Anda di halaman 1dari 31

Bab 1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan ditutup/berakhirnya operasional Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA),

pengelolaan TPA tidak serta merta dihentikan tetapi para pemangku kepentingan (stackholders)

khususnya pemerintah kabupaten/kota masih diwajibkan melakukan pemantauan selama 20

tahun (UU No.18 Tahun 2008, Pasal 9, huruf e). Adapun pemantauan yang harus dilakukan

meliputi konstituen yang potensial menyebabkan dampak dan resiko terhadap lingkungan,

diantaranya adalah konstituen dalam timbulan lindi dan gas. Hal ini dikarenakan konstituen-

konstituen dalam gas merupakan parameter yang sangat berpotensi menyebabkan dampak

dan resiko terhadap penurunan kualitas lingkungan, yaitu polusi udara dan kebakaran oleh gas

methan. Permasalahan lain yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan sampah atau limbah

padat lainnya pada landfill adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di

daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi.

Timbulan lindi baik kuantitas maupun kualitas dari timbunan sampah akan terjadi secara

dinamis, hal ini karena banyak faktor yang berpengaruh, yaitu: kuantitas lindi akan dipengaruhi

oleh air presipitasi (air hujan), evapotranspirasi, kandungan air sampah, tingkat kepadatan, dan

kapasitas lapang (field capacity) sedangkan kualitas lindi dipengaruhi oleh faktor: karakteristik

sampah, umur sampah, temperatur dan kandungan air sampah (Tchobanoglous et al. 2004).

Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain adalah Pengaruh ukuran

butiran terhadap permeabilitas dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap timbulan lindi

(Hossain et al. 2008). Selanjutnya Kim et al. (2007) dengan hasil penelitiannya menjelaskan

tentang pengaruh komposisi bahan biodegradabel sampah terhadap proses biodegradasi

sampah serta menjelaskan tentang kualitas lindi yang ditimbulkan. Sedangkan Bilgili et al.

(2006) melakukan penelitian tentang pengaruh adanya resirkulasi lindi terhadap kualitas dan

kuantitas timbulan lindi, dimana penelitian dengan menggunakan landfill simulasi. Penelitian lain

1
adalah yang dilakukan oleh Visvanathan et al. (2003) yaitu pengaruh air masuk pada landfill

yang dilakukan dengan studi lysimeter terhadap kuantitas dan kualitas lindi yang ditimbulkan.

Serangkaian penelitian tersebut di atas merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan pada

karakteristik sampah dan kondisi cuaca dimana kegiatan penelitian dilakukan serta kondisi

landfill yang masih beroperasi.

Berkaitan dengan berhenti operasi TPA dan karakteristik sampah serta kondisi cuaca di

Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang dinamika timbulan lindi yang secara khusus

menggambarkan TPA yang sudah ditutup (berhenti operasi), karakteristik sampah dan kondisi

cuaca di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1) Berapa lama stabilisasi dari proses degradasi sampah yang menimbulkan lindi dan gas

pada TPA setelah dilakukan penutupan?

2) Bagaimana pengaruh faktor ekstrinsik yang meliputi: kondisi cuaca dan konstruksi TPA

dan faktor intrinsik yang meliputi: karakteristik sampah, penambahan air lindi,

kandungan air, dan umur sampah terhadap kuantitas dan kualitas timbulan lindi?.

3) Bagaimana pola (pattern) timbulan lindi terjadi baik kuantitatif maupun kualitatif?

1.3. Tujuan Penelitian

Melalui kegiatan penelitian dinamika timbulan lindi dari proses degradasi sampah

perkotaan pada TPA, maka tujuan secara keseluruhan penelitian ini adalah:

1) Mendapatkan data pengaruh dari beberapa faktor penting dalam proses penimbunan

sampah di TPA pasca penutupan

2
2) Mendapatkan parameter-parameter kunci yang berpengaruh pada kuantitas dan kualitas

timbulan lindi.

3) Mengkaji interaksi antara faktor–faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas dan

kualitas timbulan lindi pada TPA sampah perkotaan yang telah ditutup (berhenti operasi)

4) Mendapatkan pola (pattern) timbulan lindi baik secara kuantitas maupun kualitas

sebagai fungsi faktor-faktor ekstrinsik dan intrinsik.

1.4. Keluaran (output)

Dengan diketahuianya kuantitas dan kualitas timbulan lindi, faktor-faktor penting yang

berpengaruh dan dinamika timbulannya diharapkan memperoleh ouput penelitian sebagai

berikut:

1) Mendapatkan informasi tentang karakteristik lindi baik kuantitas maupun kualitas yang

diperlukan untuk studi lysimeter.

2) Mendapatkan parameter kunci yang berpengaruh terhadap timbulan lindi baik kuantitas

mapun kualitas.

3) Mendapatkan informasi parameter penting yang perlu dilakukan pemantauan setelah


Pemantauan UU No. 18 th 2008
penutupan TPA.

4) Menentukan jangka waktu dan frekuensi pemantauan TPA pasca penutupan


Terjadi khususnya
secara
Lindi dinamis
TPA Sampah
tentang parameter penting pada timbulan lindi.(Kuantitas dan
Degradasi Pengaruh berbagai
Kualitas faktor

1.5. Kerangka Kegiatan Penelitian


Waktu stabil timbulan lindi
Parameter penting Data pengaruh faktor
Kegiatan
dalam penelitian tentang dinamika
penting lindi sampah di TPA yang sudah dilakukan penutupan
pemantauan Interaksi faktor-faktor
disajikan Faktor ekstrinsik dan
Jangka pada
waktuGambar
dan 1 berikut ini.
berpengaruh
intrinsik pada timbulan lindi
frekuensi Prediksi kuantitas dan
pemantauan kualitas timbulan lindi
Pola (pattern) timbulan lindi
yang meliputi kuantitas dan
kualitas

3
Percobaan proses Percobaan
degradasi ideal degradasi lysimeter
(laboratorium) (simulasi lapangan)
Gambar 1. Kerangka Kegiatan Penelitian

4
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Sampah Perkotaan di Indonesia

Saat ini pengelolaan sampah di Indonesia dibawah tanggung jawab pemerintah daerah

(Kabupaten atau Kota) melalui instansi teknis yang biasanya Dinas Kebersihan. Pada umumnya

penghasil sampah membuang sampah secara mandiri pada tempat pengmpulan sementara

(TPS) atau melalui pihak ketiga, selanjutnya Petugas Dinas Kebersihan mengambil dari TPS ke

TPA. Sedangkan penanganan bidang persampahan secara nasional dibawah tanggung jawab

Kementerian Pekerjaan Umum yang meliputi perencanaan dan implementasi infrastruktur serta

bantuan teknik (Damanhuri et al. 2010).

Sampah perkotaan di Indonesia berasal dari perumahan, pasar, sekolah, tempat

komersial, industri/ instansi dan sumber lainnya dengan persentase berturut-turut 51%, 5%, 5%,

26%, 9%, dan 4 %. Sedangkan komposisi sampah perkotaan yang dihasilkan khususnya di

kota besar pada berbagai waktu seperti ditunjukan pada Tabel 1. Terlihat bahwa komposisi

sampah mengalami perubahan pada setiap waktu serta diketahui bahwa persentase garbage

dan tumbuhan semakin menurun.

Tabel 1. Komposisi Sampah Perkotaan di Jakarta

Komposisi 1981 86/87 1987 96/97 2001 2005


Garbage, tumbuhan (%) 79.7 74.7 72.0 65.1 52.7 55.4
Kertas (%) 7.8 8.3 8.3 10.1 20.1 20.6
Plastik/Styrofoam (%) 3.7 5.4 5.4 11.1 14.5 13.3
Kayu (%) 3.7 3.8 3.2 3.1 2.6 0.1
Tekstil (%) 2.4 3.2 3.2 2.5 2.6 0.6
Karet/kulit (%) 0.5 0.6 3.2 0.6 0.9 0.2
Logam (%) 1.4 1.4 2.1 1.9 1.1 1.1
Kaca (%) 0.5 1.8 1.8 1.6 1.2 1.9
Sampah konstruksi (%) 0.8
Sampah B3 (%) 1.5
Sampah lainnya (%) 0.5 1.0 1.0 4.1 4.4 4.7
Sumber: Damanhuri et al. (2010)

5
Sampai saat ini pengelolaan sampah dengan pembuangan pada suatu lahan, termasuk

penimbunan merupakan cara yang paling banyak diterapkan di dunia termasuk di Indonesia.

Penimbunan ini biasanya dilakukan pada tanah terbuka, lubang bekas pertambangan, atau

lubang-lubang dalam. Tempat penimbunan yang di rancang dan di kelola dengan baik akan

menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis, sebaliknya penimbunan yang tidak

dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan,

diantaranya udara menjadi berbau, menjadi tempat berkumpulnya hama dan sumber penyakit,

dan adanya genangan air sampah/lindi. Efek samping lain dari penimbunan sampah adalah gas

methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya (Sudrajat, 2006). .

2.2. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)

TPA atau Landfill dapat didefinisikan sebagai sebuah rekayasa timbunan atau

penempatan sampah pada tanah sebagai suatu uasaha agar polusi atau bahaya pada

lingkungan dapat diminimalkan, melalui restorasi dan memberi lahan yang bisa digunakan

untuk tujuan lain. Al-Yousfi et al. (1992) mengelompokkan landfill menjadi tiga kategori yaitu:

sanitary landfill, secure landfill dan controlled landfill. Santiary landfill adalah metode yang

paling umum yang dirancang untuk penimbunan sampah padat perkotaan, secure landfill

dirancang untuk menampung sampah berbahaya, dan controlled landfill dirancang untuk

pembuangan bersama sampah perkotaan, industri, dan sampah berbahaya.

Sampah yang ada dalam landfill akan mengalami proses degradasi-stabilisasi melalui

serangkaian reaksi fisika, kimia dan biologi. Sebagai akibat dari proses ini maka dihasilkan gas

campuran, lindi (cairan), dan residu (padatan). Tchobanoglous et al. (2004) mengidentifikasi

tentang proses stabilisasi pada landfill menjadi lima fase yang terdiri dari fase I sebagai fase

penyesuaian awal dimana kualaitas timbulan lindi (BOD dan COD) masih rendah begitu juga

konsentrasi gas (CO2 dan H2). Fase II sebagai fase transisi, dimana (BOD dan COD) mulai

meningkat dan akan mencapai puncak pada fase III atau sebagai fase asam, hal ditunjukkan

6
pH yang rendah. Pada fase III sebagian besar parameter kualitas lindi mencapai puncak.

Selanjutnya fase IV sebagai fase fermentasi methan, maka kualitas lindi semakin menurun

berikutnya memasuki fase V merupakan fase maturasi atau pematangan. Dalam fase V kualitas

lindi sudah rendah dan berlangsung lama.

2.3. Lindi dari Landfill

Lindi dapat didefinisikan sebagai cairan yang menginfiltrasi melalui tumpukan sampah

dan mengekstraksi material terlarut maupun tersuspensi (Tchobanoglous et al. 2004). Di

kebanyakan landfill, lindi terbentuk dari cairan yang memasuki area landfill dari sumber-sumber

eksternal, seperti drainase permukaan, air hujan, air tanah, dan cairan yang diproduksi dari

dekomposisi sampah, sedangkan lindi yang ditimbulkan dari air yang terkandung dari dalam

sampah dapat diabaikan dalam perhitungan, karena jumlahnya yang relatif kecil. Lindi memiliki

karakteristik yang khas, yaitu tingginya kandungan organik, logam, asam, garam terlarut, dan

mikro organisme. Karakteristik tersebut menyebabkan lindi menjadi sangat berbahaya pada

lingkungan dengan potensi kontaminasi yang melebihi dari limbah industri (Orta et al. 2003).

2.4. Karakteristik Lindi

Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah,

melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses

dekomposisi biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan

sangat bervariasi dan berfluktuasi

2.4.1. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Kuantitas Lindi

Kuantitas lindi yang dihasilkan dari landfill umumnya ditentukan dengan metode keseimbangan

air atau Water Balance Methode (WBM) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam WBM,

timbulan lindi merupakan penjumlahan antara air masuk dan air keluar dari elemen sampah

pada landfill. Air masuk meliputi: air hujan, air dari penutup sampah, kandungan air sampah

7
dan penambahan (resirkulasi). Sedangkan air keluar meliputi: evaporasi dan air untuk

pembentukan gas (Tchobanoglous et al. 2004).

Air hujan

Air pada
penutup

Air pembentuk
Air sampah gas

Air resirkulasi Air menguap

Gambar 2. Formasi Pembentukan Lindi Pada Landfill (Tchobanoglous et al. 2004)


2.4.2. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Kuantitas
Air lindi Lindi

Tchobanoglous et al. (2004) dan Jaramillo (2003), menjelaskan bahwa kuantitas lindi

yang dihasilkan dari landfill akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu presipitasi,

evapotranspirasi, kapasitas lapang (field capacity), tingkat kepadatan dan kandungan air pada

sampah.

a. Air presipitasi (hujan)

Air presipitasi merupakan air yang berasal dari hujan dan yang selanjutnya menginfiltrasi

ke dalam lapisan sampah. Jumlah air ini dipengaruhi curah hujan serta koefisien run-off dari

lapisan permukaan. Dalam perhitungan timbulan lindi landfill, air permukaan merupakan faktor

yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Jaramillo (2003) menyatakan bahwa jumlah air

hujan yang akan menjadi lindi dipengaruhi oleh tingkat kepadatan dari sampah.

Laju infiltrasi air merupakan pengaruh yang signifikan pada pengaliran lindi yaitu pada

infiltrasi tinggi akan menghasilkan pengaliran lindi tinggi. Sedangkan infiltrasi rendah akan

menyebabkan redistribusi air dan lebih banyak interaksi dengan sampah sehingga

8
menyebabkan peningkatan bahan terlarut pada lindi (Zeiss et al. 1995). Penurunan yang tidak

rata dan disain serta pelaksanaan yang kurang baik pada lapisan penutup landfill dapat

meningkatkan infiltrasi air. Timbulan lindi dan gas juga sangat dipengaruhi oleh musim dimana

landfill berada, degradasi tinggi akan terjadi pada musim basah dan sebaliknya degradasi

menjadi rendah pada musim kering. Diketahui bahwa parameter COD antara 30,000 – 45,000

mg/L pada musin basah (hujan) dan menurun secara drastis hingga 2,000 mg/L pada musim

kering (Visvanathan et al. 2003)

b. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi (ET) terjadi karena adanya penguapan melalui permukaan dan

transpirasi yaitu pernafasan tumbuhan pada lapisan tanah penutup. Jumlah air yang hilang atau

kembali ke atmosfer lebih besar pada transpirasi dibandingkan pada evaporasi. Tumbuhan

berfungsi untuk menahan air agar tidak diteruskan ke lapisan sampah, dan bagian daun akan

menguapkan air tersebut. Evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi (Actual Evapotranspiration

= AET) tergantung persediaan air dalam tanah (soil moisture storage), cuaca/musim dan

kelembaban udara. Sehingga angka AET ini tidak sama dengan data ET dari stasiun

meteorologi. Angka ET ini terjadi pada kondisi air yang selalu tersedia. Angka ET stasiun

meteorologi ini disebut Potential Evapotranspiration (PET) atau evapotranspirasi maksimum

yang dapat terjadi. Pada musim hujan, maka persentase evaporasi menjadi lebih rendah hal ini

karena pada musim hujan kelembaban udaranya tinggi serta temperature rendah (Jaramillo,

2003).

c. Kandungan air pada sampah

Air pada sampah berasal dari air yang masuk bersamaan elemen volume sampah ketika

diletakkan pada landfill. Kandungan air ini berasal dari air yang melekat pada sampah yang

9
diserap dari atmosfir ataupun air hujan ketika pengangkutan ataupun akibat lainnya. Penyebab

lain kandungan air pada sampah adalah dari penambahan air ketika proses pengolahan yaitu

dari resirkulasi, yang bertujuan untuk mempercepat proses degradasi sampah. Hal ini

diperlukan karena mengendalikan kandungan air melalui resirkulasi pada sampah akan

berpengaruh pada kuantitas dan kualitas timbulan lindi. Dari sebuah studi diketahui bahwa

dengan penambahan air lindi melalui resirkulasi pada sampah akan meningkatkan proses

degradasi sampah, hal ini ditandai dengan konsentrasi BOD dan COD yang lebih besar untuk

sampah yang diresirkulasi (Bilgili et al. 2008).

d. Tingkat Kepadatan

Tingkat kepadatan sampah umumnya dinyatakan dalam bentuk densitas sampah.

Dimana densitas sampah sangat mempengaruhi kemampuan penyerapan, porositas,

konduktivitas hidraulik dan kuantitas lindi yang dihasilkan. Densitas sampah juga berkaitan

langsung dengan rongga dan geometri pori dan ini bergantung pada komposisi sampah,

kandungan air dan kekuatan pemadatan yang diberikan Pemadatan meningkatkan densitas

sampah dan menurunkan porositas sampah. Powerie dan Beaven (1999) mengindetifikasikan

bahwa kenaikan densitas dari 876 menjadi 1303 kg/m 3 menurunkan porositas dari 0,555

menjadi 0,455. Hal yang sama dengan kenaikan densitas bisa menghasilkan penurunan

konduktivitas hidrolik jenuh dan penurunan produksi lindi.

e. Kapasitas Lapang (Field Capacity)

Sampah tidak jenuh air akan cepat menyerap air sampai kandungan airnya penuh.

Seperti pada tanah, kandungan air sampah memiliki pengaruh signifikan terhadap densitas dan

kemampuan pemampatan sampah. Karena heterogenitas, kapasitas lapangan dari sampah

terus meningkat sesudah aliran air berlangsung (Korfiatis, 1984). Dalam media tanah homogen,

air mengalir dari lapisan ke lapisan lain sebagai suatu permukaaan basah seragam, dan ketika

10
lapisan mencapai kapasitas lapangan, air akan dipindahkan ke lapisan terdekat. Biasanya,

sampah padat perkotaan diasumsikan berperilaku sama dengan tanah dalam hal penahanan air

dan transmisi air. Sampah memiliki kemampuan penyerapan yang lebih tinggi dibanding tanah,

dan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menyimpan serta mempertahankan air dalam

kondisi yang sama. Pada sampah heterogen, lindi dilepaskan sebelum mencapai kandungan air

penuh atau practical field capacity (PFC). PFC adalah kandungan air dimana lindi dilepaskan

pertama sesudah adanya air pada sampah tak jenuh. PFC biasanya lebih rendah dibanding

kapasitas lapang teoritis (Zeiss et al. 1995).

Terminologi lain yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik kandungan air pada

sampah adalah kemampuan absorpsi. Kemampuan absorpsi adalah volume cairan maksimum

yang akan diserap massa sampah. Sifat-sifat penahanan air sampah adalah penyimpanan

efektif, yaitu kandungan air maksimum ketika penyimpanan mencapai maksimum. Kapasitas

penyerapan sampah perkotaan bergantung pada faktor-faktor seperti kandungan air awal, tipe

dan usia sampah, pengolahan awal (misalnya pencacahan) dan tingkat pemadatan. Kapasitas

absorpsi berkisar antara 0,2 sampai 0,38 vol/vol sampah kering. Sedangkan kandungan air

awal dari sampah berkisar 0,1 dan 0,3 vol/vol, dan terendah 0,08 vol/vol (Zeiss et al. 1997).

2.4.2. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Kualitas Lindi

Kualitas lindi yang ditimbulkan dari sampah merupakan persoalan utama dalam

pengolahan lindi pada Instalasi Pengolahan Lindi (IPL). Oleh karena itu penentuan kualitas dan

mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas lindi adalah tahapan yang sangat

penting dalam mendesain sebuah IPL. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas

lindi meliputi kandungan air sampah, umur sampah, temperatur dan karakteristik sampah

a. Karakteristik sampah

Karakteristik sampah umumnya ditentukan berdasarkan distribusi ukuran partikel dan

komposisinya. Pengaruh ukuran butiran sampah terhadap kualitas timbulan lindi cukup

11
signifikan. Sampah dengan distribusi butiran yang berbeda-beda akan mempengaruhi tingkat

kerapatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi daya kapiler air dalam tumpukan sampah.

Ketidakseragaman sampah tersebut di atas menyebabkan pori semakin kecil. Variasi komposisi

sampah juga menyebabkan kapasitas porositas, kandungan air awal, konduktivitas hidraulik

jenuh, sehingga akan berpengaruh terhadap kapasitas lapang serta pergerakan air. Hasil

penelitian tentang pengaruh butiran sampah yang dilakukan dengan reaktor skala kecil

menunjukkan bahwa berat volume sampah semakin besar sejalan dengan ukuran partikel dan

perubahan fase degradasi. Sama halnya untuk modulus geser juga semakin besar sejalan

dengan bertambahnya umur sampah (Hossain et al. 2008)

Sedangkan komposisi sampah perkotaan biasanya memiliki variasi bahan-bahan yang

beragam. Komposisi sampah adalah setiap komponen sampah yang membentuk suatu

kesatuan dalam prosentase (%). Komposisi sampah berbeda-beda berdasarkan sumber

sampah, karakteristik perilaku masyarakat serta kondisi ekonomi yang berbeda dan proses

penanganan sampah. Sifat heterogenitas dari sampah, ukuran partikel, bentuk, dan kepadatan

massa sampah maka sangat menentukan sistem penanganan yang dilakukan seperti

pemilihan jenis dan kapasitas peralatan, sistem, dan program penanganannya. Selain itu

komposisi sampah juga akan dipengaruhi oleh umur sampahnya, dari penelitian diketahui

bahwa komposisi sampah merupakan fungsi eksponesial kususunya untuk parameter Total

Solid, Karbon Organik dan Bahan Biodegradael (Jiangying et al. 2004)

Penelitian tentang lindi yang didasarkan komposisi biodegradabilitasnya yaitu sampah

biodegradabel cepat, lambat dan non biodegradabel telah dilakukan. Dalam kegiatan ini

didiskripsikan bahwa timbunan sampah pada landfill ditentukan menjadi tiga fase yaitu fase

padat, cair dan gas. Pada fase padat mengandung dua jenis yaitu fraksi padat organik, fraksi

padat inorganik, dan biomassa. Untuk fraksi padat organik mencakup tiga fraksi menurut tingkat

biodegradabelnya yaitu bahan organik mudah terdegradasi, bahan organik degradasi lambat,

dan bahan non degradabel. Dari hasil penelitian diketahui bahwa bahan organik yang

12
terlindikan terjadi secara dinamis. Proses degradasi terjadi lebih tinggi pada umur 1 tahun dan

mulai stabil setelah umur 10 tahun untuk landfill Anaerobik. Sedangkan landfill aerobik terjadi

lebih cepat (Kim et al. 2007).

b. Umur sampah

Kualitas lindi secara umum akan dipengaruhi oleh umur sampah di landfill. Kualitas lindi

akan mencapai maksimum berkisar 2 – 3 tahun setelah sampah ditempatkan pada landfill dan

selanjutnya secara gradual akan menurun sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Namun

demikian tidak semua parameter kualitas lindi terjadi pada waktu yang sama, seperti BOD dan

COD sampai 10 tahun konsentrasinya tinggi dan selanjutnya menurun secara gradual setelah

lebih dari 10 tahun (FCSHWM, 1998). Sedangkan kualitas lindi dengan parameter COD,

Kalsium dan pH pada landfill yang dioperasikan secara bertahap menunjukkan bahwa

parameter COD dan Kalsium rendah serta pH tinggi setelah umur 20 tahun (Amstrong and

Rowe, 1999). Secara umum kualitas lindi pada umur yang berbeda seperti ditunjukkan pada

tabel 2 berikut.

Tabel 2. Karakteristik Lindi (Leachate) Berdasarkan Umur Landfill


Parameter Landfill umur < 2 th Landfill umur > 10 th
Rentang (mg/L)
Rentang (mg/L) Tipikal (mg/L)
BOD5 2,000–30,000 10,000 100–200
TOC 1,500–20,000 6,000 80–160
COD 3,000–60,000 18,000 100–500
TSS 200–2,000 500 100–400
N-NO2 10–800 200 80–120
N-NO3 10–800 200 20–40
Nitrate 5–40 25 5–10

13
Lanjutan Tabel 2
Alkalinitas 1,000–10,000 3,000 200–1000
pH 4.5–7.5 6 6.6–7.5
Calcium 200–3,000 1,000 100–400
Magnesium 50–1,500 250 50–200
Chloride 200–3,000 500 100–400
Besi total 50–1200 60 20–200
Sumber: Tchobanoglous et al. (2004)

c. Temperatur

Temperatur pada landfill akan mempengaruhi kualitas lindi yang dihasilkan. Sebagian

besar landfill yang ada adalah temperature tidak terkendali, sehingga timbulan lindi akan

berfluktuasi. Pada musim hujan dan kemarau temperature terjadi perbedaan yang cukup

mencolok, sehingga pertumbuhan mikroorganisme menjadi tidak optimal. Sedangkan

kelarutan garam NaCl akan meningkat pada sejalan dengan meningkatnya suhu. Namun,

sejumlah senyawa dalam lindi, seperti CaCO3 dan CaSO4 menunjukkan penurunan kelarutan

sejalan dengan meningkatnya temperature (FCSHWM, 1998). Dijelaskan bahwa konsentrasi

COD terbesar pada kondisi thermofilik, disusul meshophilik dan terendah adalah psychrophilic,

(Yu Wang dan Markku Pelkonen., 2008).

d. Kandungan air sampah

Lindi akan terjadi secara gradual dan akan mengikuti kadar air yang ada didalam

sampah. Dimana kemampuan sampah menyimpan air antara 20 sampai 35 % terhadap

volume (Oweis et al. 1990). Sedangkan tingkat kandungan air serta temperatur dari sampah

dalam landfill sangat berpengaruh terhadap degradasi sampah yang akhirnya akan

berpengaruh terhadap lindi yang dihasilkan (Wall et al. 1995). Dari sebuah studi diketahui

bahwa dengan penambahan air lindi melalui resirkulasi pada sampah akan meningkatkan

proses degradasi sampah, hal ini ditandai dengan konsentrasi BOD dan COD yang lebih besar

untuk sampah yang diresirkulasi (Bilgili et al. 2008).

14
2.5. Landasan Teori

Kuantitas dan kualitas timbulan lindi dari landfill tidak terlepas dari kondisi ekternal dan

internal serta transformasi sampah yang terdapat didalamnya. Faktor kondisi ekternal yang

berpengaruh antara lain adalah iklim dan cuaca, sedangkan faktor internal berupa tipe

konstruksi dari landfill. Adapun Proses transformasi terjadi secara fisik, kimia dan biologi.

Transformasi secara fisik seperti: volatilisasi, adveksi, adsorbsi. Transformasi secara kimia

seperti: reduksi/oksidasi, hidrolisis. Sedangkan transformasi biologi meliputi: mineralisasi, co-

metabolisme, dan polimerisasi.

2.5.1. Mekanisme Timbulan Lindi.

Lindi terjadi akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan

membilas materi-materi terlarut, serta adanya proses biodegradasi. Dari mekanisme tersebut

maka diprediksi bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan bervariasi dan berfluktuasi. Hal ini

dikarenakan faktor-faktor yang berpengaruh seperti masuknya air dari luar (hujan), karakteristik

sampah, umur sampah serta kondisi cuaca.

Dalam rangka untuk penyederhanaan, maka landfill sampah didiskripsikan sebagai

sebuah elemen volume dengan tinggi (z) dan luas (A). Adapun jenis bahan yang terdapat dalam

elemen volume sampah terdiri dari bahan biodegradabel atau biodegradation material (BDM),

non biodegradabel dan biomassa. Sedangkan pada elemen volume terdiri dari fase padat, cair

dan gas. Di dalam fase cair terdapat senyawa organik seperti (CH 3COOH), NH3 dan NO3 dan

senyawa organik lainnya yang dinyatakan dengan konsentrasi BOD dan COD.

Tahapan proses biodegradasi diawali degradasi BDM seperti ditunjukkan pada Gambar

3. BDM merupakan substrat dalam menghasilkan NH3, CO2 dan biomassa, selanjutnya NH3

menjadi substrat untuk menghasilkan NO3. Selanjutnya, BDM juga merupakan substrat yang

akan menghasilkan asam asetat (CH3COOH), CO2, hidrogen (H2), ammonia (NH3), dan

biomasa. Selanjutnya biomasa dengan substrat asam asetat (CH 3COOH), dan hidrogen (H2)

15
akan menghasilkan gas CO2 dan CH4. Adapun pada landfill yang dilakukan resirkulasi lindi,

maka alur proses degradasi sama seperti landfill tanpa resirkulasi. Namun demikian dalam

elemen volume sampah akan terjadi perbedaan pada air masuk yaitu tambahan air yang

terdapat senyawa (CH3COOH), NH3 dan NO3 dan senyawa organik lainnya, seperti ditunjukkan

pada Gambar 3 b).

Air Masuk
Air Masuk

Padatan Cair Gas Padatan Cair Gas

Acetic Acid Acetic Acid


CO2 CO2
BDM BDM
BDM
CO2, H2 CO2, H2
Non BDM Non
Non BDM
BDM
CH4 CH4
NH2 NH2

Air Keluar Air Keluar


(Lindi) (Lindi)
a). Tanpa Resirkulasi Lindi b). Dengan Resirkulasi Lindi

Gambar 3. Mekanisme proses degradasi sampah pada landfill

Proses biodegradasi dengan sampah umur baru dan sampah lama maka didiskripsikan

bahwa pada elemen volume terdapat dua jenis umur sampah yang berbeda. Pada jenis

pertama adalah sampah baru yaitu sampah yang umurnya kurang dari tiga bulan Sedangkan

jenis kedua adalah sampah lama, yaitu sampah dengan umur lebih dari tiga bulan.

2.5.2. Parameter Kualitas Lindi

Dalam lindi terdapat banyak spesies yang dapat digunakan sebagai parameter kualitas. Pada

penelitian ini parameter kualitas adalah:

16
Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Chemical Oxygen Demand (COD)

Total Solid (TS)

pH

Potensial Reduksi-Oksidasi

1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya

bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Bahan

organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi

(readily decomposable organik matter). Seperti diuraikan pada 2.5.1 dan gambar 3, bahwa

dari transformasi sampah akan dihasilkan bahan organik yang berada dalam fase cair baik

bahan organik yang dapat terurai oleh mikrooranisme maupun bahan organik lainnya. Oleh

itu BOD digunakan sebagai parameter kualitas lindi sebagai respon terhadap adanya

bahan organik yang dapat diurai. Disamping itu, BOD merupakan pendekatan secara

global proses mikrobiologis yang terjadi dalam lindi. Sehingga untuk keperluan praktis

terutama dalam mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah, mengukur efisiensi

suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah dan mengetahui kesesuaiannya

dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah selalu menggunakan

parameter BOD.

2. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang

terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia

dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas,

sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks

17
dan sulit terurai akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD

memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai yang ada dalam air lindi.

Seperti dijelaskan pada 2.5.1 dan gambar 3 bahwa senyawa-senyawa pada lindi yang

dihasilkan dari proses degradasi sampah adalah senyawa organik. Oleh karena itu COD

merupakan parameter yang diperlukan untuk menyatakan jumlah bahan organik yang

terdapat dalam lindi.

3. Total Solid (TS)

TS merupakan padatan yang terdapat dalam lindi baik yang terlarut maupun tersuspensi.

Dalam lindi, TS berasal dari bahan organik hasil proses degradasi sampah, biomassa, dan

padatan sampah yang terbawa oleh aliran air. Parameter TS diperlukan untuk mengetahui

padatan/solid yang terlepas dari elemen sampah pada landfill.

4. pH

Proses degradasi sampah yang menghasilkan berbagai senyawa maupun biomassa,

maka pH merupakan parameter yang penting dalam lindi. Hal ini karena aktifitas biomassa

sangat dibatasi oleh pH. Sehingga dalam tahapan degradasi sampah akan diketahui

melalui nilai pH.

5. Potensial Reduksi-Oksidasi

Spesies yang terdapat dalam lindi akan mengalami oksidasi dan akan terjadi perubahan

rasio antara material dalam bentuk tereduksi dan material yang teroksidasi. Oleh karena itu

parameter Potensial Reduksi-Oksidasi dapat dijadikan indikator penting bagi reaksi

oksidasi dalam lindi.

2.6. Hipotesis

18
Berdasarkan serangkaian permasalahan, tinjauan pustaka dan landasan teori, maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

a) Proses peruraian pada sampah yang lebih tua terjadi lebih cepat, tetapi pada umur

tertentu mengalami penurunan kecepatan secara berangsur-angsur.

b) Komposisi sampah yang terdiri dari bahan biodegradabel (BDM) dan bahan non

biodegradabel (Non BDM) akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas lindi yang

ditimbulkan. Sampah dengan BDM lebih besar, maka proses peruraian akan terjadi lebih

cepat sehingga kualitas lindi khususnya parameter BOD dan COD yang tinggi juga akan

terjadi lebih cepat..

c) Resirkulasi lindi akan meningkatkan proses peruraian pada sampah di TPA sehingga

kestabilan TPA akan dicapai lebih cepat.

d) Ukuran partikel sampah akan meningkatkan proses peruraian sampah di TPA yaitu

semakin kecil partikel peruraian lebih cepat.

e) Kualitas timbulan lindi akan dipengaruhi oleh kondisi proses degradasi sampah di TPA.

Pada kondisi aerob, maka kualitas lindi khususnya parameter BOD dan COD lebih

rendah dari pada proses anaerob

19
Bab 3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi system operasi TPA seperti

dijelaskan di atas khususnya operasi TPA (landfill) yang sudah ditutup (berhenti operasi) yaitu:

1) Sistem open dumping yaitu sampah dibuang pada lahan terbuka secara terus menerus

sampai kapasitas lahan penuh dan selanjutnya


Mulai ditimbun dengan lapisan tanah penutup.
Tahap I
Oleh karena itu, umur sampah pada landfill adalah berbeda
Tujuan
2) Sampah dibuang pada lahan terbuka merupakan
Identifikasi umur sampah
faktor-faktor yang sama, selanjutnya
berpengaruh pada kualitas lindi Mendapatkan data
dilakukan penutupan. Rekonaisanse Lapangan pengaruh dari
beberapa faktor faktor
penting dalam proses
Penelitian dengan mengikuti
Pengambilan sampah alur tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar
penimbunan sampah4 dan terdiri
contoh Persiapan alat
Pengujian Karakteristik dan bahan
dari 3 (tiga) tahap
sampahkegiatan, yaitu:
contoh (dinsitas,
kadar air, komposisi)
Output
1) Tahap I merupakan kegiatan percobaan laboratorium yang dimaksudkan
Mendapatkan data- untuk
data karakteristik lindi
Pengujian Pengoperasian
baik kuantitas maupun lindi dari
mengetahui pengaruh masing-masing
Karakteristik Lindi
faktor
(running) yang berperan
reactor di terhadap
kualitas
timbulan
yang
Laboratorium diperlukan untuk studi
degradasi. Adapun faktor-faktor yang dilakukan percobaan lysimeter
laboratorium antara lain:

komposisi sampah, umur sampah, kondisi operasi, dan penambahan air lindi.

2) Tahap II merupakan tindak lanjut dari


Studipercobaan
Lysimeter laboratorium yang dimaksudkan
Tahap untuk
II

mengetahui fenomena pola (pattern) timbulan lindi dan verifikasi timbulan lindi terhadap
Tujuan
beberapa faktor yang berpengaruh dominan melalui percobaanMendapatkan
Persiapan bahan dan konstruksi
lysimeter.
parameter-parameter
lysimeter kunci yang
3) Tahap III merupakan tahapan analisis dan verifikasi pola/pattern timbulan
berpengaruh pada lindi baik
kuantitas dan kualitas
Kuantitas dan timbulan lindi.
kuantitatif maupun
Kualitas Lindi kualitatif yang diperoleh dengan percobaanMengkaji
Pengoperasian lysimeter. interaksi
Lysimeter antara faktor–faktor
yang berpengaruh
terhadap kuantitas
dan kualitas timbulan
lindi pada TPA
Pola/Pattern Kualitas dan sampah perkotaan
kuantitas timbulan lindi Output
yang telah ditutup
Parameter kunci yang
(berhenti operasi)
berpengaruh pada
timbulan lindi

Analisis dan verifikasi Tahap III


Pola/Pattern

Tujuan
Output Mendapatkan pola (pattern)
jangka waktu dan frekuensi timbulan lindi baik secara kuantitas 20
pemantauan TPA pasca penutupan maupun kualitas sebagai fungsi
khususnya tentang parameter faktor-faktor ekstrinsik dan intrinsik
penting pada timbulan lindi
Gambar 4. Kerangka Alur Tahap Penelitian

21
3.1. Percobaan Skala Laboratorium (Penelitian Tahap 1)

3.1.1. Alat percobaan laboratorium

Peralatan utama yang digunakan pada percobaan dilaboratorium adalah reaktor

biodegradasi volume 1500 cc yang dioperasikan secara reaktor seperti terlihat pada Gambar 5.

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor proses biodegradasi

sampah terhadap karakteristik timbulan lindi. Adapun faktor-faktor berpengaruh yang akan

dilakukan percobaan dilaboratorium adalah sebagai berikut:

1) Karakteristik sampah (Ukuran butiran sampah)

Untuk mengetahui pengaruh ukuran sampah pada kuantitas dan kualitas timbulan lindi,

maka reaktor dioperasikan menggunakan sampah dengan ukuran yang bervariasi.

Sedangkan faktor berpengaruh lainnya yaitu komposisi, kandungan air dan penambahan

lindi dibuat sama. Adapun variasi ukuran yang dilakukan adalah: 2, 4, 6, 8 cm.

2) Karakteristik sampah (Komposisi sampah)

Seperti halnya pada percobaan pengaruh ukuran butiran sampah, percobaan pengaruh

komposisi sampah juga dilakukan menggunakan variasi komposisi organkc-anorganik dari

sampah yang sama.

3) Umur Sampah

Percobaan laboratorium untuk mengetahui pengaruh kandungan air sampah pada timbulan

lindi juga menggunakan sampah yang sama dengan memvariasikan berbagai umur

sampah. Pada percobaan ini dilakukan variasi umur sampah: < 1 tahun, 1-2 tahun, 2-5

tahun, dan > 5 tahun, sedangkan faktor berpengaruh lainnya dibuat sama.

4) Penambahan air lindi

Pada percobaan pengaruh penambahan lindi digunakan variasi 60, 70, 80, 90 mL pada

setiap reaktor volume 1500 cc. Adapun lindi yang digunakan adalah dari TPA Piyungan

Bantul.

22
Sampling Gas Indikator gas

Sampah

Pasir Filter

Sampling Lindi

Gambar 5. Disain Reaktor Biodegradasi

3.2. Studi Lysimeter (Penelitian Tahap 2)

Dalam rangka untuk lebih menggambarkan proses pelindian dari timbunan sampah di

TPA, maka percobaan lysimeter menjadikan peran penting dalam interpretasi hasil uji

laboratorium yang selanjutnya dijadikan referensi tindak lanjut dengan kondisi lapangan.

Percobaan lysimeter digunakan sebagai verifikasi hasil yang diperoleh di laboratorium dan

untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan antara percobaan lapangan dan percobaan

laboratorium.

Berdasarkan studi tahap 1 maka akan diketahui bahwa karakteristik lindi dari berbagai

faktor yang berpengaruh. Oleh karena itu, dalam studi lysimeter pada kegiatan penelitian ini

didasarkan atas faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas

timbulan lindi.

3.2.1. Disain Konstruksi Lysimeter

Mempertimbangkan pendekatan hasil studi pendahuluan dan sistem operasi TPA yang

ada dilapangan, konstruksi lysimeter dibuat bentuk silinder dengan tinggi 3,0 m dan diameter

23
0,6 m menggunakan konstruksi beton yang diplester adukan semen sehingga kedap air.

Konstruksi lysimeter seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Dalam penelitian ini dilakukan dengan

4 macam yaitu:

1) Lysimeter yang dioperasikan dengan umur sampah berbeda serta tanpa adanya

resirkulasi lindi

2) Lysimeter yang dioperasikan dengan umur sampah yang sama serta tanpa adanya

resirkulasi lindi

3) Lysimeter yang dioperasikan dengan umur sampah berbeda serta dengan melakukan

resirkulasi lindi

4) Lysimeter yang dioperasikan dengan umur sampah yang sama serta dengan resirkulasi

lindi

Lyisimeter tanpa resirkulasi, maka diasumsikan bahwa dalam pengoperasian TPA tidak

dilakukan pengaturan air lindi, sehingga air yang masuk/infiltrasi ke dalam TPA hanya berasal

dari presipitasi air hujan. Sedangkan lysimeter dengan resirkulasi, maka diasumsikan bahwa

dalam pengoperasian TPA dilakukan pengaturan kandungan air dengan menggunakan air lindi.

Resirkulasi dilakukan dengan menginjeksikan lindi yang keluar pada bagian bawah dari

konstruksi.

Tabel 3. Feature disain lysimeter


No. Uraian Keterangan
1 Ukuran Tinggi = 300 cm
Diameter = 60 cm
2 Jumlah reaktor 1 buah
3 Volume satu reaktor 848,5 liter
4 Material Beton
5 Filter bagian bawah Tebal filter = 10 cm, bahan berupa
krikil diameter 1 cm
6 Ventilasi Gas Pipa PVC diameter ¾”

24
a). Persiapan Sampah Contoh

Material sampah yang digunakan dalam penelitian merupakan sampah yang secara

spesifik sudah ditentukan komposisi dan karakteristiknya. Adapun komposisi sampah yang

digunakan pada studi lysimeter adalah disesuaikan/mendekati dengan komposisi sampah yang

ada di TPA Piyungan, yaitu: organik 68,55%, plastic 21,35% , kertas 7,88%, kaca 1,16%, kaleng

0,64%, dan kain 0,43%. Sedangkan sampah contoh yang berumur lama diambil sampah pada

TPA yang sudah berumur lebih dari 2 tahun.

Tabel 4. Karakteristik Sampah Pada Studi Lysimeter

No. Fraksi Komposisi Material


(% berat)
1 Organik: 68 Fraksi organik dibuat menjadi 3 jenis yaitu:
daun, ranting, dan sisa makanan
Daun 60 Daun yang digunakan merupakan daun pohon
mahoni yang jatuh.
Sayuran 6 Bahan yang digunakan merupakan kubis.
Sisa makanan 2 Sebagai bahan yang digunakan adalah sisi
makanan yang berupa nasi dari kantin atau sisa
dari rumah tangga.
2 Plastik 22 Plastik yang dipakai adalah plastic bekas tas
kresek warna hitam.
3 Kertas 7,5 Kertas yang digunakan adalah teridiri dari 2
jenis, yaitu: 1. Kertas bekas cetak 4 % dan
kertas Koran 3,5%
4 Kaca 1,5 Kaca yang digunakan dalam penelitian adalah
kaca bening bekas pintu atau jendela.
5 Kaleng/logam 0,8 Sebagai bahan logam digunakan dari seng
bekas.
6 Lainnya (B3) 0,2 Bahan B3 yang digunakan adalah batere bekas
yang yang sudah dibuka kemasannya.

b). Sampling dan Analisis Laboratorium

Studi lysimeter direncanakan beroperasi (running) selama 120 hari secara terus

menerus. Sedangkan lindi yang keluar pada bagian bawah reaktor ditampung sejak running

dilakukan, sehingga akumulasi lindi yang ditimbulkan dapat ditentukan. Selanjutnya Untuk

menentukan kualitas lindi, maka dilakukan pengambilan contoh (sampling) pada beberapa

25
parameter, dimana sampling dilakukan pada setiap waktu tertentu yang disesuaikan jenis

paramternya. Pengujian lindi dilakukan di laboratorium untuk parameter pH, TDS, BOD5,

COD, Potensial Redoks, penurunan timbunan dan logam berat, seperti dijelaskan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rencana Sampling pada Masing-masing Parameter Pengujian

No. Parameter Frekuensi Pengujian Justifikasi


1 pH 1 kali per hari Indikator aktivitas mikrobilogi
didalam sampah maupun pada
lindi
2 TDS 1 kali per minggu sampai 2 bulan Indikator jumlah padatan
pertama terlarut pada timbulan lindi
1 kali per minggu setelah 2 bulan
pertama
3 BOD 1 kali per minggu sampai 2 bulan  Indikator bahan organik
pertama pada lindi yang bisa
1 kali per minggu setelah 2 bulan terdegradasi secara biologi
pertama  Indikator utama unjuk kerja
pengolahan dan
pemantauan lindi sesuai
yang tercantum di regulasi
4 COD 1 kali per minggu sampai 2 bulan  Indikator utama unjuk kerja
pertama pengolahan dan
1 kali per minggu setelah 2 bulan pemantauan lindi sesuai
pertama yang tercantum di regulasi
 Indikator jumlah bahan
organik bereaksi secara
oksidasi
5 Potensial 1 kali per minggu sampai 2 bulan Sebagai indikator
Redoks pertama kecenderungan
2 kali per minggu setelah 2 bulan (agresivitas) lindi untuk
pertama mengoksidasi atau
mereduksi unsur yang terlarut
dalam larutan
6 Cr, Pb. 1 kali per minggu sampai 2 bulan
pertama
2 kali per minggu setelah 2 bulan
pertama
7 Penuruan 1 kali per minggu sampai 2 bulan Sebagai indikator kepadatan
(Settelment) pertama sampah dan proses stabiliasasi.
2 kali per minggu setelah 2 bulan
pertama

26
Indikator Gas

Air presipitasi
Tanah Penutup

Pipa Gas

Sampah

Gravel Filter
Lindi

Gambar 6. Skema Konstruksi Lysimeter

3.2.2. Analisis Kuantitas dan Kualitas Lindi

Pengukuran dan analisis timbulan lindi dalam landfill adalah sangat penting dalam

perencanaan, manajemen dan pemantauan operasional landfill. Pada bagian ini akan

menjelaskan berkaitan dengan fenomena yang berkembang dari timbulan lindi yang terjadi.

Analisis didasarkan dari beberapa peneliti yang telah menghasilkan suatu dinamika tentang

pola (pattern) timbulan lindi. Secara umum diketahui bahwa kuantitas dan kualitas timbulan

lindi mengalami pattern yang berbeda pada berbagai waktu seperti diilustrasikan pada Tabel 6

berikut:

27
Tabel 6. Rencana Analisis Kuantitas dan Kualitas Lindi
No. Parameter Rencana Analisis
1 pH Sebagai salah satu indikator aktivitas mikrobiologi didalam
sampah maupun pada lindi, maka pH pada akan mengalami
fluktuasi pada waktu tertentu. Perubahan pH ini sangat terkait
dengan tahap atau fase degradasi dalam sampah.
2 TDS Analisis padatan terlarut (TDS) pada lindi berkaitan dengan
kinerja pengolahan lindi pada IPAL. Oleh karena itu, pattern dari
TDS sangat dipenting untuk diketahui.
3 BOD BOD pada lindi menunjukkan jumlah bahan organik yang bisa
terdegradasi. Bahan organik tersebut berasal dari hasil
biodegradasi sampah pada landfill. Konsentrasi BOD pada lindi
menunjukkan bahwa proses degradasi sedang berlangsung
cepat serta menunjukkan bahwa jumlah fraksi organik
degradable besar..
4 COD COD menjukkan senyawa organik dalam air lindi yang bisa
teroksidasi. Sama halnya BOD, senyawa organik berasal dari
poses degradasi sampah pada landfill yang terlarut dalam lindi.
5 Potensial Analis terhadap Potensial redoks ditujukan kaitannya dengan
Redoks pengaruh agresivitas lindi terhadap berbagai komponen ataupun
spesies pada lingkungan.
6 Cr, Pb. Analisis terhadap logam berat pada lindi berkaitan dengan
konsentrasi pada setiap waktu maupun secara kumulatif.
Konsentrasi logam berat diperkirakan tidak mengalami fluktuasi
yang tinggi seperti halnya parameter BOD dan COD.
7 Penuruan Analisis terhadap settlement timbunan sampah pada TPA
(Settelment) berkaitan dengan besarnya perubahan volume pada berbagai
waktu dan kumulatif.

28
BAB 4. BIAYA DAN JADUAL PENELITIAN
4.1. Biaya penelitian
Rencana Anggaran Biaya kegiatan penelitian secara keseluruhan adalah sebesar Rp
27.797.000,- (Dua puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) yang terdiri dari
biaya pembuatan alat (reaktor), pengambilan sampel dan pengujian parameter penelitian seperti
ditunjukkan pada tabel 7.

Tabel 7. Rencana Anggaran Biaya Penelitian Disertasi

Harga
No. Jenis Pengeluaran Volume Satuan Jumlah (Rp)
Satuan (Rp)

1 Pembuatan Reaktor Biodegradasi 80 buah 25.000 2.000.000

2 Pembuatan Konstruksi Lysimeter 4 buah 2.500.000 10.000.000

3 Pengambilan Sampel Sampah 1 Ls 750.000 750.000

Pengujian Parameter Lindi (pH,


4
TSS,TDS, BOD, COD, ORP)

a Percobaan Reaktor Biodegradasi

a.1 pH 16 Parameter 2.000 32.000

a.2 TDS 16 Parameter 25.000 400.000

a.3 BOD 16 Parameter 35.000 560.000

a.4 COD 16 Parameter 45.000 720.000

b - Percobaan Lysimeter

pH 720 Parameter 2.000 1.440.000

TDS 102 Parameter 2.500 2.295.000

TDS 102 Parameter 2.500 2.295.000

BOD 102 Parameter 25.000 2.550.000

COD 102 Parameter 32.500 3.315.000

ORO 720 Parameter 2.000 1.440.000

Jumlah 27.797.000

Terbilang: Dua puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah

29
4.2. Jadual Penelitian
Kegiatan penelitian secara keseluruhan teridiri dari 3 tahap yang berlansung selama 16
bulan. Adapun perincian pada masing-masing tahapan seperti ditunjukkan pada tabel 7.
berikut:

Tabel 8. Jadual Penelitian


No. Kegiatan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tahap I
1 Studi Pustaka dan
Rekonaisanse
2 Persiapan: bahan,
alat dan instalasi
reaktor simulasi
3 Running dan
pengujian
parameter lindi
4 Pembahasan dan
Analis
Tahap II
5 Pengurusan
administrasi
(perijinan)
6 Pengadaan dan
pembuatan
Bahan/Material
konstruksi
Lysimeter dan
kelengkapannya
7 Pengumpulan dan
Pengambilan
Sampah Contoh
8 Running
Lysimeter dan
pengujian
parameter lindi
9 Pembahasan dan
analisis
Tahap III
10 Analisis dan
verifikasi
Pola/Pattern

30
DAFTAR PUSTAKA
Al-Yousfi, A. B., and Pohland, F.G. (1992). "Strategies for Simulating, Design, and Management
of Solid Wastes Disposal Sites as Landfill Bioreaktors." Practice Periodical of Hazardous,
Toxic and Radioactive Waste Management 2(1): 13-21
Amstrong M.D and Rowe R.K. (1999), Effect of Landfill Operations on The Quality of Municipal
Solid Waste Leachate, proceedings Sardinia 99, Seveth International Waste Management
and Landfill Synposium, Italy; 4-8 October 1999 Vol. 11 pp. 81-88.
Bilgili. M.S, Ahmet demir., Bestamin Ozkaya., (2008), Quality and Quantity of Leachate in
Aerobic Pilot-Scale Landfills., Environmental Management Vol. 38, No. 2, pp. 189–196,
2008.
Damanhuri. E, Handoko. W, Padmi. T, (2010), Municipal Solid Waste Management in Indonesia,
Faculty of Civil and Environemntal Engineering, ITB, Bandung-Indonesia.
Florida Center for Solid and Hazardous Waste Management (FCSHWM), (1998), Analysis of
Florida MSW landfill leachate quality. University of Central Florida, Florida. (1998).
Hossain. M.S, Pennethsa K.K, Hoyos L, (2009), Permeability of Municipal Solid Waste in
Bioreaktor Landfill with Degradation, Geitech Geol Eng (2009), 27: 43-51
Jorge Jaramillo (2003), Guidelines for the Design, Construction and Operation of Manual
Sanitary Landfills, Universidad de Antioquia, Colombia.
Korfiatis, G.P., (1984). "Moisture Transport in Solid Waste Columns." Journal of Environmental
Engineering Division, ASCE 110(4): 780-796.
Orta .M.T, Reynaldo Cruz-Rivera, Neftalí Rojas-Valencia, Ignacio Monje-Ramírez, (2003), Serial
water balance method for predicting leachate, generation in landfills, Waste Manage Res
2003: 21: 127–136
Oweis, Issa S., Smith, Donald A., Ellwood, R. Brian, and Greene, Daniel, (1990), "Hydraulic
Characteristic of Municipal Refuse," Journal of Geotechnical Engineering, Vol. 116, No.4,
April, 1990.
Powerie, W., and Beaven, R.P. (1999). "Hydraulic Properties of household waste and
implication." Proceedings Institution of Civil Engineers Geotechnical Engineering. 137:
235-247
Sudrajat H.R, (2006). Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya. Jakarta
Sang-Yul Kim, Yasumasa Tojo, Toshihiko Matsuto, (2007), Compartment model of aerobic and
anaerobic biodegradation in a municipal solid waste landfill, Waste Management &
Research, 2007,: 25: 524–537
Tchobanoglous G, Theisen. H, and Vigil. S. A., (2004) Integrated Solid Waste Management,
Engineering Principles and Management Issues, McGraw-Hill, New York
Visvanathan. C, Trankler.J, Kuruparan.P, Xiaoning. Q, (2003), Effects of Monsoon Condistions
on Generation and Composition of Landfill Leachate – Lysimeter, Proceedings Sardinia
2003, Ninth International Waste Management and Landfill Symposium S. Margherita di
Pula, Cagliari, Italy; 6 - 10 October 2003
Wall and Zeis Chris, (1995), “Municipal Landfill Biodegradation and Settlement,” Journal of
Environmental Engineering, Vol. 121, No. 3, pp. 214-223, 1995.
Yu Wang and Makku Pelkonen.,(2008), Inpacts of Temperature and Liquid/Solid Ratio on
Anaerobic Degradation of Municipal Solid Waste: An Emission Investigation of Landfill
Simulation Reaktors, Special Feature on APLAS Saporo, 2008
Zeiss , and Uguccioni, M. (1995). "Mechanisms and Patterns of Leachate Flow in Municipal
Solid Waste Landfill." Journal of Environmental Systems 23(3): 247- 270.

31

Anda mungkin juga menyukai