OLEH
DESAK NYOMAN RISKA KRISMAYANTI
(P07120016057)
A. MASALAH KEPERAWATAN
Gangguan persepsi sensori (halusinasi)
B. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara-suara yang
sebenarnya tidak ada (Hartono:2012). Halusinasi adalah kesan, respon dan
pengalaman sensori yang salah (Stuart:2007). Halusinasi merupakan gangguan
atau perubahan persepsi dimana klien mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa stimulus eksteren: persepsi
palsu (Maramis:2005). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa
ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati:2012).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
halusinasi, maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien
melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan
yang nyata.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
a) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan
gangguan seperti :
1. Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal
dan citim limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan
dalam belajar, daya ingat dan berbicara.
1
2. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal,
perinatal, neonates dan kanak-kanak
b) Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
ganguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup
klien. Penolakan dapat dirasakan dari keluarga,pengasuh atau teman
yang bersikap dingin, cemas, tidak peduli atau bahkan terlalu
melindungi sedangkan kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam
rumah tangga merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c) Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan, konflik sosial, budaya, kehidupan yang
terisolir disertai stres yang menumpuk (Yudi Hartono, 2012)
D. FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
2
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
E. RENTANG RESPON
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang
berhubungan dengan fungsi neurobiologik. Perilaku yang dapat diamati dan
mungkin menunjukkan adanya halusinasi, respon yang terjadi dapat berada
dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat disajikan dalam gambar
berikut.
3
5. Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang
dengan orang lain dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat.
b) Respon Transisi
1. Distorsi pikiran berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
2. Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap
stimulus sensori.
3. Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik
dalam berkomunikasi ataupun berhubungan sosial dengan
orang-orang disekitarnya.
4. Reaksi emosi berupa emosi yang diekspresikan dengan sikap
yang tidak sesuai.
5. Perilaku tidak biasa berupa perilaku aneh yang tidak enak
dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak
kenal orang lain.
c) Respon Maladaptif
1. Gangguan pikiran atau waham berupa keyakinan yang salah
secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang
lain dan bertentangan dengan realita sosial.
2. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi
yang salah terhadap rangsangan.
3. Sulit berespon berupa ketidakmampuan atau menurunya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
keakraban dan kedekatan.
4. Perilaku disorganisasi berupa ketidakselarasan antara perilaku
dan gerakan yang ditimbulkan.
5. Isolasi sosial merupakan suatu keadaan kesepian yang dialami
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam.
4
F. TAHAPAN PROSES TERJADINYA HALUSINASI
1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase yang menyenangkan.
Pada fase ini masuk kedalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahaan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat
jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemmining atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristiknya : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mematuhi perintah.
5
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi
takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, kesulitan berhubungan
dengan orang lain,ketidak mampuan mengikuti petunjuk, rentang
perhatiannya hanya beberapa detik/menit.
6
4. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti
rasa darah, urine , atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti
mengecap, mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu, sering
meludah, muntah.
5. Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat,
seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang.
Merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang
kecil dan mahluk halus.
Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau
meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan badan
seperti merasakan sesuatu rabaan.
6. Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya
melayang diatas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah
klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat seperti
merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya (Yoseph Iyus:2007)
7. Halusinasi Viseral
Adalah timbulnya perasaan tertentu di dala tubuhnya.
a) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan
sindrom obus parientalis. Misalnya sering merasa dirinya
terpecah dua.
b) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan
yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala
sesuatu yang dialaminya seperti dalam mimpi.
(Damaiyanti:2012)
7
E. TANDA DAN GEJALA
Perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut.
1) Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
2) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan
respons verbal lambat.
3) Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri
dari orang lain.
4) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang
tidak nyata.
5) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
6) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) dan takut.
8) Sulit berhubungan dengan orang lain.
9) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
10) Tidak mampu mengikuti perintah.
11) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan
katatonik. (Prabowo:2014)
F. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa, dewasa ini sudah dikembangkan sehingga
penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
(atypical). Obat yang teramasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL (psikotropik untuk menstabilkan senyawa
otak), dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang
8
termasuk generasi kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas),
Aripiprazole (untuk antipsikotik).
b. Psikoterapi
Terapi bekerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama.
c. Terapi modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukkan pada kemampuan dan kekurangan
pasien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri
sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasanyan memusatkan pada rencana dan
masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
d. Terapi kejang listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara
artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang
dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada
9
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
G. POHON MASALAH
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh Keliat (2005) diagnosa
keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien
baik aktual maupun potensial.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi menurut Yoseph
(2009) adalah sebagai berikut.
1) Gangguan persepsi Sensori
2) Harga diri rendah kronis
3) Risiko perilaku kekerasan
10
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data yang Perlu Dikaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya pasien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena
keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku
pasien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga
pasien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan
rasa aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua
yang otoritas dan konflik dalam keluarga
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas,
krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
11
5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak,
pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks
dan limbik.
6. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak.
2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis
maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat,
12
kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola
aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja,
dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan
gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku pasien terhadap halusinasi dapat berupa
curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku
merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara sendiri. Perilaku pasien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila
perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak
hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
a. Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan.
b. Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi
13
apa yang dialami pasien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pertanyaan pasien.
d. Respon pasien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien. Bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh pasien saat
mengalami pengalamana halusinasi. Apakah pasien bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan pasien.
1. Status mental
a. Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
b. Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c. Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d. Afek : sesuai/maladaprif
e. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan nformasi
f. Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak
berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses
pikir
g. Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis
h. Tingkat kesadaran
i. Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2. Mekanisme koping
a. Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
c. Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan
stimulus internal
14
3. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan
dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan
atau pemukiman.
15
- Pikiran cepat berubah
- Kacau dalam alur pikiran
16
Halusinasi - Memegang badannya - Mengatakan perutnya
Viseral yang dianggapnya menjadi mengecil setelah
berubah bentuk dan minum softdrink
tidak normal seperti
biasanya
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah
sebagai berikut.
a) Jenis dan isi halusinasi
Data objektif dapat diperoleh melalui observasi perilaku pasien,
sedangkan data subjektif dapat dikaji melalui proses wawancara
dengan pasien
b. Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi.
- Waktu: pagi, siang, sore, malam
- Frekuensi: terus-menerus, sekali-kali
- Situasi: sendiri, atau saat terjadi kejadian tertentu
c. Respons terhadap halusinasi. Untuk mengetahui apa yang dilakukan
saat halusinasinya muncul
2. Harga Diri Rendah Kronis
a. Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif
1. Menilai diri negative (mis. Tidak berguna, tidak tertolong)
2. Merasa malu/bersalah
3. Merasa tidak mampu melaukan apapun
4. Meremehkan kemampuan mengatasi masalah
5. Merasa tidak memiliki atau kemampuan positif
17
b. Tanda dan Gejala Minor
Subjektif
1. Merasa sulit konsentrasi
2. Sulit tidur
3. Mengungkapkan
Objektif
1. Kontak mata kurang
2. Lesu dan tidak bergairah
3. Berbicara pelan dan lirih
4. Pasif
5. Perilaku tidak asertif
6. Mencari penguatan secara berlebihan
7. Bergantung pada pendapat orang lain
8. Sulit membuat keputusan
9. Sering kali mencari
18
15) Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang
lain atau destruksi property orang lain
16) Impulsive
17) Illusi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
19
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Keperawatan Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1. Gangguan Sensori Tujuan umum Setelah diberikan Bina hubungan saling Hubungan saling percaya
Persepsi: Halusinasi Pasien mampu tindakan keperawatan percaya dengan pasien: merupakan dasar untuk
(sesuai jenis halusinasi mengontrol halusinasi selama 1x10 menit 1. Beri salam memperlancar hubungan
yang dialami pasien) Tujuan khusus diharapkan pasien 2. Perkenalkan diri dengan interaksi selanjutnya.
1. TUK I : mampu mengontrol sopan.
Pasien dapat membina halusinasinya dengan 3. Tanyakan nama
hubungan saling kriteria Hasil: lengkap pasien dan
percaya dengan 1. Mau menerima nama panggilan yang
perawat kehadiran perawat disukai pasien.
Kriteria Hasil: disampingnya 4. Jelaskan tujuan
a. Mau menerima 2. Menyatakan mau pertemuan.
kehadiran perawat menerima bantuan 5. Yakinkan dia dalam
disampingnya perawat keadaan aman dan
b. Menyatakan mau 3. Tidak menunjukkan perawat siap menolong
menerima bantuan tanda-tanda curiga dan mendampinginya
perawat 6. Yakinkan bahwa
c. Tidak kerahasiaan pasien akan
menunjukkan tetap terjaga
tanda-tanda curiga 7. Tunjukkan sikap
20
terbuka dan jujur
8. Perhatikan kebutuhan
dasar dan beri bantuan
memenuhinya.
21
halusinasinya dalam melakukan mempermudah
intervensi. tindakan keperawatan
4. Bantu pasien yang akan dilakukan
mengenal perawat.
halusinasinya dengan
cara :
Jika menemukan
pasien yang sedang
halusinasi tanyakan
apakah ada suara
yang di dengar atau
ada bayangan yang
dilihat
Jika pasien
menjawab ada
lanjutkan apa yang
dikatakan atau dil
Katakan bahwa
perawat percaya
pasien mendengar
22
suara atau melihat
bayangan-
bayangan, namun
perawat sendiri
tidak
mendengarnya atau
melihatnya (dengan
nada sahabat tanpa
menuduh/menghaki
mi).
Katakan pada
pasien bahwa ada
juga pasien lain
yang sama seperti
dia.
Katakan bahwa
perawat akan
membantu pasien.
5. Diskusikan dengan
pasien tentang :
23
Situasi yang
menimbulkan/tidak
menimbulkan
halusinasi.
Waktu dan
frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi,
siang, sore dan
malam atau jika
sendiri, jengkel,
sedih)
Diskusikan dengan
pasien apa yang
dirasakan jika
terjadi halusinasi
(marah, takut,
sedih, tenang) beri
kesempatan
mengungkapkan
perasaan
24
3. TUK III: Setelah diberikan 1. Identifikasi bersama
Pasien dapat mengontrol tindakan keperawatan pasien tindakan yang
halusinasinya. selama 1x15 menit dilakukan jika terjadi
diharapkan pasien halusinasi (tidur, marah,
mampu mengontrol menyibukkan diri
halusinasinya dengan sendiri dan lain-lain)
kriteria Hasil: 2. Upaya untuk memutus
1. Pasien dapat siklus halusinasi
menyebutkan sehingga halusinasi Upaya untuk memutus
tindakan yang tidak berlanjut siklus halusinasi sehingga
biasanya dilakukan 3. Diskusikan cara baru halusinasi tidak berlanjut
untuk mengendalikan untuk
halusinasinya. memutus/mengontrol
2. Pasien dapat timbulnya halusinasi :
menyebutkan cara .Katakan : “ Saya tidak Reinforcement
baru. mau dengar kau” pada dapat mneingkatkan
3. Pasien dapat saat halusinasi muncul. harga diri pasien.
memilih cara Menemui orang lain
mengatasi halusinasi atau perawat, teman Memberikan alternative
25
seperti yangtelah atau anggota keluarga pilihan untuk mengontrol
didiskusikan dengan yang lain untuk halusinasi.
pasien. bercakap-cakap atau
4. Pasien dapat mengatakan halusinasi
melakukan cara yang yang didengar atau
telah dipilih untuk dilihat.
mengendalikan Membuat jadwal sehari-
halusinasi. hari agar halusinasi
tidak sempat muncul.
Meminta
keluarga/teman/perawat
, jika tampak bicara
sendiri
4. Bantu pasien
memilih cara dan
melatih cara untuk
memutus halusinasi
secara bertahap,
misalnya dengan :
Membersihkan rumah
26
dan alat-alat rumah
tangga. Memotivasi dapat
Mengikuti keanggotaan meningkatkan keinginan
sosial di masyarakat pasien untuk mencoba
(pengajian, gotong memilih salah satu cara
royong). untuk mengendalikan
Mengikuti kegiatan halusinasi dan dapat
olah raga di kampung meningkatkan harga diri
(jika masih muda). pasien.
Mencari teman untuk
ngobrol.
5. Beri kesempatan untuk Memberi kesempatan
melakukan cara yang kepada pasien untuk
telah dilatih. mencoba cara yang telah
dipilih.
6. Anjurkan pasien untuk Stimulasi persepsi dapat
mengikuti terapi mengurangi perubahan
aktivitas kelompok, interprestasi realitas akibat
orientasi realita dan halusinasi.
stimulasi persepsi
27
4. TUK IV: Setelah diberikan 1. Membina hubungan Hubungan saling percaya
Pasien dapat dukungan tindakan keperawatan saling percaya dengan merupakan dasar untuk
dari keluarga dalam selama 1x15 menit menyebutkan nama, memperlancar hubungan
mengontrol diharapkan pasien dapat tujuan pertemuan interaksi selanjutnya.
halusinasinya. dukungan dari keluarga dengan sopan dan
dalam mengontrol ramah.
halusinasinya. 2. Anjurkan pasien Untuk mendapatkan
dengan kriteria Hasil: menceritakan bantuan keluarga dalam
1. Keluarga dapat halusinasinya kepada mengontrol halusinasinya.
saling percaya keluarga.
dengan perawat. 3. Diskusikan Untuk mengetahui
2. Keluarga dapat halusinasinya pada saat pengetahuan keluarga
menyebutkan berkunjung tenang : tentang halusinasi dan
pengertian, tanda Pengertian menambah pengetahuan
dan tindakan untuk halusinasi keluarga cara merawat
mengendalikan Gejala halusinasi anggota keluarga yang
halusinasi. yang dialami mempunyai masalah
pasien. halusinasi.
Cara yang dapat
28
dilakukan pasien
dan keluarga untuk
memutus
halusinasi.
Cara merawat
anggota keluarga
yang berhalusinasi
di rumah, misalnya
: beri kegiatan,
jangan biarkan
sendiri, makan
bersama, bepergian
bersama.
Beri informasi
waktu follow up
atau kapan perlu
mendapat bantuan :
halusinasi tidak
terkontrol, dan
resiko mencederai
29
diri, orang lain dan
lingkungan.
30
berhenti minum obat 4. Diskusikan akibat - Program pengobatan
tanpa konsutasi. berhenti minum obat dapat berjalan dengan
4. d) Pasien dapat tanpa konsultasi dengan lancar.
menyebutkan dokter.
prinsip 5 benar
penggunaan obat. 5. Bantu pasien - Dengan mengetahui
menggunakan obat prinsip penggunaan
dengan prinsip 5 benar obat, maka
(benar dosis, benar kemandirian pasien
obat, benar waktunya, untuk pengobatan
benar caranya, benar dapat ditingkatkan
pasiennya). secara bertahap.
31
Dx Perencanaan
No.
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
TUK :
1. Klien mampu
Setelah diberikan tindakan 1. Bina hubungan
membina
keperawatan selama 1x 15 terapeutik.
hubungan
menit, interaksi klien 2. Diskusikan kemampuan
salingpercaya.
menunjukkan tanda-tanda dan aspek positif yang
2. Klien dapat
percaya kepada/terhadap masih dimilki klien.
mengidentifikasi
perawat : 3. Beri kesempatan klien
kemampuan
Wajah cerah, untuk mencoba.
yangdimiliki.
tersenyum 4. Setiap bertemu klien
3. Klien dapat
Mau berkenalan hindarkan penilaian
menilai
Ada kontak mata agresif.
kemampuan
32
yangdigunakan. Bersedia 5. Utamakan memberikan
4. Klien dapat menceritakan pujian realistik.
merancang perasaan 6. Diskusikan dengan
kegiatan sesuai Bersedia klien kegiatan yang
dengan mengungkapkan masih bisa digunakan.
kemampuan masalahnya 7. Rencanakan bersama.
yangdimilki.
5. Klien dapat
melakukan
kegiatan.
33
Dx Perencanaan
No.
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
TUK :
Tindakan Psikoterapi
1. Dapat membina Setelah diberikan
1. Bina Hubungan
hubungan saling tindakan keperawatan
Saling Percaya
percaya selama 1x 15 menit,
2. Ajarakan SP I:
2. Dapat interaksi klien
o Diskusikan
mengidentifikasi menunjukkan tanda-tanda
penyebab, tanda
penyebab, tanda percaya kepada/terhadap
dan gejala, bentuk
dan gejala, bentuk perawat :
34
dan akibat PK yang Wajah cerah, dan akibat PK
sering dilakukan tersenyum yang dilakukan
3. Dapat Mau berkenalan pasien serta akibat
mendemonstrasikan Ada kontak mata PK
cara mengontrol PK Bersedia o Latih pasien
dengan cara : menceritakan mencegah PK
- Fisik perasaan dengan cara: fisik
- Social dan Bersedia (tarik nafas dalam
verbal mengungkapkan & memeukul
- Spiritual masalahnya bantal)
- Minum obat o Masukkan dalam
teratur jadwal harian
4. Dapat menyebutkan 3. Ajarkan SP II:
dan o Diskusikan jadwal
mendemonstrasikan harian
cara mencegah PK o Latih pasien
yang sesuai mengntrol PK
5. Dapat memelih dengan cara sosial
cara mengontrol o Latih pasien cara
PK yang efektif dan menolak dan
35
sesuai meminta yang
6. Dapat melakukan asertif
cara yang sudah o Masukkan dalam
dipilih untuk jadwal kegiatan
mengontrol PK harian
7. Memasukan cara 4. Ajarkan SP III:
yang sudah dipilih o Diskusikan jadwal
dalam kegitan harian
harian o Latih cara spiritual
8. Mendapat untuk mencegah
dukungan dari PK
keluarga untuk o Masukkan dalam
mengontrol PK jadawal kegiatan
9. Dapat terlibat harian
dalam kegiatan 5. Ajarkan SP IV
diruangan o Diskusikan jadwal
harian
o Diskusikan
tentang manfaat
obat dan kerugian
36
jika tidak minum
obat secara teratur
o Masukkan dalam
jadwal kegiatan
harian
6. Bantu pasien
mempraktekan cara
yang telah diajarkan
7. Anjurkan pasien
untuk memilih cara
mengontrol PK yang
sesuai
8. Masukkan cara
mengontrol PK yang
telah dipilih dalam
kegiatan harian
9. Validasi pelaksanaan
jadwal kegiatan
pasien dirumah sakit
37
Tindakan psikofarmako
10. Berikan obat-
obatan sesuai
program pasien
11. Memantau
kefektifan dan efek
samping obat yang
diminum
12. Mengukur vital
sign secara periodic
38
DAFTAR PUSTAKA
Medika.
Trimeilia S,SKP. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi.jakarta : CV. Trans Info
Media
39