan hasilnya dalam berbagai bentuk media.
Kompetensi dasar tersebut bertujuan agar siswa mampu menganalisis
mengenai Ekosistem. Materi Ekosistem mempunyai karakteristik yang kongkrit
dan abstrak, karena karakteristik Ekosistem dapat dilihat secara langsung. Seperti
komponen Abiotik dan Biotik. Menurut Irnaningtyas (2013:391) komponen
abiotik adalah komponen fisik dan kimiawi yang tergantung pada suatu ekosistem
sebagai medium atau substrat untuk berlangsungnya suatu kehidupan. Sedangkan
komponen biotik adalah komponen yang meliputi seluruh makhluk hidup di bumi,
antara lain bakteri, jamur, gangang, lumut, hewan invertebrata, dan hewan
vertebrata. Menuurut Irnaningtyas (2013:393) komponen biotik dalam ekosistem
dibedakan menjadi dua yaitu komponen autotrof dan komponen heterotrof.
8. Komponen Ekosistem
Irnaningtyas (2013:391-393) mengemukakan bahwa berdasarkan struktur
dan fungsinya komponen ekosistem terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Komponen Abiotik
Komponen abiotik adalah komponen fisik dan kimiawi yang tergantung pada
suatu ekosistem sebagai medium atau substrat untuk berlangsungnya suatu
kehidupan. Komponen-konponen Abiotik meliputi udara merupakan sekumpulan
gas pembentuk atmosfer yang menyelimuti bumi, air merupakan jenis unsur atau
senyawa kimia dalam jumlah yang bervariasi contohnya natrium, kalsium,
amonium, nitrit, nitrat dan fosfat, Tanah terbentuk karena proses destruktif
25

(pelapukan batuan, pembusukan senyawa organik) dan sintesis (pembentukan


mineral).
Komponen tanah yang utama adalah air, bahan mineral, bahan organik, dan
udara. Garam mineral berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam dan basa,
mengatur kinerja alat tubuh, dan untuk proses metabolisme, sinar matahari
merupakan sumber energi bagi seluruh kehidupan di bumi, suhu adalah derajat
energi panas yang berasal dari radiasi panas sinar, terutama yang bersumber dari
matahari, kelembapan di suatu ekosistem dipengaruhi oleh intensitas sinar mata-
hari, angin dan curah hujan, derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh untuk
kehidupan tumbuhan, topografi adalah keadaan naik turun atau tinggi rendahnya
permukaan bumi dan juga mempengaruhi keadaan iklim yang menyangkut suhu
dan kelembapan (Irnaningtyas, 2013:392).
b. Komponen Biotik
Komponen meliputi seluruh makhluk hidup di bumi. Antara lain bakteri,
jamur, gangang, lumut, hewan invertebrata, dan hewan vertebrata. Komponen
biotik dalam ekosistem dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Komponen Autotrof adalah organisme uniseluler maupun multiseluler yang
memiliki klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis Ada dua pembagian
atas Organisme autotrof yaitu Fotoautotrof yang merupakan organisme
pemanfaat energi cahaya untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan
organik dan Kemoautotrof yang merupakan organisme pemanfaat energi dari
reaksi kimia untuk membuat bahan makanan sendiri dari bahan organik.
Contohnya adalah bakteri besi, dalam menjalankan proses ini mereka
membutuhkan oksigen.
2) Komponen Heterotrof adalah organisme yang dalam hidupnya selalu
memanfaatkan bahan organik yang di sediakan oleh organisme lain sebagai
bahan makanannya. Heterotrof disebut juga konsumen. Mereka tidak memiliki
kapasitas untuk memproduksi makanan mereka sendiri, dan bergantung pada
autotrof untuk kelangsungan hidup mereka, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Heterotrof memperoleh molekul makanan yang disiapkan oleh
26

tanaman dan produsen lain. Mereka mengkonsumsi makanan, dan


menggunakan energi untuk melakukan kegiatan metabolisme.
9. Tipe-Tipe Ekosistem
Irnaningtyas (2013:395) mengemukakan bahwa secara garis besar ekosistem
dibedakan menjadi:
a. Ekosistem Air Laut
Ekosistem air laut Merupakan bagian terluas (kira-kira 70 %) di muka bumi.
Salinitas di permukan laut memiliki kadar mineralnya tinggi, dengan ion klorida
merupakan ion yang terbanyak. Pengaruh faktor iklim dan cuaca kurang begitu
nampak dengan suhu permukan air laut di daerah tropic berkisar antara 25oC-
30oC, makin ke arah kutub suhu menurun sampai 0oC. Adanya aliran air laut
dipengaruhi oleh adanya angin dan perputaran bumi.
Organisme yang terdapat di dalamnya antara lain berbagai jenis tumbuh-an,
ikan laut, dan berbagai organisme pengurai. Karena tekanan osmosis di luar sel
lebih kecil daripada tekanan osmosis di dalam sel, ikan laut menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dengan cara terus menerus minum melalui mulutnya, dan
sedikit mengeluarkan urine. Pengeluaran air dilakukan secara osmosis, sedangkan
garamnya diekskresikan melalui insang. Berdasarkan jumlah cahaya yang dapat
diterima, ekosistem bahari dapat dibedakan menjadi dua yaitu daerah fotik dan
afotik. Daerah fotik adalah daerah yang cukup mendapat cahaya matahari,
sedangkan daerah afotik adalah daerah yang kurang atau tidak mendapatkan
cahaya matahari.
b. Ekosistem Air tawar
Ekosistem air tawar merupakan salah satu ekosistem perairan (bioma
akuatik) yang memiliki ciri kadar garam yang rendah. Ekosistem air tawar muncul
atau dibentuk dari sumber air di bawah tanah. Dengan karakteristik abiotik yang
demikian tentu sangat menentukan komponen biotik yang dapat bertahan hidup di
dalamnya. Para ahli mengelompokan ekosistem air tawar menjadi dua golongan,
badan air yang tetap diam dan badan air yang bergerak. Ekosistem air tawar yang
diam (lentik) contohnya ialah kolam dan danau. Komunitas tumbuhan dan hewan
tersebar berdasarkan kedalaman dan jarak dari tepian.
27

1) Zona litoral, merupakan daerah perairan dekat dengan tepi, sehingga pada
zona ini mendapat cahaya yang sangat banyak (disebut juga zona fotik karena
paling banyak mendapat cahaya). Dengan demikian, zona ini menjadi tempat
favourite bagi tumbuhan air, untuk tumbuh dan berkembang.
2) Zona limnetik, daerah ini terletak di bawah zona litoral yang agak lumayan
lebih dalam dari permukaan dibanding zona litoral. Meski demikian, cahaya
masih dapat menembus pada zona ini meski intensitasnya sangat berbeda
dengan zona litoral (cahaya yang masuk remang- remang). Daerah ini
didominasi oleh kelompok fitoplankton (alga), serta zooplankton (udang).
Kemudian zooplankton akan dimakan oleh ikan-ikan karnivora.
3) Zona profundal, zona ini merupakan zona yang paling dalam (sampai
menyentuh dasar perairan). zona ini disebut juga sebagai zona afotik karena
pada zona ini cahaya tak mampu menembusnya. Organisme pada zona
linmetik dan litoral berumur pendek, bangkainya akan jatuh ke zona profundal
sampai ke zona bentik (dasar perairan) terdapat banyak mikroba pengurai
yang menggunakan oksigen terlarut untuk menguraikan bangkai organisme
yang telah mati.
c. Ekosistem Darat
Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan.
Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya). Ekosistem darat yang memiliki
tipe struktur vegetasi dominan dalam skala luas yang disebut juga bioma.
Berdasarkan posisi geografis iklim, garis lintang dan ketinggian letak dari
permukaan laut bioma ekosistem darat terbagi menjadi beberapa bioma
diantaranya bioma gurun, bioma padang rumput, bioma hutan gugur dan bioma
hutan tropis.
1) Bioma gurun adalah bioma yang terletak dibelahan bumi sekitar 20°C-30°C
lintang utara dan lintang selatan atau di daerah tropika yang berbatasan dengan
bioma padang rumput. Ciri-ciri bioma gurun yaitu Curah hujan rendah, yaitu
25 cm per tahun.,Pancaran matahari sangat terik, penguapan tinggi, dan suhu
siang hari dapat mencapai 40°C pada musim panas.. Perbedaan suhu siang dan
malam hari sangat besar. Vegetasi di daerah gurun di dominasi oleh tanaman
28

kaktus, sukulen, dan berbagai belukar akasia yang berduri. Hewan yang
menghuni daerah gurun. Umumnya adalah serangga, hewan pengerat, ulat dan
kadal. Contoh bioma gurun adalah Gurun Sahara di Afrika, Gurun Gobi di
Asia, Gurun Anzo Borrega di Amerika.
2) Bioma padang rumput Bioma, terbentang dari daerah tropika sampai ke sub
tropika. Rumput yang hidup di bioma padang rumput yang relatif basah.
Ukurannya bisa mencapai tiga meter, misalnya rumput Bluestem dan Indian
Grasses. Rumput yang tumbuh di bioma padang rumput kering, ukurannya
pendek-pendek, misalnya rumput Grana dan Buffalo Grasses. Hewannya
adalah bison, Zebra, kanguru, singa, harimau, anjing liar, ular, rodentia,
belalang dan burung. Contoh bioma padang rumput antara lain Amerika Utara,
Rusia, Afrika Selatan, Asia dan Indonesia (Sumbawa).
3) Bioma hutan gugur Pada umumnya terdapat di sekitar wilayah subtropik yang
mengalami pergantian musim panas dan dingin. Hutan gugur juga terdapat
diberbagai pegunungan di daerah tropis. Ciri-ciri bioma hutan gugur yaitu
curah hujan sedang, antara 75-150 cm pertahun. Mengalami 4 musim, yaitu
musim panas, musim gugur, musim dingin dan musim semi. Tumbuhannya
mempunyai menggugurkan daunnya pada musim gugur. Vegetasinya adalah
pohon Maple, Oak, Beech, dan Elm. Hewan yang menghuni pada umumnya
adalah Rusa, Beruang, Raccon, Rubah, Bajing, dan Burung Pelatuk. Contoh
bioma hutan gugur adalah Kanada, Amerika, Eropa dan Asia.
4) Bioma hutan hujan tropis, Bioma ini terdapat di wilayah khatulistiwa dengan
temperatur yang tinggi sekitar 25°C. Ciri-ciri hutan hujan tropis antara lain,
curah hujan bioma hutan hujan tropis cukup tinggi, yatu sekitar 200-225 cm
per tahun. Tumbuhannya tinggi dan rimbun membentuk tudung yang
menyebabkan dasar hutan menjadi gelap dan basah. Tumbuhan khas, ialah
liana dan epifit. Contoh liana adalah rotan sedangkan epifit adalah anggrek.
Vegetasinya didominasi oleh tumbuhan yang aktif melakukan fotosintesis,
misalnya jati, meranti, konifer, dan keruing. Hewannya didominasi oleh aneka
kera, babi hutan, burung, kucing hutan, bajing dan harimau. Contoh bioma
29

hutan hujan tropisnya adalah hutan di Indonesia, Malaysia, Filipina dan


Papua.

2.2 Penelitian yang Relevan


Penelitian terdahulu yang digunakan oleh peneliti sebagai bahan acuan dalam
pengerjaan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Aris Munandar (2010) dengan judul penelitian “Keefektifan Pembelajaran
Berbasis Masalah Pada Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Kelas VII SMP Negeri 3 Brebes Materi Segiempat Tahun 2009/2010”.
Dalam penelitiannya terdapat kesulitan dalam penerapan PBL pada awal
pembelajaran kelas eksperimen terkadang menimbulkan kegaduhan dalam kelas
yang cukup menyita waktu pembelajaran. Dan pembelajaran yang dilaksanakan
pada kelas kontrol kurang dapat memotivasi peserta didik. Pada proses
pembelajarannya, sering terlihat peserta didik yang pandai merasa dirinya mampu
untuk menyelesaikan tugas sendiri, sedangkan yang kurang pandai hanya bertugas
menyalin saja. Hal ini mengakibatkan kemampuan peserta didik kurang
meningkat. Selain itu terlihat sebagian besar peserta didik belum berani
mengungkapkan kesulitan yang dihadapi secara mandiri terhadap hal yang belum
dipahami. Hal ini membuat guru kurang memahami peserta didik yang sudah
paham dan yang belum paham.
2. Neni Fitriawati (2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBL) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada
Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII Di MTs Negeri Selorejo Blitar”.
Dalam penelitian ini terdapat kesulitan pada awal pelaksanaan pembelajaran
PBL yaitu, siswa di sini tidak memiliki minat bahwa masalah yang dipelajari sulit
untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya dan
untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi
yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha
untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar
apa yang mereka ingin pelajari.
30

3. Fitri Sari Hidayah (2011) dengan judul “Pengaruh Penerapan Model


Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dengan Media CD Interaktif Terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gubug Materi Pokok Hidrolisis
Garam”.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa kesulitan yaitu pertama, ketika
pembelajaran di ruang komputer, beberapa siswa kurang fokus terhadap
pembelajaran karena banyak menggunakan komputer untuk hal lain di luar
pembelajaran seperti games, online, dan lain-lain. Kedua, yaitu siswa kurang
terbiasa untuk bertanya, berpendapat, maupun menjawab pertanyaan ketika
presentasi hasil pemecahan masalah berlangsung. Ketiga, yaitu waktu yang
diperlukan untuk mengajar belum mencukupi karena dalam pelaksanaannya
pembelajaran berdasarkan masalah memerlukan waktu yang cukup lama.

2.3 Kerangka Pikir


Model pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah. Dalam proses Problem Based Learning (PBL),
sebelum pelajaran dimulai, siswa akan diberikan maslah-masalah. Masalah yang
disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata, semakin
dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan
kecakapan pada siswa.
Ada tiga tahapan dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang
dilaksanakan guru mata pelajaran Biologi di SMAN 4 Palopo yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap penilaian atau evaluasi. Untuk
persiapan pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning (PBL), persiapan
yang dilakukan guru adalah penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP). Dalam tahapan pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
terdapat 3 tahapan secara ringkas. Pertama, tugas perencana yaitu terdapat
penetapan tujuan, merancang situasi masalah yang sesuai dan organisasi sumber
daya dan rencana logistik. Kedua, tugas interaktif yaitu terdapat orientasi siswa
terhadap masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar dan membantu
31

penyelidikan materi dan kelompok. Untuk tahap penilaian atau evaluasi dengan
mengukur kegiatan peserta didik dengan cara pada saat siswa presentasi dan guru
menilai dengan mengamatinya, evaluasi sendiri terdapat pengukuran pemahaman
dan mengakses potensi belajar. Apabilan ketiga tahapan tersebut berjalan dengan
baik, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) juga berjalan dengan baik.
Untuk lebih jelasnya tentang alur penelitian ini akan digambarkan pada
gambar berikut ini:

Penerapan Problem Based


Learning (PBL)

Penilaian dan
Perencanaan Problem Pelaksanaan Problem
Evaluasi Problem
Based Learning Based Learning
Based Learning
(PBL) (PBL)
(PBL)

Kendala dalam
Penerapan Problem
Based Learning
(PBL)

Solusi Penerapan
Problem Based
Learning (PBL)

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang menerangkan kebenaran.
Penemuan kebenaran melalui kegiatan penelitian dapat dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Moleong (2011:4)
mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara holistic (utuh).
Lebih lanjut Moleong (2011:6) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain,
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di SMAN 4 Palopo yang beralamatkan di Jl.
Bakau, Kelurahan Balandai, Kecamatan Bara, Kota Palopo. Penelitian ini
direncanakan dilaksanakan selama dua bulan yaitu dari bulan April sampai
dengan Mei 2019.

3.3 Populasi dan Sampel


1. Populasi
Menurut Sugiyono (2013:115) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi pada penelitian berjumlah 2 orang yang terdiri 1 orang
33

wakil kepala sekolah bagian kurikulum dan 1 orang guru mata pelajaran Biologi
pada SMAN 4 Palopo.
2. Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2013:116) adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Berdasarkan pernyataan
tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik sampel jenuh.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2013:124) bahwa sampel jenuh
atau disebut juga dengan istilah sensus dengan mengambil semua anggota
populasi menjadi sampel. Penggunaan sampel jenuh ini dikarenakan jumlah
populasi relatif kecil atau kurang dari 100 orang. Karena populasi yang dijadikan
subjek dalam penelitian ini hanya berjumlah 2 orang, maka semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel sebagai subjek penelitiannya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Dalam suatu penelitian harus digunakan teknik pengumpulan data yang
tepat. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari
perusahaan, landasan teori dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini
dengan cara dokumentasi. Studi dilakukan antara lain dengan mengumpulkan data
yang bersumber dari literatur-literatur, bahan kuliah dan hasil penelitian lainnya
yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai masalah yang sedang dibahas.
2. Studi Lapangan
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data yang diperlukan dengan
cara melakukan pengamatan langsung pada perusahaan yang bersangkutan, baik
melalui observasi, penyebaran kuesioner kepada para karyawan dan wawancara.
Penelitian Lapangan dilakukan dengan cara:
34

a. Wawancara adalah metode untuk mendapatkan data dengan cara melakukan


tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan guna
mendapatkan data dan keterangan yang menunjang analisis dalam penelitian.
b. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan
pengamatan langsung pada obyek yang diteliti sehingga diperoleh gambaran
yang jelas mengenai masalah yang dihadapi.

3.5 Teknik Analisis Data


1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan data-data yang diperoleh di
lapangan. Dalam hal ini peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa
adanya sesuai dengan hasil wawancara kepada guru Biologi dan dokumentasi di
SMAN 4 Palopo.
2. Penyajian Data
Miles dan Hoberman (2007:17) menyatakan bahwa sajian data adalah
sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dalam pengambilan tindakan. Data yang di tampilkan
meliputi hasil wawancara tentang penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL).
3. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara
sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan. Moleong (2011:247)
berpendapat bahwa reduksi data dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses, dan pernyataan-
pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.
4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan merupakan temuan baru yang sebelumnya pernah ada. Temuan
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih
remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan
kasual atau interaktif, hipotesis atau teori. Penarikan kesimpulan dalam penelitian
35

ini dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data yang dibandingkan dengan data-
data lain sehingga diperoleh kesamaan-kesamaan.
36

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. 2008. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Buku Dua.


(Penerjemah: Helly Prayitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Asma, N. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas.

Atmosudirdjo, P. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,


Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, S.B dan Aswan, Z. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.

Irnaningtyas. 2013. Biologi untuk SMA/ MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.

Isjoni. 2013. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar


Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Ismail. 2002. Media Pembelajaran (tipe-tipe pembelajaran. Jakarta: Direktorat


Pendidikan Lanjut Pertama.

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung:


PT. Refika Aditama.

Lie, A. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Lugtyastyono. 2016. Materi Ekosistem Kelas X. https://biologiklaten.


wordpress.com/bab-10-ekosistemx/z. Diakses tanggal 4 Maret 2019 Pukul
13.36 WITA.

Miles, M. B dan Amichael, H. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber


tentang Metode-Metode Baru. (Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohisi).
Jakarta: Universitas Indonesia.

Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Mudjiman, H. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.

Priansa, D. J. 2015. Manajemen Peserta Didik dan Model Pembelajaran.


Bandung: Alfabeta.
37

Purwanto, N. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ridwan, A. 2015. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.


Jakarta: Bumi Aksara.

Riyanto, Y. 2009. Paradigma Pembelajaran sebagai Referensi bagian Pendidik


dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta:
Prenada Media Group.

Rusman. 2014. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Rusmono. 2014. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu


Perlu. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Sapriya. 2012. Modul Pembelajaran PKn. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan


Islam Kemenag RI.

Solihatin, E dan Raharjo. 2007. Cooperatif Learning Analisis Model


Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana, N. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia


Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.
Sugiyono. 2013. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Suprijono, A. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Triyanto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.


Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Anda mungkin juga menyukai