Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Computer Assisted Tomografi (CAT) atau Computed Tomografi (CT)
diperkenalkan sejak tahun 1970 oleh Goldfrey Housfield seorang insinyur EMI
Limited London dengan James Ambrosse seorang teknisi dari Atkinson Morley’s
Hospital di London Inggris Pada tahun 1970 (Balinger, 1995)
CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, computer dan
televisi, pada CT-Scan komputer menggantikan peranan film dan kaset. Prinsip
dasarnya yaitu tabung sinar-x memutari pasien dan menyinari kemudian masing-
masing detektor yang berhadapan dengan tabung.sinar x menangkap sisa-sisa
sinar-x yang telah menembus pasien. Semua data dikirimkan ke komputer untuk
selanjutnya dilanjutkan pengolahan. Hasil pengolahan ditampilkan dilayar
monitor dalam bentuk penampang bagian tubuh ( Rasad, 1992). Keunggulan dari
teknologi inilah yang dimanfaatkan untuk dapat memberikan diagnosa yang
lebih tepat terutama kelainan-kelainan di dalam otak, seperti adanya tumor
(Graber, 2002). Kelebihan dari CT-Scan dibandingkan dengan radiografi
konvensional adalah dapat membedakan soft tissue, lemak, udara dan tulang
pada irisan crossectional dan dapat direformat menjadi 3 dimensi sehingga
terlihat jelas tanpa terhalang oleh jaringan (Grainger, 1992).
Hemiparese adalah manifestasi klinis dari stroke dimana terjadi
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh kanan atau kiri, yang menyebabkan
terjadinya gangguan kapasitas fisik maupun fungsional (etd.eprints.ums).
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut
mengenai teknik pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasus Hemiparese di
Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung dengan judul “Teknik
Pemeriksaan CT-Scan Kepala Dengan Kasus Hemiparese di Instalasi
Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung” .

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kasus
Hemiparese di Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan karya tulis ini yaitu:
1. Sebagai salah satu tugas Praktek Kerja Lapangan III Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Yayasan Citra Bangsa Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan CT-Scan dengan kasus
Hemiparese di Instalasi RSUD Kabupaten Temanggung.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan tugas laporan ini antara lain:
1. Bagi penulis, dapat membuka wawasan serta memperdalam
pengetahuan penulis tentang proses pemeriksaan CT-Scan dengan
kasus Hemiparese di RSUD Kabupaten Temanggung.
2. Bagi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Yayasan Citra
Bangsa Yogyakarta, guna menambah wacana pengetahuan mahasiswa
dan mahasiswi tentang pemeriksaan CT-Scan dengan kasus
Hemiparese.

2
1.5 Sistematika Penulisan
Guna memudahkan dalam memahami isi tugas laporan ini, maka penulis
membuat sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulis, dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
Berisi tentang Anatomi dan Fisiologi dari Otak, Patologi Stroke, dan
teknik pemeriksaan dari CT-Scan.
BAB III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang paparan kasus, pelaksanaan pemeriksaan, hasil
pemeriksaan, dan pembahasan.
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Otak (Moore, 2002)


2.1.1. Anatomi dan fisiologi Meningia
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningia yang
melindungi selaput saraf yang halus dan membawa pembuluh darah ke
otak, dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebro spinal
memperkecil benturan dan goncangan.
Meningia terdiri dari tiga lapisan :
a. Piamater
Lapisan ini terletak di dalam celah yang ada pada otak dan
sumsum tulang belakang.
b. Arakhnoid
Lapisan ini merupakan selaput halus yang memisahkan piamater
dan duramater. Membran arakhnoida merupakan membran halus yang
pada tempat tertentu berfungsi dengan piameter dan pada tempat lain
terpisah dari piameter disebut ruang subarakhnoida.
c. Duramater
Lapisan ini merupakan lapisan yang padat dan keras. Duramater
terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan luar yang melapisi tengkorak dan
lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar, kecuali pada bagian
tertentu. Dimana duramater membentuk bagian Falx serebri dan
tentorium serebri.
Sistem Ventrikuler terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang
berhubungan satu sama lain. Ke dalam rongga-rongga itulah plexus
khoroid menyalurkan cairan serebro spinal. Plexus khoroid dibentuk
oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat halus dan ditutupi
oleh bagian piamater yang membelok ke dalam ventrikel dan
menyalurkan cairan serebro spinal.
Cairan serebro spinal adalah hasil ekskresi plexus khoroid.
Cairan ini bersifat alkali, bening mirip plasma. Tekanannya adalah 60
sampai 140 mm air. Cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke
dalam ventrikel-ventrikel yang ada di dalam otak, cairan itu masuk ke
dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan ruang
subarakhoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel keempat.
Setelah itu cairan melintasi ruangan di seluruh permukaan otak dan

4
sumsum tulang belakang kemudian kembali ke sirkulasi vena
melalui granulasi arakhnoid pada sinus sagitalis superior.
Fungsi cairan serebro spinalis :
1. Kelembaban otak dan medulla spinalis.
2. Melindungi alat-alat dalam medulla spinalis dan otak dari tekanan.
3. Melicinkan alat-alat dalam medulla spinalis dan otak.

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Otak (www.medicastore.com)


Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan suatu komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf
sentral yang yang terletak dari rongga tengkorak (kranium) yang
dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Otak berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal, yang disebut otak
depan, otak tengah dan otak belakang.
a. Otak depan menjadi belahan otak (hemispherium cerebri, korpus
striatum dan talami (thalamus dan hipotalamus).
b. Otak tengah disebut disensefalon
c. Otak belakang menjadi pons varoli, medulla oblongata dan
cerebellum. Ketiga bagian ini membentuk batang otak.

Gambar a. Gambar b.

Gambar a. (potongan axial otak ).Gambar b. (potongan lateral otak)

Cerebrum (otak besar) mengisi bagian depan dan atas rongga


tengkorak, yang masing-masing disebut fossa kranialis anterior dan
fossa kranilais media.

5
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
a. Lobus frontalis, yaitu bagian dari serebrum yang terletak di depan
sulkus sentralis.
b. Lobus parietalis, terletak di depan sulkus sentralis dan dibelakangi
oleh karako oksipitalis.
c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fissure serebralis
dan di depan lobus aksipitalis.
d. Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang serebrum.
Ganglia Basalis merupakan kumpulan badan sel saraf di dalam
diensefalon dan mesensefalon yang berfungsi pada aktifitas motorik
(menghambat tonus otot, menentukan sikap), gerakan dasar yang
terjadi otomatis seperti ekspresi wajah dan lenggak lenggok waktu
berjalan.
Substansi putih. Terletak lebih dalam dan terdiri dari serabut
saraf milik sel-sel pada korteks. Pada hemisfer otak terdiri dari serabut
saraf yang bergerak dari korteks dan ke dalam korteks menyambung
sebagai pusat pada otak dengan sumsum tulang belakang.
Kapsula interna. Terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik
dan sensorik yang menyambung korteks serebri dengan batang otak
dan sumsum tulang belakang. Pada saat melintasi substansi kelabu,
berkas saraf ini berpadu satu sama lain dengan erat.
Fungsi serebrum terdiri dari:
1. Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani: aktifitas normal, akal,
intelegensi, keinginan dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.
Batang Otak. Diensefalon ke atas berhubungan dengan serebrum
dan medulla oblongata ke bawah dengan medulla spinalis. Serebrum
melekat pada batang otak dibagian medulla oblongata, pons varoli dan
mesensefalon. Hubungan serebelum dengan medulla oblongata
disebut korpus retiformi, serebelum dengan pons varoli disebut
brakium pontis dan serebelum dengan mesensefalon disebut brakium
konjungtiva.

6
Batang otak terdiri dari ; Diensefalon, bagian batang otak paling
atas terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon, kumpulan dari
sel saraf yang terdapat dibagian depan lobus temporalis terdapat
kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping.
Fungsi dari Diensefalon:
a. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari 4 bagian yang
menonjol keatas, 2 disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan 2 sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus
inferior.
b. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon
dan pons varoli dengan serebelum, terletak dibagian depan
serebelum di depan otak tengah dan medulla oblongata disini
terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan
reflek.
c. Medula oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.
Bagian bawah medulla oblongata merupakan persambungan
medulla spinalis ke atas dan bagian atas medulla oblongata
melebar disebut kanalis sentralis didaerah tengah bagian ventral
medulla oblongata.
Medulla oblongata berfungsi menghantarkan impuls dari medulla
spinalis dan otak yang terdiri dari:
1. Mengontrol pekerjaan jantung.
2. Mengecilkan pembuluh darah.
3. Pusat pernafasan.
4. Mengontrol kegiatan refleks.

Cerebellum (otak kecil). Terletak pada bagian bawah dan


belakang tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh fissure
transveralis dibelakangi oleh pons varoli dan di atas medulla
oblongata.
Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris merupakan
pusat koordinasi dan itegrasi. Bentuknya oval, bagian yang mengecil
pada sentral disebut vermis dan bagian yang meleber pada lateral
disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui
pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi).

7
2.2. Patologi Stroke (www.medicastore.com)
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter
100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh
darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang
lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries)
dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami
perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang
“abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore
hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut
sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur
anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah
hanya dapat merusak dan menyela di antara selaput akson massa putih
tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh
pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko
kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara
30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal

8
Dasar-dasar CT-Scan (Bambang B, 2002)
CT–Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer,
dan televisi. Prinsip kerjanya yaitu berkas sinar-x yang terkolimasi dan
adanya detector. Di dalam komputer terjadi proses pengolahan dan
perekonstruksian gambar dengan penerapan prinsip matematika atau yang
lebih dikenal dengan rekonstruksi algoritha.
Setelah proses pengolahan selesai maka data yang telah diperoleh
berupa data digital yang selanjutnya diubah menjadi data analog untuk
ditampilkan ke layar monitor. Gambar yang ditampilkan dalam layar
monitor berupa informasi anatonis irisan tubuh. Pada CT–Scan prinsip
kerjanya hanya dapat menscaning tubuh dengan irisan melintang tubuh.
Namun dengan memanfatkan teknologi komputer maka gambaran aksial
yang telah didapatkan dapat direformat kembali sehingga didapat gambaran
koronal, sagital, oblik, diagonal bahkan bentuk 3 dimensi dari obyek
tersebut.

2.3.1. Komponen dasar CT-Scan (Bambang B, 2002)


CT-Scan mempunyai 2 komponen utama yaitu scan unit dan
operator konsul. Scan unit biasanya berada di dalam ruang pemeriksaan
sedangkan konsul letaknya terpisah dalam ruang kontrol. Scan unit terdiri
dari 2 bagian yaitu meja pemeriksan (couch) dan gantry.
Bagian-bagian dari CT-Scan :
a. Gantry
Di dalam CT-Scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan
meja tersebut bergerak menuju gantry. Gantry ini terdiri dari
beberapa perangkat yang keberadaanya sangat diperlukan untuk
menghasilkan suatu gambaran, perangkat keras tersebut antara lain
tabung sinar-x, kolimator dan detector.
b. Meja pemeriksaan (couch)
Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan
pasien. Meja ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya
bahan ini maka sinar-x yang menembus pasien tidak terhalangi
jalannya menuju ke detector. Meja ini harus kuat dan kokoh
mengingat fungsinya untuk menopang tubuh pasien selama meja
bergerak ke dalam gantry.

9
c. Sistem konsul
Konsul tersedia dalam beberapa variasi. Model yang lama
masih mengunakan dua sistem konsul yaitu untuk pengoperasian
CT-Scan sendiri dan untuk untuk perekaman dan untuk pencetak
gambar. Model yang baru sudah memakai sistem satu konsul
yang memiliki banyak kelebihan dan fungsi. Bagian dari sistem
konsul yaitu : sistem kontrol, sistem pencetak gambar dan sistem
perekam gambar.

2.3.2. Parameter CT-Scan (Tortorici, 1995)


Dalam CT-Scan dikenal beberapa parameter untuk
pengontrol eksposi dan output gambar yang optimal. Adapun
parameternya adalah:
a. Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari
obyek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 mm-10
mm sesuai dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan
menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah
sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan detail yang
tinggi. Jika ketebalan meninggi akan timbul artefak dan bila
terlalu tipis akan terjadi noise.
b. Range
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa
slice thickness. Pemanfaatan range adalah untuk
mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu
lapangan pemeriksaan.
c. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah factor-faktor yang berpengaruh
terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung

11
(mA) dan waktu eksposi (s). Tegangan tabung biasa dipilih
secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan.
d. Filed Of View (FOV)
FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang
akan direkonstruksi. Biasanya bervariasi dan berada pada
rentang 12-50 cm. FOV yang kecil akan meningkatkan
resolusi karena FOV yang kecil mampu mereduksi ukuran
pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih
teliti. Namun bila ukuran FOV lebih kecil maka area yang
mungkin dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit
untuk dideteksi.
e. Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang
vertical dengan gantry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang
penyudutan antara -250 sampai +250. penyudutan gantry
bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing
kasus yang dihadapi dan mengurangi dosis radiasi terhadap
organ-organ yang sensitive.
f. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dari kolom
picture elemen (pixel) dalam proses perekonstruksian
gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu
struktur elemen dalam memori komputer yang berfungsi
untuk merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks
berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi
matriks yang dipakai maka semakin tinggi resolusinya.
g. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang
digunakan dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan
karakteristik dari gambar CT-Scan tergantung pada kuatnya
algorithma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi gambar

12
yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka
gambaran seperti tulang, soft tissue dan jaringan-jaringan lain
dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.
h. Window Width
Window width adalah rentang nilai computed tomografi
yang dikonversi menjadi gray levels untuk di tampilkan
dalam TV monitor. Setelah komputer menyelesaikan
pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks dan
algorithma maka hasilnya akan di konversi menjadi skala
numeric yang dikenal dengan nama nilai computed
tomografi. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield
Unit).
Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.
Untuk tulang mempunyai +1000 HU kadang sampai +3000
HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki –
1000 HU. Jaringan atau substansi lain dengan nilai berbeda-
beda tergantung pada tingkat pelemahannya. Jadi,
penampakan tulang pada monitor menjadi putih dan
penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan
dikonversi menjadi warna abu-abu yang bertingkat yang
disebut gray scale. Khusus untuk daerah yang semula dalam
penampakanya berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika
diberi media kontras iodine.
i. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang
digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih
dan tergantung pada karakteristik pelemahan dari struktur
obyek yang diperiksa. Window level menentukan densitas
gambar yang akan dihasilkan.

13
2.3.3. Teknik Pemeriksaan CT–Scan Kepala (Bontrager, 2001)
a. Indikasi Pemeriksaan
1. Penyakit bawaan (kelainan congenital)
2. Trauma
3. Peredaran darah yang tidak normal
4. Tumor
5. Penyakit Inflamasi
b. Persiapan pemeriksaan
1. Persiapan pasien
Pastikan pasien dalam keadaan tenang pada saat
pemeriksaan akan berlangsung dan selama
pemeriksaan berlangsung. Serta melepaskan benda-
benda asesoris yang mengandung logam, karena
akan menyebabkan artefak. Fiksasi kepala pada head
holder dengan head clamp. Untuk kenyamanan
pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada
ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi
selimut.
2. Persiapan alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
CT–Scan kepala dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Peralatan steril
1. Alat-alat suntik
2. Spuit
3. Kasa dan kapas
4. Alcohol
b) Peralatan nonsteril
1. Pesawat CT–Scan
2. Timer
3. Tabung oksigen
4. Head holder

14
5. Head clamp
6. Kamera monitoring pasien
3. Teknik pemeriksaan
a) Posisi pasien : Pasien berbaring
supine di atas meja pemerikasaan. Kedua lengan
di samping tubuh, kedua kaki lurus dan kepala
berada di atas headrest (bantalan kepala). Posisi
pasien diatur senyaman mungkin.
b) Posisi objek : Kepala hiperfleksi dan
diletakkan pada head holder. Kepala diposisikan
sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan
lampu indicator longitudinal dan interpapillary
line sejajar dengan lampu indicator horisontal.
Lengan pasien diletakan di atas perut atau di
samping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan
kepala dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi
dengan sabuk khusus pada head holder dan
meja pemeriksaan.

c) Scan parameter (Tortorici, 1995)


a. Scanogram : kepala lateral
b. Range : range I dari basisi crani
sampai pars petrosus dan
range II dari pars petrosus
sampai vertek.
c. Slice thickness : 2-5 mm pada daerah fossa
Posterior (foramen
magnum sampai
tentorium) ; 8-10 mm pada
daerah hemisfer

15
(tentorium sampai vertek).
d. FOV : 24 cm
e. Gantry tilt : sudut gantry tergantung
pada besar kecilnya sudut
yang terbentuk oleh orbito
meataline (OML) dengan
garis vertical.
f. kV : 120
g. mA : 130
h. Reconstruction algorithm : kondisi otak.
i. Window Width : 0 – 90 HU (otak
supratentorial)
: 110 – 160 HU (otak pada
fossa posterior)
: 2000 – 3000 HU (tulang)
j. Window Level : 40 – 45 HU (otak
supratentorial)
: 30 – 40 HU (otak pada
fossa posterior)
: 200 – 400 HU (tulang)

16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Penelitian


Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data-data yang ada
mengenai pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kasus Hemiparese di
Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten Temanggung maka didapatkan
hasil sebagai berikut :
1. Identitas pasien
Adapun identitas pasien pada pemeriksaan CT-Scan Kepala
pada kasus Hemiparese di Instalasi Radiologi RSUD Kabupaten
Temanggung sebagai berikut :
Nama : Bp. S
Umur : 46 th
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Wonosari, Bulu
Tanggal Pemeriksaan : 28 0ktober 2010
Dokter Pengirim : dr. Basuki Sp. S.
Dokter Pembaca : dr. Sulistijawati Sp. Rad.
Permintaan foto : CT-Scan kepala
Nomor foto : 230. 10
Diagnosa : Hemiparese Sinistra

2. Prosedur pemeriksaan CT-Scan Kepala


1. Persiapan Pasien
Pastikan pasien dalam keadaan tenang pada saat pemeriksaan
akan berlangsung dan selama pemeriksaan berlangsung. Serta
melepaskan benda-benda asesoris yang mengandung logam, karena
akan menyebabkan artefak. Fiksasi kepala pada head holder dengan
head clamp. Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan

17
dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi
selimut.
2. Persiapan alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan CT – Scan
kepala dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Peralatan steril
1. Alat-alat suntik
2. Spuit
3. Kasa dan kapas
4. Alcohol
b) Peralatan nonsteril
1. Pesawat CT–Scan
2. Selimut
3. Tabung oksigen
4. Head holder
5. Head clamp
6. Film CT-Scan (Dry Pix Fujifilm) ukuran 35 x 43 cm
3. Teknik pemeriksaan
a. Posisi pasien : Supine di atas meja pemerikasaan dengan
posisi kepala diatur sedemikian rupa
sehingga simetris berada pada pertengahan
gantry.
b. Posisi objek : Mid sagital plane
obyek berada pada pertengahan head holder
(tempat kepala). Kepala diposisikan sehingga
mid sagital plane segaris dan berhimpit
dengan lampu indikator sagital dan
interpupillary line segaris dan berhimpit
dengan lampu indikator axial. Meatus
Acoustic External segaris dan berhimpit
dengan lampu indikator coronal. Lengan

18
pasien diletakan di atas perut atau di samping
tubuh. Untuk mengurangi pergerakan kepala
dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi dengan
sabuk khusus pada head holder dan meja
pemeriksaan.
c. Scan parameter
1. Scanogram : kepala lateral
2. Range : Range I dari basisi cranii sampai
vertek. Range II sejajar
palatum melewati medulla
oblongata.
3. Slice thickness : 10 mm
4. FOV : 24 cm
5. Gantry tilt : sudut gantry tergantug pada
besar kecilnya sudut yang
terbentuk oleh supra orbito
meataline (SOML) dengan
garis vertical.
6. kV : 120
7. mA : 130
8. Reconstruction algorithm : kondisi otak.
9. Window Width : 105
10. Window Level : 65

19
4. Hasil Scaning
a. Hasil scanogram kepala

b.Slice 8-9 (tampak lesi hypodens di corona radiata bilateral)

Gambar slice 8.

Gambar slice 9.

20
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pemeriksaan CT-Scan kepala
pada pasien dengan kasus Himiparese di Instalasi Radiologi RSUD
Kabupaten Temanggung. menggunakan slice thickness 10 mm.
Secara teori pemeriksaan CT-Scan kepala menggunakan tebal irisan
(Slice ticknes) tidak lebih 5 mm untuk basis cranii dan fossa cranialis
posterior. Kemudian diteruskan ke atas sella tursica dengan ketebalan 10 mm
atau 8 mm. Ketebalan tidak lebih dari 5 mm karena untuk mengurangi atau
meminimalkan artefact pada fossa cranialis posterior. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kasus Hemiparese di Instalasi Radiologi
RSUD Kabupaten Temanggung menggunakan ketebalan irisan (Slice
tickness) 10 mm pada fossa cranialis posterior maupun basis cranii dan fossa
cranialis posterior. Menggunakan Slice tickness 10 mm di Instalasi Radiologi
RSUD Kabupaten Temanggung dengan tujuan untuk menjaga efisien dan
efektivitas pemakaian tabung dan gantry. Semakin sedikit potongan atau
scanning yang dilakukan, maka usia tabung semakin awet. Slice tickness
sebesar 10 mm dianggap sudah dapat memberikan diagnosis yang baik.

BAB IV
PENUTUP

21
4.1. Kesimpulan
Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala pada pasien dengan kasus
Hemiparese di Instalasi RSUD Kabupaten Temanggung. menggunakan Slice
thickness 10 mm.

4.2. Saran
Sebaiknya dalam pemeriksaan CT-Scan di Instalasi Radiologi RSUD
Kabupaten Temanggung, pasien menggunakan apron mengingat radiasi yang
diterima pasien sangat besar.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related


Anatomy. Missouri : Mosby, Inc.
Moore, Keith L., Anne M.R.Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta :
Hipokrates
Burgere, F.A. Kornmano, M.1996. Differential Diagnostik in Computet
Tomography. Thieme, stuttgart-New York.2-39.
Bambang B Dasar-dasar Pemeriksaan SC Scan. Dalam : kompulan makalah PKB
Pencitraan CT-Scan kepala. 2002. PDSRI Cabang IX Surakarta. Surakarta
1-4.
Tortorici, M.R, 1995, Advance Radiographic and Angiographic Procedures with
an introduction to Specialized Imaging. F.A. Davis Company. Philaelphia.
www.medicastore.com
www.radiologyinfo.com

23

Anda mungkin juga menyukai