PENDAHULUAN
pengelolaan TPA tidak serta merta dihentikan tetapi para pemangku kepentingan (stackholders)
tahun (UU No.18 Tahun 2008, Pasal 9, huruf e). Adapun pemantauan yang harus dilakukan
meliputi konstituen yang potensial menyebabkan dampak dan resiko terhadap lingkungan,
diantaranya adalah konstituen dalam timbulan lindi dan gas. Hal ini dikarenakan konstituen-
konstituen dalam gas merupakan parameter yang sangat berpotensi menyebabkan dampak
dan resiko terhadap penurunan kualitas lingkungan, yaitu polusi udara dan kebakaran oleh gas
methan. Permasalahan lain yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan sampah atau limbah
padat lainnya pada landfill adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di
Timbulan lindi baik kuantitas maupun kualitas dari timbunan sampah akan terjadi secara
dinamis, hal ini karena banyak faktor yang berpengaruh, yaitu: kuantitas lindi akan dipengaruhi
oleh air presipitasi (air hujan), evapotranspirasi, kandungan air sampah, tingkat kepadatan, dan
kapasitas lapang (field capacity) sedangkan kualitas lindi dipengaruhi oleh faktor: karakteristik
sampah, umur sampah, temperatur dan kandungan air sampah (Tchobanoglous et al. 2004).
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain adalah Pengaruh ukuran
butiran terhadap permeabilitas dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap timbulan lindi
(Hossain et al. 2008). Selanjutnya Kim et al. (2007) dengan hasil penelitiannya menjelaskan
sampah serta menjelaskan tentang kualitas lindi yang ditimbulkan. Sedangkan Bilgili et al.
(2006) melakukan penelitian tentang pengaruh adanya resirkulasi lindi terhadap kualitas dan
kuantitas timbulan lindi, dimana penelitian dengan menggunakan landfill simulasi. Penelitian lain
1
adalah yang dilakukan oleh Visvanathan et al. (2003) yaitu pengaruh air masuk pada landfill
yang dilakukan dengan studi lysimeter terhadap kuantitas dan kualitas lindi yang ditimbulkan.
Serangkaian penelitian tersebut di atas merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan pada
karakteristik sampah dan kondisi cuaca dimana kegiatan penelitian dilakukan serta kondisi
Berkaitan dengan berhenti operasi TPA dan karakteristik sampah serta kondisi cuaca di
Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang dinamika timbulan lindi yang secara khusus
menggambarkan TPA yang sudah ditutup (berhenti operasi), karakteristik sampah dan kondisi
cuaca di Indonesia.
berikut:
1) Berapa lama stabilisasi dari proses degradasi sampah yang menimbulkan lindi dan gas
2) Bagaimana pengaruh faktor ekstrinsik yang meliputi: kondisi cuaca dan konstruksi TPA
dan faktor intrinsik yang meliputi: karakteristik sampah, penambahan air lindi,
kandungan air, dan umur sampah terhadap kuantitas dan kualitas timbulan lindi?.
3) Bagaimana pola (pattern) timbulan lindi terjadi baik kuantitatif maupun kualitatif?
Melalui kegiatan penelitian dinamika timbulan lindi dari proses degradasi sampah
perkotaan pada TPA, maka tujuan secara keseluruhan penelitian ini adalah:
1) Mendapatkan data pengaruh dari beberapa faktor penting dalam proses penimbunan
2
2) Mendapatkan parameter-parameter kunci yang berpengaruh pada kuantitas dan kualitas
timbulan lindi.
kualitas timbulan lindi pada TPA sampah perkotaan yang telah ditutup (berhenti operasi)
4) Mendapatkan pola (pattern) timbulan lindi baik secara kuantitas maupun kualitas
Dengan diketahuianya kuantitas dan kualitas timbulan lindi, faktor-faktor penting yang
berikut:
1) Mendapatkan informasi tentang karakteristik lindi baik kuantitas maupun kualitas yang
2) Mendapatkan parameter kunci yang berpengaruh terhadap timbulan lindi baik kuantitas
mapun kualitas.
3
Percobaan proses Percobaan
degradasi ideal degradasi lysimeter
(laboratorium) (simulasi lapangan)
Gambar 1. Kerangka Kegiatan Penelitian
4
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA
Saat ini pengelolaan sampah di Indonesia dibawah tanggung jawab pemerintah daerah
(Kabupaten atau Kota) melalui instansi teknis yang biasanya Dinas Kebersihan. Pada umumnya
penghasil sampah membuang sampah secara mandiri pada tempat pengmpulan sementara
(TPS) atau melalui pihak ketiga, selanjutnya Petugas Dinas Kebersihan mengambil dari TPS ke
TPA. Sedangkan penanganan bidang persampahan secara nasional dibawah tanggung jawab
Kementerian Pekerjaan Umum yang meliputi perencanaan dan implementasi infrastruktur serta
komersial, industri/ instansi dan sumber lainnya dengan persentase berturut-turut 51%, 5%, 5%,
26%, 9%, dan 4 %. Sedangkan komposisi sampah perkotaan yang dihasilkan khususnya di
kota besar pada berbagai waktu seperti ditunjukan pada Tabel 1. Terlihat bahwa komposisi
sampah mengalami perubahan pada setiap waktu serta diketahui bahwa persentase garbage
5
Sampai saat ini pengelolaan sampah dengan pembuangan pada suatu lahan, termasuk
penimbunan merupakan cara yang paling banyak diterapkan di dunia termasuk di Indonesia.
Penimbunan ini biasanya dilakukan pada tanah terbuka, lubang bekas pertambangan, atau
lubang-lubang dalam. Tempat penimbunan yang di rancang dan di kelola dengan baik akan
menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis, sebaliknya penimbunan yang tidak
dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan,
diantaranya udara menjadi berbau, menjadi tempat berkumpulnya hama dan sumber penyakit,
dan adanya genangan air sampah/lindi. Efek samping lain dari penimbunan sampah adalah gas
methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya (Sudrajat, 2006). .
TPA atau Landfill dapat didefinisikan sebagai sebuah rekayasa timbunan atau
penempatan sampah pada tanah sebagai suatu uasaha agar polusi atau bahaya pada
lingkungan dapat diminimalkan, melalui restorasi dan memberi lahan yang bisa digunakan
untuk tujuan lain. Al-Yousfi et al. (1992) mengelompokkan landfill menjadi tiga kategori yaitu:
sanitary landfill, secure landfill dan controlled landfill. Santiary landfill adalah metode yang
paling umum yang dirancang untuk penimbunan sampah padat perkotaan, secure landfill
dirancang untuk menampung sampah berbahaya, dan controlled landfill dirancang untuk
Sampah yang ada dalam landfill akan mengalami proses degradasi-stabilisasi melalui
serangkaian reaksi fisika, kimia dan biologi. Sebagai akibat dari proses ini maka dihasilkan gas
campuran, lindi (cairan), dan residu (padatan). Tchobanoglous et al. (2004) mengidentifikasi
tentang proses stabilisasi pada landfill menjadi lima fase yang terdiri dari fase I sebagai fase
penyesuaian awal dimana kualaitas timbulan lindi (BOD dan COD) masih rendah begitu juga
konsentrasi gas (CO2 dan H2). Fase II sebagai fase transisi, dimana (BOD dan COD) mulai
meningkat dan akan mencapai puncak pada fase III atau sebagai fase asam, hal ditunjukkan
6
pH yang rendah. Pada fase III sebagian besar parameter kualitas lindi mencapai puncak.
Selanjutnya fase IV sebagai fase fermentasi methan, maka kualitas lindi semakin menurun
berikutnya memasuki fase V merupakan fase maturasi atau pematangan. Dalam fase V kualitas
Lindi dapat didefinisikan sebagai cairan yang menginfiltrasi melalui tumpukan sampah
kebanyakan landfill, lindi terbentuk dari cairan yang memasuki area landfill dari sumber-sumber
eksternal, seperti drainase permukaan, air hujan, air tanah, dan cairan yang diproduksi dari
dekomposisi sampah, sedangkan lindi yang ditimbulkan dari air yang terkandung dari dalam
sampah dapat diabaikan dalam perhitungan, karena jumlahnya yang relatif kecil. Lindi memiliki
karakteristik yang khas, yaitu tingginya kandungan organik, logam, asam, garam terlarut, dan
mikro organisme. Karakteristik tersebut menyebabkan lindi menjadi sangat berbahaya pada
lingkungan dengan potensi kontaminasi yang melebihi dari limbah industri (Orta et al. 2003).
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah,
melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses
dekomposisi biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan
Kuantitas lindi yang dihasilkan dari landfill umumnya ditentukan dengan metode keseimbangan
air atau Water Balance Methode (WBM) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam WBM,
timbulan lindi merupakan penjumlahan antara air masuk dan air keluar dari elemen sampah
pada landfill. Air masuk meliputi: air hujan, air dari penutup sampah, kandungan air sampah
7
dan penambahan (resirkulasi). Sedangkan air keluar meliputi: evaporasi dan air untuk
Air hujan
Air pada
penutup
Air pembentuk
Air sampah gas
Tchobanoglous et al. (2004) dan Jaramillo (2003), menjelaskan bahwa kuantitas lindi
yang dihasilkan dari landfill akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu presipitasi,
evapotranspirasi, kapasitas lapang (field capacity), tingkat kepadatan dan kandungan air pada
sampah.
Air presipitasi merupakan air yang berasal dari hujan dan yang selanjutnya menginfiltrasi
ke dalam lapisan sampah. Jumlah air ini dipengaruhi curah hujan serta koefisien run-off dari
lapisan permukaan. Dalam perhitungan timbulan lindi landfill, air permukaan merupakan faktor
yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Jaramillo (2003) menyatakan bahwa jumlah air
hujan yang akan menjadi lindi dipengaruhi oleh tingkat kepadatan dari sampah.
Laju infiltrasi air merupakan pengaruh yang signifikan pada pengaliran lindi yaitu pada
infiltrasi tinggi akan menghasilkan pengaliran lindi tinggi. Sedangkan infiltrasi rendah akan
menyebabkan redistribusi air dan lebih banyak interaksi dengan sampah sehingga
8
menyebabkan peningkatan bahan terlarut pada lindi (Zeiss et al. 1995). Penurunan yang tidak
rata dan disain serta pelaksanaan yang kurang baik pada lapisan penutup landfill dapat
meningkatkan infiltrasi air. Timbulan lindi dan gas juga sangat dipengaruhi oleh musim dimana
landfill berada, degradasi tinggi akan terjadi pada musim basah dan sebaliknya degradasi
menjadi rendah pada musim kering. Diketahui bahwa parameter COD antara 30,000 – 45,000
mg/L pada musin basah (hujan) dan menurun secara drastis hingga 2,000 mg/L pada musim
b. Evapotranspirasi
transpirasi yaitu pernafasan tumbuhan pada lapisan tanah penutup. Jumlah air yang hilang atau
kembali ke atmosfer lebih besar pada transpirasi dibandingkan pada evaporasi. Tumbuhan
berfungsi untuk menahan air agar tidak diteruskan ke lapisan sampah, dan bagian daun akan
= AET) tergantung persediaan air dalam tanah (soil moisture storage), cuaca/musim dan
kelembaban udara. Sehingga angka AET ini tidak sama dengan data ET dari stasiun
meteorologi. Angka ET ini terjadi pada kondisi air yang selalu tersedia. Angka ET stasiun
yang dapat terjadi. Pada musim hujan, maka persentase evaporasi menjadi lebih rendah hal ini
karena pada musim hujan kelembaban udaranya tinggi serta temperature rendah (Jaramillo,
2003).
Air pada sampah berasal dari air yang masuk bersamaan elemen volume sampah ketika
diletakkan pada landfill. Kandungan air ini berasal dari air yang melekat pada sampah yang
9
diserap dari atmosfir ataupun air hujan ketika pengangkutan ataupun akibat lainnya. Penyebab
lain kandungan air pada sampah adalah dari penambahan air ketika proses pengolahan yaitu
dari resirkulasi, yang bertujuan untuk mempercepat proses degradasi sampah. Hal ini
diperlukan karena mengendalikan kandungan air melalui resirkulasi pada sampah akan
berpengaruh pada kuantitas dan kualitas timbulan lindi. Dari sebuah studi diketahui bahwa
dengan penambahan air lindi melalui resirkulasi pada sampah akan meningkatkan proses
degradasi sampah, hal ini ditandai dengan konsentrasi BOD dan COD yang lebih besar untuk
d. Tingkat Kepadatan
konduktivitas hidraulik dan kuantitas lindi yang dihasilkan. Densitas sampah juga berkaitan
langsung dengan rongga dan geometri pori dan ini bergantung pada komposisi sampah,
kandungan air dan kekuatan pemadatan yang diberikan Pemadatan meningkatkan densitas
sampah dan menurunkan porositas sampah. Powerie dan Beaven (1999) mengindetifikasikan
bahwa kenaikan densitas dari 876 menjadi 1303 kg/m 3 menurunkan porositas dari 0,555
menjadi 0,455. Hal yang sama dengan kenaikan densitas bisa menghasilkan penurunan
Sampah tidak jenuh air akan cepat menyerap air sampai kandungan airnya penuh.
Seperti pada tanah, kandungan air sampah memiliki pengaruh signifikan terhadap densitas dan
terus meningkat sesudah aliran air berlangsung (Korfiatis, 1984). Dalam media tanah homogen,
air mengalir dari lapisan ke lapisan lain sebagai suatu permukaaan basah seragam, dan ketika
10
lapisan mencapai kapasitas lapangan, air akan dipindahkan ke lapisan terdekat. Biasanya,
sampah padat perkotaan diasumsikan berperilaku sama dengan tanah dalam hal penahanan air
dan transmisi air. Sampah memiliki kemampuan penyerapan yang lebih tinggi dibanding tanah,
dan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menyimpan serta mempertahankan air dalam
kondisi yang sama. Pada sampah heterogen, lindi dilepaskan sebelum mencapai kandungan air
penuh atau practical field capacity (PFC). PFC adalah kandungan air dimana lindi dilepaskan
pertama sesudah adanya air pada sampah tak jenuh. PFC biasanya lebih rendah dibanding
Terminologi lain yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik kandungan air pada
sampah adalah kemampuan absorpsi. Kemampuan absorpsi adalah volume cairan maksimum
yang akan diserap massa sampah. Sifat-sifat penahanan air sampah adalah penyimpanan
efektif, yaitu kandungan air maksimum ketika penyimpanan mencapai maksimum. Kapasitas
penyerapan sampah perkotaan bergantung pada faktor-faktor seperti kandungan air awal, tipe
dan usia sampah, pengolahan awal (misalnya pencacahan) dan tingkat pemadatan. Kapasitas
absorpsi berkisar antara 0,2 sampai 0,38 vol/vol sampah kering. Sedangkan kandungan air
awal dari sampah berkisar 0,1 dan 0,3 vol/vol, dan terendah 0,08 vol/vol (Zeiss et al. 1997).
Kualitas lindi yang ditimbulkan dari sampah merupakan persoalan utama dalam
pengolahan lindi pada Instalasi Pengolahan Lindi (IPL). Oleh karena itu penentuan kualitas dan
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas lindi adalah tahapan yang sangat
penting dalam mendesain sebuah IPL. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas
lindi meliputi kandungan air sampah, umur sampah, temperatur dan karakteristik sampah
a. Karakteristik sampah
komposisinya. Pengaruh ukuran butiran sampah terhadap kualitas timbulan lindi cukup
11
signifikan. Sampah dengan distribusi butiran yang berbeda-beda akan mempengaruhi tingkat
kerapatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi daya kapiler air dalam tumpukan sampah.
Ketidakseragaman sampah tersebut di atas menyebabkan pori semakin kecil. Variasi komposisi
sampah juga menyebabkan kapasitas porositas, kandungan air awal, konduktivitas hidraulik
jenuh, sehingga akan berpengaruh terhadap kapasitas lapang serta pergerakan air. Hasil
penelitian tentang pengaruh butiran sampah yang dilakukan dengan reaktor skala kecil
menunjukkan bahwa berat volume sampah semakin besar sejalan dengan ukuran partikel dan
perubahan fase degradasi. Sama halnya untuk modulus geser juga semakin besar sejalan
beragam. Komposisi sampah adalah setiap komponen sampah yang membentuk suatu
sampah, karakteristik perilaku masyarakat serta kondisi ekonomi yang berbeda dan proses
penanganan sampah. Sifat heterogenitas dari sampah, ukuran partikel, bentuk, dan kepadatan
massa sampah maka sangat menentukan sistem penanganan yang dilakukan seperti
pemilihan jenis dan kapasitas peralatan, sistem, dan program penanganannya. Selain itu
komposisi sampah juga akan dipengaruhi oleh umur sampahnya, dari penelitian diketahui
bahwa komposisi sampah merupakan fungsi eksponesial kususunya untuk parameter Total
biodegradabel cepat, lambat dan non biodegradabel telah dilakukan. Dalam kegiatan ini
didiskripsikan bahwa timbunan sampah pada landfill ditentukan menjadi tiga fase yaitu fase
padat, cair dan gas. Pada fase padat mengandung dua jenis yaitu fraksi padat organik, fraksi
padat inorganik, dan biomassa. Untuk fraksi padat organik mencakup tiga fraksi menurut tingkat
biodegradabelnya yaitu bahan organik mudah terdegradasi, bahan organik degradasi lambat,
dan bahan non degradabel. Dari hasil penelitian diketahui bahwa bahan organik yang
12
terlindikan terjadi secara dinamis. Proses degradasi terjadi lebih tinggi pada umur 1 tahun dan
mulai stabil setelah umur 10 tahun untuk landfill Anaerobik. Sedangkan landfill aerobik terjadi
b. Umur sampah
Kualitas lindi secara umum akan dipengaruhi oleh umur sampah di landfill. Kualitas lindi
akan mencapai maksimum berkisar 2 – 3 tahun setelah sampah ditempatkan pada landfill dan
selanjutnya secara gradual akan menurun sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Namun
demikian tidak semua parameter kualitas lindi terjadi pada waktu yang sama, seperti BOD dan
COD sampai 10 tahun konsentrasinya tinggi dan selanjutnya menurun secara gradual setelah
lebih dari 10 tahun (FCSHWM, 1998). Sedangkan kualitas lindi dengan parameter COD,
Kalsium dan pH pada landfill yang dioperasikan secara bertahap menunjukkan bahwa
parameter COD dan Kalsium rendah serta pH tinggi setelah umur 20 tahun (Amstrong and
Rowe, 1999). Secara umum kualitas lindi pada umur yang berbeda seperti ditunjukkan pada
tabel 2 berikut.
13
Lanjutan Tabel 2
Alkalinitas 1,000–10,000 3,000 200–1000
pH 4.5–7.5 6 6.6–7.5
Calcium 200–3,000 1,000 100–400
Magnesium 50–1,500 250 50–200
Chloride 200–3,000 500 100–400
Besi total 50–1200 60 20–200
Sumber: Tchobanoglous et al. (2004)
c. Temperatur
Temperatur pada landfill akan mempengaruhi kualitas lindi yang dihasilkan. Sebagian
besar landfill yang ada adalah temperature tidak terkendali, sehingga timbulan lindi akan
berfluktuasi. Pada musim hujan dan kemarau temperature terjadi perbedaan yang cukup
kelarutan garam NaCl akan meningkat pada sejalan dengan meningkatnya suhu. Namun,
sejumlah senyawa dalam lindi, seperti CaCO3 dan CaSO4 menunjukkan penurunan kelarutan
COD terbesar pada kondisi thermofilik, disusul meshophilik dan terendah adalah psychrophilic,
Lindi akan terjadi secara gradual dan akan mengikuti kadar air yang ada didalam
volume (Oweis et al. 1990). Sedangkan tingkat kandungan air serta temperatur dari sampah
dalam landfill sangat berpengaruh terhadap degradasi sampah yang akhirnya akan
berpengaruh terhadap lindi yang dihasilkan (Wall et al. 1995). Dari sebuah studi diketahui
bahwa dengan penambahan air lindi melalui resirkulasi pada sampah akan meningkatkan
proses degradasi sampah, hal ini ditandai dengan konsentrasi BOD dan COD yang lebih besar
14
2.5. Landasan Teori
Kuantitas dan kualitas timbulan lindi dari landfill tidak terlepas dari kondisi ekternal dan
internal serta transformasi sampah yang terdapat didalamnya. Faktor kondisi ekternal yang
berpengaruh antara lain adalah iklim dan cuaca, sedangkan faktor internal berupa tipe
konstruksi dari landfill. Adapun Proses transformasi terjadi secara fisik, kimia dan biologi.
Transformasi secara fisik seperti: volatilisasi, adveksi, adsorbsi. Transformasi secara kimia
Lindi terjadi akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan
membilas materi-materi terlarut, serta adanya proses biodegradasi. Dari mekanisme tersebut
maka diprediksi bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan bervariasi dan berfluktuasi. Hal ini
dikarenakan faktor-faktor yang berpengaruh seperti masuknya air dari luar (hujan), karakteristik
sebuah elemen volume dengan tinggi (z) dan luas (A). Adapun jenis bahan yang terdapat dalam
elemen volume sampah terdiri dari bahan biodegradabel atau biodegradation material (BDM),
non biodegradabel dan biomassa. Sedangkan pada elemen volume terdiri dari fase padat, cair
dan gas. Di dalam fase cair terdapat senyawa organik seperti (CH 3COOH), NH3 dan NO3 dan
senyawa organik lainnya yang dinyatakan dengan konsentrasi BOD dan COD.
Tahapan proses biodegradasi diawali degradasi BDM seperti ditunjukkan pada Gambar
3. BDM merupakan substrat dalam menghasilkan NH3, CO2 dan biomassa, selanjutnya NH3
menjadi substrat untuk menghasilkan NO3. Selanjutnya, BDM juga merupakan substrat yang
akan menghasilkan asam asetat (CH3COOH), CO2, hidrogen (H2), ammonia (NH3), dan
biomasa. Selanjutnya biomasa dengan substrat asam asetat (CH 3COOH), dan hidrogen (H2)
15
akan menghasilkan gas CO2 dan CH4. Adapun pada landfill yang dilakukan resirkulasi lindi,
maka alur proses degradasi sama seperti landfill tanpa resirkulasi. Namun demikian dalam
elemen volume sampah akan terjadi perbedaan pada air masuk yaitu tambahan air yang
terdapat senyawa (CH3COOH), NH3 dan NO3 dan senyawa organik lainnya, seperti ditunjukkan
Air Masuk
Air Masuk
Proses biodegradasi dengan sampah umur baru dan sampah lama maka didiskripsikan
bahwa pada elemen volume terdapat dua jenis umur sampah yang berbeda. Pada jenis
pertama adalah sampah baru yaitu sampah yang umurnya kurang dari tiga bulan Sedangkan
jenis kedua adalah sampah lama, yaitu sampah dengan umur lebih dari tiga bulan.
Dalam lindi terdapat banyak spesies yang dapat digunakan sebagai parameter kualitas. Pada
16
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
pH
Potensial Reduksi-Oksidasi
BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya
bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Bahan
organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi
(readily decomposable organik matter). Seperti diuraikan pada 2.5.1 dan gambar 3, bahwa
dari transformasi sampah akan dihasilkan bahan organik yang berada dalam fase cair baik
bahan organik yang dapat terurai oleh mikrooranisme maupun bahan organik lainnya. Oleh
itu BOD digunakan sebagai parameter kualitas lindi sebagai respon terhadap adanya
bahan organik yang dapat diurai. Disamping itu, BOD merupakan pendekatan secara
global proses mikrobiologis yang terjadi dalam lindi. Sehingga untuk keperluan praktis
terutama dalam mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah, mengukur efisiensi
dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah selalu menggunakan
parameter BOD.
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang
terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia
dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas,
sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks
17
dan sulit terurai akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD
memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai yang ada dalam air lindi.
Seperti dijelaskan pada 2.5.1 dan gambar 3 bahwa senyawa-senyawa pada lindi yang
dihasilkan dari proses degradasi sampah adalah senyawa organik. Oleh karena itu COD
merupakan parameter yang diperlukan untuk menyatakan jumlah bahan organik yang
TS merupakan padatan yang terdapat dalam lindi baik yang terlarut maupun tersuspensi.
Dalam lindi, TS berasal dari bahan organik hasil proses degradasi sampah, biomassa, dan
padatan sampah yang terbawa oleh aliran air. Parameter TS diperlukan untuk mengetahui
4. pH
maka pH merupakan parameter yang penting dalam lindi. Hal ini karena aktifitas biomassa
sangat dibatasi oleh pH. Sehingga dalam tahapan degradasi sampah akan diketahui
5. Potensial Reduksi-Oksidasi
Spesies yang terdapat dalam lindi akan mengalami oksidasi dan akan terjadi perubahan
rasio antara material dalam bentuk tereduksi dan material yang teroksidasi. Oleh karena itu
2.6. Hipotesis
18
Berdasarkan serangkaian permasalahan, tinjauan pustaka dan landasan teori, maka dapat
a) Proses peruraian pada sampah yang lebih tua terjadi lebih cepat, tetapi pada umur
b) Komposisi sampah yang terdiri dari bahan biodegradabel (BDM) dan bahan non
biodegradabel (Non BDM) akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas lindi yang
ditimbulkan. Sampah dengan BDM lebih besar, maka proses peruraian akan terjadi lebih
cepat sehingga kualitas lindi khususnya parameter BOD dan COD yang tinggi juga akan
c) Resirkulasi lindi akan meningkatkan proses peruraian pada sampah di TPA sehingga
d) Ukuran partikel sampah akan meningkatkan proses peruraian sampah di TPA yaitu
e) Kualitas timbulan lindi akan dipengaruhi oleh kondisi proses degradasi sampah di TPA.
Pada kondisi aerob, maka kualitas lindi khususnya parameter BOD dan COD lebih
19
Bab 3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi system operasi TPA seperti
dijelaskan di atas khususnya operasi TPA (landfill) yang sudah ditutup (berhenti operasi) yaitu:
1) Sistem open dumping yaitu sampah dibuang pada lahan terbuka secara terus menerus
komposisi sampah, umur sampah, kondisi operasi, dan penambahan air lindi.
mengetahui fenomena pola (pattern) timbulan lindi dan verifikasi timbulan lindi terhadap
Tujuan
beberapa faktor yang berpengaruh dominan melalui percobaanMendapatkan
Persiapan bahan dan konstruksi
lysimeter.
parameter-parameter
lysimeter kunci yang
3) Tahap III merupakan tahapan analisis dan verifikasi pola/pattern timbulan
berpengaruh pada lindi baik
kuantitas dan kualitas
Kuantitas dan timbulan lindi.
kuantitatif maupun
Kualitas Lindi kualitatif yang diperoleh dengan percobaanMengkaji
Pengoperasian lysimeter. interaksi
Lysimeter antara faktor–faktor
yang berpengaruh
terhadap kuantitas
dan kualitas timbulan
lindi pada TPA
Pola/Pattern Kualitas dan sampah perkotaan
kuantitas timbulan lindi Output
yang telah ditutup
Parameter kunci yang
(berhenti operasi)
berpengaruh pada
timbulan lindi
Tujuan
Output Mendapatkan pola (pattern)
jangka waktu dan frekuensi timbulan lindi baik secara kuantitas 20
pemantauan TPA pasca penutupan maupun kualitas sebagai fungsi
khususnya tentang parameter faktor-faktor ekstrinsik dan intrinsik
penting pada timbulan lindi
Gambar 4. Kerangka Alur Tahap Penelitian
21
3.1. Percobaan Skala Laboratorium (Penelitian Tahap 1)
biodegradasi volume 1500 cc yang dioperasikan secara reaktor seperti terlihat pada Gambar 5.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor proses biodegradasi
sampah terhadap karakteristik timbulan lindi. Adapun faktor-faktor berpengaruh yang akan
Untuk mengetahui pengaruh ukuran sampah pada kuantitas dan kualitas timbulan lindi,
Sedangkan faktor berpengaruh lainnya yaitu komposisi, kandungan air dan penambahan
lindi dibuat sama. Adapun variasi ukuran yang dilakukan adalah: 2, 4, 6, 8 cm.
Seperti halnya pada percobaan pengaruh ukuran butiran sampah, percobaan pengaruh
3) Umur Sampah
Percobaan laboratorium untuk mengetahui pengaruh kandungan air sampah pada timbulan
lindi juga menggunakan sampah yang sama dengan memvariasikan berbagai umur
sampah. Pada percobaan ini dilakukan variasi umur sampah: < 1 tahun, 1-2 tahun, 2-5
tahun, dan > 5 tahun, sedangkan faktor berpengaruh lainnya dibuat sama.
Pada percobaan pengaruh penambahan lindi digunakan variasi 60, 70, 80, 90 mL pada
setiap reaktor volume 1500 cc. Adapun lindi yang digunakan adalah dari TPA Piyungan
Bantul.
22
Sampling Gas Indikator gas
Sampah
Pasir Filter
Sampling Lindi
Dalam rangka untuk lebih menggambarkan proses pelindian dari timbunan sampah di
TPA, maka percobaan lysimeter menjadikan peran penting dalam interpretasi hasil uji
laboratorium yang selanjutnya dijadikan referensi tindak lanjut dengan kondisi lapangan.
Percobaan lysimeter digunakan sebagai verifikasi hasil yang diperoleh di laboratorium dan
untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan antara percobaan lapangan dan percobaan
laboratorium.
Berdasarkan studi tahap 1 maka akan diketahui bahwa karakteristik lindi dari berbagai
faktor yang berpengaruh. Oleh karena itu, dalam studi lysimeter pada kegiatan penelitian ini
didasarkan atas faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas
timbulan lindi.
Mempertimbangkan pendekatan hasil studi pendahuluan dan sistem operasi TPA yang
ada dilapangan, konstruksi lysimeter dibuat bentuk silinder dengan tinggi 3,0 m dan diameter
23
0,6 m menggunakan konstruksi beton yang diplester adukan semen sehingga kedap air.
Konstruksi lysimeter seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Dalam penelitian ini dilakukan dengan
4 macam yaitu:
1) Lysimeter yang dioperasikan dengan umur sampah berbeda serta tanpa adanya
resirkulasi lindi
2) Lysimeter yang dioperasikan dengan umur sampah yang sama serta tanpa adanya
resirkulasi lindi
3) Lysimeter yang dioperasikan dengan umur sampah berbeda serta dengan melakukan
resirkulasi lindi
4) Lysimeter yang dioperasikan dengan umur sampah yang sama serta dengan resirkulasi
lindi
Lyisimeter tanpa resirkulasi, maka diasumsikan bahwa dalam pengoperasian TPA tidak
dilakukan pengaturan air lindi, sehingga air yang masuk/infiltrasi ke dalam TPA hanya berasal
dari presipitasi air hujan. Sedangkan lysimeter dengan resirkulasi, maka diasumsikan bahwa
dalam pengoperasian TPA dilakukan pengaturan kandungan air dengan menggunakan air lindi.
Resirkulasi dilakukan dengan menginjeksikan lindi yang keluar pada bagian bawah dari
konstruksi.
24
a). Persiapan Sampah Contoh
Material sampah yang digunakan dalam penelitian merupakan sampah yang secara
spesifik sudah ditentukan komposisi dan karakteristiknya. Adapun komposisi sampah yang
digunakan pada studi lysimeter adalah disesuaikan/mendekati dengan komposisi sampah yang
ada di TPA Piyungan, yaitu: organik 68,55%, plastic 21,35% , kertas 7,88%, kaca 1,16%, kaleng
0,64%, dan kain 0,43%. Sedangkan sampah contoh yang berumur lama diambil sampah pada
Studi lysimeter direncanakan beroperasi (running) selama 120 hari secara terus
menerus. Sedangkan lindi yang keluar pada bagian bawah reaktor ditampung sejak running
dilakukan, sehingga akumulasi lindi yang ditimbulkan dapat ditentukan. Selanjutnya Untuk
menentukan kualitas lindi, maka dilakukan pengambilan contoh (sampling) pada beberapa
25
parameter, dimana sampling dilakukan pada setiap waktu tertentu yang disesuaikan jenis
paramternya. Pengujian lindi dilakukan di laboratorium untuk parameter pH, TDS, BOD5,
COD, Potensial Redoks, penurunan timbunan dan logam berat, seperti dijelaskan pada Tabel 5.
26
Indikator Gas
Air presipitasi
Tanah Penutup
Pipa Gas
Sampah
Gravel Filter
Lindi
Pengukuran dan analisis timbulan lindi dalam landfill adalah sangat penting dalam
perencanaan, manajemen dan pemantauan operasional landfill. Pada bagian ini akan
menjelaskan berkaitan dengan fenomena yang berkembang dari timbulan lindi yang terjadi.
Analisis didasarkan dari beberapa peneliti yang telah menghasilkan suatu dinamika tentang
pola (pattern) timbulan lindi. Secara umum diketahui bahwa kuantitas dan kualitas timbulan
lindi mengalami pattern yang berbeda pada berbagai waktu seperti diilustrasikan pada Tabel 6
berikut:
27
Tabel 6. Rencana Analisis Kuantitas dan Kualitas Lindi
No. Parameter Rencana Analisis
1 pH Sebagai salah satu indikator aktivitas mikrobiologi didalam
sampah maupun pada lindi, maka pH pada akan mengalami
fluktuasi pada waktu tertentu. Perubahan pH ini sangat terkait
dengan tahap atau fase degradasi dalam sampah.
2 TDS Analisis padatan terlarut (TDS) pada lindi berkaitan dengan
kinerja pengolahan lindi pada IPAL. Oleh karena itu, pattern dari
TDS sangat dipenting untuk diketahui.
3 BOD BOD pada lindi menunjukkan jumlah bahan organik yang bisa
terdegradasi. Bahan organik tersebut berasal dari hasil
biodegradasi sampah pada landfill. Konsentrasi BOD pada lindi
menunjukkan bahwa proses degradasi sedang berlangsung
cepat serta menunjukkan bahwa jumlah fraksi organik
degradable besar..
4 COD COD menjukkan senyawa organik dalam air lindi yang bisa
teroksidasi. Sama halnya BOD, senyawa organik berasal dari
poses degradasi sampah pada landfill yang terlarut dalam lindi.
5 Potensial Analis terhadap Potensial redoks ditujukan kaitannya dengan
Redoks pengaruh agresivitas lindi terhadap berbagai komponen ataupun
spesies pada lingkungan.
6 Cr, Pb. Analisis terhadap logam berat pada lindi berkaitan dengan
konsentrasi pada setiap waktu maupun secara kumulatif.
Konsentrasi logam berat diperkirakan tidak mengalami fluktuasi
yang tinggi seperti halnya parameter BOD dan COD.
7 Penuruan Analisis terhadap settlement timbunan sampah pada TPA
(Settelment) berkaitan dengan besarnya perubahan volume pada berbagai
waktu dan kumulatif.
28
BAB 4. BIAYA DAN JADUAL PENELITIAN
4.1. Biaya penelitian
Rencana Anggaran Biaya kegiatan penelitian secara keseluruhan adalah sebesar Rp
27.797.000,- (Dua puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) yang terdiri dari
biaya pembuatan alat (reaktor), pengambilan sampel dan pengujian parameter penelitian seperti
ditunjukkan pada tabel 7.
Harga
No. Jenis Pengeluaran Volume Satuan Jumlah (Rp)
Satuan (Rp)
b - Percobaan Lysimeter
Jumlah 27.797.000
Terbilang: Dua puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah
29
4.2. Jadual Penelitian
Kegiatan penelitian secara keseluruhan teridiri dari 3 tahap yang berlansung selama 16
bulan. Adapun perincian pada masing-masing tahapan seperti ditunjukkan pada tabel 7.
berikut:
30
DAFTAR PUSTAKA
Al-Yousfi, A. B., and Pohland, F.G. (1992). "Strategies for Simulating, Design, and Management
of Solid Wastes Disposal Sites as Landfill Bioreaktors." Practice Periodical of Hazardous,
Toxic and Radioactive Waste Management 2(1): 13-21
Amstrong M.D and Rowe R.K. (1999), Effect of Landfill Operations on The Quality of Municipal
Solid Waste Leachate, proceedings Sardinia 99, Seveth International Waste Management
and Landfill Synposium, Italy; 4-8 October 1999 Vol. 11 pp. 81-88.
Bilgili. M.S, Ahmet demir., Bestamin Ozkaya., (2008), Quality and Quantity of Leachate in
Aerobic Pilot-Scale Landfills., Environmental Management Vol. 38, No. 2, pp. 189–196,
2008.
Damanhuri. E, Handoko. W, Padmi. T, (2010), Municipal Solid Waste Management in Indonesia,
Faculty of Civil and Environemntal Engineering, ITB, Bandung-Indonesia.
Florida Center for Solid and Hazardous Waste Management (FCSHWM), (1998), Analysis of
Florida MSW landfill leachate quality. University of Central Florida, Florida. (1998).
Hossain. M.S, Pennethsa K.K, Hoyos L, (2009), Permeability of Municipal Solid Waste in
Bioreaktor Landfill with Degradation, Geitech Geol Eng (2009), 27: 43-51
Jorge Jaramillo (2003), Guidelines for the Design, Construction and Operation of Manual
Sanitary Landfills, Universidad de Antioquia, Colombia.
Korfiatis, G.P., (1984). "Moisture Transport in Solid Waste Columns." Journal of Environmental
Engineering Division, ASCE 110(4): 780-796.
Orta .M.T, Reynaldo Cruz-Rivera, Neftalí Rojas-Valencia, Ignacio Monje-Ramírez, (2003), Serial
water balance method for predicting leachate, generation in landfills, Waste Manage Res
2003: 21: 127–136
Oweis, Issa S., Smith, Donald A., Ellwood, R. Brian, and Greene, Daniel, (1990), "Hydraulic
Characteristic of Municipal Refuse," Journal of Geotechnical Engineering, Vol. 116, No.4,
April, 1990.
Powerie, W., and Beaven, R.P. (1999). "Hydraulic Properties of household waste and
implication." Proceedings Institution of Civil Engineers Geotechnical Engineering. 137:
235-247
Sudrajat H.R, (2006). Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya. Jakarta
Sang-Yul Kim, Yasumasa Tojo, Toshihiko Matsuto, (2007), Compartment model of aerobic and
anaerobic biodegradation in a municipal solid waste landfill, Waste Management &
Research, 2007,: 25: 524–537
Tchobanoglous G, Theisen. H, and Vigil. S. A., (2004) Integrated Solid Waste Management,
Engineering Principles and Management Issues, McGraw-Hill, New York
Visvanathan. C, Trankler.J, Kuruparan.P, Xiaoning. Q, (2003), Effects of Monsoon Condistions
on Generation and Composition of Landfill Leachate – Lysimeter, Proceedings Sardinia
2003, Ninth International Waste Management and Landfill Symposium S. Margherita di
Pula, Cagliari, Italy; 6 - 10 October 2003
Wall and Zeis Chris, (1995), “Municipal Landfill Biodegradation and Settlement,” Journal of
Environmental Engineering, Vol. 121, No. 3, pp. 214-223, 1995.
Yu Wang and Makku Pelkonen.,(2008), Inpacts of Temperature and Liquid/Solid Ratio on
Anaerobic Degradation of Municipal Solid Waste: An Emission Investigation of Landfill
Simulation Reaktors, Special Feature on APLAS Saporo, 2008
Zeiss , and Uguccioni, M. (1995). "Mechanisms and Patterns of Leachate Flow in Municipal
Solid Waste Landfill." Journal of Environmental Systems 23(3): 247- 270.
31