Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smletzer, 2002). Congestive
Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa negara
industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia. Sindroma gagal jantung ini
merupakan masalah yang penting pada usia lanjut, dikarenakan prevalensi yang tinggi
dengan prognosis yang buruk. Prevalensi gagal jantung kongestif akan meningkat seiring
dengan meningkatnya populasi usia lanjut, karena populasi usia lanjut dunia bertambah
dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, malahan relatif bertambah besar pada
Negara berkembang termasuk Indonesia.
menurut data WHO pada tahun 2007 dilaporkan bahwa gagal jantung mempengaruhi
lebih dari 20 juta pasien di dunia dan meningkat seiring pertambahan usia dan mengenai
pasien dengan usia lebih dari 65 tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki
dari pada wanita. Pada tahun 2030 WHO memprediksi peningkatan penderita gagal jantung
mencapai 23 juta jiwa di dunia. Gagal jantung juga menjadi masalah khas utama pada
beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia.
Penyakit gagal jantung merupakan kasus kegawatdaruratan karena jika penyebab yang
mendasari tidak segera mendapat penanganan akan menyebabkan kematian.

1.2 TUJUAN PENULISAN


1.2.1 TUJUAN UMUM
Mampu mengerti konsep CHF serta dapat memberikan asuhan keperawatan gawar
darurat pada Tn. A dengan CHF.

1.2.2 TUJUAN KHUSUS


Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, diharapkan penulis mampu :
a. Mampu melakukan pengkajian selama memberikan Asuhan keperawatan gawat darurat
pada Tn. A dengan CHF.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan selama memberikan Asuhan keperawatan
gawat darurat pada Tn. A dengan CHF.
c. Mampu merumuskan rencana tindakan keperawatan selama memberikan Asuhan
keperawatan gawat darurat pada Tn. A dengan CHF.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan selama memberikan Asuhan keperawatan
gawat darurat pada pada Tn. A dengan CHF.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan selama memberikan Asuhan keperawatan
gawat darurat pada Tn. A dengan CHF.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR TEORI CHF


2.1.1 Pengertian
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smletzer,
2002).
Gagal jantung atau CHF adalah suatu keadaan ketika jantuung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
pengisian vena normal (Arif Muttaqin, 2012).
Gagal jantung adalah Kondisi abnormal yang melibatkan kerusakan pemompaan
jantung (Lewis, dkk, 2004)
Jadi menurut penulis gagal jantung atau CHF adalah keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.

2.1.2 Anatomi dan fisiologi


Sistem peredaran terdiri atas jantung, pembuluh darah dan saluran limfe.
Jantung merupakan organ pemompa besar yang memelihara peradaran melalui
seluruh tubuh.
 Arteri membawa darah dari jantung.
 Vena membawa darah ke jantung
 Kapiler menggabungkan arteri dan vena, terentang di antaranya dan
merupakan jalan lalu lintas antara makanan bahan buangan. Di sini juga
terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstraseluler atau interstisiil.
 Saluran limfe mengumpulkan, menyaring, dan menyalurkan kembali ke
dalam darah limfenya yang dikeluarkan melalui dinding kapiler halus untuk
membersihkan jaringan. Saluran limfe ini juga dianggap menjadi bagian
sistem peredaran.

a. Jantung
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga, basisnya
di atas, dan puncaknya di bawah. Apeksnya (puncak) miring ke sebelah kiri.
Berat jantung kira-kira 300 gram.
 Kedudukan Jantung
Jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru dan dibelakang
sternum, dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan. Kedudukannya
yang tepat dapat digambarkan pada kulit dada kita. Sebuah garis yang
ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan, 2 sentimeter dari sternum, ke atas
tulang rawa iga kedua kiri, 1 senrimeter dari sternum, menunjuk kedudukan
basis jantung, tempat pembuluh darah masuk dan keluar.
Titik di sebelah kiri antara iga kelima dan keenam, atau di dalam ruang
interkostal kelima kiri, 4 sentimeter dari garis medial, menunjukkan
kedudukan apeks jantung, yang merupakan ujung tajam ventrikel. Dengan
menarik garis antara dua tanda itu maka dalam diagram berikut, kedudukan
jantung dapat ditunjukkan.

b. Struktur Jantung
Ukuran jantung kira-kira sebesar kepalan tangan. Jantung dewasa
beratnya antara 220 sampai 260 gram. Jantung terbagi oleh sebuah septum
(sekat) menjadi dua belah, yaitu kiri dan kanan.setisp belahan kemudian dibagi
lagi dalam dua ruang, yang atas disebut atrium, dan yang bawah disebut
ventrikel. Maka di kiri terdapat 1 atrium dan 1 ventrikel, dan di kana juga 1
atrium dan 1 ventrikel. Di setiap sisi ada hubungan antara atrium dan ventrikel
melalui lubang atrio-ventrikel dan pada setiap lubang tersebut terdapat katup:
yang kanan bernama katup (valvula) trikuspidalis dan yang kiri katup mitral atau
katup bikuspidalis.katup trikuspidalis terdiri atas tiga kelopak atau kuspa; katup
mitral terdiri atas dua kelopak karena mirip topi seorang uskup atau mitre, dari
situlah nama itu diambil.

Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus sebuh
membran yang disebut perikardium. Membaran itu terdiri atas dua lapis;
perikardium viseral adalah membaran serus yang lekat sekali pada jantung dan
perikardium parietal adalah lapisan fibrus yang terlipat keluar dari basis jantung
dan membungkus jantung sebagai kantong longgar. Karena susunan ini, jantung
berada di dalam dua lapis kantong perikardium, dan di antara dua lapisan itu ada
cairan serus. Karena sifat meminyak dari cairan itu, jantung dapat bergerak
bebas.
Di sebelah dalam jantung dilapisi endotelium. Lapisan ini disebut
endokardium. Katup-katup hanya merupakan bagian yang lebih tebal dari
membran ini.
Tebal dinding jantung dilukiskan sebagai terdiri atas tiga lapis:
 Perikardium, atau pembungkus luar
 Miokardium, lapisan otot tengah
 Endokardium, batas dalam

Pembuluh darah yang tersambung dengan jantung. Vena kava superior


dan inferior menuangkan darahnya ke dalam atrium kanan. Lubang vena kava
inferior dijaga katup semilunar eustakhius. Arteri pulmonalis membawa darah
keluar dari ventrikel kanan. Empat vena pulmonalis membawa darah dari paru-
paru ke atrium kiri.
Penyaluran darah dan saraf ke jantung. Arteri koronaria kanan dan kiri
yang pertama-tama meninggalkan aorta dan kemudian bercabang menjadi arteri-
arteri lebih kecil. Arteri kecil-kecil ini mengitari jantung dan menghantarkan
darah ke semua bagian organ ini. Darah yang kembali dari jantung terutama
dikumpulkan sinus koronaria dan langsung kembali ke dalam atrium kanan.
Meskipun gerakan jantung memiliki ritmik, tetapi kecepatan kontraksi
dipengaruhi rangsangan yang sampai pada jantung melalui saraf vagus dan
simpatetik. Cabang urat-urat saraf ini berjalan ke nodul sinus-atrial. Pengaruh
sistem simpatetik ini mempercepat irama jantung. Pengaruh vagus, yang
merupakan bagian dari sistem parasimpatik atau sistem otonomik, menyebabkan
gerakan jantung diperlambat atau dihambat.
Secara normal jantung selalu mendapat hambatan dari vagus. Akan
tetapi, bila tonus bagus atau “rem” ditiadakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh
sewaktu bergerak cepat atau dalam keadaan hati panas, irama debaran jantung
bertambah. Sebaliknya waktu tubuh istirahat dan keadaan jiwa tenang, iramnya
lebih perlahan.
c. Siklus Jantung
Jantung adalah sebuah pompa dan kejadian-kejadian yang terjadi dalam
jantung selama peredaran darah disebut siklus jantung. Gerakan jantung berasal
dari nosus sinus-atrial, kemudian kedua atrium berkontraksi. Gelombang
kontraksi ini bergerak melalui berkas his kemudian ventrikel berkontraksi.
Gerakan jantung terdiri atas dua jenis, kontraksi atau sistol, dan pengenduran
atau diastole. Kontraksi dari kedua atrium terjadi serentak dan disebut sistol
atrial, pengenduran ventrikel adalah 0,3 detik dan tahap pengendurannya selama
0,5 detik. Dengan cara ini jantung berdenyut terus-menerus, siang-malam,
selama hidupnya. Dan otot jantung mendapat istirahat sewaktu diastole
ventrikuler.
Bunyi jantung. Selama gerakan jantung dapat terdengar dua macam suara
yang disebabkan katup-katup yang menutup secara pasif.
Bunyi pertama disebabkan menutupnya katup atrio-ventrikuler, dan kontraksi
ventrikel. Bunyi kedua karena menutupnya katup aortik dan pulmoner sesudah
kontraksi ventrikel. Yang perta,a adalah panjang dan rata; yang kedua pendek
dan tajam. Demikianlah, yang ertama terdengar seperti “lub” dan yang kedua
seperti “ duk”. Dalam keadaan normal jantung tidak membuat bunyi lain, tetapi
bila arus darah cepat atau bila ada kelainan pada katup atau salah satu ruangnya,
maka dapat terjadi bunyi lain, biasanya disebut “bising”.
Debaran jantung atau lebih tepat debaran apeks adalah pukulan ventrikel
kiri pada dinding anterior, yang terjadi selama kontraksi ventrikel. Debaran ini
dapat diraba, dan sering terlihat juga pada ruang interkostal kelima kiri, kira-kira
empat sentimeter dari garis tengah sternum.
Sifat otot jantung . otot jantung mempunyai ciri-cirinya yang khas.
Kemampuan berkontraksi dengan berkontraksi oto jantung memompa darah,
yang masuk sewaktu diastole, keluar dari ruang-ruangnya. Konduktivitas (daya
antar). Kontraksi diantarkan melalui setiap serabut otot jantung secara halus
sekali. Kemampuan pengantaran ini sangat jelas dalam berkas his. Ritme. Otot
jantung memiliki juga kekuatan kontraksi secara otomatis, tanpa tergantung pada
rangsangan saraf.
Denyut arteri. Adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah
diompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba di tempat arteri melintasi
sebuah tulang yang terletak dekat permukaan, misalnya; arteri radialis di sebelah
depan pergelangan tangan, arteri temporalis di atas tulang temporal, atau arteri
dorsalis pedis di belokan mata kaki. Yang teraba bukan darah yang dipompa
jantung masuk ke dalam aorta melainkan gelombang tekanan yang dialihkan dari
aorta dan merambat lebih cepat daripada darah itu sendiri.
Kecepatan denyut jantung dalam keadaa sehat berbeda-beda, dipengaruhi
penghidupan, pekerjaan, makanan, umur, dan emosi. Irama dan denyut sesuai
dengan siklus jantung. Kalau jumlah denyut ada 70, berarti siklus jantung 70 kali
semenit juga.
Daya pompa jantung. Pada orang yang sedang istirahat jantungnya
berdebar sekitar 70 kali semenit dan memompa 70 ml setiap denyut . jumlah
darah yang setiap menit dipompa dengan demikian adalah 70x70 ml atau sekitar
5 liter. Sewaktu banyak bergerak kecepatan jantung dapat menjadi 150 setiap
menit dan volume denyut labih dari 150 ml, yang membuat daya pompa jantung
20 sampai 25 liter setiap menit.
Sewaktu banyak bergerak kecepatan jantung dapat melebihi 150 setiap
menit dan volume denyut lebih dari 150 ml, yang membuat daya pompa jantung
20 sampai 25 liter setiap menit.tiap menit sejumlah volume yang tepat sama
kembali dari vena ke jantung. Akan tetapi, bila pengembalian dari vena tidak
seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung,
terjadi payah jantung. Vena-vena besar dekat jantung menjadi membengkak
berisi darah, sehingga tekanan dalam vena naik. Dan kalau keadaan ini tidak
cepat ditangani maka akan terjadi edema.
Udema karena payah jantung sebagaian karena adanya tekananbalik di
dalam vena yang meningkatkan perembesan cairan keluar dari kapiler dan
sebagian karena daya pompa jantung rendah yang juga mengurangi pengantaran
darah ke ginjal. Maka ginjal gagal mengeluarkan garam. Penimbunan garam
menyebabkan penimbunan air.

d. Sirkulasi Darah
Jantung adalah organ utama sirkulasi darah. Aliran darah dari ventrikel
kiri melalui arteri, arteriola, dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena
disebut peredaran darah besar atau sirkulasi sistemik. Aliran dari ventrikel
kanan, melalui paru-paru, ke atrium kiri adalah peredaran kecil atau sirkulasi
pulmonal.
e. Sistem Konduksi Jantung
Untuk memastikan rangsangan ritmik dan sinkron, serta kontraksi otot jantung,
terdapat jalur konduksi khusus dalam miokardium, jaringan konduksi ini
memiliki sifat-sifat berikut ini:
- Otomatisasi, kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
- Ritmisasi, pembangkitan impuls yang teratur.
- Konduktivitas, kemampuan menghantarkan impuls.
- Daya rangsang, kemampuan berespons terhadap stimulan.
Aktivitas pemacu sel otoritmik jantung: paruh pertama potensial pemacu
disebabkan oleh menutupnya saluran K+, sedangkan paruh kedua disebabkan
oleh terbukanya saluran Ca2+ tipe T. Jika ambang telah tercapai maka fase naik
pada potensial aksi disebabkan oleh pembukaan Ca2+ tipe L, sedangkan fase
turun disebabkan oleh membukanya saluran K+.
Sel-sel jantung non-kontraktil yang mampu melakukan otoritmisitas terletak
di tempat-tempat berikut.
1. Nodus sinuatrialis (nodus SA), suatu daerah kecil khusus di dinding atrium
kanan dekat pintu masuk vena kava superior.
2. Nodus atrioventrikular (nodus AV), suatu berkas kecil sel-sel otot jantung
khusus yang terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas
pertemuan atrium dan ventrikel.
3. Berkas His (berkas atrioventrikular), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal
dari nodus AV dan masuk dan masuk ke septum antarventrikel. Di sini berkas
tersebut terbagi menjadi cabang berkas kanan dan kiri yang turun menyusuri
septum, melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel dan berjalan balik
ke arah atrium di sepanjang dinding luar.
4. Serat Purkinje, serat-serat halus terminal yang menjulur dari berkas His dan
menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti ranting kecil dari suatu
cabang pohon.

Impuls jantung berasal dari nodus SA, yaitu pemacu jantung yang memiliki
kecepatan tertinggi depolarisasi spontan ke ambang. Setelah terbentuk, potensial aksi
menyebar ke seluruh atrium kanan dan kiri, sebagian difasilitasi oleh jalur
penghantar khusus tetapi sebagian besar karena penyebaran impuls dari sel ke sel
melalui taut celah. Impuls berjalan dari atrium ke dalam ventrikel melalui nodus AV,
satu-satunya titik kontak antara rongga-rongga tersebut. Potensial aksi tertunda sesaat
di nodus AV, untuk memastikan bahwa kontraksi atrium mendahulukan kontraksi
ventrikel agar pengisian ventrikel sempurna. Impuls kemudian merambat cepat
menuruni sekat antarventrikel melalui berkas His dan cepat menyebar ke seluruh
miokardium melalui serat Purkinje. Sel-sel ventrikel sisanya diaktifkan oleh
penyebaran impuls dari sel ke sel melalui taut celah. Karena itu, atrium berkontraksi
sebagai satu kesatuan, diikuti setelah suatu jeda singkat oleh kontraksi ventrikel.
2.1.3 Etiologi
Menurut (Sylvia A. Price dan Lorraine, 1995) dalam Arif Muttaqin 2012 Sebab-
sebab Gagal jantung
Kelainan Mekanis Kelainan Miokardial Gangguan Irama
Jantung
1. Peningkatan beban Primer 1. Henti jantung
tekanan 1. Kardiomiopati 2. Ventrikuler
- Dari sentral (stenosis 2. Gangguan fibrilasi
aorta) neuromuskular 3. Takikardi atau
- Dari peripheral miokarditis bradikardi
(hipertensi sistemik) 3. Metabolik (DM) yang ekterim
2. Peningkatan beban 4. Keracunan (alkohol, 4. Asinkronik
Volume kobalt, dll) listrik dan
- Regurgitasi katu- gangguan
pirau Sekunder konduksi
- Meningkatnya beban 1. Iskemia (penyakit
awal jantung korener)
3. Obstruksi terhadap 2. Gangguan metabolik
pengisian ventrikel 3. Inflamasi
- Stenosis mitral atau 4. Penyakit infiltratif
trikuspid 5. Penyakit sistemik
4. Temponade perikardium 6. Penyakit paru
5. Restriksi endokardium onstruksi kronis
dan miokardium 7. Obat-obatan yang
6. Aneurima ventriculer mendepresi miokard
7. Dis-sinergi ventrikuler

Menurut Hudak dan Gallo (2000) penyebab kegagalan jantung yaitu:


1. Disritmia, seperti: brakikardi, takikardi dan kontraksi premature yang sering dapat
menurunkan curah jantung.
2. Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban
tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti stenosis
katub aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang
menunjukkan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas Otot Jantung: Menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark
miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis
koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard
primer (kardiomiopati), atau hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis
aorta atau hipertensi sistemik.
4. Ruptur Miokard: terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan
kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi
selama 8 hari pertama setelah infark.

2.1.4 Klasifikasi
Menurut NYHA klasifikasi gagal jantung terbagi dalam 4 kelas:
Kelas Defenisi Istilah
I Klien dengan kelainan jantung tetapi Disfungsi ventrikel kiri
tanpa pembatasan aktivitas fisik yang asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yng Gagal jantung ringan
menyebabkan sedikit pembatasan
aktivitas fisik
III Klien dengan kelainan yang Gagal jantung sedang
menyebabkan banyak pembatasan
aktivitas fisik
IV Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung berat
segala bentuk aktivitas fisiknya akan
menyebabkan keluhan

2.1.5 Patofisiologi
Menurut Price (2005) beban pengisian preload dan beban tahanan afterload
pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya
peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga curah jantung
meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis sehingga
kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan
meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat
meningkatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan
elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer
dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ke dalam ventrikel sehingga
meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikan kembali curah jantung. Dilatasi,
hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan
sirkulasi badan. Bila semua kemampuan makanisme kompensasi jantung tersebut di
atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga
terpenuhi maka terjadilah keadaan gagal jantung.
Sedangkan menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung
ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri
sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam
ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini
merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu
diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri.
Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran
masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka
bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru
dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang
meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang
menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel
kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan
kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuannya,
dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan,
sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri kanan. Gagal jantung kanan dapat
pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri.
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir diastol
ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya
mengisi ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan akibat terjadinya kenaikan
tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan
menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kafa superior dan inferior
kedalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada
vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan
hepatomegali). Bila keadaan ini terusberlanjut, maka terjadi bendungan sistemik
yang berat dengan akibat timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites.

2.1.6 Tanda dan Gejala


Menurut Hudak dan Gallo (2000), gejala yang muncul sesuai dengan gejala
gagal jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dan terjadinya di dada karena
pningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda gejala
gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat regurgitasi
mitral.
a. Gagal jantung kiri
 Gelisah dan cemas
 Kongesti vaskular pulmonal
 Edema
 Penurunan curah jantung
 Gallop atrial (S3)
 Gallop ventrikel (S4)
 Crackles paru
 Distrimia
 Bunyi nafas mengi
 Pulsus alternans
 Pernafasan cheyne-stokes
 Bukti-bukti radiologi tentang kongesti pulmonal
 Dyspnea
 Mudah lelah
 Batuk
b. Gagal jantung kanan
 Peningkatan vena jugularis
 Edema
 Curah jantung rendah
 Distrimia
 S3 dan S4
 Hiperresonan pada perkusi
 Pitting edema
 Hepatomegali
 Anoreksia
 Nokturia
 Kelemahan

2.1.7 Tes Diagnostik


Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosa CHF yaitu:
1. Elektro kardiogram (EKG)
Hipertrofi artial ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, distrimia, takikardia,
fibrilasi atrial
2. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding
3. Sonogram (echocardiogram)
Dapat menujukkan dimensi pembesaran bilik peribahan dalam fungsi struktur
katub atau area penurunan kontraktilitas ventrikular
4. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katub atau insufisiensi
5. Rongsen dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darag abnormal.
6. Eletrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik
7. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut
menjadi kronis
8. Analisa gas darah
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
9. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitasi tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung kongestif.

2.1.8 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :
1. Edema pulmoner akut
2. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
3. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
4. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
5. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah:
1. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah.
2. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi
edema

3. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu
memenuhi oksigen tubuh
4. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan
garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
5. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume
intravaskuler menurun.
6. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik positif) dan
meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif.
7. Sedatif
Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada
klien.
8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung

2.2 KONSEP DASAR TEORI SVT


2.2.1 Pengertian
Supraventrikular takikardi adalah satu jenis takidistrimia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara
150x/menit-250x/mnt. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi
yang terjadi di bagian atas bundel his. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks
QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal
jantung (asinar, 2010).

2.2.2 Etiologi
a. Idiopatik, ditemukan pada hampir setngah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini
biasanya terjadi lebih sering pada bayi daripada anak
b. Sindrom waof parkinson ehite (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi
hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia sindrom WPW adalah suatu
sindrom dengan interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar: yang
disebabkan oleh hubungan langsung antara aritmia dan ventrikel melalui jaras
tambahan.
c. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali ebstein’s, single ventrikel, L-TGA).

2.2.3 Klasifikasi
Terdapat 3 jenis SVT yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:
a. Takikardia atrium primer (takikardia atrial etopik). SVT yang ini sulit diobati..
takikardia ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena
pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada
takikardia atrium primer, tampak adanya gelombang “P” yang agak berbeda
dengan gelombang P pada waktu irama sinus tanpa disertai pemanjangan
interval PR.
b. Atrioventrikuler Re-entry Tachycardia (AVRT)
Pada AVRT pada sindrom WPW jenis orthodronic, konduksi ategrad terjadi
pada jaras his-purkinje sedangkan konduksi retrograd terjadi jaras tambahan
c. Atrioventrikuler nodal re-entry tachycardia (AVNRT)
Pada jenis AVNRT, Re-Entry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini
merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan SVT pada bayi dan
anak. Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional.

2.2.4 Patofosiologi
Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua
mekanisme terjadinya takikardia supraventrikuler yaitu otomatisasi dan re-entry.
Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang
mengalami percepatan pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, a-v junction,
bunde his, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi
adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardia ototmatisasi
adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akirnya
takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan
gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis.
Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling
mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya
re- entry adalah adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada
bagian distal maupun paroksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi
tertutup.

2.2.5 Tanda dan gejala


a. Perubahan TD (hipotensi atau hipertensi). Nadi mungkin tidak teratur, bunyi
jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, kulit pucat, sianosis,
berkeringat, edema.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung latergi, perubahan
pupil
c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah
d. Nadas pendek, batuk, perubahan kecepatan.kedalaman pernafasan bunyi nafas
tambahan (krackles, rongki, mengi)
e. Demam, kemerahan pada kulit, inflamasi, eritema, edema, kehilangan tonus otot.

2.2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan takikardi adalah menentukkan apakah takikadi tersebut
stabil atau tidak. Selain itu sebelim melakukan tindakan sesuai dengan algoritme
perlu diketahui dan diatasi terlebih dahulu faktor yang menyebabkan timbulnya
takikardi.
a. Takikardi tidak stabil
Takikardi yang tidak stabil adalah takikardi yang disertai dengan hipotensi, tanda
dan gejala gagal jantung, penurunan kesadaran, atau sakit dada. Tindakan yang
harus dilakukan pada keadaan ini adalah :
- Kardioversi dilakukan jika frekuensi nadi 150 kali/menit atau lebih. Energi
dimulai 50 joule untuk SVT dan 100 joule untuk VT. Energi maksimal
adalah 360 joule.
- Jika kardioversi belum dapat dilakukan, obat-obatan dapat diberikan sesuai
dengan algoritme takikardi.
b. Takikardi Stabil
Fibrilasi Atrium dan Flutter atrium. Kedua gangguan irama ini jika tidak disertai
gejala yang serius tidak memerlukan pengobatan obsevasi adalah tindakan yang
paling tepat akan tetapi harus dipertimbangkan faktor penyebab dari kedua
aritmia tersebut. Faktor penyebab fibrilasi/flutter atrium adalah infark miokard
akut, hipoksia, emboli paru, gangguan keseimbangan elektrolit dan kelebihan
obat-obatan seperti quinidin dan digoxin. Perlu diperhatikan khusus pada
fibrilasi/flutter atrium dengan respon ventrikel yang cepat walaupun tidak disertai
gangguan hemodinamik. Prioritas utama pada kondisi seperti ini adalah
menurunkan frekuensi nadi bukan merubah irama menjadi irama sinus.
Kardioversi dilakukan apabila obat-obatan gagal mengatasi aritmia tersebut. Obat
yang direkomendasikan adalah amiodaron, beta blocker, verapamil, digoxin dan
antikoagulan.
c. Ventrikel Takikardi
1. Monomorfik:
Pengobatan pada monomorfik VT yaitu :
- Amiodaron 150 mg bolus melalui intra vena diberikan selama 10 menit. Bila
tidak berhasil dilanjutkan dengan pemberian amiodaron dosis pemeliharaan
360 mg/6 jam pertama kemudian 540 mg/18 jam berikutnya. Dosis maksimual
kumulatif adalah 2,2 gr/24 jam termasuk yang diberikan pada saat tindakan
resusitasi.
- Lidokain merupakan obat pilihan lain selain amiodaron atau jika amiodaron
tidak tersedia. Dosis lidokain adalah 0,5-0,75 mg/kg BB diberikan bolus intra
vena, dapat diulang 5-10 menit sampai dosis maksimal 3 mg/kg BB, dosis
pemeliharaan adalah 1-4 mg/menit.
Kardioversi adalah tindakan berikutnya jika obat-obatan gagal mengatasi
takikardi ventrikel. Energi awal yaitu 100 joule.
2. Polimorfik: Jika terdapat perpanjangan QT interval tindakan yang harus
dilakukan adalah mengoreksi kelainan elektrolit. Obat pilihan adalah
magnesium sulfat. Kardioversi merupakan tindakan berikutnya jika obat-
obatan gagal mengatasi takikardi ventrikel.
d. PSVT
Manuver vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal untuk SVT stabil.
Manuver vagal saja akan menghentikan 25% SVT. Sedangkan untuk jenis SVT
lainnya manuver vagal dan adenosine dapat memperlambat denyut ventrikel
secara transien dan membantu diagnosis irama, tetapi tidak selalu menghentikan
irama ini.
1. Pemijatan karotis harus dilakukan dengan sangat hati-hati
2. Auskultasi adanya bising karotis (bruit), jika ada penyakit karotis. Jangan
melakukan pijat karotis.
3. Pasien berbaring datar, kepala ekstensi (leher), rotasi menjauhi anda.
4. Palapasi artesi karotis pada mandibula, tekanlah dengan lembut selam 10-15
detik.
5. Jangan menekan kedua arteri karotis secara bersamaan, dahulukan arteri
komunis dekstra karena tingkat keberhasilannya sedikit lebih baik.
6. Buat strip irama selama prosedur, siapkan alat-alat resusitasi karena pada
kasus yang jarang dapat menyebabkan henti sinus.
7. Adenosine, 6 mg adenosine IV cepat pada vena besar (cth: antecubital) diikuti
flush 20 ml saline. Bila tidak berubah dal 1-2 menit berikan 12 mg adenosine
dengan cara seperti di atas.
2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.3.1 Pengkajian
a. Pengkajian primer
 Anammesa
o Keluhan utama
Keluahan utama yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan meliputi: dyspnea, kelemahan fisik dan edema
sistemik.
o Riwayat penyakit sekarang
Yang didapat dengan adanya gejala-gejala kongesti vaskular pulmonar
adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema
pulmonal akut.
o Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, dan hiperlipidemia.
o Riwayat pengobatan
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi obat diuretik, nitrat,
penghambat beta, serta obat-obat antihipertensi.
 Survey Primer
1) Airway: penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada
klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan
pula pengkajian adanya suara nafas tambahan seperti snoring.
2) Breathing: frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernafasan, retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac
output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

b. Pengkajian sekunder
1) Sistem Pernafasan
Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau tidaknya
krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
2) Sistem kardiovaskuler
Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4,
kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3) Sistem neurosensori
Tingkat kesadaran: Kaji tingkat, kesadaran, adakah penurunan kesadaran,
Perifer: Kaji adakah sianosis perifer
4) Sistem Gastrointestinal
BB bertambah, Nafsu makan menurun, nyeri, asitesm hepatomagali,
splenomegali, nausea, muntah,
5) Sistem Integumen
Pucat, sianosis, keringat dingin
6) Sistem Perkemihan
Siang hari urine output menurun, malam hari nocturia

2.3.2 Diagnosa keperawatan


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan structural.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidak seimbangan antar suplai
oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air
d. pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus
f. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake, mual, dan anoreksi
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya sesak napas
h. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, sitausi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
i. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran
diri yang salah, perubahan peran
j. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan pusing

2.3.3 Rencana keperawatan


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan structural.
Tujuan : Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan penurunan curah jantung teratasi
Kriteri : TD 120/80, Nadi 60-100x/mnt, RR 12-20 x.mnt, tidak
dispnea, tidak pusing, tidak ada crackles, kulit hangat.
Intervensi
1. Auskultasi nadi apical kaji frekuensi, irama jantung
R/Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2. Catat bunyi jantung
R/ S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni.
Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer
R/ Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4. Pantau Tekanan Darah
R/Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat norml lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
R/ Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
dekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi
sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang
karena peningkatan kongesti vena.
6. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker
dan obat sesuai indikasi.
R/ Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan
volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
7. Kolaborasi pemberian obat
a. Diuretik, furosemid (lasix), sprironelakton
R/ penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati
pasien dengan curah jantung relatif normal ditambah dengan gejala
kongesti diuretik blok reabsorbsi diuretik, sehingga memengaruhi
reabsorbsi natrium dan air
b. Vasodilator, nitrat (isosorbide dinitrat, isodril)
R/ vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi (vasodilator), dan tahanan vaskular
sistemik (arteridilator, juga kerja ventrikel)
c. Digoxin (ianoxin)
R/ meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan memperlambat
frekuensi jantung dengan menurunkan volume sirkulasi (vasodilator)
dan tahanan vaskular sistemik (arteriodilator) juga kerja ventrikel

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antar suplai


oksigen. kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan : Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
klien akan mampu meningkatkan kemampuan
beraktivitas
Kriteria : Klien dapat menunjukan mampu beraktivitas terutama
mobilisasi di tempat tidur
Intervensi
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
R/ Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia,
dispnea berkeringat dan pucat.
R/ Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi
jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
R/ Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
4. Kolaborasi dalam program rehabilitasi jantung/aktivitas
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress,
bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air
Tujuan : Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi kelebihan cairan sistemik
Kriteri : Tidak sesak nafas, edema ektremitas berkurang, pitting
edema tidak ada, produksi urine 1-2 cc/kgbb/jam

Intervensi
1. Kaji adanya edema ektremitas
R/ curiga gagal kongesti/ kelebihan volume cairan
2. Kaji ditensi vena jugularis
R/ peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat
dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis
3. Ukur intake dan output
R/ penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan keluaran urine
4. Timbang berat badan
R/ perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan
5. Beri posisi yang membantu drainase ektremitas, lakukan gerak pasif
R/ meningkatkan venous return dan mendorong berkurangnya edema perifer

6. Kolaborasi
a. Diet tanpa garam
R/ natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume
plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung
dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat
b. Berikan diuretik, contoh furosemid, sprinolakton
R/ duretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru
7. Pantau data laboratorium elektrolit kalium
R/hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi
d. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru.
Tujuan : Setelah diberikan perawatan 3x24 jam diharapkan pola
nafas kembali efektif
Kriteria : klien tidak sesak nafas, RR 12-20x/mnt, tidak dispnea,
respon batuk berkurang

Intervensi
1. Auskultasi bunyi nafas (krackles)
R/ indikasi edema sekunder akibat dekompensasi jantung
2. Kaji adanya edema
R/ curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan
3. Ukur intake dan ouput
R/ penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan keluaran urine
4. Timbang berat badan
R/perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan
5. Pertahankan pemasukan cairan 2.000ml/j24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler
R/memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan
pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung
6. Kolaborasi
a. Berikan diet tanpa garam
R/ natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume
plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung
dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat
b. Berikan diuretik contoh, furosemid, sprinolakton, hidronolakton
R/ diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru
c. Pantau data laboratorium elektrolit kalium
R/ hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi

e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-


alveolus
Tujuan : Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria : Mengatakan tidak sesak nafas, RR 12-20x/mnt, tidak ada
penggunaan otot bantu nafas, analisa gas darah dalam batas
normal
Intervensi
1. Berikan tambahan O2 6 liter/menit
R/ untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas
2. Pantau saturasi (oksimetri) Ph, BE, HCO3 (dengan BGA)
R/ untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak
adekuat tidaknya proses pertukaran gas
3. Koreksi keseimbangan asam basa
R/ mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan
4. Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam
R/ kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga
berdampak pada timbulnya hipoksia
5. Kolaborasi
a. RL 500 cc/24 jam
b. Digoxin 1-0-0
R/ meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat
mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan
pertukaran gas
c. Furosemide 2-1-0
R/ membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat
ADH

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya sesak napas


1. Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari
R/ variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan istirahat serta
tidur sebagai temuan pengkajian
2. Atur posisi fisiologis
R/posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa nyaman
3. Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai dengan
indikasi
R/ meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakian miokardium
sekaligus menguragi ketidaknyamanan dan terjdi iskemia
4. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
R/ lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan membantu klien dalam melakukan istirahat
psikologis
5. Ajarkan teknik distraksi sebelum tidur
R/ distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan persepsi nyeri dan
efektif pada klien yang sudah mengalami penurunan tingkat sesak.
6. Kolaborasi pemberian obat sedatif
R/ meningkatkan istirahat/ relaksasi dan membantu klien dalam memenuhi
kebutuhan tidur.

g. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status


kesehatan, sitausi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
1. Bantu klien mengekpresikan perasaan marah, kehilangan dan takut
R/cemas berkelanjutan memberikan dampak serngan jantung selanjutnya
2. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan
tindakan bila menunjukkan perilaku merusak
R/ rekasi verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, merah, dan
gelisah
3. Hindari konfrontasi
R/konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan
4. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan
yang tenang dan suasana penuh istirahat
R/ mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
5. Tingkatkan sensasi klien
R/kontrol sensasi klien dengan cara memberikan informasi mengenai keadaan
klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan, serta memberikan respon balik yang positif
6. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan ansietasnya
R/ dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan
8. Kolaborasi pemberian anticemas sesuai indikasi seperti diazepam
R/meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

2.3.4 Tindakan keperawatan


Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana intervensi yang
telah ditetapkan

2.3.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak
teratasi atau teratasi sebagian.

Anda mungkin juga menyukai