Anda di halaman 1dari 7

Kerusakan Daging Sapi Akibat Aktivitas Mikroba

1.1 Pendahuluan

Semakin pesat nya pertumbuhan penduduk maka begitu pula pesat nya kebutuhan
pangan.salah satu contoh nya adalah daging . dimana daging adalah salah satu makanan yang
paling diminati di seluruh dunia , karena rasa yang enak dan pula kandungan gizi dan protein
Daging segar, memiliki komposisi zat gizi sebagai berikut: air, protein, lemak, kalsium,
fosfor, besi, vitamin A, dan vitamin B; sedangkan jenis – jenis asam amino yang terdapat
dalam daging terdiri dari asam amino essensial, seperti: arginin, histidin, isoleusin, leusin,
lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin; dan asam amino non-essensial, seperti:
alanin, asam aspartat, sistin, asam glutamat, glisin, prolin, serin, serta tirosin (Muhtadi, dkk,
2010; Ayustaningwarno, 2014).

Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, jenis daging karkas, proses
pengawetan, penyimpanan, dan metode pengepakan. Selain itu, komposisi kimia daging
juga sangat dipengaruhi oleh kandungan lemaknya; daging tanpa lemak mengandung 70%
air, 9% lemak, serta 1% abu. Dengan meningkatnya kandungan lemak, maka kandungan
air dan proteinnya akan menurun (Muhtadi, dkk, 2010). Lemak daging merupakan
cadangan gizi, karena memiliki asam lemak jenuh dan tak jenuh; seperti halnya daging sapi,
mengandung 44% asam lemak jenuh, 50% asam lemak tak jenuh tunggal, dan 4% asam
lemak tak jenuh ganda (Lean, 2013). Lemak sapi, kaya akan asam stearat, asam palmitat,
dan asam oleat (Lawrie, 1991). Tetapi ketika daging dipotong ternyata mengandung
mikroba yang dapat merusak daging Menurut (Rahayu, 2006) setelah ternak dipotong,
mikroba yang terdapat pada hewan mulai merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani
cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penanganan yang baik.
Kerusakan daging segar biasanya disebabkan oleh bakteri perusak dan pembusuk
seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Acinetobacter, Moraxella, dan Aeromonas, kapang
seperti Thamnidium, Mucor, Rhizopus, Cladosporium, Penicillium, Sporotrichum, dan
Chrysosporium, serta khamir seperti Candidadan Rhodoturula (Jay et al., 2005)
Mikroba yang paling banyak mengkontaminasi daging adalah bakteri, seperti
Enterococcus, Acinetobacter, Aeromonas, Micrococcus, Moraxella, Leuconostoc,
Lactobacillus, Bacillus, Flavobacterium, Clostridium, Escherichia, Campylobacter, dan
Salmonella (Frazier dan Westhoff, 1988).
Begitu pula dengan Kosmetik dimana juga dapat dipengaruhi oleh Bakteri
II.Mikroba yang dapat merusak daging Sapi
Salah satu Mikroba nya adalah Pseudomonas aeruginosa dimana menurut (widowati dkk.,
2014) Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri patogen pada manusia, sifat bakteri invasif dan
toksigenik sehingga bagi pasien yang memiliki daya tahan tubuh rendah dapat terserang
infeksi, selain itu bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat mengganggu saluran pencernaan
manusia oleh enterotoksin, sehingga mengalami keracunan makanan.

Bakteri ini berupa bakteri batang gram negative dan dapat berbentuk tunggal bakteri ini
tergolong aerob obligat dan pergerakan dari bakteri ini bergerak secara flagelata dan
berkapsul, bakteri ini juga tak menghasilkan spora serta tidak bereaksi dengan karbohidrat
Dan Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit bagi manusia serta tahan dengan antibiotik.

Bakteri P. aeruginosa dapat mengalami resistensi terhadap berbagai jenis antibiotika


(Nazhifah, et al., 2013). Resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat mengakibatkan lamanya
waktu penyembuhan, meningkatkan resiko kematian,memperbanyak carrier di masyarakat,
memperbanyak bakteri yang resisten, dan memperpanjang masa rawat inap di rumah sakit
(Utami, 2012). Pada beberapa penelitian telah terbukti bahwa P. aeruginosa telah resisten
terhadap beberapa antibiotik, dari 25 jenis antibiotik yang digunakan, bakteri P. aeruginosa
telah resisten terhadap lebih dari 50% antibiotik uji (Rukmono, 2013).

Bakteri ini dapat tumbuh pada bahan – bahan pangan yaitu, daging seperti ikan, daging sapi,
daging ayam, susu dan telur, bakteri ini dapat diindetifikasi jika pada daging timbul seperti :

- Adanya lender di permukaan


- Adanya fosforensi dimana fosforensi artinya perubahan warna pada daging
untuk p.aeruginosa bewarna biru
- Dan berada pada suhu 5-10 oc

Tabel 1.1 Bakteri “Pseudomonas Aeruginosa”


Selain itu ada juga bakteri Salmonella sp.merupakan bakteri batang lurus, Gram negatif, tidak
berspora, dan bergerak dengan flagel peritrik kecuali Salmonella pullorum dan
Salmonella gallinarum(Jay,et al, 2005).Bakteri Salmonella pertama kali ditemukan tahun
1885 pada tubuh babi oleh Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis),
namun Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika (Ryan KJ dan
Ray CG, 2004).

Taksonomi dari Salmonella sp adalah sebagai berikut :

Kerajaan: Bacteria

Filum: Proteobakteria

Kelas: Gamma Proteobakteria

Ordo: Enterobakteriales

Famili: Enterobakteriaceae

Genus: Salmonella

Spesies: S. enterica dan S. Bongori

(Sumber: D’aoust, 2001)

Tabel 1.2 Bakteri Salmonella sp


Salmonella merupakan bakteri yang paling umum menyebabkan penyakit
keracunan makanan di negara berkembang. Penyakit yang disebabkan oleh
Salmonella disebut salmonellosis. Salmonellosis dibagi menjadi dua grup besar yaitu
non-typhoid salmonellosis atau gastroenteritis dan typhoid salmonellosis atau demam
enterik. Pada gastroenteritis infeksi bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan
pada demam enterik infeksi bakteri terjadi pada keseluruhan sistem (Del Portillo, 2000).

Menurut Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa Salmonella umumnya


dapat tumbuh pada media yang memiliki aw di atas 0,94 dan pH 4,1-9,0 dengan pH
optimum 6,5-7,5. Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada serotipe, suhu inkubasi,
komposisi media, aw, dan jumlah sel. Pada pH di bawah 4,1, Salmonella akan mati
secara perlahan. Selain itu Salmonella dapat tumbuh pada suhu 5-47°C, dengan suhu
optimum 35-37°C.

- Penanganan Untuk Menghambat pertumbuhan Mikroba “Pseudomonas aeruginosa”

Untuk menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan bawang putih dimana memiliki
kemampuan sebagai antibakteri, hal ini didukung oleh penelitian Lingga dkk. (2005),
yang menyatakan bahwa bawang putih dapat bersifat antibakteri terhadap bakteri gram
positif dan negatif. Dimana Bahan aktif kimia dari bawang putih yang mempunyai khasiat
sebagai antibakteri yaitu allicin yang merupakan salah satu zat aktif pembunuh bakteri
patogen (Watanabe, 2001). Menurut Gull dkk. (2012), spesies mikroba bakteri yang
pertumbuhannya dapat dihambat oleh bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli resisten, Bacillus subtilis,
Klebsiella pneumoniae, Shigella sonnei, Staphylococcus epidermidis dan Salmonella typhi.
- Kerusakan Bahan Komestik Akibat Mikroba

-Refrensi pustaka

1.Rahayu, E.S. 2006. Amankan Produk Pangan Kita : Bebaskan dari Cemaran Berbahaya.
Apresiasi peningkatan mutu hasil olahan pertanian. Yogyakarta : Dinas Pertanian Propinsi
DIY dan Kelompok Pemerhati Keamanan Mikrobiologi Produk Pangan

2. Widowati, W., Astiana S. dan Raymond J.R.2008. Efek Toksik Logam, Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

3. Nazhifah, Rustini, Darwin , D., 2013. Uji Sensitivitas Isolat Bakteri dari Pasien Luka
Bakar di Bangsal Luka Bakar RSUP DR. M. Djamil Padang. Prosiding Seminar Nasional
Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III, ISSN: 2339-2592, hal. 214.

4. Utami, P. 2012. Antibiotik Alami untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta : AgroMedia
Pustaka.

5. Rukmono P. 2013. Neonatologi praktis. Bandar Lampung: AURA.

6.Watanabe, T. 2001. Garlic Therapy. Dialih bahasakan oleh Sumintadiredja: Penyembuhan


dengan Terapi BawangPutih. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

7. Lingga, ME dan Rustama, MM. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Air dan
Etanol Bawang Putih (Allium sativumL.) terhadap Bakteri Gram Negatif dan
Gram Positif yang Diisolasi dari Udang Dogol (Metapenaeus monoceros), Udang
Lobster (Panulirus sp)dan Udang Rebon (Mysis dan Acetes). Jurnal Biotika. 5 (2).

8. Gull, I., Saeed, M., Shaukat, H., Aslam, SH., Samra, ZQ., Athar, AM. 2012.
Inhibitory Effect of Allium sativumand Zingi berofficinaleExtracts on Clinically
Important Drugresistant Pathogenic Bacteria. Annals of Clinical Microbiology and
Antimicrobials. 11 (8): 1-6.
9. Muhtadi, T. R., Sugiyono, Ayustaningwarno, F., 2013, Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan,
Alfabeta, Bandung

10.Lean, M. E. J., 2013, Ilmu Pangan, Gizi & Kesehatan, Edisi ke 7, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta

11. Lawrie RA. 1991. Meat Science. 5th edOxford: Pergamon Press; (Chapter 10)

12. Jay, J. M., M. J. Loessner, dan D. A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology
Seventh Edition. Springer Science and Bussiness Media Inc., USA

14. Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton.

15. D’Aoust, J. Y. 2000. Salmonella. Di dalam: Lund, B. M., T. C. Baird-Parker, G. W. Gould.


(Eds.), The Microbiological Safety and Quality of Food Volume I. Aspen Publishers,
Inc. Gaithersburg, Maryland.

16. Del-Portillo, F. G. 2000. Moleculer and Celluler Biology of Salmonella Pathogenesis. Di


dalam Cary, J. W., J. E. Linz, dan D. Bhatnagar. Microbial Foodborne Disease:
Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Techonomic Publishing Company,
Inc. Cancaster, Pennsylvania, USA.

17. Frazier, W.C. dan P.C Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book Co. Inc.
New York.

18. Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan
Pangan. Penerbit Alumni, Bandung.

19. Boboye BE and Alli AJ. 2008. Cellular Effects of Garlic (Allium sativum) Extract
on Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus aureus. Research Journal of
Medicinal Plant. 2(2) : 19-85.

Anda mungkin juga menyukai