PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smletzer, 2002). Congestive
Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa negara
industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia. Sindroma gagal jantung ini
merupakan masalah yang penting pada usia lanjut, dikarenakan prevalensi yang tinggi
dengan prognosis yang buruk. Prevalensi gagal jantung kongestif akan meningkat seiring
dengan meningkatnya populasi usia lanjut, karena populasi usia lanjut dunia bertambah
dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, malahan relatif bertambah besar pada
Negara berkembang termasuk Indonesia.
menurut data WHO pada tahun 2007 dilaporkan bahwa gagal jantung mempengaruhi
lebih dari 20 juta pasien di dunia dan meningkat seiring pertambahan usia dan mengenai
pasien dengan usia lebih dari 65 tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki
dari pada wanita. Pada tahun 2030 WHO memprediksi peningkatan penderita gagal jantung
mencapai 23 juta jiwa di dunia. Gagal jantung juga menjadi masalah khas utama pada
beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia.
Penyakit gagal jantung merupakan kasus kegawatdaruratan karena jika penyebab yang
mendasari tidak segera mendapat penanganan akan menyebabkan kematian.
TINJAUAN TEORI
a. Jantung
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga, basisnya
di atas, dan puncaknya di bawah. Apeksnya (puncak) miring ke sebelah kiri.
Berat jantung kira-kira 300 gram.
Kedudukan Jantung
Jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru dan dibelakang
sternum, dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan. Kedudukannya
yang tepat dapat digambarkan pada kulit dada kita. Sebuah garis yang
ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan, 2 sentimeter dari sternum, ke atas
tulang rawa iga kedua kiri, 1 senrimeter dari sternum, menunjuk kedudukan
basis jantung, tempat pembuluh darah masuk dan keluar.
Titik di sebelah kiri antara iga kelima dan keenam, atau di dalam ruang
interkostal kelima kiri, 4 sentimeter dari garis medial, menunjukkan
kedudukan apeks jantung, yang merupakan ujung tajam ventrikel. Dengan
menarik garis antara dua tanda itu maka dalam diagram berikut, kedudukan
jantung dapat ditunjukkan.
b. Struktur Jantung
Ukuran jantung kira-kira sebesar kepalan tangan. Jantung dewasa
beratnya antara 220 sampai 260 gram. Jantung terbagi oleh sebuah septum
(sekat) menjadi dua belah, yaitu kiri dan kanan.setisp belahan kemudian dibagi
lagi dalam dua ruang, yang atas disebut atrium, dan yang bawah disebut
ventrikel. Maka di kiri terdapat 1 atrium dan 1 ventrikel, dan di kana juga 1
atrium dan 1 ventrikel. Di setiap sisi ada hubungan antara atrium dan ventrikel
melalui lubang atrio-ventrikel dan pada setiap lubang tersebut terdapat katup:
yang kanan bernama katup (valvula) trikuspidalis dan yang kiri katup mitral atau
katup bikuspidalis.katup trikuspidalis terdiri atas tiga kelopak atau kuspa; katup
mitral terdiri atas dua kelopak karena mirip topi seorang uskup atau mitre, dari
situlah nama itu diambil.
Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus sebuh
membran yang disebut perikardium. Membaran itu terdiri atas dua lapis;
perikardium viseral adalah membaran serus yang lekat sekali pada jantung dan
perikardium parietal adalah lapisan fibrus yang terlipat keluar dari basis jantung
dan membungkus jantung sebagai kantong longgar. Karena susunan ini, jantung
berada di dalam dua lapis kantong perikardium, dan di antara dua lapisan itu ada
cairan serus. Karena sifat meminyak dari cairan itu, jantung dapat bergerak
bebas.
Di sebelah dalam jantung dilapisi endotelium. Lapisan ini disebut
endokardium. Katup-katup hanya merupakan bagian yang lebih tebal dari
membran ini.
Tebal dinding jantung dilukiskan sebagai terdiri atas tiga lapis:
Perikardium, atau pembungkus luar
Miokardium, lapisan otot tengah
Endokardium, batas dalam
d. Sirkulasi Darah
Jantung adalah organ utama sirkulasi darah. Aliran darah dari ventrikel
kiri melalui arteri, arteriola, dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena
disebut peredaran darah besar atau sirkulasi sistemik. Aliran dari ventrikel
kanan, melalui paru-paru, ke atrium kiri adalah peredaran kecil atau sirkulasi
pulmonal.
e. Sistem Konduksi Jantung
Untuk memastikan rangsangan ritmik dan sinkron, serta kontraksi otot jantung,
terdapat jalur konduksi khusus dalam miokardium, jaringan konduksi ini
memiliki sifat-sifat berikut ini:
- Otomatisasi, kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
- Ritmisasi, pembangkitan impuls yang teratur.
- Konduktivitas, kemampuan menghantarkan impuls.
- Daya rangsang, kemampuan berespons terhadap stimulan.
Aktivitas pemacu sel otoritmik jantung: paruh pertama potensial pemacu
disebabkan oleh menutupnya saluran K+, sedangkan paruh kedua disebabkan
oleh terbukanya saluran Ca2+ tipe T. Jika ambang telah tercapai maka fase naik
pada potensial aksi disebabkan oleh pembukaan Ca2+ tipe L, sedangkan fase
turun disebabkan oleh membukanya saluran K+.
Sel-sel jantung non-kontraktil yang mampu melakukan otoritmisitas terletak
di tempat-tempat berikut.
1. Nodus sinuatrialis (nodus SA), suatu daerah kecil khusus di dinding atrium
kanan dekat pintu masuk vena kava superior.
2. Nodus atrioventrikular (nodus AV), suatu berkas kecil sel-sel otot jantung
khusus yang terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas
pertemuan atrium dan ventrikel.
3. Berkas His (berkas atrioventrikular), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal
dari nodus AV dan masuk dan masuk ke septum antarventrikel. Di sini berkas
tersebut terbagi menjadi cabang berkas kanan dan kiri yang turun menyusuri
septum, melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel dan berjalan balik
ke arah atrium di sepanjang dinding luar.
4. Serat Purkinje, serat-serat halus terminal yang menjulur dari berkas His dan
menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti ranting kecil dari suatu
cabang pohon.
Impuls jantung berasal dari nodus SA, yaitu pemacu jantung yang memiliki
kecepatan tertinggi depolarisasi spontan ke ambang. Setelah terbentuk, potensial aksi
menyebar ke seluruh atrium kanan dan kiri, sebagian difasilitasi oleh jalur
penghantar khusus tetapi sebagian besar karena penyebaran impuls dari sel ke sel
melalui taut celah. Impuls berjalan dari atrium ke dalam ventrikel melalui nodus AV,
satu-satunya titik kontak antara rongga-rongga tersebut. Potensial aksi tertunda sesaat
di nodus AV, untuk memastikan bahwa kontraksi atrium mendahulukan kontraksi
ventrikel agar pengisian ventrikel sempurna. Impuls kemudian merambat cepat
menuruni sekat antarventrikel melalui berkas His dan cepat menyebar ke seluruh
miokardium melalui serat Purkinje. Sel-sel ventrikel sisanya diaktifkan oleh
penyebaran impuls dari sel ke sel melalui taut celah. Karena itu, atrium berkontraksi
sebagai satu kesatuan, diikuti setelah suatu jeda singkat oleh kontraksi ventrikel.
2.1.3 Etiologi
Menurut (Sylvia A. Price dan Lorraine, 1995) dalam Arif Muttaqin 2012 Sebab-
sebab Gagal jantung
Kelainan Mekanis Kelainan Miokardial Gangguan Irama
Jantung
1. Peningkatan beban Primer 1. Henti jantung
tekanan 1. Kardiomiopati 2. Ventrikuler
- Dari sentral (stenosis 2. Gangguan fibrilasi
aorta) neuromuskular 3. Takikardi atau
- Dari peripheral miokarditis bradikardi
(hipertensi sistemik) 3. Metabolik (DM) yang ekterim
2. Peningkatan beban 4. Keracunan (alkohol, 4. Asinkronik
Volume kobalt, dll) listrik dan
- Regurgitasi katu- gangguan
pirau Sekunder konduksi
- Meningkatnya beban 1. Iskemia (penyakit
awal jantung korener)
3. Obstruksi terhadap 2. Gangguan metabolik
pengisian ventrikel 3. Inflamasi
- Stenosis mitral atau 4. Penyakit infiltratif
trikuspid 5. Penyakit sistemik
4. Temponade perikardium 6. Penyakit paru
5. Restriksi endokardium onstruksi kronis
dan miokardium 7. Obat-obatan yang
6. Aneurima ventriculer mendepresi miokard
7. Dis-sinergi ventrikuler
2.1.4 Klasifikasi
Menurut NYHA klasifikasi gagal jantung terbagi dalam 4 kelas:
Kelas Defenisi Istilah
I Klien dengan kelainan jantung tetapi Disfungsi ventrikel kiri
tanpa pembatasan aktivitas fisik yang asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yng Gagal jantung ringan
menyebabkan sedikit pembatasan
aktivitas fisik
III Klien dengan kelainan yang Gagal jantung sedang
menyebabkan banyak pembatasan
aktivitas fisik
IV Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung berat
segala bentuk aktivitas fisiknya akan
menyebabkan keluhan
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Price (2005) beban pengisian preload dan beban tahanan afterload
pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya
peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga curah jantung
meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis sehingga
kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan
meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat
meningkatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan
elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer
dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga
meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung. Dilatasi,
hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan
sirkulasi badan. Bila semua kemampuan makanisme kompensasi jantung tersebut di
atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga
terpenuhi maka terjadilah keadaan gagal jantung.
Sedangkan menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung
ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri
sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam
ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini
merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu
diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri.
Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran
masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka
bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru
dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang
meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang
menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel
kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan
kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuannya,
dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan,
sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri kanan. Gagal jantung kanan dapat
pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri.
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir diastol
ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya
mengisi ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan akibat terjadinya kenaikan
tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan
menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kafa superior dan inferior
kedalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada
vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan
hepatomegali). Bila keadaan ini terusberlanjut, maka terjadi bendungan sistemik
yang berat dengan akibat timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites.
2.1.8 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :
1. Edema pulmoner akut
2. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah:
1. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah.
2. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi
edema
3. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu
memenuhi oksigen tubuh
4. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan
garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
5. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume
intravaskuler menurun.
6. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik positif) dan
meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif.
7. Sedatif
Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada
klien.
8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung
2.2.2 Etiologi
a. Idiopatik, ditemukan pada hampir setngah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini
biasanya terjadi lebih sering pada bayi daripada anak
b. Sindrom waof parkinson ehite (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi
hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia sindrom WPW adalah suatu
sindrom dengan interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar: yang
disebabkan oleh hubungan langsung antara aritmia dan ventrikel melalui jaras
tambahan.
c. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali ebstein’s, single ventrikel, L-TGA).
2.2.3 Klasifikasi
Terdapat 3 jenis SVT yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:
a. Takikardia atrium primer (takikardia atrial etopik). SVT yang ini sulit diobati..
takikardia ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena
pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada
takikardia atrium primer, tampak adanya gelombang “P” yang agak berbeda
dengan gelombang P pada waktu irama sinus tanpa disertai pemanjangan
interval PR.
b. Atrioventrikuler Re-entry Tachycardia (AVRT)
Pada AVRT pada sindrom WPW jenis orthodronic, konduksi ategrad terjadi
pada jaras his-purkinje sedangkan konduksi retrograd terjadi jaras tambahan
c. Atrioventrikuler nodal re-entry tachycardia (AVNRT)
Pada jenis AVNRT, Re-Entry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini
merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan SVT pada bayi dan
anak. Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional.
2.2.4 Patofosiologi
Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua
mekanisme terjadinya takikardia supraventrikuler yaitu otomatisasi dan re-entry.
Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang
mengalami percepatan pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, a-v junction,
bunde his, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi
adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardia ototmatisasi
adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akirnya
takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan
gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis.
Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling
mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya
re- entry adalah adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada
bagian distal maupun paroksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi
tertutup.
2.2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan takikardi adalah menentukkan apakah takikadi tersebut
stabil atau tidak. Selain itu sebelim melakukan tindakan sesuai dengan algoritme
perlu diketahui dan diatasi terlebih dahulu faktor yang menyebabkan timbulnya
takikardi.
a. Takikardi tidak stabil
Takikardi yang tidak stabil adalah takikardi yang disertai dengan hipotensi, tanda
dan gejala gagal jantung, penurunan kesadaran, atau sakit dada. Tindakan yang
harus dilakukan pada keadaan ini adalah :
- Kardioversi dilakukan jika frekuensi nadi 150 kali/menit atau lebih. Energi
dimulai 50 joule untuk SVT dan 100 joule untuk VT. Energi maksimal
adalah 360 joule.
- Jika kardioversi belum dapat dilakukan, obat-obatan dapat diberikan sesuai
dengan algoritme takikardi.
b. Takikardi Stabil
Fibrilasi Atrium dan Flutter atrium. Kedua gangguan irama ini jika tidak disertai
gejala yang serius tidak memerlukan pengobatan obsevasi adalah tindakan yang
paling tepat akan tetapi harus dipertimbangkan faktor penyebab dari kedua
aritmia tersebut. Faktor penyebab fibrilasi/flutter atrium adalah infark miokard
akut, hipoksia, emboli paru, gangguan keseimbangan elektrolit dan kelebihan
obat-obatan seperti quinidin dan digoxin. Perlu diperhatikan khusus pada
fibrilasi/flutter atrium dengan respon ventrikel yang cepat walaupun tidak disertai
gangguan hemodinamik. Prioritas utama pada kondisi seperti ini adalah
menurunkan frekuensi nadi bukan merubah irama menjadi irama sinus.
Kardioversi dilakukan apabila obat-obatan gagal mengatasi aritmia tersebut. Obat
yang direkomendasikan adalah amiodaron, beta blocker, verapamil, digoxin dan
antikoagulan.
c. Ventrikel Takikardi
1. Monomorfik:
Pengobatan pada monomorfik VT yaitu :
- Amiodaron 150 mg bolus melalui intra vena diberikan selama 10 menit. Bila
tidak berhasil dilanjutkan dengan pemberian amiodaron dosis pemeliharaan
360 mg/6 jam pertama kemudian 540 mg/18 jam berikutnya. Dosis maksimual
kumulatif adalah 2,2 gr/24 jam termasuk yang diberikan pada saat tindakan
resusitasi.
- Lidokain merupakan obat pilihan lain selain amiodaron atau jika amiodaron
tidak tersedia. Dosis lidokain adalah 0,5-0,75 mg/kg BB diberikan bolus intra
vena, dapat diulang 5-10 menit sampai dosis maksimal 3 mg/kg BB, dosis
pemeliharaan adalah 1-4 mg/menit.
Kardioversi adalah tindakan berikutnya jika obat-obatan gagal mengatasi
takikardi ventrikel. Energi awal yaitu 100 joule.
2. Polimorfik: Jika terdapat perpanjangan QT interval tindakan yang harus
dilakukan adalah mengoreksi kelainan elektrolit. Obat pilihan adalah
magnesium sulfat. Kardioversi merupakan tindakan berikutnya jika obat-
obatan gagal mengatasi takikardi ventrikel.
d. PSVT
Manuver vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal untuk SVT stabil.
Manuver vagal saja akan menghentikan 25% SVT. Sedangkan untuk jenis SVT
lainnya manuver vagal dan adenosine dapat memperlambat denyut ventrikel
secara transien dan membantu diagnosis irama, tetapi tidak selalu menghentikan
irama ini.
1. Pemijatan karotis harus dilakukan dengan sangat hati-hati
2. Auskultasi adanya bising karotis (bruit), jika ada penyakit karotis. Jangan
melakukan pijat karotis.
3. Pasien berbaring datar, kepala ekstensi (leher), rotasi menjauhi anda.
4. Palapasi artesi karotis pada mandibula, tekanlah dengan lembut selam 10-15
detik.
5. Jangan menekan kedua arteri karotis secara bersamaan, dahulukan arteri
komunis dekstra karena tingkat keberhasilannya sedikit lebih baik.
6. Buat strip irama selama prosedur, siapkan alat-alat resusitasi karena pada
kasus yang jarang dapat menyebabkan henti sinus.
7. Adenosine, 6 mg adenosine IV cepat pada vena besar (cth: antecubital) diikuti
flush 20 ml saline. Bila tidak berubah dal 1-2 menit berikan 12 mg adenosine
dengan cara seperti di atas.
2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.3.1 Pengkajian
a. Pengkajian primer
Anammesa
o Keluhan utama
Keluahan utama yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan meliputi: dyspnea, kelemahan fisik dan edema
sistemik.
o Riwayat penyakit sekarang
Yang didapat dengan adanya gejala-gejala kongesti vaskular pulmonar
adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema
pulmonal akut.
o Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, dan hiperlipidemia.
o Riwayat pengobatan
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi obat diuretik, nitrat,
penghambat beta, serta obat-obat antihipertensi.
Survey Primer
1) Airway: penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada
klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan
pula pengkajian adanya suara nafas tambahan seperti snoring.
2) Breathing: frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernafasan, retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac
output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Pengkajian sekunder
1) Sistem Pernafasan
Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau tidaknya
krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
2) Sistem kardiovaskuler
Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4,
kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3) Sistem neurosensori
Tingkat kesadaran: Kaji tingkat, kesadaran, adakah penurunan kesadaran,
Perifer: Kaji adakah sianosis perifer
4) Sistem Gastrointestinal
BB bertambah, Nafsu makan menurun, nyeri, asitesm hepatomagali,
splenomegali, nausea, muntah,
5) Sistem Integumen
Pucat, sianosis, keringat dingin
6) Sistem Perkemihan
Siang hari urine output menurun, malam hari nocturia
Intervensi
1. Kaji adanya edema ektremitas
R/ curiga gagal kongesti/ kelebihan volume cairan
2. Kaji ditensi vena jugularis
R/ peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat
dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis
3. Ukur intake dan output
R/ penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan keluaran urine
4. Timbang berat badan
R/ perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan
5. Beri posisi yang membantu drainase ektremitas, lakukan gerak pasif
R/ meningkatkan venous return dan mendorong berkurangnya edema perifer
6. Kolaborasi
a. Diet tanpa garam
R/ natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume
plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung
dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat
b. Berikan diuretik, contoh furosemid, sprinolakton
R/ duretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru
7. Pantau data laboratorium elektrolit kalium
R/hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi
d. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru.
Tujuan : Setelah diberikan perawatan 3x24 jam diharapkan pola
nafas kembali efektif
Kriteria : klien tidak sesak nafas, RR 12-20x/mnt, tidak dispnea,
respon batuk berkurang
Intervensi
1. Auskultasi bunyi nafas (krackles)
R/ indikasi edema sekunder akibat dekompensasi jantung
2. Kaji adanya edema
R/ curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan
3. Ukur intake dan ouput
R/ penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan keluaran urine
4. Timbang berat badan
R/perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan
5. Pertahankan pemasukan cairan 2.000ml/j24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler
R/memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan
pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung
6. Kolaborasi
a. Berikan diet tanpa garam
R/ natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume
plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung
dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat
b. Berikan diuretik contoh, furosemid, sprinolakton, hidronolakton
R/ diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru
c. Pantau data laboratorium elektrolit kalium
R/ hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi