PENDAHULUAN
Sistem khalifah pada masa Bani Umayyah II di Andalusia terjadi pada masa pemerintaahan Abdur Rahman
III yang bergelar al-Nashir. Ia memerintah sekitar 50 tahun dengan berbagai kamajuan di segala bidang, baik
arsitektur, ilmu pengetahuan, pertanian, industri maupun perdagangan. Kemajuan ini mampu dipertahankan oleh
kedua keturunannya, yaitu Hakam II dan Hisyam II. Namun pasca keduanya, Bani Umayyah secara perlahan
mengalami kemunduran sampai akhirnya mengalami kehancuran. Sistem pemerintahan yang berlaku dalam
Bani Umayyah di Andalusia berlangsung secara turun-temurun (Monarchi), anak menggantikan posisi orang
tuanya dalam pemerintahan.
Dalam upaya melegitimasi kekuatan dan kekuasaan politiknya, Bani Umayyah menggunakan kekuatan
militer sebagai pendukungnya. Keberhasilan dan kemajuan yang dicapai Bani Umayyah di Andalusia salah
satunya didapatkan karean para Khalifahnya mampu mengendalikan keahlian dan kecakapan tentaranya yang
terdiri dari terntara bayaran (murtaziqah) yang kuat gabungannya dengan suku Slavia, Frank dan lain-lainya,
seperti Negro dan Barbar (Berber). Disamping itu, Bani Umayyah juga memiliki tentara sukarela yang
berperang untuk menegakkan agama islam. Ada juga golongan, tentara biasa yang dianggotai oleh semua
kaum.
Makalah ini, akan membahas sistem pemerintahan (Khalifah) dan sistem pemerintahan pada masa Abdur
Rahman III, Hakam II dan Hisyam yang dipimpin oleh Ibn Abi Amir.
Sumber: http://www.mustanir.com
B. Sistem Pertahanan
Ketika Abdur Rahman III memproklamirkan diri sebagai khalifah, ia harus menghadapi berbagai
pemberontakan di dalam negeri. Al-Nashir harus menghadapi Raja Ramiro II dari Leon dan Ratu Regent Tota
dari Navarre. Kedua pasukan berhadapan di Alhandage, sebelah selatan Alamanca. Ini merupakan peperangan
terbesar yang dihadapi pasukan al-Nashir selama 27 tahun operasi mereka. bahkan saat itu, pasukan al-Nashir
hampir mengalami kehancuran. Ia sendiri berhasil meloloskan diri.
Ketika Abdur Rahman menghadapi kekuatan dinasti Fathimiyah, Abdur Rahman III mendapatkan bantuan
dari pasukan Afrika Barat dan berhasil menaklukannya. Kekuatan armada laut yang dibentuk khalifah berhasil
menguasai jalur lautan tengah bersama dengan armada Fathimiyah.
Khalifah Abdur Rahman tidak menyukai kelas bangsawan di Spanyol. Sehingga, ia lebih suka merekrut
pasukan non-Arab. Ini menimbulkan gerakan bangsawan Arab menentang kebijakan kepada Khalifah. Dalam
pertempuran al-Khandaq dan dalam pengepungan kota Zamora, militer Arab mengalami kekalahan dan
kehancuran.
Ketika pembangunan istana al-Zahra, sang khalifah melindungi dirinya dengan satu pasukan pengawal, yang
terdiri atas orang slavia yang berjumlah 1.750. Khalifah juga mengepalai angkatan bersenjata yang terdiri atas
ratusan ribu personil. Pada mulanya, nama Slavia diterapkan untuk budak-budak, tawanan dan golongan lainnya
dari suku-suku Slavia yang ditangkap pasukan Jerman, kemdian dijual kepada orang Arab yang kemudian
disandangkan pada orang Franka, Galicia, Lombard dan semacamnya.
Mereka kemudian diarabkan. Berkat bantuan dari kelompok “Janissari” atau “Mamluknya” Spanyol ini,
Khalifah, khalifah tidak hanya sukses menekan pemberontakan dan perampokan, tetapi juga mengurangi
pengaruh kelas bangsawan Arab. Akibatnya penghasilan dan pendapatan negara bertambah. Ini merupakan
dampak dari perkembangan pesat dunia perdagangan dan pertanian. Sebelumnya, Kordova tidak pernah
mengalami kejayaan serupa semacam ini.
Pada masa kekuasaan Hakam II, walaupun kekuatan militernya tidak sekuat pada masa ayahnya. Namun, ia
berhasil membuktikan dirinya sebagai ahli strategi perang. Sancho pimpinan kristen suku Leo dan pemimpin
Kristen lainnya ditundukkan. Dibawah pimpin Ghalib, pasukan Hakam berhasil menghadang kekuatan
Fathimiyah dan berhasil menegakkan kekuasaan Umayyah di Spanyol di Afrika Barat.
Hakam II membentuk polisi rahasia yang terdiri dari orang-orang Barbar, sedangkan tentara khalifah yang
terdiri dari orang Slavia dibubarkan dan diganti dengan tentara baru dari orang-orang Barbar dan orang Nasrani
dari Leon, Castilla dan Navarre.
Kebijakan militer ini diteruskan oleh penggantinya, Hisyam II. Pada masanya, ia merekrut pasukan militer
dari kalangan suku Berber menggantikan militer Arab. Dengan kekuatan militer Berber ini, ia berhasil
menundukkan kekuatan Kristen di wilayah utara Spanyol, dan berhasil memperluas pengaruh Bani Umayyah di
Barat Laut Afrika. Ia akhirnya memegang seluruh cabang kekuasaan negara, sementara sang khalifah tidak lebih
sebagai boneka permainannya.
Ketika Ibn Abi Amir menduduki kekuasaan tertinggi Bani Umayyah, dia membubarkan pasukan pengawal
berkebangsaan Slavia, dan menggantinya dengan satu unit baru yang terdiri atas para parjurit bayaran
berkebangsaan Maroko. Bahkan ia sampai mengurung khalifah di dalam istana.
Dalam bidang militer, Ibn Abi Amir pernah mereformasi mileter, yakni dengan cara mengganti organisasi
militer ala kesukuan dengan angkatan bersenjata. Dengan kekuatan militer yang dimilikinya, ia mampu
menaklukkan negeri-negeri lain seperti Zamora, Barcelona, meruntuhkan Kota Leon beserta tembok dan
menaranya dan berhasil meruntuhkan gereja megah Santiago de Compestella, sebuah tempat ziarah orang
kristen dari seluruh Eropa. Ia meninggal di medan perang pada 1002 M.
Sistem khalifah Bani Umayyah di Andalusia pertama kali dideklarasikan oleh Abdur Rahman III. Suksesi
kepemimpinan dipegang secara turun-temurun, walaupun terkadang, para perwira atau bangsawan sering
memilih orang yang mereka sukai untuk menduduki jabatan penting pemerintahan. Khalifah dibantu oleh
Hajib,wazir, kuttab dan diwan. Disamping itu ada wali yang bertugas di setiap daerah atau propinsi.
Sedangkan sistem pertahanan (militer), Bani Umayyah di Andalusia banyak menggunakan jasa tentara
bayaran, baik dari Slavia, suku Berber atau Negro. Berkat kekuatan militer tersebut, kekusaan Bani Umayyah
berkembang dan meluas di seluruh dataran Spanyol.