Bab 4. Gerontofarmakologi
Bab 4. Gerontofarmakologi
Ked (406080047)
BAB IV
GERONTOFARMAKOLOGI
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka anda sudah akan dapat:
1. Memahami farmakologi klinik dan lanjut usia.
Mengetahui farmakologi klinik dan lanjut usia.
Mengetahui farmakologi klinik dan lanjut usia untuk membantu diagnosa.
TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca bab ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda
sudah akan dapat:
1. Menunjukkan perhatian terhadap farmakologi klinik dan lanjut usia.
Membaca lebih lanjut tentang farmakologi klinik dan lanjut usia.
Dapat memberikan pengetahuan tentang farmakologi klinik dan lanjut usia kepada rekan
sejawat.
I. PENDAHULUAN
Penggunaan obat pada lanjut usia merupakan masalah tersendiri yang perlu
mendapat perhatian khusus dari bidang profesi kedokteran, apalagi dengan
semakin bertambahnya jumlah populasi lanjut usia.
Karena terjadinya proses menua tidak selalu sama pada setiap orang,
penggunaan obat yang efektif dan aman adalah suatu masalah individualisasi
terapi. Menua fisiologis tidak selalu berjalan pararel dengan menua kronologis,
namun terlepas dari adanya penyakit penyerta yang sering berpengaruh besar,
proses menua fisiologislah yang menentukan nasib dan kerja dari suatu obat.
Hal-hal berikut ini menggambarkan keadaan-keadaan yang dihadapi dalam
hubungan farmakoterapi pada lanjut usia:
Penyakit pada lanjut usia cenderung terjadi pada banyak organ dan bersifat
kronik sehingga pemberian obat juga cenderung bersifat polifarmasi, belum
lagi kalau diingat kecenderungan mengunjungi banyak dokter, sehingga
polifarmasi lebih sering terjadi.
Polifarmasi menyangkut biaya yang besar untuk pembelian obat. Juga lebih
banyak terjadi interaksi obat, efek samping obat dan reaksi samping yang
merugikan.
Proses menua yang fisiologis menyebabkan perubahan farmakokinetik dan
farmakodinamik obat, juga penurunan fungsi dari berbagai organ, sehingga
tingkat keamanan obat dan efektifitas obat berubah dibanding usia muda.
Keadaan gizi dan kepatuhan berobat yang kurang mendapat perhatian pada
lanjut usia.
Oleh karena itulah, seorang dokter diharapkan memahami perubahan-
perubahan fisiologi dan farmakologi yang terjadi sejalan dengan proses menua
sehingga bisa memberikan pengobatan yang lebih rasional, individualistik dan
cermat mengevaluasi respons-respons terapi yang terjadi.
Beberapa Istilah Pokok
Farmakologi klinik ialah cabang farmakologi yang mempelajari efek obat
pada manusia dengan tujuan mendapatkan dasar ilmiah untuk penggunaan suatu
obat.
Farmakoterapi ialah cabang ilmu farmakologi yang berhubungan dengan
penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Baik dalam
farmakologi klinik maupun farmakoterapi dipelajari aspek farmakokinetik dan
farmakodinamik suatu obat.
Farmakokinetik mempelajari nasib obat di dalam tubuh yaitu absorpsi,
distribusi, metabolisme (biotransformasi) dan ekskresinya.
Farmakodinamik mempelajari efek obat, baik efek terapeutik maupun efek
non-terapeutik (efek samping / side effect / adverse drug reaction), terhadap
fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya.
Faktor-faktor farmakokinetik
absorpsi
distribusi
metabolisme (biotransformasi) - kondisi fisiologis
ekskresi - kondisi patologik
- interaksi obat
Kadar obat di jaringan - gizi dan diet
tempat kerja obat - faktor genetik
Faktor-faktor farmakodinamik - toleransi
sensitivitas reseptor
mekanisme homeostatik
Reseptor
(sensitivitas)
ekskresi
Efek farmakologik
Homeostatik
Absorbsi
Absorbsi menentukan bioavailabilitas atau availabilitas sistemik (F). Bila
obat diberikan secara intravena maka F=1, bila diberikan secara oral maka F
biasanya kurang dari 1. Penyerapan obat per oral terjadi terutama di lambung
dan usus halus. Kecepatan dan tingkat absorbsi obat dari lambung dan usus
praktis secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yang berarti, kecuali
pada beberapa obat seperti Fenitoin, Barbiturat, dan Prazosin. Perubahan ini
tidak bermakna secara klinis, terutama selama pengobatan jangka panjang.
Kadang malah dapat terjadi keadaan sebaliknya yaitu meningkatnya
bioavailabilitas Levodopa dan Propanolol akibat menurunnya inaktivasi di
saluran cerna. Peningkatan pH lambung mempengaruhi proses ionisasi dan
daya kelarutan beberara jenis obat. Penurunan aliran darah usus mengurangi
kecepatan absorbsi aktif obat-obat seperti Fe, Ca, Tiamin, Levodopa dan obat-
obat antineoplastik. Penurunan motilitas tidak memberikan banyak pengaruh.
Absorpsi melalui otot dengan pemberian obat intramuskular cenderung sedikit
melambat dikarenakan turunnya aliran darah pada otot, seperti pada obat
Lidokain dan Klordiazepoksid.
Distribusi
Parameter distribusi disebut volume distribusi (Vd) yang menunjukkan
volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum.
Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, fungsi
kardiovaskular, kemampuan obat memasuki kompartemen tubuh dan derajat
ikatan protein plasma. Obat yang tertimbun dalam jaringan sehingga kadar
plasma rendah memiliki Vd yang besar, seperti digoksin. Sebaliknya, obat yang
terikat kuat pada protein plasma mempunyai Vd yang kecil seperti warfarin. Vd
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Vd = X X = jumlah obat dalam tubuh
C C = kadar obat dalam plasma
Hal terpenting dalam distribusi obat berhubungan dengan penyebaran obat
dalam cairan tubuh dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan
albumin, atau pada beberapa obat lain α 1 glikoprotein), dengan sel darah merah
dan jaringan tubuh, termasuk dengan organ target. Pada lanjut usia, terdapat
penurunan massa tubuh tanpa lemak (lean body mass) dan cairan tubuh total,
penambahan lemak tubuh, penurunan albumin plasma. Volume distribusi obat
yang larut air seperti Furosemid dan Paracetamol mungkin menurun pada
lanjut usia dengan akibat meningkatnya konsentrasi dalam darah dan jaringan.
Contoh obat-obat lain yang dapat mengalami hal yang sama ialah antibiotika
Aminoglikosida dan Digoxin. Sedangkan untuk obat yang larut lemak
(lipofilik) seperti Lidokain, Amitriptilin, dan Diazepam distribusi terjadi lebih
luas dan mempunyai waktu paruh yang lebih panjang. Penurunan albumin
plasma sedikit saja pada lanjut usia yang sehat dapat menjadi lebih berarti bila
terjadi pada lanjut usia yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu,
juga dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada
beberapa obat dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi dengan
eliminasi yang lebih cepat. Kadar obat-obat terutama dari jenis asam lemah
yang meningkat karena penurunan albumin plasma misalnya Fenitoin,
Digitoxin, Warfarin, Klorpropamid, Klofibrat dan Furosemid.
D = DN x G
Cara gabungan kedua cara diatas, yaitu dosis per kali pemberian diperkecil
dan interval diperpanjang, asalkan dosis per satuan waktu sama dengan nilai
tersebut pada ginjal normal dikali dengan G.
Perhitungan ini bisa membantu dalam memperkirakan dosis, namun
pemeriksaan kadar obat plasma beberapa obat yang relatif toksik perlu
dilakukan seperti digoksin dan antibiotik aminoglikosida. Selain itu, harus
diingat bahwa perhitungan tersebut hanya didasarkan atas penurunan fungsi
ginjal penderita yang bersangkutan (berlaku untuk obat-obat yang ekskresinya
melalui filtrasi glomerulus maupun yang melalui sekresi tubulus) dan belum
memperhitungkan berbagai perubahan lainnya yang terjadi pada lanjut usia.
Oleh karena itu, perhitungan ini hanya berguna sebagai perkiraan awal yang
harus diikuti penyesuaian lebih lanjut sesuai respons klinik penderita dan/atau
kadar plasma obatnya.
Fungsi ginjal adalah suatu kerja yang dinamis, sehingga dosis rumatan
perlu diubah sesuai kondisi patologis yang terjadi pada pasien. Pasien lanjut
usia mudah mengalami kerusakan ginjal akibat dehidrasi, gagal jantung
kongestif, hipotensi, retensi urin, dan nefropati diabetikum.
Beberapa obat yang terutama mengalami ekskresi utama di ginjal adalah
simetidin, penisilin, litium, obat anti diabetik oral, pankuronium dan tetrasiklin.
Paru-paru penting dalam ekskresi obat berupa gas. Sebagai akibat
berkurangnya kapasitas respiratori dan peningkatan penyakit paru aktif pada
lanjut usia, pemakaian anestesi inhalasi menjadi pertimbangan tersendiri dan
bisa diganti dengan anestesi parenteral.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu dan
rambut tetapi dalam jumlah kecil sekali sehingga tidak berarti dalam
pengakhiran efek obat.
Gagal ginjal
Metabolisme Peningkatan -1
glikoprotein Gagal jantung
Peningkatan lemak tubuh kongestif
Penurunan massa hati Demam
Penurunan aktivitas enzim Insufisiensi hepar
Keganasan
Malnutrisi
Penyakit tiroid
Infeksi virus atau
imunisasi
Ekskresi Penurunan aliran darah
hati Hipovolemia
Penurunan aliran darah Insufisiensi ginjal
ginjal
Penurunan laju filtrasi
glomerulus
Penurunan sekresi tubulus
b. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Perubahan-
perubahan dari aspek farmakodinamik lanjut usia meliputi penurunan
maupun peningkatan sensitivitas obat dengan reseptor (interaksi obat-
reseptor), penurunan jumlah reseptor, kejadian pasca penangkapan oleh
reseptor, serta perubahan mekanisme homeostatis.
Obat menimbulkan serentetan reaksi biokimiawi dari reseptor sampai
efektor. Di dalam sel terjadi proses biokimiawi yang menghasilkan respons
selular. Respons ini pada lanjut usia secara keseluruhan menurun. Penurunan
ini tidak dapat diprediksi dengan ukuran-ukuran matematis seperti yang
terjadi pada farmakokinetik.
Pada umumnya obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses
biokimiawi selular intensitas pengaruhnya akan menurun, misalnya agonis β
untuk terapi asma bronkial diperlukan dosis yang lebih besar, padahal dengan
dosis yang besar, efek samping akan lebih besar pula. Sebaliknya obat-obat
yang cara kerjanya menghambat proses biokimiawi selular, pengaruhnya akan
menjadi lebih nyata sekali terlebih-lebih dengan mekanisme regulasi
homeostasis yang melemah, efek farmakologi obat dapat sangat menonjol
sehingga toksik, misalnya obat-obat antagonis β dan antikolinergik.
Secara umum, didapatkan peningkatan kepekaan sistem saraf pusat usia
lanjut terhadap psikotropika seperti Morfin, Benzodiazepin, sebagian besar
antipsikotik dan analgesik. Sebaliknya didapatkan penurunan efek obat
kardiovaskular terutama Propanolol karena penurunan sensitivitas reseptor
yang terjadi.
Berkurangnya efisiensi mekanisme homeostatik merupakan bagian dari
proses menua dengan akibat berkurangnya kemampuan lanjut usia
menetralkan berbagai efek obat sehingga lebih rentan terhadap efek
sampingnya. Akibat mundurnya fungsi baroreseptor, hipotensi postural akibat
obat sering terjadi, seperti pada penggunaan diuretika tiazid. Kemampuan
INCLUDEPICTU
RE
"http://upsdrug
.info/xanax.jpg
INCLUDEPICTURE "http://upsdrug.info/diazepam.jpg"
" \* \* MERGEFORMATINET
3. Interaksi Obat
Interaksi obat dari segi efek yang ditimbulkan bisa bersifat menguntungkan
seperti kombinasi obat antihipertensi dan kombinasi antituberkulosis, atau
merugikan seperti interaksi warfarin dengan obat anti-inflamasi non-steroid
(OAINS). Efek yang menguntungkan mencakup peningkatan efektifitas obat, efek
samping yang berkurang, mencegah resistensi antagonisme efek toksik oleh
antidotnya. Sedangkan pada efek yang merugikan mencakup penurunan efektifitas
obat yang berinteraksi (misalnya antagonisme) dengan akibat efek terapi tidak
tercapai, peningkatan efek samping dan/atau toksisitas.
Tabel 4. Obat Berpotensi Efek Samping Berat atau Tidak Biasa pada
Lanjut Usia
OBAT EFEK YANG TIDAK
DIHARAPKAN
antibiotik aminoglikosida tuli, gagal ginjal
semua barbiturata bingung
antikollinergik (kerja sentral) misal halusinasi visual dan dengar
triheksifenidil
glikosida jantung kelainan prilaku, nyeri perut, lesu,
anokreaksia, berat badan turun,
klopromazin aritmia
kotrimokazol hipotensi postural, hipotermia
agranulositosis, anemia aplastik,
disopiramid reaksi kulit serius
enalapril (kaptopril) pada gagal retensi urin, sembelit
jantung gagal ginjal, hipotensi dosis pertama
estrogen retensi cairan, gagal jantung
flunarizin, sinarizin kongestif
furosemid parkinsonisme
isoniazid hipotensi, gangguan sirkulasi otak
litiuma hepatotoksik
asam mefenamat beser, dehidrasib
metildopa diare, kerusakan hati
nitrofurantoina mengantuk dan depresi
NSAID (beberapa) mis. neuropati perifer, reaksi di paru
azopropazon, luka saluran cerna, perdarahan, dan
ketoprofen, piroksikama perforasi
pentasozina bingung, efeknya beragam
triazolam bingung, reaksi psikosis
a
obat yang kalau mungkin dihindari untuk lanjut usia.
b
akibat poliuria.
Diuretik
Diuretik tiazid dapat merupakan pilihan pertama, sebaiknya diberikan
sekali sehari dalam dosis kecil dan dinaikkan (bila perlu) setelah waktu yang
cukup. Dosis hidroklorotiazid 12,5 mg atau klortalidon 25 mg sehari umumnya
memuaskan. Harus diingat bahwa pemberian berlebihan dapat menimbulkan
hipovolemia. Hipokalemia dapat dihindarkan dengan diuretik hemat kalium
seperti spironolakton atau triamteren atau dengan memberikan substitusi
kalium, terutama pada penderita penyakit jantung koroner dan penderita yang
juga memakai preparat digitalis. Efek samping lain yang perlu diingat ialah
golongan tiazid dapat mencetuskan hiperglikemia dan serangan gout.
Beta-bloker
Variasi individu farmakoninetik β-bloker sangat nyata sehingga dosis perlu
perhatian penyesuaian yang cermat. Efek nonterapi ringan cukup sering terjadi,
dan yang paling penting pada kaum usia lanjut adalah hipotensi postural,
bradikardia dan asma bronkiale. Penghentian tiba-tiba setelah penggunaan
jangka panjang kadang dapat menyebabkan hipersensitivitas simpatis
sementara seperti takikardia.
Tabel 5. Interaksi Penting Antara β-bloker dengan Obat Lain
Obat yang berinteraksi Akibat yang mungkin timbul
Kalsium antagonis
Kalsium antagonis adalah segolongan obat yang dipakai pada jantung
koroner juga mempunyai efek hipotensif, terutama pada orang hipertensi. Dari
berbagai jenis dalam golongan obat ini, yang terbanyak dipakai ialah
verapamil, diltiazem dan nifedipin. Akhir-akhir ini amlodipin juga semakin
banyak dipergunakan. Semua analog dihidropiridin relatif aman dan efektif
untuk mengatasi hipertensi pada lanjut usia dengan penyesuaian dosis menurut
berat badan dan fungsi ginjal. Perhatian perlu diberikan pada pasien dengan
angina tidak stabil. Dikatakan pula golongan obat ini kurang memberikan
manfaat bila dikombinasikan dengan obat lain.
Antihipertensi lainnya
Banyak obat lain yang bersifat vasodilator seperti metildopa, prazosin dan
doksazosin dipakai pada usia lanjut namun obat-obat ini biasanya kurang
efektif dan memberikan resiko tertentu. Tak satu pun yang telah dipelajari
mendalam pada pasien lanjut usia dengan hipertensi. Karena itu
penggunaannya secara umum tidak dianjurkan.
Reserpin, walaupun efektif, sebaiknya dihindarkan karena depresi yang
dapat ditimbulkannya. Metildopa kadang menyebabkan kekeringan mulut dan
rasa mengantuk. Klonidin efektif, namun kadng-kadang penurunan tekanan
darah terjadi secara cepat. Selain itu penghentian mendadak dapat
menimbulkan krisis hipertensi. Guanetidin sebaiknya tidak diberikan pada
lanjut usia.
Antiaritmia
Efek samping antiaritmia sering terjadi pada lanjut usia sehingga
pengobatan dibatasi pada aritmia yang menyebabkan gejala yang serius dan
parah saja serta mengancam jiwa. Hendaknya dihindari kombinasi dua atau
lebih antiaritmia karena dapat memicu terjadinya blok jantung yang parah,
gagal jantung dan hipotensi postural. Umumnya antiaritmia bervariasi
farmakokinetiknya dari orang ke orang. Karena batas keamanan yang sempit,
obat ini harus dititrasi dosisnya. Pengukuran kadar dalam serum secara rutin
dianjurkan untuk penggunaan kebanyakan antiaritmia pada lanjut usia.
Amiodaron merupakan antiaritmia yang efektif, sayangnya menimbulkan
sejumlah efek samping. Diantaranya adalah perubahan fungsi tiroid, fibrosis
paru dan hepatitis. Dengan dosis serendah-rendahnya (tidak lebih dari
200mg/hari), obat ini diindikasikan untuk takiaritmia dengan sindrom pra-
eksitasi.
Kuinidin dan verapamil bermanfaat pada takikardia supraventrikular,
sedangkan β-bloker efektif untuk takikardia akibat keracunan digitalis maupun
Antiangina
Nyeri iskemia sangat menakutkan dan melumpuhkan sehingga harus selalu
diobati. Antiangina dapat diberikan untuk keadaan akut seperti nitrogliserin
sublingual atau untuk mencegah serangan. Semua obat golongan ini dapat
menyebabkan hipotensi postural. Antiangina dapat berupa β-bloker, antagonis
kalsium atau sediaan nitrat.
β-bloker yang dipakai yang bersifat kardioselektif. Karena sifatnya
hidrofilik, maka obat ini sukar masuk ke dalam otak dan efek sentralnya seperti
kelemahan dan depresi juga berkurang. Atenolol tidak mengalami metabolisme
hati yang berarti dan mempunyai masa kerja yang lama dan dapat diramalkan,
karena itu dapat diberikan dalam dosis tunggal.
Kalsium antagonis relatif aman untuk lanjut usia untuk angina pasca kerja
maupun nokturnal, kecuali angina tidak stabil dan dapat digunakan untuk
penderita asma. Efek samping yang tersering adalah hipotensi postural, sakit
kepala, udem dan sembelit. Untuk nifedipin, sediaan lepas lambat lebih disukai
pada usia lanjut. Dosis awal untuk nifedipin, verapamil dan diltiazem berturut-
turut 3x5 mg, 3x40 mg dan 3x60 mg.
Derivat nitrat mencakup nitrogliserin, isosorbiddinitrat dan isosorbid
mononitrat. Efek antianginanya efektif dan aman bagi pasien gagal jantung dan
asma. Namun penggunaan berlebihan dapat menyebabkan toleransidan angina
yang lebih parah ketika obat dihentikan. Efek samping yang sering berupa
hipotensi postural dan sakit kepala. Isosorbid dinitrat merupakan derivat nitrat
yang paling umum digunakan dengan dosis 5-10 mg, 3-4 kali sehari untuk
pencegahan serangan dan 5-10 mg sublingual untuk serangan akut.
Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) pada Lanjut Usia
Golongan obat ini banyak digunakan dalam regimen terapi penyakit sendi
seperti osteoartritis, artritis reumatoid dan artritis gout. Banyak tersedianya
OAINS menyulitkan pemilihan obat yang rasional. Banyak di antaranya
menimbulkan interaksi yang serius dengan obat lain seperti antikoagulan
warfarin. Semua OAINS menyebabkan gangguan saluran cerna termasuk
perdarahan. Jika suatu jenis OAINS tidak efektif, lebih baik ganti dengan jenis
lain daripada melanjutkan dengan dua macam obat. Jika nyeri tidak dapat
hilang dengan OAINS saja, penambahan analgesik seperti paracetamol dapat
berguna.
Klasifikasi OAINS:
- Derivat salisilat
Biasanya sangat efektif, namun sering menimbulkan mual, muntah, diare
atau perdarahan saluran cerna. Kaum lanjut usia lebih besar
kemungkinannya untuk menderita tinitus dan pusing. Gangguan saluran
cerna dapat dikurangi dengan sediaan salut enterik.
- Derivat pirazol
Termasuk dalam golongan ini adalah fenilbutazon, oksifenbutazon dan
azapropazon. Selain efek samping saluran cerna, golongan ini dapat
menimbulkan retensi cairan dan NaCl. Ini dapat menimbulkan volume
plasma meningkat dengan akibat resiko serangan gagal jantung akut pada
lanjut usia yang sakit jantung. Walaupun daya inflamasi cukup baik dan
relatif ekonomis, efek samping terhadap sumsum tulang dan hematopoesis
sangat mengganggu. Efek ini dapat berupa anemia aplastik yang sering
terutama pada lanjut usia sedangkan agranulositosis lebih sering pada
dewasa muda. Jika tidak perlu sekali, sebaiknya obat ini tidak diberikan
pada lanjut usia.
- Derivat asam asetat
Indometasin relatif sering menimbulkan dispepsia dan iritasi lambung
dibandingkan OAINS lain. Efek samping lain termasuk nyeri kepala dan
bingung/pusing dan retensi cairan dapat juga pada lanjut usia. Sedangkan
diklofenak dan fenklofenak memiliki sifat farmakologik yang sama dengan
efek samping yang lebih rendah.
- Derivat asam propionat
Derivat ini mencakup banyak obat seperti yang umum dikenal antara lain
ibuprofen, ketoprofen dan naproksen. Absorpsi obat golongan ini cukup
baik dan fraksi yang terikat protein plasma cukup tinggi. Karena ikatan
protein obat-obat ini terjadi di tempat lain daripada ikatan obat
hipoglokemik dan antikoagulan oral, maka interaksi antara obat-obat ini
tidak begitu bermakna secara klinis. Secara umum derivat propionat lebih
sedikit menimbulkan efek samping gastro-intestinal di banding salisilat.
- Derivat fenamat
Obat ini sering menimbulkan diare dan dapat mengakibatkan dehidrasi.
Contoh golongan obat ini adalah asam mefenamat dan asam flufenamat.
- Derivat oksikam
Suatu contoh yang umum adalah piroksikam. Obat ini mempunyai masa
kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari. Perlu diperhatikan
bahwa hambatan terhadap biosintesis prostaglandin yang penting untuk
homeostasis seperti PGI2 (prostasiklin) untuk mukosa lambung mungkin
mengandung resiko yang lebih besar dibanding OAINS yang masa kerja
pendek.
Tabel 8. Resiko dan Kontra Indikasi Relatif OAINS pada Lanjut Usia
KEADAAN OAINS DAN KETERANGANNYA
1.Usia sangat lanjut a.Resiko toksik sistem hematopoeitik akan sangat
bertambah pada pemberian fenilbutazon dan
oksifenbutazon.
b.Presipitasi decompensatio-cordis dengan fenilbutazon
dan oksifenbutazon.
3.Fungsi hepar yang Resiko toksik akan bertambah dengan semua OAINS
sangat menurun karena hampir semua menjalani metabolisme hepar.
4.Fungsi ginjal yang Resiko toksik akan bertambah dengan OAINS yang juga
sangat menurun diekskreasi melalui ginjal seperti aspirin, azapropazon dan
alklofenak.
V. KESIMPULAN
Ada banyak faktor-faktor yang mempengaruhi respons akhir penderita lanjut
usia terhadap suatu obat di antaranya yang dipelajari secara khusus dalam
farmakologi klinik yaitu perubahan aspek farmakokinetik dan farmakodinamik.
Efek samping atau toksik juga lebih mudah terjadi pada usia lanjut akibat
kemunduran metabolisme dalam tubuh yang mengatur detoksifiksasi obat. Jadi,
untuk memberikan suatu pengobatan yang rasional diperlukan pengetahuan
medis dan obat yang baik serta pemahaman keadaan yang ada pada penderita
secara utuh dan menyeluruh sesuai dengan lima kriteria pokok pemakaian dan
prinsip-prinsip pemberian obat-obat pada lanjut usia.
DAFTAR PUSTAKA
Bietje IS, dr. : Farmakoterapi pada Lanjut Usia. Kumpulan Kuliah Farmakologi
Kedokteran, fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.
Martono HH, Nasution I, et al : Penggunaan Obat Secara Rasional pada Usia Lanjut.
Buku Ajar Geriatri, Boedhi R, Martono AVASCULAR NECROSIS (editor). FKUI,
1999
Ofterhaus L : Obat untuk Kaum Lanjut usia (terjemahan), edisi 2. World Health
Organization, Penerbit ITB, 1997.
Suherman SK, Wilmana F, et al : Simposium obat pada Usia Lanjut. Ikatan Ahli
Farmakologi Indonesia, 1983.
www.merck.com/mrkshared/mmg,sec1/ch6/ch6e.jsp
www.mssm.edu/grecc/modules/Module14.pdf#search=’geriatrics%20pharmacology