Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN PARASITOLOGI

IDENTIFIKASI JENTIK NYAMUK


BLOK 7.3 INFECTIOUS DISEASES & TROPICAL MEDICINE 


Oleh :
Pamela Sandhya De Jaka
G1A015041
Kelompok 5

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena atas segala limpahan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktik lapangan ini yang berjudul
“Identifikasi Jentik Nyamuk” pada blok 7.3 - Infectious Diseases Tropical
Medicine tepat pada waktunya.
Laporan ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas blok 7.3 sebagai
bentuk pertanggungjawaban kami atas kegiatan praktikum yang telah
dilaksanakan pada Kamis, 25 Oktober 2018. Kami mengucapkan terima kasih
kepda seluruh pihak yang telah bersedia membantu dan membimbing kami dari
awal hingga akhir pada pelaksanaan praktik lapangan ini.
Kami menyadari masih ada kekurangan pada laporan ini, baik dari segi
substansial maupun redaksional. Oleh karena itu, kami memohon saran dan kritik
agar kami dapat memperbaiki laporan ini menjadi lebih baik ke depannya.
Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.

Purwokerto, 5 November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................4
III. METODE PENELITIAN...........................................................................14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................15
V. KESIMPULAN...........................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis. Iklim tropis

merupakan iklim yang disukai oleh nyamuk karena merupakan tempat

potensial untuk perkembangan nyamuk. Nyamuk termasuk ke dalam famili

Culicidae dan memiliki tiga sub famili penting yaitu Toxorhynchitinae,

Culicinae dan Anophelinae. Nyamuk bersifat kosmopolit karena daya tahan

hidupnya terhadap lingkungan sangat tinggi. Terdapat 2.960 jenis nyamuk di

dunia, 457 jenis diantaranya terdapat di Indonesia dimana 80 spesies

merupakan jenis Anopheles, 82 spesies Culex, 125 spesies Aedes dan 8

spesies Mansonia dan sisanya termasuk jenis nyamuk yang tidak terlalu

mengganggu (Juhanudin & Leksono, 2013).

Nyamuk merupakan ektoparasit pengganggu yang dapat merugikan

manusia, hewan dan lingkungan. Nyamuk dapat menimbulkan masalah bagi

kesehatan manusia. Selain itu nyamuk juga berperan sebagai vektor penularan

beberapa penyakit berbahaya dan mematikan seperti demam berdarah,

malaria, kaki gajah dan chikungunyah. Hal itu karena tingginya kepadatan

vektor nyamuk di Indonesia (Harfriani, 2012). World Health Organization

(WHO) mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kasus demam

berdarah tertinggi di Asia Tenggara, dan 95% terjadi pada anak usia dibawah

15 tahun (Jacob et al., 2014).

1
2

Ada beberapa jenis nyamuk, namun yang sering berkeliaran di sekitar

tempat tinggal adalah nyamuk Culex tarsalis dimana gigitan nyamuk tersebut

hanya menimbulkan rasa gatal. Sedangkan yang sering menimbulkan

penyakit berbahaya seperti demam berdarah adalah nyamuk Aedes aegypti

dan penyebab penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles (Harfriani, 2012).

Di Indonesia dikenal terdapat dua vektor utama nyamuk, yaitu nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor yang potensial. Keduanya

tersebar di seluruh pelosok kecuali pada ketinggian lebih dari 1000 meter

diatas permukaan laut (Jacob et al, 2014).

Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan

nyamuk seperti temperature, kelembaban udara, dan curah hujan. Nyamuk

Aedes untuk berkembangbiak membutuhkan rata-rata curah hujan lebih dari

500 mm per tahun dengan temperature ruang 32-34 derajat celcius,

temperature air 25-30 derajat celcius, ph air sekitar 7 dan kelembaban udara

sekitar 70%. Tempat perindukan nyamuk bervariasi, namun nyamuk lebih

menyukai tempat penampungan air jernih di permukiman penduduk seperti

bak mandi, tempayan dan barang bekas yang menampung sisa air hujan

(Jacob et al, 2014).

Saat ini pengendalian nyamuk belum bisa dilakukan secara optimal.

Dalam pengendalian terhadap nyamuk perlu dilakukan identifikasi terhadap

nyamuk tersebut, identifikasi yang bisa dilakukan adalah identifikasi

morfologi nyamuk agar mengetahui jenis nyamuk sehingga bisa dilakukan

pengendalian yang sesuai dengan karakteristik nyamuknya.


3

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini meliputi :

1. Tujuan Umum

a. Mengidentifikasi jentik nyamuk yang diamati secara mikroskopis

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan jentik nyamuk

b. Mengidentifikasi jenis jentik nyamuk yang ditemukan

c. Mengamati morfologi nyamuk sesuai dengan stadiumnya

d. Mengamati karakteristik larva nyamuk


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Aedes aegypti
1. Klasifikasi
Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animal
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Uniramia
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematosera
Familia : Culicidae
Sub family : Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
2. Morfologi
a. Telur
Aedes aegypti betina mampu meletakkan 80-100 butir telur setiap
kali bertelur. Pada waktu dikeluarkan, telur Ae. aegypti berwarna putih,
dan berubah menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Telurnya berbentuk
lonjong, berukuran kecil dengan panjang sekitar 6,6 mm dan berat
0,0113 mg, mempunyai torpedo, dan ujung telurnya meruncing. Di
bawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk Aedes
aegypti, tampak adanya garis-garis membentuk gambaran seperti
sarang lebah.

4
5

Gambar 1. Telur Aedes aegypti (CDC, 2011).


Nyamuk Ae. aegypti meletakkan telurnya satu persatu dengan
menempelkannya pada wadah perindukan yaitu wadah yang
tergenang air bersih seperti tempat penampungan air, ruas bambu,
lubang pohon, ban bekas, dan vas bunga (Setyowati, 2013).
b. Larva
Ciri - ciri larva Ae. aegypti adalah sebagai berikut :
1) Adanya corong udara pada segmen terakhir
2) Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-
rambut berbentuk kipas (Palmate hairs)
3) Pada corong udara terdapat pecten
4) Sepasang rambut serta jumbai pada corong udara (siphon)
5) Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale
sebanyak 8 – 21 atau berjejer 1 – 3
6) Bentuk individu dari comb scale seperti duri
7) Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk
kurva dan adanya sepasang rambut di kepala

Gambar 2. Larva Aedes aegypti (CDC, 2011).


6

Adapun ciri khas untuk menentukan larva Ae. aegypti yaitu


adanya comb scale berduri lateral, seperti yang terdapat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 3. Larva Aedes aegypti dengan Comb Scale Berduri Lateral


(Cutwa dan O’ Meara, 2006 ).

Dalam siklus hidupnya telur nyamuk yang menetas


berkembang menjadi larva. Larva akan tumbuh menjadi larva
instar I, II, III, dan IV secara berturut-turut. Larva instar I
memiliki tubuh yang sangat kecil dengan panjang 1-2 mm,
transparan, duri-duri pada dada belum begitu jelas dan siphon
belum menghitam. Larva instar II, tubuhnya lebih besar dengan
panjang 2,5 - 3,9 mm, duri pada dada belum begitu jelas, dan
siphon telah menghitam. Larva instar III, duri-duri dada mulai
jelas dan corong pernapasan bewarna coklat kehitaman dengan
panjang 4-5 mm, serta larva instar IV dengan panjang 5- 7 mm
tubuhnya telah lengkap yang terdiri dari kepala, dada, dan
perut. Pada bagian kepala terdapat antena dan mata sedangkan
pada bagian perut terdapat rambut – rambut lateral, pada
segmen kedelapan pada bagian perut terdapat siphon dan
ingsang (Sekar Sari, 2010; Setyowati, 2013).
c. Pupa
Tubuh pupa terdiri dari sefalo thorax dan abdomen.
Mempunyai corong pernafasan yang digunakan untuk bernafas
pada thorax. Pada pupa terdapat kantong udara yang terletak
diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan terdapat sepasang sayap
7

pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa


untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran
sebagai reaksi terhadap rangsangan. Pupa merupakan tahapan yang
tidak memerlukan makanan. Pupa nyamuk bergerak sangat aktif
dan dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Pupa bernapas
dengan menggunakan tabung - tabung pernapasan yang terdapat
pada bagian ujung kepala. Pupa Aedes akan menjadi dewasa dalam
waktu 2-3 hari setelah sobeknya selongsong pupa oleh gelembung
udara karena gerakan aktif pupa (Achmadi, 2011).

Gambar 4. Pupa Aedes aegypti (CDC,2011).


d. Dewasa
Tubuh nyamuk dewasa terdiri dari 3 bagian, yatu kepala
(caput), dad(thorax) dan perut (abdomen). Badan nyamuk
berwarna hitam damemiliki bercak dan garis-garis putih dan
tampak sangat jelas padbagian kaki dari nyamuk Aedes aegypti.
tubuh nyamuk dewasa memiliki panjang 5 mm. Pada bagian kepala
terpasang sepasang mata majemuk, sepasang antena dan sepasang
palpi, antena berfungsi sebagai organ peraba dan pembau. Pada
nyamuk betina, antena berbulu pendedan jarang (tipe pilose).
Sedangkan pada nyamuk jantan, antena berbulpanjang dan lebat
(tipe plumose). Thorax terdiri dari 3 ruas, yaitprothorax,
mesotorax, dan methatorax. Pada bagian thorax terdapat pasang
kaki dan pada ruas ke 2 (mesothorax) terdapat sepasang sayap.
Abdomen terdiri dari 8 ruas dengan bercak putih keperakan pada
masing-masing ruas. Pada ujung atau ruas terakhir terdapat alat
kopulasi berupa cerci pada nyamuk betina dan hypogeum pada
nyamuk jantan (Depkes RI, 2013).
8

Gambar 5. Nyamuk Aedes aegypti Dewasa (CDC, 2011).

Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Pada


nyamuk betina, bagian mulutnya mempunyai probosis panjang
untuk menembus kulit dan penghisap darah. Sedangkan pada
nyamuk jantan, probosisnya berfungsi sebagai pengisap sari bunga
atau tumbuhan yang mengandung gula. Nyamuk Aedes aegypti
betina umumnya lebih suka menghisap darah manusia karena
memerlukan protein yang terkandung dalam darah untuk
pembentukan telur agar dapat menetas jika dibuahi oleh nyamuk
jantan. Setelah dibuahi nyamuk betina akan mencari tempat
hinggap di tempat tempat yang agak gelap dan lembab sambil
menunggu pembentukan telurnya setelah menetas telurnya
diletakkan pada tempat yang lembab dan basah seperti di dinding
bak mandi, kelambu, dan kaleng-kaleng bekas yang digenangi air
(Hoedojo R dan Zulhasril, 2008).
3. Siklus Hidup
Aedes aegypti mengalami metamorfosis lengkap atau
metamorfosis sempurna (holometabola) yang melalui beberapa tahap
yaitu dari stadium telur berubah menjadi stadium larva kemudian
menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa. (Hoedoyo, et al.,
2013).
9

Gambar 6. Siklus Hidup Aedes aegypti (CDC, 2011).

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan


ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna
dasar yang hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama
pada bagian kakinya (Depkes RI, 2013).

B. Anopheles sp.
Anopheles sp. merupakan vektor penyebaran malaria (Gambar 7).
Plasmodium sp. dapat berkembang dari tahap hametosit hingga sporozoid
di tubuh Anopheles sp. Betina tergantung dari kelembapan, suhu
lingkungan (suhu lebih tinggi mempercepat pertumbuhan nyamuk) (CDC,
2018). Anopheles sp. Mencari makan pada malam hari, sekitar pukul
21.00-22.00 dan 04.00-05.00. Namun, ada beberapa spesies nyamuk ini
yang selalu ditemukan pada setiap jam. Habitat Anopheles sp. yaitu
sungai, kubangan, sawah, danau, kobakan, tapak kaki, kubangan kerbau,
tapak kaki kerbau dan genangan air (Kazwaini dan Mading, 2015).
10

Gambar 7. Morfologi Anopheles sp. (CDC, 2018).

Menurut CDC (2018), Anopheles sp. memiliki 4 siklus hidup, yaitu


telur, larva, pupa dan dewasa. Tiga tahap pertama adalah fase akuatik
selama 5-14 hari terakhir tergantung spesies dan suhu lingkungan,
sedangkan betina dewasa dapat hidup sampai satu bulan (atau lebih di
penangkaran) tetapi kemungkinan besar tidak hidup lebih dari 1-2 minggu
di alam. Betina dewasa mampu meletakkan telurnya di air sekitar 50-200,
menetas 2-3 hari, dan tidak tahan terhadap kering.
Larva Anopheles sp. memiliki kepala dengan mouth brush yang
digunakan untuk makan, toraks besar, perut yang tersegmentasi, dan tidak
punya kaki (Gambar 7). Berbeda dengan nyamuk lain, larva Anopheles sp.
tidak memiliki siphon pernafasan, sehingga tubuhnya sejajar dengan
permukaan air dan hanya menyelam saat terganggu. Larva bernafas
melalui spiracle yang terletak di segmen perut 8 dan karena itu harus
sering datang ke permukaan. Larva berkembang melalui 4 tahap, atau
instars, setelah itu mereka bermetamorfosis menjadi pupa. Pada akhir
setiap instar, larva berganti kulit, mengeluarkan eksoskeleton, atau kulit,
untuk memungkinkan pertumbuhan lebih lanjut.
11

Gambar 8. Larva Anopheles sp. (CDC, 2018).

Pupa Anopheles sp. Berbentuk seperti koma, cephalothorax dengan


perut melengkung. Setelah beberapa hari bentuk pupa, permukaan
dorsalnya akan pecah dan menjadi nyamuk dewasa (Gambar 8). Nyamuk
dapat berkembang dari telur menjadi dewasa hanya dalam waktu 5 hari
tetapi biasanya memakan waktu 10-14 hari dalam kondisi tropis.

Gambar 9. Pupa Anopheles sp. (CDC, 2018).

Anopheles sp. dewasa memiliki tubuh ramping dibagi menjadi 3


bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Kepala dilengkapi dengan proboscis
dan anten. Pada toraks melekat tiga pasang kaki dan sepasang sayap. Perut
khusus untu pencernaan makanan dan perkembangan telur. Darah yang
dihisap akan digunakan sebagai sumber protein untuk produksi telur.
Palps, probosis dan sisik hitam pada sayap menjadi pembeda
morfologi Anopheles sp. dengan nyamuk lain. Anopheles sp. dewasa juga
dapat diidentifikasi dengan posisi istirahat khas, jantan dan betina
beristirahat dengan perut mencuat di udara daripada sejajar dengan
permukaan di mana mereka beristirahat (Gambar 9).
12

Gambar 10. Anopheles sp. Dewasa (CDC, 2018).

Siklus hidup parasit malaria melibatkan dua host (Gambar 10).


Selama menghisap darah, Anopheles sp. yang terinfeksi malaria
menginokulasi sporozoit ke manusia. Sporozoit menginfeksi hepatosit dan
menjadi skizon dewasa, yang pecah dan melepaskan merozoit. (Sebagai
catatan, pada P. vivax dan P. ovale, stadium dorman [hypnozoites] dapat
menetap di hepar dan menyebabkan relaps dengan menginvasi aliran darah
berminggu-minggu, atau bahkan bertahun-tahun kemudian.) Setelah
replikasi awal ini di hepar (skizogoni exo-erythrocytic), parasit mengalami
perkalian aseksual dalam eritrosit (skizogoni eritrositik). Merozoit
menginfeksi eritrosit. Trofozoit fase cincin tumbuh menjadi skizon, yang
pecah melepaskan merozoit. Beberapa parasit berdiferensiasi menjadi
tahap eritrositik seksual (gametosit). Parasit tahap darah bertanggung
jawab atas manifestasi klinis penyakit. Gametosit, jantan (mikrogametosit)
dan betina (makrogametosit), tertelan oleh nyamuk Anopheles sp. saat
menhisap darah. Perbanyakan parasit pada nyamuk dikenal sebagai siklus
sporogonic. Sementara di perut nyamuk, mikrogametosit menembus
makrogametosit yang menghasilkan zigot. Zigot pada gilirannya menjadi
motil dan memanjang (ookinet) yang menyerang dinding midgut nyamuk
13

dimana mereka berkembang menjadi ookists. Ookists tumbuh, pecah, dan


melepaskan sporozoit, yang menuju kelenjar nyamuk air liur nyamuk.
Inokulasi sporozoit ke inang manusia baru melanjutkan siklus hidup
malaria (CDC, 2018)

Gambar 11. Siklus hidup Plasmodium sp. (CDC, 2018).

C. Culex
Nyamuk Culex, adalah salah satu anggota kelompok ‘nyamuk rumah’.
Sifatnya: hematofagik, nokturnal, endofilik, endofagik, memilih air kotor
seperti, air selokan yang kotor dan mampat, di sawah dll. Sebagai tempat
bertelur dan tempat perkembangbiakan (breeding places) (Theresia, 2012).
Sebelum memasuki fase jentik (larva), telur nyamuk culex berbentuk
lonjong menyerupai peluru senapan, beropekulum tersusun seperti bentuk
rakit saling melekat satu sama lain, telur biasanya diletakkan di permukaan
air. Pada fase jentik saat istirahat, posisinya bergantung membentuk sudut
lancip. Pada stadium larva nyamuk Culex memiliki bentuk siphon langsing
dan kecil yang terdapat pada abdomen terakhir dengan rambut siphon yang
berkelompok- kelompok. Jentik nyamuk culex membentuk sudut di tumbuhan
air ( menggantung). Pada stadium pupa, air tube berbentuk seperti tabung
dengan pasa paddle tidak berduri (CDC, 2017).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan :


1. Botol air mineral
2. Air
3. Object glass
4. Pipet tetes
5. Mikroskop cahaya
6. Tissue
B. Cara Kerja
1. Memasukkan jentik nyamuk kedalam botol berisi air
2. Menyiapkan mikropkop cahaya dengan perbesaran lemah
3. Menyiapkan object glass
4. Memindahkan jentik nyamuk sebanyak 3 jentik ke object glass
5. Mengeringkan air yang berada di object glass
6. Mengamati preparat diatas mikroskop
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan

Praktikum pemeriksaan jentik nyamuk dilakukan di laboratorium

parasitologi FK Unsoed. Sampel didapatkan dari jentik nyamuk yang berasal

dari bak kamar mandi yang tidak terpakai. Dari pengamatan yang dilakukan,

mahasiswa diharapkan dapat menentukan spesies jentik nyamuk dan dapat

dilakukan pencegahan terkait penyakit yang berhubungan dengan jenis

nyamuk tersebut. Berikut adalah hasil dan pembahasannya:

a. Lokasi pengambilan: Kediaman Ibu Tri Setiani, Jl. Sunan Kalijaga gang

1, RT 06 RW 01 Berkoh, Purwokerto Selatan.

b. Hari, tanggal pemgambilan: Kamis, 25 Oktober 2018

c. Waktu pengambilan: 13.00 WIB

d. Hari, tanggal pemeriksaan: Jumat, 26 Oktober 2018

e. Hasil pengamatan dengan mikroskop:

Temuan Gambar Ciri-ciri


Larva  Tidak berambut palma
Aedes sp.  Bernafas dengan siphon
 Ukuran siphon pendek
 Comb scale satu baris
 Sedikit antenna hair
 Istirahat membentuk sudut
V. KESIMPULAN

Dari pemeriksaan jentik yang telah dilakukan melalui pengamatan


menggunakan mikroskop ditemukan stadium vektor nyamuk larva Aedes sp dari
sampel air yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2011. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta. Rajawali


Press.

CDC. 2011. Aedes aegypti eggs. Atlantan: CDC

CDC. 2018. Centers for Disease Control and Prevention.


https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/index.html diakses pada 28
Oktober 2018.

Cutwa, M. & O’Meara. 2006. Photographic Guide to FCommon Mosquitos of


Florida. Florida Medical Entomology Laboratory University of Florida

Depkes RI. 2013. Penemuan dan Tatalaksana Penderita Demam Berdarah


Dengue. Jakarta.

Harfriani, Haqkiki. 2012. Efektifitas Larvasida Ekstrak Daun Sirsak Dalam


Membunuh Jentik Nyamuk. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 7(2) :
164-169

Hoedojo, R dan S. Sungkar. 2013. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat.


Jakarta. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jacob, A., Pijoh, V., Wahongan, GJP. 2014. Ketahanan Hidup Dan Pertumbuhan
Nyamuk Aedes spp Pada Berbagai Jenis Air Perindukan. Jurnal e-
Biomedik (eBM). Vol 2(3)

Juhanudin, N dan Leksono, AS. 2013. Distribusi Spasial Nyamuk Diurnal Secara
Ekologi Di Kabupaten Lamongan. Jurnal Biotropika. Vol 1(3) : 124-128

Kazwaini, M. dan Mading M. 2015. Jenis dan Status Anopheles spp. sebagai
Vektor Potensial Malaria di Pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol 14 No 2 : 96 — 1U5.

Sekar Sari, W.D. 2010. Efektifitas Ekstrak Daun Babdanotan (Ageratum


conyzoides L) Terhadap Mortalitas Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara

Setyowati, E.A. 2013. Biologi Nyamuk Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam
Berdarah. Universitas Jenderal Soedirman.

Anda mungkin juga menyukai