OLEH
DESAK NYOMAN RISKA KRISMAYANTI
(P07120016057)
A. MASALAH KEPERAWATAN
B. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara-suara yang
sebenarnya tidak ada (Hartono:2012). Halusinasi adalah kesan, respon dan
pengalaman sensori yang salah (Stuart:2007). Halusinasi merupakan gangguan
atau perubahan persepsi dimana klien mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa stimulus eksteren: persepsi
palsu (Maramis:2005). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa
ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati:2012).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
halusinasi, maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien
melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan
yang nyata.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
a) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan
gangguan seperti :
1. Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal
dan citim limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan
dalam belajar, daya ingat dan berbicara.
1
2. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal,
perinatal, neonates dan kanak-kanak
b) Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
ganguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup
klien. Penolakan dapat dirasakan dari keluarga,pengasuh atau teman
yang bersikap dingin, cemas, tidak peduli atau bahkan terlalu
melindungi sedangkan kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam
rumah tangga merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c) Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan, konflik sosial, budaya, kehidupan yang
terisolir disertai stres yang menumpuk (Yudi Hartono, 2012)
D. FAKTOR PRESIPITASI
2
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
E. RENTANG RESPON
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang
berhubungan dengan fungsi neurobiologik. Perilaku yang dapat diamati dan
mungkin menunjukkan adanya halusinasi, respon yang terjadi dapat berada
dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat disajikan dalam gambar
berikut.
3
4. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk
gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
5. Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang
dengan orang lain dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat.
b) Respon Transisi
1. Distorsi pikiran berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
2. Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap
stimulus sensori.
3. Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik
dalam berkomunikasi ataupun berhubungan sosial dengan
orang-orang disekitarnya.
4. Reaksi emosi berupa emosi yang diekspresikan dengan sikap
yang tidak sesuai.
5. Perilaku tidak biasa berupa perilaku aneh yang tidak enak
dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak
kenal orang lain.
c) Respon Maladaptif
1. Gangguan pikiran atau waham berupa keyakinan yang salah
secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang
lain dan bertentangan dengan realita sosial.
2. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi
yang salah terhadap rangsangan.
3. Sulit berespon berupa ketidakmampuan atau menurunya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
keakraban dan kedekatan.
4. Perilaku disorganisasi berupa ketidakselarasan antara perilaku
dan gerakan yang ditimbulkan.
5. Isolasi sosial merupakan suatu keadaan kesepian yang dialami
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam.
4
F. TAHAPAN PROSES TERJADINYA HALUSINASI
1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase yang menyenangkan.
Pada fase ini masuk kedalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahaan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat
jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
1. Fase kedua
Disebut dengan fase condemmining atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
2. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristiknya : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mematuhi perintah.
5
3. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, kesulitan berhubungan
dengan orang lain,ketidak mampuan mengikuti petunjuk, rentang
perhatiannya hanya beberapa detik/menit.
6
Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium
dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat
tertentu, menutup hidung.
7
sesuatu yang dialaminya seperti dalam mimpi.
(Damaiyanti:2012)
F. Penatalaksanaan
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
8
(atypical). Obat yang teramasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL (psikotropik untuk menstabilkan senyawa
otak), dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas),
Aripiprazole (untuk antipsikotik).
b. Psikoterapi
Terapi bekerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama.
c. Terapi modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukkan pada kemampuan dan kekurangan
pasien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri
sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasanyan memusatkan pada rencana dan
masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
d. Terapi kejang listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara
artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang
dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada
9
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
G. POHON MASALAH
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh Keliat (2005) diagnosa
keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien
baik aktual maupun potensial.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi menurut Yoseph
(2009) adalah sebagai berikut.
1) Gangguan persepsi Sensori
2) Harga diri rendah kronis
3) Risiko perilaku kekerasan
10
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data yang Perlu Dikaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya pasien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena
keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku
pasien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga
pasien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan
rasa aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua
yang otoritas dan konflik dalam keluarga
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas,
krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
11
5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak,
pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks
dan limbik.
6. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak.
2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis
maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat,
12
kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola
aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja,
dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan
gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku pasien terhadap halusinasi dapat berupa
curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku
merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara sendiri. Perilaku pasien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila
perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak
hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
a. Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan.
b. Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi
13
apa yang dialami pasien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pertanyaan pasien.
d. Respon pasien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien. Bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh pasien saat
mengalami pengalamana halusinasi. Apakah pasien bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan pasien.
1. Status mental
a. Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
b. Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c. Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d. Afek : sesuai/maladaprif
e. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan nformasi
f. Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak
berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses
pikir
g. Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis
h. Tingkat kesadaran
i. Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2. Mekanisme koping
a. Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
c. Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan
stimulus internal
14
3. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan
dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan
atau pemukiman.
15
- Pikiran cepat berubah
- Kacau dalam alur pikiran
16
tidak normal seperti
biasanya
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah
sebagai berikut.
a) Jenis dan isi halusinasi
Data objektif dapat diperoleh melalui observasi perilaku pasien,
sedangkan data subjektif dapat dikaji melalui proses wawancara
dengan pasien
b. Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi.
- Waktu: pagi, siang, sore, malam
- Frekuensi: terus-menerus, sekali-kali
- Situasi: sendiri, atau saat terjadi kejadian tertentu
c. Respons terhadap halusinasi. Untuk mengetahui apa yang dilakukan
saat halusinasinya muncul
2. Harga Diri Rendah Kronis
a. Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif
1. Menilai diri negative (mis. Tidak berguna, tidak tertolong)
2. Merasa malu/bersalah
3. Merasa tidak mampu melaukan apapun
4. Meremehkan kemampuan mengatasi masalah
5. Merasa tidak memiliki atau kemampuan positif
17
2. Sulit tidur
3. Mengungkapkan
Objektif
1. Kontak mata kurang
2. Lesu dan tidak bergairah
3. Berbicara pelan dan lirih
4. Pasif
5. Perilaku tidak asertif
6. Mencari penguatan secara berlebihan
7. Bergantung pada pendapat orang lain
8. Sulit membuat keputusan
9. Sering kali mencari
18
17) Illusi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Keperawatan Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
19
gguan Sensori Tujuan umum Setelah diberikan Bina hubungan saling Hubungan s
sepsi: Halusinasi Pasien mampu tindakan keperawatan percaya dengan pasien: merupakan
uai jenis halusinasi mengontrol halusinasi selama 1x10 menit 1. Beri salam memperlan
g dialami pasien) Tujuan khusus diharapkan pasien 2. Perkenalkan diri dengan interaksi se
1. TUK I : mampu mengontrol sopan.
Pasien dapat membina halusinasinya dengan 3. Tanyakan nama
hubungan saling kriteria Hasil: lengkap pasien dan
percaya dengan 1. Mau menerima nama panggilan yang
perawat kehadiran perawat disukai pasien.
Kriteria Hasil:
disampingnya 4. Jelaskan tujuan
a. Mau menerima
2. Menyatakan mau pertemuan.
kehadiran perawat
menerima bantuan 5. Yakinkan dia dalam
disampingnya
perawat keadaan aman dan
b. Menyatakan mau
3. Tidak menunjukkan perawat siap menolong
menerima bantuan
tanda-tanda curiga dan mendampinginya
perawat
6. Yakinkan bahwa
c. Tidak
kerahasiaan pasien akan
menunjukkan
tetap terjaga
tanda-tanda curiga
7. Tunjukkan sikap
terbuka dan jujur
8. Perhatikan kebutuhan
dasar dan beri bantuan
Setelah diberikan
memenuhinya.
2. TUK II : tindakan keperawatan
Pasien dapat mengenal selama 1x15 menit
1. Adakan sering dan - Kontak
halusinasi diharapkan pasien
singkat secara singkat s
Kriteria hasil : mampu mengenal
bertahap. membin
a. Pasien dapat halusinasinya dengan
2. Observasi tingkah saling pe
menyebutkan kriteria Hasil:
laku pasien terkait dapat m
waktu, isi dan 1. Pasien dapat
dengan halusinasinya. halusina
frekuensi menyebutkan
Bicara dan tertawa - Mengen
timbulnya waktu, isi dan
tanpa stimulus, memung
halusinasi. frekuensi timbulnya
20
b. Pasien dapat halusinasi. memandang ke kiri untuk m
mengungkapkan 2. Pasien dapat dan ke kanan seolah- faktor ti
perasaan terhadap mengungkapkan olah ada teman bicara. halusina
halusinasinya. perasaan terhadap 3. Rasional: Mengenal - Dengan
halusinasinya perilaku pada saat waktu, i
halusinasi timbul frekuens
memudahkan perawat halusina
dalam melakukan memper
intervensi. tindakan
4. Bantu pasien yang aka
mengenal perawat
halusinasinya dengan
cara :
Jika menemukan
pasien yang sedang
halusinasi tanyakan
apakah ada suara
yang di dengar atau
ada bayangan yang
dilihat
Jika pasien
menjawab ada
lanjutkan apa yang
dikatakan atau dil
Katakan bahwa
perawat percaya
pasien mendengar
suara atau melihat
bayangan-
bayangan, namun
perawat sendiri
tidak
21
mendengarnya atau
melihatnya (dengan
nada sahabat tanpa
menuduh/menghaki
mi).
Katakan pada
pasien bahwa ada
juga pasien lain
yang sama seperti
dia.
Katakan bahwa
perawat akan
membantu pasien.
5. Diskusikan dengan
3. TUK III:
pasien tentang :
Pasien dapat mengontrol
Situasi yang
halusinasinya.
menimbulkan/tidak
menimbulkan
halusinasi.
Waktu dan
frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi,
siang, sore dan
malam atau jika
sendiri, jengkel,
sedih)
Diskusikan dengan
pasien apa yang
dirasakan jika
terjadi halusinasi
(marah, takut,
sedih, tenang) beri
22
kesempatan
Setelah diberikan mengungkapkan
tindakan keperawatan perasaan
selama 1x15 menit
diharapkan pasien 1. Identifikasi bersama
mampu mengontrol pasien tindakan yang
halusinasinya dengan dilakukan jika terjadi
kriteria Hasil: halusinasi (tidur, marah,
1. Pasien dapat menyibukkan diri
menyebutkan sendiri dan lain-lain)
tindakan yang 2. Upaya untuk memutus
biasanya dilakukan siklus halusinasi
untuk mengendalikan sehingga halusinasi Upaya untu
halusinasinya. tidak berlanjut siklus halus
2. Pasien dapat 3. Diskusikan cara baru halusinasi t
menyebutkan cara untuk
baru. memutus/mengontrol
3. Pasien dapat timbulnya halusinasi :
memilih cara .Katakan : Saya tidak Reinforcem
mengatasi halusinasi mau dengar kau pada dapat mnein
seperti yangtelah saat halusinasi muncul. harga diri p
didiskusikan dengan Menemui orang lain
pasien. atau perawat, teman Memberika
4. Pasien dapat atau anggota keluarga pilihan untu
melakukan cara yang yang lain untuk halusinasi.
telah dipilih untuk bercakap-cakap atau
mengendalikan mengatakan halusinasi
halusinasi. yang didengar atau
dilihat.
Membuat jadwal sehari-
hari agar halusinasi
tidak sempat muncul.
23
Meminta
keluarga/teman/perawat
, jika tampak bicara
sendiri
4. Bantu pasien
memilih cara dan
melatih cara untuk
memutus halusinasi
secara bertahap,
4. TUK IV: misalnya dengan :
Pasien dapat dukungan Membersihkan rumah
dari keluarga dalam dan alat-alat rumah
mengontrol tangga. Memotivas
halusinasinya. Mengikuti keanggotaan meningkatk
sosial di masyarakat pasien untu
(pengajian, gotong memilih sal
royong). untuk meng
24
diharapkan pasien dapat 1. Membina hubungan Hubungan s
dukungan dari keluarga saling percaya dengan merupakan
dalam mengontrol menyebutkan nama, memperlan
halusinasinya. tujuan pertemuan interaksi se
dengan kriteria Hasil: dengan sopan dan
1. Keluarga dapat ramah.
saling percaya 2. Anjurkan pasien Untuk men
dengan perawat. menceritakan bantuan kel
2. Keluarga dapat halusinasinya kepada mengontrol
menyebutkan keluarga.
pengertian, tanda 3. Diskusikan Untuk men
dan tindakan untuk halusinasinya pada saat pengetahua
mengendalikan berkunjung tenang : tentang halu
halusinasi. Pengertian menambah
halusinasi keluarga ca
Gejala halusinasi anggota kel
yang dialami mempunya
pasien. halusinasi.
Cara yang dapat
5. TUK V : Pasien dapat dilakukan pasien
memanfaatkan obat dan keluarga untuk
dengan baik memutus
halusinasi.
Cara merawat
anggota keluarga
yang berhalusinasi
di rumah,
misalnya : beri
kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
bepergian bersama.
25
Beri informasi
waktu follow up
atau kapan perlu
mendapat bantuan :
halusinasi tidak
terkontrol, dan
resiko mencederai
Setelah diberikan diri, orang lain dan
tindakan keperawatan lingkungan.
selama 1x15 menit
diharapkan pasien dapat 1. Diskusikan dengan - Dengan
memanfaatkan obat pasien dan keluarga dosis, f
dengan baik dengan tentang dosis dan manfaa
kriteria Hasil: frekuensi serta manfaat diharap
1. Pasien dapat minum obat. melaks
mendemonstrasikan program
penggunaan obat 2. Anjurkan pasien minta - Menila
dengan benar. sendiri obat pada pasien
2. Pasien mendapat perawat dan pengob
informasi tentang merasakan manfaatnya. sendiri
efek dan efek
samping obat. 3. Anjurkan pasien untuk - Dengan
3. Pasien dapat bicara dengan dokter efek sa
memahami akibat tentang mafaat dan efek akan ta
berhenti minum obat samping obat yang harus d
tanpa konsutasi. dirasakan. setelah
4. d) Pasien dapat
menyebutkan 4. Diskusikan akibat - Program
prinsip 5 benar berhenti minum obat dapat b
penggunaan obat. tanpa konsultasi dengan lancar.
dokter.
26
5. Bantu pasien - Dengan
menggunakan obat prinsip
dengan prinsip 5 benar obat, m
(benar dosis, benar kemand
obat, benar waktunya, untuk p
benar caranya, benar dapat d
pasiennya). secara
27
Dx Perencanaan
No.
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
2 Harga diri TUM :
rendah kronis - Klien dapat
meningkatkan
hargadirinya.
TUK :
1. Klien mampu
Setelah diberikan tindakan 1. Bina hubungan
membina
keperawatan selama 1x 15 terapeutik.
hubungan
menit, interaksi klien 2. Diskusikan kemampuan
salingpercaya.
menunjukkan tanda-tanda dan aspek positif yang
2. Klien dapat
percaya kepada/terhadap masih dimilki klien.
mengidentifikasi
perawat : 3. Beri kesempatan klien
kemampuan
Wajah cerah, untuk mencoba.
yangdimiliki.
tersenyum 4. Setiap bertemu klien
3. Klien dapat
Mau berkenalan hindarkan penilaian
menilai
Ada kontak mata agresif.
kemampuan
Bersedia 5. Utamakan memberikan
yangdigunakan.
menceritakan pujian realistik.
4. Klien dapat
perasaan 6. Diskusikan dengan
merancang
Bersedia klien kegiatan yang
kegiatan sesuai
mengungkapkan masih bisa digunakan.
dengan
masalahnya 7. Rencanakan bersama.
kemampuan
yangdimilki.
5. Klien dapat
melakukan
kegiatan.
28
29
Dx Perencanaan
No.
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
3 Resiko perilaku TUM :
kekerasan - Klien dapat
mengontrol atau
mencegah perilaku
kekerasaan baik
secara fisik, sosial,
verbal, dan spiritual
TUK :
Tindakan Psikoterapi
1. Dapat membina Setelah diberikan
1. Bina Hubungan
hubungan tindakan keperawatan
Saling Percaya
saling percaya selama 1x 15 menit,
2. Ajarakan SP I:
2. Dapat interaksi klien
o Diskusikan
mengidentifikas menunjukkan tanda-tanda
penyebab, tanda
i penyebab, percaya kepada/terhadap
dan gejala, bentuk
tanda dan perawat :
dan akibat PK
gejala, bentuk Wajah cerah,
yang dilakukan
dan akibat PK tersenyum
pasien serta akibat
yang sering Mau berkenalan
PK
dilakukan Ada kontak mata
o Latih pasien
3. Dapat Bersedia
mencegah PK
mendemonstra menceritakan
dengan cara: fisik
sikan cara perasaan
(tarik nafas dalam
mengontrol PK Bersedia
& memeukul
dengan cara : mengungkapkan
bantal)
- Fisik masalahnya
o Masukkan dalam
- Social dan jadwal harian
verbal 3. Ajarkan SP II:
- Spiritual o Diskusikan jadwal
- Minum harian
obat o Latih pasien
teratur mengntrol PK
4. Dapat dengan cara sosial
menyebutkan o Latih pasien cara
dan menolak dan
mendemonstra 30 meminta yang
sikan cara asertif
mencegah PK o Masukkan dalam
31
DAFTAR PUSTAKA
32