PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajamen adalah suatu upacara kegiatan untuk mengarahkan,
mengkoordinasi, mengarahkan dan mengawasi dalam mencapai tujuan bersama
dalam sebuah organisasi. Manajemen keperawatan adalah upaya staf
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa
aman kepada pasien, keluarga, serta masyarakat. Manajemen sangat penting
diterapkan di dalam ruangan agar semua kegiatan tertata rapi dan terarah,
sehingga tujuan dapat dicapai bersama, yaitu menciptakan suasana yang aman
dan nyaman baik kepada sesama staf keperawatan maupun pasien.
Dalam pelaksanaan manajemen terdapat model praktik keperawatan
professional yang di dalamnya terdapat kegiatan ronde keperawatan. Ronde
keperawatan adalah suatu kegiatan dimana perawat primer dan perawat asosiet
bekerja sama untuk menyelesaikan masalah klien, dan klien dilibatkan secara
langsung dalam proses penyelesaian masalah tersebut.
Ronde keperawatan diperlukan agar masalah klien dapat teratasi dengan
baik, sehingga semua kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi. Perawat
professional harus dapat menerapkan ronde keperawatan, sehingga role play
tentang ronde keperawatan ini sangat perlu dilakukan agar perawat paham
mengenai ronde keperawatan dan dapat mengaplikasikannya saat bekerja.
Adapun kriteria klien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan sebagai
berikut : mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah
dilakukan tindakan keperawatan : pasien dengan kasus baru atau langka dan
metode yang dipakai adalah diskusi
Berdasarkan latar belakang diatas kelompok melakukan pelaksanaan
ronde keperawatan pada pasien Ny. W dengan PPOK dan TB paru yang telah
mengalami perawatan ±10 hari di ruang jamrud C2 RSUD dr. Moch Ansari
Saleh Banjarmasin Tahun 2017
B. Tujuan
1. Menumbuhkan cara berpikir secara kritis.
2. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari
masalah klien.
3. Meningkatkan validitas data klien.
4. Menilai kemampuan justifikasi.
5. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
6. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anatami dan Fisiologi
1. Anatomi
2. Fisiologis
a. Organ-organ pernafasan
1) Hidung
Merupakan saluran udara pertama yang mempunyai 2 lubang,
dipisahkan oleh sekat hidung. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang
berfungsi untuk menyaring dan menghangatkan udara (Mutaqqin,
2009).
2) Faring
Merupakan persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
terdapat di dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Terdapat epiglotis yang berfungsi
menutup laring pada waktu menelan makanan (Mutaqqin, 2009).
6) Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung hawa (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-
sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya 90
meter persegi, pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara
(Mutaqqin, 2009).
b. Fisiologis pernafasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang
mengandung oksigen dan menghembuskan udara yang banyak
mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Adapun guna dari pernafasan yaitu mengambil O2 yang dibawa oleh
darah ke seluruh tubuh untuk pembakaran, mengeluarkan CO2
sebagai sisa dari pembakaran yang dibawa oleh darah ke paru-paru
untuk dibuang, menghangatkan dan melembabkan udara. Pada
dasarnya sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran
udara yang menghangatkan udara luar agar bersentuhan dengan
membran kapiler alveoli. Terdapat beberapa mekanisme yang
berperan memasukkan udara ke dalam paru-paru sehingga
pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan udara
masuk dan keluar dari paru-paru disebut sebagai ventilasi atau
bernapas. Kemudian adanya pemindahan O2 dan CO2 yang melintasi
membran alveolus-kapiler yang disebut dengan difusi sedangkan
pemindahan oksigen dan karbondioksida antara kapiler-kapiler dan
sel-sel tubuh yang disebut dengan perfusi atau pernapasan internal
(Mutaqqin, 2009).
Proses pernafasan :
B. Konsep Penyakit
1. Konsep PPOK
a. Pengertian
Cronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekresi mukoid bronchial yang
bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya
insfeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif
selama 3 bulan bahkan dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut
(Ovedoff, 2002).
Cronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah suatu
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price and Wilson,2005).
PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaiatan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru (Bruner and Suddarth, 2005).
b. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD
adalah :
1) Kebiasaan merokok
2) Polusi udara
3) Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
4) Riwayat infeksi saluran nafas.
5) Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama bagi
penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan
penderita penyakit PPOK, yaitu:
1) Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
2) Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3) Merokok
4) Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit
tidak dirasakan.
5) Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan
debu
6) Polusi udara
7) Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
8) Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat
penyakit paru obstuksi kronik.
9) Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu
enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan
peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena
empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
c. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi
kronik adalah sebagai berikut:
1) Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan
dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
berturut-turut.
2) Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu
suatu perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis,
yang disertai kerusakan dinding alveolus.
3) Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai
jenis rangsangan.Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan
saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat
bronkospasme.
4) Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilastasi bronkus dan bronkiolus kronik
yan mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi
paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau
benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus
limfe.
e. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Brashers (2007), adalah :
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas
dan mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-
kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya,
fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi
batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut.
Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan
berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan
berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan
bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan
fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan
partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena
infeksi.
Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara permanen
akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi tersebut
menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps. Pada
waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan
kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume
residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan
campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari
berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara.
Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau
menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara
ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi
terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap
sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau
bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan
tetap sama atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara
menyebabkan perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis
yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-
paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida.
Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat.
Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke
jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang
mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi.
Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan
anoreksia.
Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah
permukaan yang tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan
patologis ini adalah hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis respiratori.
Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan vasokontriksi vaskular
pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary mengakibatkan
hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular
ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.
f. Manajemen Medik
2. Konsep TB Paru
a. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis paru (Mutaqqin, 2011).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan
asam, dapat merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia
Anderson, 2011).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas
bawah yang menular disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu
bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan
terutama menyerang parenkim paru.
b.Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-
0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup
pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis
menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi
dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain
kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi
primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat
dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan
tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil
mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana
di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain
(Elizabeth J powh 2001)
a) Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
b) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu
dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
c) Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
d) Individu tanpa perawatan yang adekuat
e) Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan
gizi
f) Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
g) Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
h) Individu yang tinggal di daerah kumuh
i) Petugas kesehatan
d. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2013)
:
a) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c) Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
d) Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
e) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
f) Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
e. Phatofisiologi
1) Narasi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal
dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat
masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe
imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon
ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa.
Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di
sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon
lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan
terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang
kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat
perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus
dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar
melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang
biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke
organ-organ tubuh.
f. Penatalaksanaan
1) Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
2) Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip
sebagai berikut:
a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT
– KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif
dan lanjutan.
3) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
4) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
5) Jenis, sifat dan dosis OAT
6) Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
a) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
c) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
d) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak.
e) Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
f) Paket Kombipak, Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam
satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk
mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
g) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
(1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
(2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
(3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajan
a. Pengkajian Primer
A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
disertai kontrol servikal.
B:Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekuat, Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi
jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur,
suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/
ngorok, ekspansi dinding dada.
C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
D: Disability, mengecek status neurologis
E:Exposure, enviromental control, buka baju penderita
tapi cegah hipotermia.
b. Pengkajian Skunder
1) Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain.
2) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini.Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru
antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali
aktif.
4) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
5) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita
tuberkulosis paru yang lain
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia,
nafsu makan menurun.
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan
dalam miksi maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB
paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan
istirahat.
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,
dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
7) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
b) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
(1) inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
(2) Palpasi : Fremitus suara meningkat.
(3) Perkusi : Suara ketok redup.
(4) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
c) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur
dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
c. Pemerikaan Laboratorium
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efekparu, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
d. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengankelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
Intervensi:
1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi
nafas,peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding
dadadan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian
kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis effure
pleural untuk fibrosis luas.
2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan
padawarna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat
mengganggu O2 organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi,
khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk
mencegahkolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga
membantu menyebarkan udara melalui paru danmenghilangkan
atau menurunkan nafas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien
sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama
periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberianoksigen
Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
pengenceran sekret.
4. Evaluasi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
- pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan
sekret tanpa bantuan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen
dan kekurangan upaya batuan
- Dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman
danpernafasan normal
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
permukaan efekparu, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret
kental dan tebal
- Tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan
ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang
normal, bebes dari gejala, distres pernafasan.
d. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50 C - 370C)
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengankelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi
- Menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku
atau perubahan pola hidup.
BAB III
LAPORAN KASUS RONDE KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. W
b. Umur : 37 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Agama : Islam
g. Suku / bangsa : Banjar / Indonesia
h. Alamat : Jln. Flamboyan kota baru
i. Ruangan dirawat : Jamrud kamar C2
j. Tanggal masuk RS : 3 Juli 2017
k. No. register : 3513xx
l. Diagnose medis : TB Paru dan PPOK
m. Dokter yang merawat: dr. P
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan “ sasak napas “
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesedaran compos
mentis, GCS E4 V5 M6, TTV : T : 36,5 0C, P : 68 x/menit, R : 28 x/menit,
BP : 110/80 mmHg, spO2 : 97 %, infus RL 10 tetes per menit terpasang
di vena radialis dextra dan O2 terpasang 8 liter per menit per
menggunakan NRM.
b. Pemeriksaan sistemik
No Pengkajian Hasil
1. Kepala - Inspeksi :
Bentuk kepala simetris
Rambut rata hitam dan tipis
Kulit kepala tampak bersih
Tidak ada ketombe
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
Massa (-)
Krepitasi (-)
2. Mata - Inspeksi :
Bentuk mata simetris
Konjungtiva anemis (+)
Sclera ikterik (-)
Edema palpebral (-)
Tanda perdarahan (-)
Popil isokor sinistra 2 dextra 2
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
3. Hidung - Inspeksi :
Bentuk hidung simetris
Perdarahan (-)
Polip (-)
Secret (-)
Cuping idung (+)
NRM terpasang
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
Krepitasi (-)
- Inspeksi :
4. Mulut
Warna bibir coklat pucat
Mukosa bibir lembab
Mukosa mulut merah muda
Gusi normal/perdarahan (-)
Lidah merah muda
Pembengkakan tonsil (-)
Gangguan bicara (-)
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
Massa (-)
5. Telinga - Inspeksi :
Bentuk telinga simetris
Sejajar dengan sudut mata
Pendarahan (-)
Kemerahan (-)
Serumen (+) berwarna kuning dan
tidak berbau
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
6. Leher - Inspeksi :
Bentuk leher simetris
Kaku kudauk (-)
Deviasi trakea (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-)
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
Pembesaran/pembengkakan (-)
- Paru-paru
7. Thorak/dada
Inspeksi Anterior :
Bentuk dada barrel chest
Ekspansi dinding dada simetris
Bantuan otot bantu nafas (+)
retraksi intercostal
Pola nafas (cepat pendek dan
dangkal)
Retraksi dinding dada (+)
Terpasang alat bantu nafas NRM 8
liter/menit
RR : 35x/menit
Perdarahan (-)
Batuk (+)
Sputum kental dan berwarna
kekuningan kadang sulit
dikeluarkan.
Inspeksi Posterior :
Tidak ada benjolan masa
Nyeri tekan (-)
Bentuk tulang belakang Kifosis
Adanya pelebaran pembulu darah
Badan tanpak bersih
Lateral Dextra kanan :
Adanya bentuk cembung pada
lateral dextra kanan atas.
Lateral Dextra Kiri :
Simetris
Palpasi :
Massa (-)
Krepitasi (-)
Nyeri tekan (-)
Fremitus vocal : teraba di dua
lapang paru
Pokal premitus lobus kanan atas
dan lobus tengah kaanan menurun
dan lobus bawah kanan pokal
premitus teraba.
Pokal premitus teraba pada seluruh
lapang paru sinistra.
Perkusi :
Pasa saat dilakukan perkusi suara
menurun pada lobus atas dan lobus
tengah.
Seluruh lapang paru sinistra
terdengar sonor.
Sonor
Sonor
Sonor
Auskultasi :
Bunyi nafas tambahan Ronci
- Jantung
Inspeksi :
Bentuk dada simetris
Pembesaran/benjolan (+)
Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :
Nyeri tekan (-)
Krepitasi (-)
Ictus cordis teraba
Perkusi :
Pekak
Auskultasi :
Bunyi jantung S1 S2 LUP DUP
tunggal teratur
Aorta : LUP
Pulmo : LUP
Tricuspit : DUP
Mitral : DUP
- Inspeksi :
8. Payudara Ukuran dan bentuk payudara
simetris
Putting susu menonjol
Kondisi kulit lembab
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
Massa (-)
Edema (-)
- Inspeksi :
9. Abdomen
Bentuk abdomen normal
Asites (-)
Kondisi kulit lembab
- Auskultasi :
Bising usus (+) 10x/menit
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
Distensi abdomen (-)
- Perkusi :
Timpani
- Tidak dikaji
- Tidak dikaji
10. Genetalia
11. Rectum
- Inspeksi :
Kontraktur (-)
Eformitas (-)
Edema
12. Ekstremitas - -
+ +
Kekuatan otot
5 5
5 5
Skala aktivitas 0 (mandiri)
- Palpasi :
Nyeri tekan (-)
Piting edema (+) derajat 1
Akral teraba dingin
Nyeri sendi
- -
- -
- Inspeksi :
Warna kulit normal
Mukosa kulit kering
Warna kuku sianosis
13. Kulit/kuku
CRT < 3 detik
Bentuk kuku clubbing finger (-)
Jari tabung (-)
- Palpasi
Teraba dingin
c. Pengkajian B6
1) Sistem Pernafasan (B1 : Breath)
Pasien sesak, batuk ada dan dahak sulit untuk dikeluarkan,
pasien menggunakan otot bantu pernapasan, taktil premitus terasa
bergetar pada kedua lapang paru, RR : 26 x/mnt, pasien orthopnea,
SPO2 95 % dengan nasal kanul 4 lpm
2) Sistem kardiovaskular (B2 : Bleed)
Pasien mengatakan terasa nyeri dada sebelah kiri menyebar
kebelakang seperti ditindih, CTR 93 %, irama jantung reguler, bunyi
jantung lub dub, CRT < 2 detik, akral dingin, tidak terdapat sianosis.
3) Sistem Persarafan (B3 : brain)
Kesadaran pasien composmentis, pusing tidak ada hanya saja
badan terasa bergetar
4) Sistem Perkemihan (B4 : Bladder)
Pasien mengatakan BAK sebelum sakit sering biasanya 4-5 x
tergantung banyak minum dan setelah sakit BAK tidak mengalami
perubahan 4-5 x sehari. Dan untuk BAB sebelum sakit pasien mengatakan
BAB biasanya 1 x dipagi hari dan setelah makan, dan pada saat sakit pasien
mengatakan hari ini BAB 4x dan cair.
5) Sistem pecernaan (B5 : Bowel)
Pasien tidak nafsu makan, pasien hanya makan 4-5 sendok, jika
makan kadang sesak, bising usus (+) 10x/mnt, turgor kulit sedang,
konjungtiva anemis.pasien mendapatkan diet nasi lembek + 1100 Kkal dan
DC DM 2 (300Kkal), TKTP bertahap. Pasien minum ± 3 gelas/hari air
putih
6) Sistem Muskuloskeletal dan integument (B6 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi bebas, pasien merasa lemah, kekuatan% 5 5
otot Warna kulit tidak anemis, turgor kulit sedang, pitting edema > 3 detik, 5 5
pasien menggunakan infuse RL 10 tpm pada vena radialis dekstra
7) Sistem Endokrin
Kelenjar tiroid tidak membesar
8) Personal Hygiene
Pasien mampu mandi seka ditempat tidur, tidak ada gosok gigi , ganti
pakaian 1x sehari , rambut pasien tampak terikat, tidak ada keramas
9) Psikososial Spiritual
Pasien tidak dapat menjalankan sholat karena badan lemah dan sesak,
pasien mempunyai motivasi yang tinggi untuk sembuh, tetapi pasien juga
berkeluh kesah dengan keadaannya tidak segera membaik dan selalu
menenyakan bagaimana agar tidak sesak dan meminta obat paten.
6. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboraturium
11 Juli 2017
Ny. Warasiah
Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 4,8 X 10”3/UL 4,0 - 10,0
Lymph# 0,5 X 10”3/UL 0,8 - 4,0
Mid# 0,3 X 10”3/UL 0,1 – 0,9
Grand# 4,0 X 10”3/UL 2,0 – 7,0
Lymph% 10,3 % 20,0 – 40,0
Mid% 7,0 % 3,0 – 9,0
Grand% 82,7 % 50,0 – 70,0
HGB 10,9 g/dl 12,0 – 16,0
RBC 4,29 X 10”6/UL 3,50 – 5,50
HCT 37,4 % 37,0 – 50,0
MCV 87,2 Fl 82,0 – 95,0
MCH 25,4 Pg 27,0 – 31,0
MCHC 29,1 g/dl 32,0 – 36,0
RDW-CV 17,7 % 11,5 – 14,5
RDW-SD 54,8 fl 35,0 – 56,0
PLT 254 X 10”3/UL 150 – 450
MPV 7,7 Fl 7,0 – 11,0
PDW 15,3 15,0 – 17,0
PCT 0,195% 0,108 – 0,282l
GOT 26 U/L Lk: .10 - 37/pr : .8 -
GPT 43 U/l 31 U/I
Bilirubin Total 0,63 mg/dl Lk: .12 - 40/pr : .10 -
Bilirubin Direct 0,14 mg/dl 42U/I
Bilirubin indirec 0,49 mg/dl Up to 1,00 mg/dl
Up to 0,25 mg/dl
Up to 0,75 mg/dl
7. Medikasi
Bibir pucat
Cemas
Diagnosa Prioritas
Domain 11 keamanan / perlindungan kelas 2 cidera fisik,
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031)
Domain 9 koping/ toleransi stres kelas 2 respon koping, Ansietas (00146)
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan Penyakit paru obstruksi kronik
5. Anjurkan pasien
untuk minum air 5. Mengencerkan dahak
hangat dan melegakan
tenggorokan
6. Libatkan 6. Dengan keadaan sesak
keluarga dalam keluarga sangat
melakukan diperlukan untuk
intervensi memebrikan motivasi
maupun dukungan
serta membantu pasien
ketika perawat tidak
disamping pasien
7. Kolaborasi
7. Menurunkan
dalam pemberian
kekentalan secret
nebuliser
sehingga mudah untuk
evakuasi sekresi.
8. Kolaborasi
pemberian
antibiotik sesuai 8. Untuk mencegah
indikasi terjadinya infeksi
5. Meningkatkan
5. Ajarkan pasien
kemampuan pasien
teknik-teknik
mengatasi kecemasan
relaksasi seperti
dan meningkatkan
latihan napas
kepercayaan diri
dalam. Ajarkan
pasien
pasien untuk
selalu berpikir
positif
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
Tampak bertanya dan cemas
TTV : T :36,6 oC, P : 116 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 110/80 mmHg,
SpO2 : 94%
A:
P:
I:
E:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
Masih tampak bertanya dan cemas
TTV : T :36,2 oC, P : 122 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 100/70 mmHg,
SpO2 : 90 %
A:
P:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
TTV : T :36,2 oC, P : 122 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 100/70 mmHg,
SpO2 : 90 %
A:
P:
I:
E:
S: Pasien mengatakan “Sesak nafas masih,
dan jika beraktivitas makin sesak, batuk
(+), dahak berwarna kuning, pusing (+),
masih tampak bertanya-tanya tentang
kondisinya”.
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
Masih tampak bertanya dan cemas
TTV : T :36,2 oC, P : 122 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 100/70 mmHg,
SpO2 : 90 %
A:
P:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per NRM 8 liter per
menit
TTV : T :36,1 oC, P : 108 x / menit, R
: 27 x / menit, BP : 100/70 mmHg,
SpO2 : 88%
A:
P:
I:
E:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
Tampak tenang dan tidak cemas lagi
TTV : T :36,2 oC, P : 122 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 100/70 mmHg,
SpO2 : 90 %
A:
P:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
TTV : T :36 oC, P : 119 x / menit, R :
24 x / menit, BP : 110/70 mmHg, SpO2
: 93%
A:
P:
I:
E:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
TTV : T :36,4 oC, P : 120 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 110/70 mmHg,
SpO2 : 93%
, BP : 100/70 mmHg, SpO2 : 90 %
A:
P:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
TTV : T :36,4 oC, P : 120 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 110/70 mmHg,
SpO2 : 93%
A:
P:
E:
S:
Pasien mengatakan “Sesak nafas sudah
berkurang tetapi apabila beraktivitas
seperti berjalan sesak bertambah, batuk
masih tetapi sudah berkurang, sputum
berwarna putih, pusing (-), makan
minum sediki-sedikit, nyeri pada lutut
dan fitting edema >3 detik di punggung
kaki”.
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 2 liter
per menit
TTV : T :36,7 oC, P : 125 x / menit, R
: 24 x / menit, BP : 110/80 mmHg,
SpO2 : 91%
Pasien rencana pulang
A:
P:
A:
P:
I:
E:
S:
Pasien mengatakan “Sesak nafas sudah
tidak lagi kecuali beraktivitas seperti
berjalan dan ke kamar mandi, batuk
berkurang, dahak berwarna putih, makan
minum sedikit-sedikit, sakit pada lutut
kaki dan bengkak pada kaki”.
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 2 liter
per menit
fitting edema >3 detik pada
ekstremitas bawah
TTV : T :36,8 oC, P : 116 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 110/70 mmHg,
SpO2 : 96%
A:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 2 liter
per menit
fitting edema >3 detik pada
ekstremitas bawah
TTV : T :36,8 oC, P : 116 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 110/70 mmHg,
SpO2 : 96%
A:
P:
I:
E:
S:
Pasien mengatakan “Sesak nafas masih
dan sesak jika beraktivitas, batuk (+)
dahak berwarna putih, puing (-), makan
minum sedikit, sakit pada lutut kaki,
badan lemah dan bengkak pada kedua
punggung telapak kaki”.
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 3 liter
per menit
Fitting edema pada punggung telapak
kaki >3 detik
TTV : T :36,9 oC, P : 116 x / menit, R : 25
x / menit, BP : 110/80 mmHg, SpO2 :
97%
A:
P:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 3 liter
per menit
Fitting edema pada punggung telapak
kaki >3 detik
TTV : T :36,9 oC, P : 116 x / menit, R
: 25 x / menit, BP : 110/80 mmHg,
SpO2 : 97%
A:
P:
E:
S:
Pasien mengatakan “Nafas sessk jika
beraktivitas, batu (+), dahak berwarna
putih, makan minum kurang”.
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
Fitting edema pada kaki >3 detik
TTV : T :36,1 oC, P : 101 x / menit, R
: 2 x / menit, BP : 110/80 mmHg, SpO2
: 94%
A:
P:
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
Fitting edema pada kaki >3 detik
TTV : T :36,1 oC, P : 101 x / menit, R
: 2 x / menit, BP : 110/80 mmHg, SpO2
: 94%
A:
P:
I:
S:
Pasien mengatakan “Nafas sesak masih
jika beraktivitas, batu (+), dahak
berwarna putih, makan minum kurang”.
O:
Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang
Terpasang O2 per nasal kanul 4 liter
per menit
Fitting edema pada kaki >3 detik
TTV : T :36,1 oC, P : 101 x / menit, R
: 2 x / menit, BP : 110/80 mmHg, SpO2
: 94%
A:
P: