Anda di halaman 1dari 336

ANALISIS PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT

KEBAKARAN DIAREA PRODUKSI PLTU PT PJB UP MUARA


KARANG JAKARTA TAHUN 2010

SKRIPSI
Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Strata 1 (S1)

Disusun Oleh:

GYTHA INDRIAWATI AMIN


NIM : 106101003325

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2010

Gytha Indriawati Amin

i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2010

GYTHA INDRIAWATI AMIN, NIM: 106101003325

Analisis Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di Area Produksi PLTU


PT PJB UP Muara Karang Jakarta Tahun 2010
(xxi + 308 Halaman, 89 Tabel, 8 Gambar, Lampiran)

ABSTRAK

PT PJB UP Muara Karang merupakan sebuah anak perusahaan PLN, produsen listrik
yang menyuplai kebutuhan listrik ibukota Jakarta yang mengelola 5 unit PLTU (Pusat
Listrik Tenaga Uap) & 1 unit PLTGU (Pusat Listrik Tenaga Gas Uap). Di PLTU PT PJB
UP Muara Karang telah terjadi 19 kasus kebakaran dari tahun 2006 hingga bulan maret
tahun 2010. Hal telah tersebut telah mengakibatkan kerugian yang besar diantaranya:
hilangnya waktu produksi antara 2 hari hingga 1 bulan, yang otomatis akan mengurangi
beban listrik yang seharusnya dihasilkan sehingga menyebabkan pemadaman listrik di
berbagai daerah. Kerusakan mesin yang harus diperbaiki ataupun diganti dengan mesin
yang baru, serta kerugian materi yang mencapai ratusan juta hingga milyaran rupiah.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya tingkat pemenuhan sistem
tanggap darurat kebakaran yang ada di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang
tahun 2010. Penelitian ini dilakukan pada bulan maret hingga desember tahun 2010.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan dengan wawancara kepada informan dan
melakukan observasi langsung menggunakan daftar checklist standar NFPA dan
KEPMEN PU No.10/KPTS/2010.
Hasil penelitian menunjukan bahwa area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang
memiliki bahaya kebakaran kelas A, B, C dan D dan rata-rata tingkat pemenuhan sistem
tanggap darurat kebakaran sebesar 81.76 %. Office merupakan area dengan tingkat
pemenuhan paling rendah adalah yaitu sebesar 73.58 %. Hal tersebut dikarenakan di
area tersebut tidak terdapat sprinkler, hidran dan tangga darurat. Pintu darurat yang ada
tidak difungsikan sebagaimana mestinya, dan lampu darurat yang ada berwarna putih.
Saran yang diberikan untuk area ini yaitu agar pihak perusahaan menyediakan
sprinkler, hidran, tangga darurat, lampu darurat yang berwarna kuning, menggunakan
pintu darurat pada saat kejadian darurat saja. Melakukan simulasi kebakaran pada waktu
yang tidak terduga dan berbagai kondisi. Serta tetap melakukan pemeriksaan dan
pemeliharaan terhadap seluruh alat proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa
sehingga selalu dalam keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.

Daftar bacaan: 26 (1987-2010)

ii
JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, December 2010

GYTHA INDRIAWATI AMIN, NIM: 106101003325

The Fulfillment Analysis of Fire Emergency Response System in Production Area


PLTU PT PJB UP Muara Karang Jakarta in 2010
(xxi + 308 Pages, 89 Tables, 8 Pictures, Attachments)

ABSTRACT

PT PJB UP Muara Karang is a subsidiary of PLN, power producer that supplies


electricity needs capital city of Jakarta, which manages 5 units of power plant (Steam
Power) & 1 unit of Combined Cycle Power Plant (Gas Steam Power Plant). In the power
plant PT PJB UP Muara Karang have occurred 19 cases of fires from 2006 until March
2010. It already has resulted in huge losses include: loss of production time from 2 days
to 1 month, which automatically reduces the electrical load that should be generated,
causing blackouts in several areas. Damaged engine must be repaired or replaced with a
new engine, as well as achieve material losses of hundreds of millions to billions of
rupiahs.
The general objective of this research is to know the level of compliance with fire
emergency response system that is in production area power plant PT PJB UP Muara
Karang in 2010. This research was conducted in March until the end of 2010. This is a
qualitative research with interviews with the informants and direct observation using
a checklist NFPA standards and Kepmen PU No.10/KPTS/2010.
The result showed that the production area of power plant of PT PJB UP Muara
Karang has the danger of fire class A, B, C and D and the level of compliance with fire
emergency response system that is at 81.76 %. Office is the area with the lowest
compliance rate that is at 73.58 %. That is because in this area got no sprinkler, hydrant
and emergency stair. The emergency exits are not functioned properly and emergency
lights which available got white color.
Suggestions that can be done to this area is that the companies should be providing
sprinkler, hydrant, emergency stair, emergency light which get yellow color. Use the
emergency door at the time of emergency only. Do the simulation of fire at unexpected
time and in every condition. Continue to conduct inspection and maintenance of all fire
protection equipment and life-saving tool so that is always in good condition also ready
for use in any time.

References: 26 (1987-2010)

iii
PANITIA SIDANG SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 20 Desember 2010

Penguji I

Dr. Arif Sumantri, SKM, MKes

Penguji II

Iting Shofwati, ST, MKKK

Penguji III

Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

ANALISIS PEMENUHAN SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN

DI AREA PRODUKSI PLTU PT PJB UP MUARA KARANG JAKARTA

TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Desember 2010

Mengetahui

Dr. Arif Sumantri, SKM, Mkes Iting Shofwati, ST, MKKK

Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II

v
RIWAYAT HIDUP

Nama : Gytha Indriawati Amin

Tempat/Tgl Lahir : Sumedang, 06 Juni 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Desa Cikoneng No.8 Rt.03 Rw.05

Kec.Ganeas Kab.Sumedang Jawa Barat

45356

Email : Gytha.gytha@gmail.com

Telp : 021-95646124/085695501340

Riwayat pendidikan

TK Al-Hidayah Sumedang : 1993-1994

SDN Bojong Koneng Sumedang : 1994-2000

MTS Mahad Al-Zaytun : 2000-2003

MA Mahad Al-Zaytun : 2003-2006

S-1 Kesehatan Masyarakat : 2006 - Sekarang

Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan kenikmatan yang tak

terhingga kepada kita semua. Dengan memanjat rasa syukur atas segala nikmat dan

rahmat-Nya hingga skripsi yang berjudul ” Analisis Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat

Kebakaran Di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Jakarta Tahun 2010” ini

dapat tersusun. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Baginda Besar Nabi

Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya menuju pintu pencerahan.

Skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang

memberikan bantuan,bimbingan, motivasi dan petunjuk. Sekiranya patutlah bagi penulis

untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Keluarga tercinta Bapak Abdul Hamid Amin dan Ibu Karyani, adik-adikku Maurice

dan Vincent atas doa dan dukungan moril dan materiil yang tak henti-hentinya kalian

berikan.

2. Bapak Yuli Prapanca Satar sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

3. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selaku sekretaris Program Studi Kesehatan

Masyarakat dan pembimbing skripsi II atas bimbingan akademik dan pengarahan

membangun dalam proses skripsi..

4. Bapak DR. H. Arif Sumantri SKM. MKES selaku pembimbing I atas bimbingan

akademik dan pengarahan membangun dalam proses skripsi.

5. Bapak Ir. Miftahul Jannah, MM selaku Manajer PT PJB UP Muara Karang yang

telah memberikan ijin penulis untuk melaksanakan penelitian.

vii
6. Bapak Drs. Binor Simbolon selaku supervisor pelatihan SDM beserta staf yang telah

banyak membantu dalam urusan administrasi.

7. Bapak Bambang Wuryanto selaku Deputi Manajer K&LK3, bapak Tugiman selaku

supervisor K3, bapak Agus Susilo beserta staf yang selalu membimbing di lapangan

dan memberikan masukan-masukan bermanfaat selama penelitian berlangsung.

8. JNC (Hasplah, Defriyan, Andri, Ranti, Ekaw, Ranti, Eka M, Annisa, Suzan, Fifi,

Afifa, Nuri), terima kasih atas kebahagian dan tawa yang selalu kalian bagi.

9. Bapak Taryana dan Bapak Wiwin Suhaya beserta keluarga atas support yang telah

diberikan.

10. Andra Ramadhi Putra & Syed Raffay Ali, who taught me how to struggle. The

world's a better place because of man like you. Who take the time to do nice things.

The way you both always do.

11. Teman-teman seperjuangan Kesmas angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Jakarta, Desember 2010

Penulis

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

LEMBAR PENGESAHAN iv

LEMBAR PERSETUJUAN v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xxiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 5

1.3 Pertanyaan Penelitian................................................................................... 6

1.4 Tujuan Penelitian......................................................................................... 6

1.4.1 Tujuan Umum..................................................................................... 6

1.4.2 Tujuan Khusus.................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................... 7

1.5.1 Bagi Mahasiswa.................................................................................. 7

1.5.2 Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan K3......................... 7

1.5.3 Bagi Perusahaan.................................................................................. 7

ix
1.6 Ruang Lingkup............................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Terjadinya Api ............................................................................... 9

2.2 Pengertian Kebakaran.................................................................................. 11

2.3 Penyebab Terjadinya Kebakaran................................................................ 11

2.4 Klasifikasi Kebakaran.................................................................................. 14

2.5 Tingkat Bahaya Kebakaran......................................................................... 15

2.6 Klasifikasi Bangunan................................................................................... 18

2.7 Sistem Tanggap Darurat............................................................................... 22

2.8 Manajemen Tanggap Darurat...................................................................... 24

2.8.1 Organisasi tanggap Darurat................................................................. 24

2.8.2 Prosedur Tanggap Darurat.................................................................. 25

2.8.3 Pelatihan Tanggap Darurat................................................................. 26

2.9 Sarana Proteksi Aktif .................................................................................. 27

2.9.1 APAR.................................................................................................. 27

2.9.2 Alarm.................................................................................................. 33

2.9.3 Sprinkler.............................................................................................. 35

2.9.4 Detektor............................................................................................... 37

2.9.5 Hidran.................................................................................................. 40

2.10 Sarana Penyelamat Jiwa............................................................................. 42

2.10.1 Petunjuk Jalan Keluar...................................................................... 43

2.10.2 Sarana Jalan Keluar......................................................................... 44

2.10.3 Pintu Darurat................................................................................... 46

x
2.10.4 Tangga Darurat................................................................................ 47

2.10.5 Penerangan Darurat......................................................................... 48

2.10.6 Tempat Berhimpun.......................................................................... 48

2.11 Tingkat Pemenuhan..................................................................................... 49

2.11.1 Teknik Skoring................................................................................. 49

BAB III KERANGKA BERFIKIRDAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Berfikir........................................................................................ 51

3.2 Definisi Istilah............................................................................................. 53

3.2.1 Manajemen Tanggap Darurat............................................................ 53

1. Organisasi Tanggap Darurat................................................................ 53

2. Prosedur Tanggap Darurat................................................................... 54

3. Pelatihan Tanggap Darurat Kebakaran............................................. 55

3.2.2 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 55

1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR).................................................... 55

2. Alarm................................................................................................... 56

3. Sprinkler............................................................................................... 57

4. Detektor................................................................................................ 57

5. Hidran Halaman (Outdoor Hydrant).................................................. 58

6. Hidran Ruangan (Indoor Hydrant)..................................................... 59

3.2.3 Sarana Penyelamatan Jiwa.................................................................. 60

1. Petunjuk Jalan Keluar.......................................................................... 60

2. Sarana Jalan Keluar............................................................................. 60

3. Pintu Darurat........................................................................................ 61

xi
4. Tangga Darurat.................................................................................... 62

5. Penerangan Darurat.............................................................................. 62

6. Tempat Berhimpun.............................................................................. 63

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian............................................................................................ 64

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................... 64

4.2.1 Lokasi Penelitian................................................................................. 64

4.2.2 Waktu Penelitian................................................................................. 64

4.3 Informan....................................................................................................... 65

4.4 Metode Pengumpulan Data.......................................................................... 65

1. Data Primer............................................................................................. 65

2. Data Sekunder........................................................................................ 66

4.5 Analisa Data................................................................................................. 67

4.6 Validitas Data............................................................................................... 69

BAB V HASIL

5.1 Gambaran Umum PT PJB UP Muara Karang........................................... 70

5.1.1 Profil PT PJB UP Muara Karang........................................................ 70

5.1.2 Gambaran Departemen K & LK3....................................................... 73

5.1.3 Gambaran Produksi PLTU Unit 4-5 PT PJB UP Muara Karang...... 75

5.2 Bahaya Kebakaran...................................................................................... 76

5.2.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang 76

5.5.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang 80

5.3 Hasil Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Produksi PLTU....... 81

xii
5.3.1 Manajemen Tanggap Darurat............................................................ 81

5.3.1.1 Organisasi Tanggap Darurat........................................................ 81

5.3.1.2 Prosedur Tanggap Darurat........................................................... 87

5.3.1.3 Pelatihan Tanggap Darurat Kebakaran..................................... 89

5.3.1.4 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat 91

Kebakaran Di PLTU....................................................................

5.3.2 Desalination Plant............................................................................... 92

5.3.2.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................. 92

5.3.2.2 Sarana Penyelamat Jiwa............................................................... 103

5.3.2.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat 112

Kebakaran Di Area Desalination Plant PLTU...........................

5.3.3 Ground Floor.................................................................................... 113

5.3.3.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................. 113

5.3.3.2 Sarana Penyelamat Jiwa.............................................................. 131

5.3.3.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat 139

Kebakaran Di Area Ground Floor PLTU...................................

5.3.4 Mezzanine Floor................................................................................. 139

5.3.4.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................... 139

5.3.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa.............................................................. 153

5.3.4.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat 161

Kebakaran Di Area Mezzanine Floor PLTU.............................

5.3.5 Turbine Floor...................................................................................... 161

5.3.5.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................... 161

xiii
5.3.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa.............................................................. 177

5.3.5.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat 186

Kebakaran Di Area Turbine Floor PLTU..................................

5.3.6 Office.................................................................................................. 187

5.3.6.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................... 187

5.3.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa.............................................................. 197

5.3.6.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat 206

Kebakaran Di Area Office PLTU..............................................

5.3.7 Gudang........ ....................................................................................... 206

5.3.7.1 Sarana Proteksi Aktif................................................................... 206

5.3.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa............................................................... 219

5.3.7.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat 227

Kebakaran Di Area Gudang PLTU............................................

5.4 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di 228

Area Produksi PLTU..................................................................................

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian................................................................................ 229

6.2 Bahaya Kebakaran....................................................................................... 229

6.2.1Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang 229

6.2.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang 230

6.3 Manajemen Tanggap Darurat....................................................................... 231

6.3.1 Organisasi Tanggap Darurat............................................................... 232

6.3.2 Prosedur Tanggap Darurat.................................................................. 233

xiv
6.3.3 Pelatihan Tanggap Darurat.................................................................. 236

6.3.4 Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat....................... 238

6.4 Desalination Plant........................................................................................ 239

6.4.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 239

6.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 245

6.4.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area 250

Desalination Plant................................................................................

6.5 Ground Floor................................................................................................ 250

6.5.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 250

6.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 255

6.5.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area 259

Ground Floor.......................................................................................

6.6 Mezzanine Floor.......................................................................................... 259

6.6.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 259

6.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 264

6.6.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area 269

Mezzanine Floor..................................................................................

6.7 Turbine Floor............................................................................................... 269

6.7.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 269

6.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 274

6.7.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area 280

Turbine Floor.......................................................................................

6.8 Office........................................................................................................... 280

xv
6.8.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 280

6.8.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 284

6.8.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area 289

Office...................................................................................................

6.9 Gudang......................................................................................................... 290

6.9.1 Sarana Proteksi Aktif.......................................................................... 290

6.9.2 Sarana Penyelamat Jiwa...................................................................... 293

6.9.3Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area 299

Gudang................................................................................................

6.10 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PLTU PT 299

PJB UP Muara Karang.................................................................................

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan.................................................................................................. 301

7.2 Saran............................................................................................................. 304

Lampiran

xvi
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Bahaya Kebakaran................................................................................ 15

Tabel 2.2 Jarak Antar Bangunan...................................................................... 21

Tabel 2.3 Jenis APAR Berdasarkan Klasifikasi Kebakaran.............................. 28

Tabel 2.4 Luas Area Maksimal Yang Harus Dilindungi Per APAR................... 32

Tabel 2.5 Ukuran Dan Penempatan APAR Untuk Bahaya Kelas A................... 33

Tabel 2.6 Tingkat Penilaian Audit Kebakaran................................................... 50

Tabel 4.1 Tingkat Penilaian Audit Kebakaran.................................................... 69

Tabel 5.1 Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran di Area Produksi PLTU PT 79

PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................................................

Tabel 5.2 Tingkat Pemenuhan Organisasi Tanggap Darurat per Elemen 82

Pertanyaan di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun

2010................................................................................................

Tabel 5.3 Tingkat Pemenuhan Prosedur Tanggap Darurat per Elemen 87

Pertanyaan di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun

2010..................................................................................................

Tabel 5.4 Tingkat Pemenuhan Pelatihan Tanggap Darurat per Elemen 90

Pertanyaan di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang........

Tabel 5.5 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area 91

Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...................

Tabel 5.6 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area 92

xvii
Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....

Tabel 5.7 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area 93

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....

Tabel 5.8 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Desalination 97

Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................

Tabel 5.9 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di area 98

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010........

Tabel 5.10 Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman per Elemen Pertanyaan di Area 101

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......

Tabel 5.11 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area 103

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......

Tabel 5.12 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 104

area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

Tabel 5.13 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 106

Area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun

2010.................................................................................................

Tabel 5.14 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di area 107

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......

Tabel 5.15 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di 109

area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

Tabel 5.16 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di 111

Area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun

2010..................................................................................................

xviii
Tabel 5.17 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area 112

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......

Tabel 5.18 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Ground 113

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............................

Tabel 5.19 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di area Ground 114

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........................

Tabel 5.20 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Ground Floor 118

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...................................

Tabel 5.21 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Ground 119

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................

Tabel 5.22 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area 123

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............

Tabel 5.23 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Ground 125

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........................

Tabel 5.24 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di area 127

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............

Tabel 5.25 Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman per Elemen Pertanyaan di Area 129

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............

Tabel 5.26 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area 131

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.............

Tabel 5.27 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 132

Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......

Tabel 5.28 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 134

xix
Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....

Tabel 5.29 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area 135

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...............

Tabel 5.30 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di 137

Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......

Tabel 5.31 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area 139

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............

Tabel 5.32 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area 139

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........

Tabel 5.33 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area 141

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........

Tabel 5.34 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Mezzanine 145

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............................

Tabel 5.35 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area 146

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........

Tabel 5.36 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di area 149
Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........
Tabel 5.37 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di Area 151

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.........

Tabel 5.38 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di 153

Mezzanine Floor Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

Tabel 5.39 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 154

Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

xx
Tabel 5.40 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 156

Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

Tabel 5.41 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area 158

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........

Tabel 5.42 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di 160

Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

Tabel 5.43 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area 161

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........

Tabel 5.44 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area 161

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............

Tabel 5.45 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area Turbine 163

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............................

Tabel 5.46 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Turbine Floor 166

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...................................

Tabel 5.47 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Turbine 168

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................

Tabel 5.48 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area 170

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.............

Tabel 5.49 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Turbine 172

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...........................

Tabel 5.50 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di area 175

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............

Tabel 5.51 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area 177

xxi
Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............

Tabel 5.52 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 178

Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......

Tabel 5.53 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 180

area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......

Tabel 5.54 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area 181

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..............

Tabel 5.55 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di 183

Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......

Tabel 5.56 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di 185

Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......

Tabel 5.57 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area 186

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010............

Tabel 5.58 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Office 187

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................................

Tabel 5.59 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area Office 188

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......................................

Tabel 5.60 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Office 192

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......................................

Tabel 5.61 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Office 194

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......................................

Tabel 5.62 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area 197

Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................

xxii
Tabel 5.63 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 198

Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................

Tabel 5.64 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 200

Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................

Tabel 5.65 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area 201

Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................

Tabel 5.66 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di 203

area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...................

Tabel 5.67 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di 204

Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................

Tabel 5.68 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area 206

Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..........................

Tabel 5.69 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area 206

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........................

Tabel 5.70 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di area Gudang 208

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................................

Tabel 5.71 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Area Gudang 211

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010..................................

Tabel 5.72 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di area Gudang 213

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010....................................

Tabel 5.73 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area 215

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.......................

Tabel 5.74 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Gudang 217

xxiii
PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010......................................

Tabel 5.75 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area 219

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........................

Tabel 5.76 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 220

area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010................

Tabel 5.77 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di 222

Area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...............

Tabel 5.78 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area 223

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010........................

Tabel 5.79 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di 225

area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010................

Tabel 5.80 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di 226

Area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010...............

Tabel 5.81 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area 227

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....................

Tabel 5.82 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area 228

Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.....................

xxiv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

Gambar 2.1 Fire Triangle........................................................................................ 9

Gambar 2.2 Fire Tetrahidron................................................................................... 10

Gambar 3.1 Kerangka Konsep............................................................................... 51

Gambar 5.1 Peta Lokasi PLTU Muara Karang..................................................... 71

Gambar 5.2 Struktur Organisasi PT PJB UP Muara Karang.................................. 72

Gambar 5.3 Motto 5S............................................................................................. 74

Gambar 5.4 Alur Proses Produksi Listrik Turbin Uap ( PLTU ) Muara Karang.. 75

Gambar 5.5 Organisasi Tanggap Darurat Kebakaran............................................. 81

xxv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO dalam Risk Reduction and Emergency Preparedness (2007),

yang dimaksud dengan kesiapsiagaan darurat adalah sebuah program kegiatan

jangka panjang yang tujuannya adalah untuk memperkuat keseluruhan kapasitas

dan kemampuan suatu negara atau komunitas untuk mengelola secara efisien

semua jenis keadaan darurat dan membawa transisi teratur dari bantuan melalui

pemulihan, dan kembali ke pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini

membutuhkan rencana keadaan darurat dikembangkan, personil pada semua

tingkat dan di semua sektor dilatih, dan komunitas yang menghadapi risiko

dididik, dan bahwa tindakan tersebut akan dipantau dan dievaluasi teratur.

Definisi kebakaran menurut Surat Keputusan Menakertrans No.158 Tahun

1978 adalah timbulnya api yang tidak dikehendaki akibat kebakaran adalah

kerugian materil dan moril, yaitu berupa harta benda atau korban jiwa dan raga.

Sedangkan menurut Perda DKI Jakarta (1992) kebakaran merupakan suatu nyala

api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki, merugikan dan

pada umumnya sukar dikendalikan.

Kebakaran perusahaan adalah sesuatu yang sangat tidak diingini. Bagi tenaga

kerja, kebakaran perusahaan dapat merupakan penderitaan dan malapetaka

khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat

1
2

kehilangan pekerjaan, sekalipun mereka tidak menderita cedera. Dengan

kebakaran, juga hasil usaha dan upaya yang sekian lama atau dengan susah

payah dikerjakan dapat menjadi hilang sama sekali. Jerih payah berbulan-bulan

atau bertahun-tahun dapat musnah hanya dalam waktu beberapa jam atau

kadang-kadang beberapa menit saja (Suma’mur, 1997).

Menurut ILO (1992), kebakaran di industri dapat terjadi karena berbagai

penyebab, diantaranya gangguan listrik 23%, merokok 18%, permukaan panas

7%, bahan yang terlalu panas 8%, nyala pembakar/brander 7%, percikan api

(pekerja las atau membubut) 5%, pengapian spontan 4%, pengelasan dan

pemotongan 4% dan lain-lain 14%.

Menurut WHO (2007), keadaan darurat utama, bencana dan krisis lainnya

tidak mengidahkan perbatasan negara dan tidak pernah terjadi pada saat yang

tepat. Besarnya penderitaan manusia yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa

ini sangat besar, dan termasuk banyak aspek kehidupan masyarakat lainnya yang

terkait kesehatan, keamanan, perumahan, akses ke makanan, air dan komoditas

kehidupan lain, dll. Itulah mengapa sangat penting untuk memiliki sistem

tanggap darurat di tempat, sehingga dampak bencana terhadap orang dan aset

bisa diminimalisir, dan respon yang terkoordinasi dapat diluncurkan secara

efektif dan efisien. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa dan

mengurangi penderitaan.

PT PJB UP Muara Karang merupakan sebuah anak perusahaan PLN

(Persero) produsen listrik yang menyuplai kebutuhan listrik Ibukota Jakarta. Saat

ini PT PJB UP Muara Karang mengelola 5 unit PLTU (Pusat Listrik Tenaga
3

Uap) & 1 unit PLTGU (Pusat Listrik Tenaga Gas Uap) Muara Karang dengan

kapasitas total 1.210 MW.

Berdasarkan data sekunder, di PT PJB UP Muara karang telah terjadi kasus

kebakaran pada tahun 2006 sebanyak 1 kasus, tahun 2007 sebanyak 4 kasus,

tahun 2008 sebanyak 5 kasus, tahun 2009 sebanyak 7 kasus dan tahun 2010

hingga bulan Maret telah terjadi 2 kasus. Kesemua kasus terjadi di PLTU UP

Muara Karang. Akibat dari kejadian-kejadian kebakaran tersebut negara

dirugikan dengan hilangnya waktu produksi antara 2 hari hingga 1 bulan, yang

otomatis akan mengurangi beban listrik yang seharusnya dihasilkan sehingga

menyebabkan pemadaman listrik di berbagai daerah. Kerusakan mesin yang

harus diperbaiki ataupun diganti dengan mesin yang baru, serta kerugian materi

yang mecapai ratusan juta hingga milyaran rupiah.

Menurut Iskandar (2008), salah satu aspek penting dalam penanggulangan

kebakaran ditempat kerja adalah penyediaan alat proteksi kebakaran aktif.

Namun pada kenyataannya penyediaan alat proteksi aktif sebagaian tidak sesuai

dengan standar, akibatnya jika terjadi kejadian kebakaran dapat mengakibatkan

kerugian baik fisik dan finansial.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika

kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu

mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS 14:7)


4

Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa

bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Dia akan senantiasa

menambah rahmat-Nya kepada mereka. Sebaliknya Allah juga mengingatkan

kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya dan tidak mau bersyukur bahwa

Dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih kepada mereka. Mensyukuri

rahmat Allah dengan ucapan yang setulus hati, kemudian diiringi pula dengan

perbuatan, yaitu menggunakan dan menjaga rahmat tersebut dengan cara dan

untuk tujuan yang diridai-Nya.

Diantara nikmat Allah yang sering terlupakan selain harta benda adalah

nikmat kesehatan dan keselamatan. Pihak perusahaan memiliki kewajiban untuk

menjaga kesehatan dan keselamatan karyawan dan properti perusahaannya

dengan berbagai cara yang baik. Kebakaran menurut SK Menakertrans No.158

Tahun 1978 adalah timbulnya api yang tidak dikehendaki akibat kebakaran

adalah kerugian yang berupa harta benda atau korban jiwa dan raga.

Dilihat dari dampak yang ditimbulkan, pihak perusahaan memiliki kewajiban

untuk mencegah terjadinya kebakaran tersebut. Untuk mencegah terjadinya

kebakaran dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan pihak perusahaan harus

memproteksi aset yang mereka miliki termasuk karyawan. Salah satu cara yang

dapat dilakukan yaitu mengaplikasikan sistem tanggap darurat kebakaran.

Dimana perusahaan melakukan usaha untuk menghadapi kejadian kebakaran

tersebut baik dari pencegahan maupun penanggulangannya. Maka penulis

mengambil judul analisis tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di

area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010.


5

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 23

Maret 2010 PT PJB Terdiri dari 5 Unit PLTU dan 2 unit PLTGU. Peneliti

memilih PLTU dikarenakan menurut data perusahaan, telah terjadi kasus

kebakaran sebanyak 19 kasus dari tahun 2006 hingga bulan Maret 2010 dengan

rincian sebagai berikut: tahun 2006 sebanyak 1 kasus, tahun 2007 sebanyak 4

kasus, tahun 2008 sebanyak 5 kasus, tahun 2009 sebanyak 7 kasus dan tahun

2010 hingga bulan Maret telah terjadi 2 kasus.

Rata-rata kebakaran yang terjadi diakibatkan oleh usia mesin yang sudah tua

namun tetap digunakan secara terus menerus karena proses produksi yang harus

terus dilakukan. Dampak yang dihasilkan akibat kebakaran tersebut yaitu

hilangnya waktu produksi antara 2 hari hingga 1 bulan, yang otomatis akan

mengurangi beban listrik yang seharusnya dihasilkan sehingga menyebabkan

pemadaman listrik di berbagai daerah. Kerusakan mesin yang harus diperbaiki

ataupun diganti dengan mesin yang baru, serta kerugian materi yang mecapai

ratusan juta hingga milyaran rupiah.

Dilihat dari jumlah kejadian kebakaran yang terjadi serta dampak kerugian

yang diakibatkan maka peneliti melakukan penelitian mengenai analisis tingkat

pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di area produksi PLTU PT PJB UP

Muara Karang tahun 2010. Penelitian ini menggunakan beberapa standar acuan

yang diantaranya: KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik

Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan, NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire Checklist, NFPA 13


6

tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist, NFPA 14 Standard

installation of Standpipe and Hose System and Hose System Checklist, NFPA 72

tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, NFPA 101 tentang Life Safety Code

Checklist.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah hasil identifikasi bahaya kebakaran yang ada di area produksi

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010?

2. Bagaimanakah gambaran tingkat pemenuhan manajemen tanggap darurat,

sarana proteksi aktif, sarana penyelamat jiwa yang ada di setiap area produksi

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010?

3. Bagaimanakah gambaran tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat

kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran yang ada

di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran hasil identifikasi bahaya kebakaran yang ada di area

produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.


7

2. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran

di tiap area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010.

3. Diketahuinya gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat

kebakaran yang ada di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun

2010

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Mahasiswa

Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan pengalaman untuk

mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja mengenai sistem tanggap

darurat kebakaran yang meliputi manajemen tanggap darurat, sarana proteksi

aktif, dan sarana penyelamatan jiwa.

1.5.2 Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan K3

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan

bagi civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta terutama penelitian yang serupa.

1.5.3 Bagi Perusahaan

Diketahuinya gambaran sistem tanggap darurat kebakaran di PLTU PT PJB

UP Muara Karang dan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi

perusahaan dalam membuat kebijakan.


8

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di PLTU

PT PJB UP Muara Karang. Penelitian dilakukan dari bulan maret hingga

desember tahun 2010 untuk mengetahui analisis tingkat pemenuhan sistem

tanggap darurat kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010.

Penelitian ini dilakukan karena tingginya angka kebakaran yang ada di PLTU PT

PJB UP Muara karang dari 2006 hingga bulan Maret 2010. Penelitian ini bersifat

kualitatif karena akan menggambarkan tingkat pemenuhan sistem tanggap

darurat kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang dengan

wawancara dan melakukan observasi langsung menggunakan daftar checklist

beberapa standar acuan seperti KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang

Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan

Gedung dan Lingkungan, NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire

Checklist, NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist,

NFPA 14 tentang Standard installation of Standpipe and Hose System and Hose

System Checklist, NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, NFPA

101 tentang Life Safety Code Checklist. Penelitian ini dilakukan karena tingginya

angka kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara karang dari tahun 2006

hingga bulan Maret 2010.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Terjadinya Api

Dalam pedoman penanggulangan bahaya kebakaran, api adalah gas pijar

yang mengeluarkan panas. bila panas yang dikeluarkan itu melebihi batas

maksimal, maka dapat menimbulkan kebakaran. Sedangkan menurut Towlson

(1993), tiga sumber harus ada dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan api.

Tiga bentuk struktur ini disebut dengan “fire triangle”. Bila salah satu dari

elemen-elemen tersebut dihilangkan maka api pun akan padam.

Gambar 2.1
Fire Triangle

Ketiga elemen tersebut yaitu:

1. Oksigen

Sumber oksigen adalah dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit sekitar

15% volume oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Udara normal di

dalam atmosfir kita mengandung 21% volume oksigen. Ada beberapa bahan

bakar yang mempunyai cukup banyak kandungan oksigen yang dapat

mendukung terjadinya pembakaran.

9
10

2. Panas

Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat

mendukung terjadinya kebakaran. Sumber panas antara lain: panas matahari,

permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan, reaksi kimia eksotermis,

energi listrik, percikan api listrik, api las / potong, gas yang dikompresi.

3. Bahan bakar

Bahan bakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya

pembakaran. Ada tiga wujud bahan bakar, yaitu padat, cair dan gas. Untuk

benda padat dan cair dibutuhkan panas pendahuluan untuk mengubah seluruh

atau sebagian darinya, ke bentuk gas agar dapat mendukung terjadinya

pembakaran. (Sugihardjo, 2010)

Kemudian model “fire triangle” tersebut dikembangkan oleh W.H. Haessler

(1974) menjadi teori “fire tetrahedron” dengan menambahkan elemen reaksi

kimia. Jadi sebuah reaksi berantai dapat terjadi bila kegita elemen api tersebut

ada pada kondisi dan jumlah atau proporsi yang cukup.

Gambar 2.2
Fire Tetrahidron
11

2.2 Pengertian Kebakaran

Dalam pedoman penanggulangan bahaya kebakaran, kebakaran adalah suatu

peristiwa yang disebabkan dari api yang tidak dapat dikendalikan atau dikuasai

baik besar maupun kecil, disengaja atau tidak dan menimbulkan kerugian harta

benda, cacat bahkan korban jiwa manusia. Menurut NFPA sendiri, kebakaran

merupakan peristiwa oksidasi dimana bertemunya 3 buah unsur, yaitu bahan

yang dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara dan panas yang dapat

berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cedera bahkan kematian

manusia.

2.3 Penyebab Terjadinya Kebakaran

Suma’mur (1997) menyebutkan beberapa peristiwa yang mengakibatkan

terjadinya kebakaran adalah sebagai berikut:

a. Nyala api dan bahan-bahan yang pijar

Jika suatu benda padat ditempatkan dalam nyala api, suhunya akan naik,

mulai terbakar dan menyala terus sampai habis. Kemungkinan terbakar atau

tidak tergantung dari sifat benda padat tersebut yang mungkin sangat mudah,

agak mudah dan sukar terbakar, besarnya zat padat tersebut, jika sedikit, tak

cukup timbul panas untuk terjadinya kebakaran, keadaan zat padat seperti

mudah terbakar kertas atau kayu lempengan tipis oleh karena relatif luasnya

permukaan yang bersinggungan dengan oksigen dan cara menyalakan zat

padat, misalnya di atas atau sejajar dengan nyala api.


12

Benda pijar mudah atau tidak mudah dibakar akan menyebabkan terbakarnya

benda lain jika bersentuhan dengannya. Suatu benda tak mudah terbakar akan

menyebabkan terjadinya bahan mudah terbakar yang bersinggungan

dengannya.

b. Penyinaran

Terbakarnya suatu bahan yan mudah terbakar oleh benda pijar atau nyala api

tidak perlu atas dasar persentuhan. Semua sumber panas memancarkan

gelombang-gelombang elektromagnetis yaitu sinar inframerah. Jika

gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan energi

yang berubah menjadi panas. Benda tersebut menjadi panas dan jika suhunya

terus naik maka pada akhirnya benda tersebut akan menyala.

c. Peledakan uap atau gas

Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar dengan udara akan

menyala, jika terkena benda pijar atau nyala api dan pembakaran yang terjadi

akan meluas dengan cepat, manakala kadar gas atau uap berada dalam batas

untuk menyala atau meledak.

d. Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair

Debu-debu dari zat-zat yang mudah terbakar atau noktah-noktah cair yang

berupa suspensi di udara bertingkah seperti campuran gas dan udara atau uap

dalam udara dan dapat meledak.

e. Percikan api

Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi menjadi sebab terbakarnya

campuran gas, uap atau debu dan udara yang dapat menyala. Biasanya
13

percikan api tak dapat menyebabkan terbakarnya benda padat. Oleh karena

itu, tidak cukupnya energi dan panas yang ditimbulkan akan menghilang di

alam benda padat. Percikan api mungkin terbentuk sebagai akibat arus listrik

dan juga karena kelistrikan statis sebagai gesekan dua benda yang bergerak.

f. Terbakar sendiri

Kebakaran sendiri dapat terjadi pada onggokan bahan bakar mineral yang

padat atau zat-zat organis, apabila peredaran udara cukup besar untuk

terjadinya proses oksidasi, tetapi tidak cukup untuk mengeluarkan panas

yang terjadi. Peristiwa-peristiwa ini dipercepat oleh tingkat kelembaban.

Dalam hal mineral zat tertentu seperti besi mungkin bertindak sebagai

katalisator bagi proses, sedangkan untuk bahan-bahan organis, peranan

bakteri dibutuhkan.

g. Reaksi kimiawi

Rekadi-reaksi kimiawi tertentu menghasilkan cukup panas dengan akibat

terjadinya kebakaran. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi seperti hydrogen

peroksida, klorat, borat dan lain-lain yang membebaskan oksigen pada

pemanasan dengan aktif meningkatkan proses oksidasi dan menyebabkan

terbakarnya bahan-bahan yang dapat dioksidasi. Sekalipun tidak ada panas

yang datang dari luar, bahan yang mengoksidasi dapat mengakibaktan

terbakarnya zat-zat organik, terutama jika bahan organik terdapat dalam

bentuk pertikel atau jika kontak terus menerus dengan zat yang mengoksidasi

tersebut.
14

h. Peristiwa-peristiwa lain.

Gesekan antara 2 benda menimbulkan panas, yang semakain banyak

menurunkan besaran koefisien gesekan. Manakala panas yang timbul lebih

besar dari kecepatan hilangnya panas ke lingkungan, kebakaran mungkin

terjadi seperti pada mesin yang kurang minyak atau gemuk.

2.4 Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran adalah pengelompokan jenis-jenis kebakaran

berdasarkan jenis-jenis bahan yang terbakar. Tujuannya adalah untuk

menentukan cara dan media yang tepat dalam memadamkan kebakaran tersebut.

Klasifikasi kebakaran menurut NFPA yaitu:

1. Kelas A, yaitu kebakaran pada bahan padat kecuali logam, misalnya

kebakaran kertas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa dan lain-lain. Jika terjadi

kebakaran kelas A maka dapat digunakan metode pemadaman dengan cara

pendinginan dengan air. Pemadaman dengan air atau busa kelas A.

2. Kelas B, yaitu kebakaran pada zat cair atau gas yang mudah terbakar,

misalnya kebakaran bensin, aspal, minyak (oli), alkohol, gas LPG, LNG dan

lain-lain. Jika terjadi kebakaran kelas B maka metode pemadaman yang dapat

digunakan adalah:

 Penutupan atau pelapisan atau penyelimutan

 Pemindahan bahan bakar

 Penurunan temperature.
15

3. Kelas C, yaitu kebakaran pada listrik yang bertegangan, kebakaran yang

diakibatkan dari kebocoran listrik, konsleting termasuk peralatan bertenaga

listrik. Jika terjadi kebakaran kelas C metode pemadaman yang dapat

digunakan adalah:

 Pemadaman menggunakan bahan yang non konduksi listrik

 Putuskan arus listrik dan padamkan seperti pemadaman kebakaran kelas

A atau kelas B.

4. Kelas D, yaitu kebakaran pada logam, misalnya seng, aluminium,

magnesium, kalium, dan lain-lain. Jika terjadi maka metode pemadamannya

adalah pelapisan atau penyelimutan dengan bahan pemadam khusus terutama

bubuk kering tertentu.

2.5 Tingkat Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran menurut KEPMEN PU NOMOR: 10/KPTS/2000, Bahaya

kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan

derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran

api, asap, dan gas yang ditimbulkan. Untuk kelas- kelas bahaya kebakaran bisa

dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1
Bahaya Kebakaran
Bahaya Kebakaran
Kelas Karakteristik Kesulitan Pemadaman Kebakaran
Kebakaran
RENDAH Api permukaan Tak ada masalah pengendalian kecuali
merambat kebakaran dalam tanah
16

Bahaya Kebakaran
Kelas Karakteristik Kesulitan Pemadaman Kebakaran
Kebakaran
TINGGI Menyebar cepat atau Pengendalian api dengan menggunakan
intensitas api sedang pompa air kuat dan/atau pembuatan
sampai tinggi sekat bakar menggunakan peralatan
mekanis
EKSTRIM Menyebar cepat atau Sangat sulit untuk dikendalikan.
intensitas api tinggi Pemadaman tidak langsung dengan
menggunakan drip torches dari garis
pengendalian dapat digunakan

Sedangkan menurut Dinas Kebakaran DKI Jakarta, tingkat bahaya kebakaran

di bangunan pabrik diklasifikasikan sebagai berikut:

No. Tingkat Bahaya Kebakaran Jenis Bangunan


1 Bahaya Ringan  Pabrik ubin
 Pabrik konstruksi
 Pabrik perakitan sepeda
2 Bahaya Sedang  Pabrik roti
 Pabrik minuman
 Pabrik susu
 Pabrik meteran listrik dan komponen
alat-alat listrik
 Pabrik kaleng
3 Bahaya Tinggi  Pabrik makanan ternak
 Pabrik peleburan besi dan baja
 Pabrik komponen kendaraan bermotor
 Pabrik keramik
 Pabrik perakitan sepeda motor
 Pabrik tekstil
17

No. Tingkat Bahaya Kebakaran Jenis Bangunan


4 Bahaya Ekstrim  Pabrik korek api
 Pabrik thiner
 Pabrik spirtus
 Pabrik mesin/bahan peledak
 Pabrik pemintalan dan perajutan
 Pabrik cat
 Pabrik battery
 Pabrik bahan kimia

Berbagai bentuk bahaya yang mungkin terjadi pada peristiwa kebakaran

adalah: (Depnaker, 1987)

a. Bahaya panik

Panik seringkali terjadi ketika kebakaran berlangsung dan biasanya

menyebabkan luka-luka bahkan kematian seperti terijak atau melompat dari

jendela yang berada di ketinggian tertentu (Thygerson, 1997). Situasi akan

lebih sulit dikendalikan apabila melibatkan jumlah orang yang makin banyak,

karena ketakutan seseorang dapat mempengaruhi dan menambah panic orang

lain.

b. Bahaya asap

Penyebaran asap akan lebih cepat dibandingkan dengan menjalarnya api,

oleh karena itu masalah asap merupakan hal yang perlu diperhatikan.

Pengaruh bahaya yang dapat ditimbulkan karena asap antara lain adalah

orang yang terperangkap dalam ruangan yang penuh asap dapat mati karena
18

kekurangan oksigen, gas asap sekalipun belum cukup tebal dapat

mengganggu mata sehingga sulit untuk melihat dan bahaya radiasi panas.

c. Bahaya radiasi panas

Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkan merambat dengan cara

radiasi sehingga benda-benda disekelilingnya menjadi panas. Akibatnya

benda-benda terebut akan menyala jika titik nyalanya terlampaui. Untuk

menghindari hal tersebut, upaya pendinginan harus dilakukan saat proses

pemadaman.

d. Bahaya gas beracun

Adanya gas-gas berbahaya dan beracun sebagai produk pembakaran bahan-

bahan kimia atau bahan bahan lainnya harus diwaspadai. Gas-gas dapat

menyebabkan iritasi, sesak nafas bahkan bersifat racun yang mematikan

sebagaimana yang dinyatakan oleh Colling (1990) bahwa gas beracun yang

biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu NHN, NO2, HCL, CO, SO2

dan lain-lain.

2.6 Klasifikasi Bangunan

Berdasarkan KEPMEN PU NOMOR: 10/KPTS/2000 adalah pembagian

bangunan atau bagian bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaan

bangunan sebagai berikut:

A. Kelas 1: Bangunan Hunian Biasa

Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:

1. Kelas 1a: bangunan hunian tunggal yang berupa:


19

a. satu rumah tunggal; atau

b. satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing

bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk

rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau

2. Kelas 1b: rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan

luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12

orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan

hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi pribadi.

B. Kelas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang

masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

C. Kelas 3: Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum

digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang

yang tidak berhubungan, termasuk:

1. Rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau

2. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau

3. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

4. Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

5. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan

yang menampung karyawan-karyawannya.

D. Kelas 4: Bangunan Hunian Campuran

Adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8,

atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.

E. Kelas 5: Bangunan kantor


20

Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha

profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan

kelas 6, 7, 8, atau 9.

F. Kelas 6: Bangunan Perdagangan

Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat

penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung

kepada masyarakat, termasuk:

1. Ruang makan, kafe, restoran; atau

2. Ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel

atau motel; atau

3. Tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau

4. Pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

G. Kelas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang

Adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk:

1. Tempat parkir umum; atau

2. Gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau

cuci gudang.

H. Kelas 8: Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik

Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan

untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan,

pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam

rangka perdagangan atau penjualan.

I. Kelas 9: Bangunan Umum


21

Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan

masyarakat umum, yaitu:

1. Kelas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari

bangunan tersebut yang berupa laboratorium;

2. Kelas 9b: bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium

atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan

peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap

bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.

J. Kelas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian:

1. Kelas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,

carport, atau sejenisnya;

2. Kelas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding

penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau

sejenisnya.

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus disediakan

jalur akses dan ditentukan jarak antar bangunan seperti dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2
Jarak Antar Bangunan
No Tinggi Bangunan Gedung (m) Jarak Minimum Antar Bangunan Gedung (m)
1 s/d 8 3
2 > 8 s/d 14 > 3 s/d 6
3 > 14 s/d 40 > 6 s/d 8
4 > 40 >8
Sumber: KEPMEN PU No.10/KPTS/2000
22

2.7 Sistem Tanggap Darurat

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, Sistem Tanggap Darurat adalah

salah satu kombinasi dari metode yang digunakan pada bangunan untuk

memperingatkan orang terhadap keadaan darurat , penyediaan tempat

penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran, pemadaman kebakaran,

pemadaman kebakaran. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan

yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani

dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan

evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,

pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.(UU

No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

Sedangkan menurut WHO dalam Risk Reduction and Emergency

Preparedness (2007), yang dimaksud dengan kesiapsiagaan darurat adalah

sebuah program kegiatan jangka panjang yang tujuannya adalah untuk

memperkuat keseluruhan kapasitas dan kemampuan suatu negara atau komunitas

untuk mengelola secara efisien semua jenis keadaan darurat dan membawa

transisi teratur dari bantuan melalui pemulihan, dan kembali ke pembangunan

yang berkelanjutan. Hal ini membutuhkan rencana keadaan darurat

dikembangkan, personil pada semua tingkat dan di semua sektor dilatih, dan

komunitas yang menghadapi risiko dididik, dan bahwa tindakan tersebut akan

dipantau dan dievaluasi teratur.

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum untuk mengetahui tingkat

keandalan bangunan terhadap bahaya kebakaran harus dilakukan pemeriksaan


23

yang dilakukan oleh tenaga ahli yang sesuai bidangnya dan hasilnya disahkan

oleh instansi yang berwenang.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:

a. Kelengkapan tapak

b. Sarana penyelamatan

c. Sistem proteksi aktif

d. Sistem proteksi pasif

Sedangkan dalam KEPMEN PU No.10 Tahun 2000 pengaman terhadap

bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi:

a. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran

b. Sarana penyelamatan

c. Sistem proteksi aktif

d. Sistem proteksi pasif

Untuk melakukan audit sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran,

Indonesia telah membuat peraturan- peraturan yang terkait yang dijadikan

standar acuan. Namun kesemua standar-standar tersebut mengacu pada standar

internasional yang dikeluarkan oleh NFPA (National Fire Protection

Association) diantaranya: NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire

Checklist, NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist,

NFPA 14 Standard installation of Standpipe and Hose System and Hose System

Checklist, NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, NFPA 101

tentang Life Safety Code Checklist.


24

2.8 Manajemen Tanggap Darurat

Berdasarkan KEPMEN PU No.11/KPTS/2000, bangunan yang memiliki luas

bagunan minimal 5000 m2 atau dengan baban hunian 500 orang, atau dengan

luas area/site minimal 5000 m2 atau terdapat bahan berbahaya yang mudah

terbakar diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran

(MPK). Besar kecilnya organisasi MPK ditentukan oleh risiko bangunan

terhadap bahaya kebakaran.

Dalam The Facility Manager’s Emergency Preparedness Handbook (2003)

yang menyebutkan bahwa manajer harus bertanggung jawab untuk meyakinkan

bahwa organisasinya memiliki rencana kebakaran, tenaga kerja yang terlatih

untuk menanggapi keadaan darurat kebakaran dan tempat berlindung yang

memadai dari kebakaran untuk melindungi pekerja dan properti.

2.8.1 Organisasi Tanggap Darurat

Organisasi/tim keadaan darurat adalah sekelompok orang yang

ditunjuk/dipilih sebagai pelaksana keadaan darurat (KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut ERMC (Emergency Response

Management Consulting), organisasi tanggap darurat adalah sebuah struktur

yang memberikan tugas khusus dan tanggung jawab untuk semua personel yang

terlibat dalam operasi darurat. Bentuk struktur organisasi tim penanggulangan

kebakaran (TPK) tergantung pada klasifikasi risiko terhadap bahaya

kebakarannya. Struktur organisasi TPK terdiri dari penanggung jawab TPK,

kepala bagian teknik pemeliharaan dan kepala bagian keamanan.


25

Di dalam NFPA 10, kriteria organisasi tanggap darurat kebakaran yang baik

yaitu: adanya tim penanggulangan kebakaran, organisasi tanggap darurat

kebakaran dan petugas yang bertanggung jawab dalam organisasi tersebut sudah

terlatih serta mempunyai peran masing-masing ketika terjadinya kejadian darurat

kebakaran.

2.8.2 Prosedur Tanggap Darurat

Adalah tata cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat

dengan memanfaatkan sumber daya dan sarana yang tersedia unntuk

menanggulangi akibat dan situasi yang tidak normal dengan tujuan mencegah

atau mengurangi kerugian yang lebih besar.

Dalam NFPA 101 sendiri, prosedur tanggap darurat merupakan cakupan dari

rencana tanggap darurat yang harus ada. Di dalam prosedur tersebut haruslah

terdapat koordinasi dengan pihak pemadam kebakaran setempat. Di samping itu

terdapat juga pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pencegahan dan

penanggulangan kebakaran yang terjadwal secara rutin.

fasilitas manajer harus berkoordinasi dengan instansi yang mendukung dari

luar sebelum terjadi keadaan darurat. Koordinasi awal ini akan meminimalkan

kebingungan dan kekacauan selama situasi darurat dan mengembangkan

hubungan dengan badan-badan yang memberikan dukungan. (The Facility

Manager’s Emergency Preparedness Handbook)


26

2.8.3 Pelatihan Tanggap Darurat

Keberhasilan penanggulangan kebakaran/keadaan darurat tergantung pada

sistem pelatihan. (Sahab, 1997). Isi latihan tanggap darurat kebakaran

diantaranya adalah latihan pemakaian alat-alat pemadam kebakaran, cara pakai

dan bagaimana caranya mengatasi api kebakaran. Latihan tanggap darurat

kebakaran juga berisikan tentang cara evakuasi sesuai dengan prosedur yang ada

di area tersebut, untuk memastikan bahwa semua elemen yang terlibat benar-

benar mampu bertindak dam keadaan darurat. Latihan kebakaran merupakan

suatu hal yang sangat penting, untuk itu setiap anggota unit regu penanggulangan

kebakaran dalam suatu tim tanggap darurat harus melaksanakan atau mengikuti

latihan secara kontinyu dan efektif, baik latihan yang bersifat teori maupun yang

bersifat praktik.

Tujuan dari latihan kebakaran adalah menciptakan kesiapsiagaan anggota tim

di dalam menghadapi kebakaran agar mampu bekerja untuk menaggulangi

kebakaran secara efektif dan efisien. Latihan yang bersifat praktik harus

diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan atau kecakapan anggota

dalam melaksanakan tugas yang diharapkan.

Latihan kebakaran harus dilakukan seolah-olah dalam keadaan sebenarnya

(simulasi) untuk mengetahui prosedur yang khusus dalam keadaan demikian.

Pada akhir latihan peralatan pemadam kebakaran harus disiapkan kembali

sehingga dapat digunakan dengan cepat dan tepat jika terjadi kebakaran yang

sesungguhnya. Dan di dalamnya juga terdapat program pelatihan evakuasi


27

kebakaran yang harus dilakukan secara periodik minimal 1tahun sekali. (NFPA

101)

2.9 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif

adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan

mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun

manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam

melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem

proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,

hidran.

Menurut Purnomo dalam Asesmen Risiko Kebakaran Pasar-Pasar Di

Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (2008), untuk dapat mencegah dan

menanggulangi kebakaran maka dibutuhkan sistem proteksi, baik aktif maupun

pasif.

2.9.1 APAR

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang

tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air, serbuk

kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi

hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai

dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan menurut NFPA 10, APAR


28

adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat

disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman kebakaran. Untuk mengetahui

jenis-jenis APAR berdasarkan klasifikasi kebakaran dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3
Jenis APAR Berdasarkan Klasifikasi Kebakaran
KLASIFIKASI BAHAN YANG JENIS APAR
KEBAKARAN TERBAKAR
A Bahan padat berkarbon, 1. Air
seperti kayu, kertas, sisi 2. Bubuk kering /Dry Powder
bangunan, dan lain-lain 3. Karbondioksida
4. Halon
5. Busa
B Cairan, gas, dan bahan 1. Air
padat yang dapt larut dan 2. Bubuk kering /Dry Powder
menyala, seperti pelarut, 3. Karbondioksida
minyak, cat, dan lain-lain 4. Halon
5. Busa
C Peralatan Listrik 1. Bubuk kering / Dry Powder
2. Karbondioksida
3. Halon
D Logam Pemilihan jenis APAR harus
hati-hati karena harus diketahui
secara spesifik jenis logam
yang terbakar
Sumber: Colling, 1990
29

Kesuksesan penggunaan APAR dalam memadamkan api (ILO, 1989)

tergantung dari 4 faktor, yaitu:

1. Pemilihan jenis APAR yang tepat sesuai dengan klasifikasi kebakaran

2. Pengetahuan yang benar mengenai teknik penggunaan APAR

3. Kecukupan jumlah isi bahan pemadam yang ada dalam APAR

4. Berfungsinya APAR secara baik berkaitan dengan pemeliharaannya.

Jenis APAR berdasarkan media yang digunakan terdiri atas:

1. APAR dengan media air: tabung APAR berisi air, dengan gas (CO2 atau N2)

bertekanan yang berfungsi untuk menekan air keluar

2. APAR dengan media busa: tabung APAR berisi busa dan air, dilengkapi gas

(CO2 atau N2) bertekanan yang berfungsi untuk menekan busa keluar

3. APAR dengan media serbuk kimia: APAR dengan media serbuk kimia ini

terdiri dari 2 jenis, yaitu:

a. Tabung berisi serbuk kimia dan sebuah tabung kecil yang berisi gas

bertekanan (CO2 atau N2) sebagai pedorong serbuk keluar

b. Tabung berisi serbuk kimia seperti di atas, namun tanpa tabung di

dalamnya, sebagai penggantinya gas bertekanan tersebut langsung

dimasukan ke dalam tabung bersama serbuknya. Pada bagian luar tabung

terdapat indikator tekanan gas untuk mengetahui apakah kondisi tekanan

di dalam tabung tersebut memenuhi syarat atau tidak.

4. APAR dengan media gas: pada pemadam dengan media gas, tabung gasnya

biasanya dilengkapi dengan indikator tekanan gas pada bagian luarnya.


30

Khususnya untuk tabung yang berisi gas CO2, corong semprotannya

berbentuk melebar, berfungsi untuk mengubah CO2 yang keluar menjadi

berbentuk kabut bila disemprotkan.

Agar dapat menanggulangi api ketika terjadinya kebakaran, maka APAR

harus dalam keadaan yang baik. Menurut NFPA 10, kriteria APAR yang baik

diantaranya:

1. Pada APAR terdapat klasifikasi kebakaran A, B, C, D, K yang sesuai dengan

jenis kebakaran dan ditunjukan dengan kode

2. APAR yang tersedia harus sesuai dengan jenis bangunan yang ada

3. Jumlah APAR harus mencukupi berdasarkan luas bangunan

4. Sebelum dipakai segel pengaman harus dalam keadaan baik dan penutup

tabung terpasang kuat

5. Lubang penyemprot tidak tersumbat dan slang tahan tekanan tinggi serta

tidak bocor

6. Bahan baku pemadam dalam keadaan baik dan tidak lewat masa berlakunya

7. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang dipergunakan dan dijaga tetap

penuh serta dapat dioperasikan

8. APAR ditempatkan di lokasi yang mudah terlihat, mudah dijangkau dan

letaknya tidak terhalangi oleh benda lain

9. Apar diletakan di sepanjang jalan yang biasa dilalui oleh orang, termasuk

jalan keluar di area

10. APAR yang berada diluar ruangan yang memiliki cabinet (lemari) tidak

boleh dikunci
31

11. APAR yang diletakan di cabinet atau relung dinding harus diletakan

sedemikian rupa sehingga instruksi operasi pemadaman dapat terlihat dari

depan

12. Jarak antar APAR maksimal (75 ft)15,25 m

13. Terdapat cara dan petunjuk pengoperasian dengan jelas di bagian depan

APAR

14. Pemasangan dihindari dari bahaya fisik (contoh: tubrukan, getaran,

lingkungan)

15. APAR dengan berat ≥ 40 lb (kecuali APAB) sebaiknya dipasang dengan

tinggi kurang dari 3,5 ft (1.07m) diatas lantai. Sedangkan APAR dengan

berat ≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya dipasang kurang dari dari 5ft (1,53m)

diatas lantai

16. APAR sebaiknya memiliki label yang berisi informasi mengenai: MSDS

perusahaan, bahan berbahaya yang melebihi 1% dari isi, nama agen servis

perusahaan, alamat surat dan nomer telepon dan tidak diletakan di bagian

depan APAR

17. Tekanan regulator pada APAR sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk

mengetahui tekanan outlet statis dan laju alir sesuai dengan instruksi dari

pabriknya

18. Jarak dari bagian bawah APAR ke lantai tidak melebihi 4 in (102 mm).
32

Sedangkan kriteria yang dikeluarkan oleh NFPA 10 untuk APAB (APAR

Beroda) adalah:

1) APAB disediakan untuk memproteksi bahaya yang menunjukan: area

beresiko tinggi, personel yang ada terbatas

2) Tekanan regulator pada APAB sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk

mengetahui tekanan outlet statis dan laju alir sesuai dengan instruksi dari

pabriknya

3) Selang pada APAB harus diletakan sedemikian rupa untuk menghindari

terbelit dan kaku

Tabel 2.4
Luas Area Maksimal Yang Harus Dilindungi Per APAR

RATING KELAS A BAHAYA BAHAYA BIASA BAHAYA EXTRA


YANG DITUNJUKAN RINGAN (SEDANG) (TINGGI)
PADA APAR
1A - - -
2A 6.000 3.000 -
3A 9.000 4.500 -
4A 11.250 6.000 4.000
6A 11.250 9.000 6.000
10A 11.250 11.250 10.000
20A 11.250 11.250 11.250
30A 11.250 11.250 11.250
40A 11.250 11.250 11.250
2 2
UNTUK SI UNIT: 1ft = 0.0929 m
Catatan: 11.250 adalah batas dilaksanakan
33

Tabel 2.5
Ukuran Dan Penempatan APAR Untuk Bahaya Kelas A

KRITERIA HUNIAN BAHAYA HUNIAN HUNIAN


RINGAN BAHAYA BIASA BAHAYA EXTRA
(RINGAN) (SEDANG) (TINGGI)
Pemadam tunggal 2-A 2-A 2-A
dengan peringkat
minimal
Luas lantai maksimal 1000 ft2 1000 ft2 1000 ft2
per unit A
Luas lantai maksimal 11,250 ft 11,250 ft 11,250 ft
untuk pemadam
Jarak maksimal antar 75 ft 75 ft 75 ft
pemadam
Sumber: NFPA 10

2.9.2 Alarm

Menurut NFPA 72, alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang

memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran. Sistem alarm kebakaran

terdapat dua jenis sistem yaitu:

1. Sistem alarm kebakaran manual, yang memungkinkan seseorang menyatakan

tanda-tanda bahaya segera secara memijit atau menekan tombol dengan

tangan.

2. Sistem otomatis, yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara

sendiri tanpa dikendalikan orang.


34

Sedangkan menurut ERMC, alarm merupakan sistem peringatan yang

digunakan untuk memberitahu orang bahwa keadaan darurat telah terjadi atau

akan terjadi. Dapat digunakan untuk memobilisasi organisasi tanggap darurat dan

untuk memperingatkan orang-orang dari bahaya sehingga mereka dapat

mengambil langkah-langkah untuk melindungi keselamatan mereka sendiri dan

orang lain.

Menurut UU No.1 Tahun 1970 alarm kebakaran adalah komponen dari

sistem yang memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang dapat

berupa:

a. Alarm kebakaran yang memberikan tanda/isyarat berupa bunyi khusus

(Audile Alarm)

b. Alarm kebakaran yang memberikan tanda/isyarat yang tertangkap oleh

pandangan mata secara jelas (Visible Alarm)

Berdasarkan cara pengaktifannya alarm dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Titik panggil manual adalah suatu alat yang bekerjanya secara menual untuk

mengaktifkan isyarat adanya kebakaran yang dapat berupa:

a. Titik panggil manual secara tuas (Full Down)

b. Titik panggil manual secara tombol tekan (Push Buttom)

2. Panel alarm kebakaran

yaitu suatu komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang

fungsinya untuk mengendalikan bekerjanya sistem dan terletak di ruang


35

operator. Panel indikator kebakaran dapat terdiri dari satu panel kontrol

utama, atau satu panel kontrol dengan satu atau beberapa panel bantu.

Kriteria alarm yang baik menurut NFPA 72 adalah sebagai berikut:

1) Alarm dapat dilihat dengan jelas serta dalam kondisi baik dan siap untuk

digunakan

2) Alarm otomatis terhubung dengan sprinkler

3) Terdapat energi cadangan yang dapat menyalakan alarm selama 30 detik

4) Alarm diletakan pada lintasan jalur keluar dengan tinggi 1,4 m dari lantai

5) Jarak alarm tidak boleh lebih dari 30 m dari semua bagian bangunan

2.9.3 Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang

mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga

air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan

perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa bawah tanah

dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik proteksi

kebakaran. Sistem sprinkler dibagi beberapa jenis yaitu:

1) Dry Pipe Sistem

Adalah suatu sistem yang menggunakan sistem sprinkler otomatis yang

disambungkan dengan sistem perpipaannya yang mengandung udara atau

nitrogen bertekanan. Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas


36

mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve.

2) Wet pipe sistem

Sistem sprinkler yang bekerja secara otomatis tergabung dengan sistem

dikeluarkan dengan segera dari sprinkler yang terbuka oleh adanya panas api.

3) Deluge Sistem.

Adalah suatu sistem yang menggunakan kepala sprinkler terbuka

disambungkan pada sistem perpipaan yang dihubungkan ke suplai air melalui

suatu valve. Valve ini dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi

yang pada area yang sama dengan sprinkler. Ketika valve dibuka, air akan

mengalir kedalam sistem perpipaan dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler

yang ada.

4) Preaction sistem

Sistem sprinkler bekerja secara otomatis yang disambungkan dengan sistem

pipa udara yang bertekanan atau tidak, dengan tambahan sistem deteksi yang

tergabung pada area yang sama dengan sprinkler. Penggerak sistem deteksi

membuka katup yang membuat air dapat mengalir ke sistem pipa sprinkler

dan air akan dikeluarkan melalui beberapa sprinkler yang terbuka.

5) Combined dry pipe-preaction

Sistem sprinkler bekerja secara automatis dan terhubung dengan sistem yang

mengandung air di bawah tekanan yang dilengkapi dengan sistem deteksi

yang terhubung pada satu area dengan sprinkler. Sistem operasi deteksi

menemukan sesuatu yang janggal yang dapat membuka pipa kering secara

simultan dan tanpa adanya kekurang tekanan air di dalam sistem tersebut.
37

Sebagai salah satu alat yang dapat menanggulangi kebakaran, sprinkler harus

selalu dalam keadaan yang baik. Kriteria sprinkler yang baik menurut NFPA 13

diantaranya:

1. Semua instalasi sprinkler dicat merah dan terhubung dengan alarm kebakaran

otomatis

2. Terdapat jaringan dan persediaan air bersih yang bebas lumpur serta pasir

3. Jarak antar sprinkler tidak lebih dari 4,6 m

4. Jarak dari sprinkler ke dinding tidak lebih dari 4,6 m

5. Kepala sprinkler dalam keadaan baik dan tidak terhalang benda apapun

6. Terdapat prosedur pemeriksaan dan uji coba

2.9.4 Detektor

Peralatan pendeteksian secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector

yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan

alarmnya (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:

PER.02/MEN/1983).

Sedangkan menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat

yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan. Fire

Detector mempunyai jenis yang bermacam-macam, sesuai dengan cara

pendeteksiannya. (NFPA 72)


38

Jenis-jenis detector menurut NFPA 72 diantaranya adalah:

1. Detektor Asap (Smoke Detector)

Detektor ini berfungsi untuk mendeteksi partikel-partikel asap, baik yang

nampak, maupun yang tidak nampak. Ada beberapa jenis detektor asap

sesuai dengan cara kerja, antara lain:

a. Ionisation Sistem, yaitu detektor akan bekerja apabila partikel asap

memasuki suatu bagian detektor yang di dalamnya sedang terjadi proses

ionisasi udara. Prinsipnya adalah berkurangnya arus ionisasi oleh asap

pada konsentrasi tertentu. Detektor ini lebih responsif terhadap partikel

asap yang tidak nyata (kurang dari 1 mikron) yang dihasilkan oleh api

dengan nyala terang dan berasap tipis.

b. Fotoelectric Sistem, yaitu detektor akan bekerja apabila partikel asap

memasuki bagian detektor yang di dalamnya sedang terjadi proses

penyinaran pada suatu sensor. Prinsipnya adalah berkurangnya cahaya

oleh asap pada konsentrasi tertentu. Detektor ini lebih sensitif untuk jenis

asap yang nyata (lebih dari 1 mikron) yang dihasilkan oleh api membara

dengan jumlah asap yang banyak.

2. Detektor Panas (Heat Detector)

Alat ini bekerja berdasarkan pengaruh panas, yaitu dengan pendeteksian suhu

tinggi atau kenaikan suhu abnormal. Berdasarkan temperatur yang diukur,

detektor panas terdiri atas 3 jenis, antara lain:

a. Fixed Temperatur Detector: detektor bekerja apabila temperatur naik

mencapai suatu batas tertentu


39

b. Rate of Rise Detector: detektor bekerja bila kenaikan suhu dengan cepat

dalam waktu yang singkat

c. Combination of Fixed Temperatur Detector and Rate of Rise Detector:

detektor bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperatur dan batas

temperatur maksimum yang ditetapkan

3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)

Adalah detektor yang bekerja berdasarkan radiasi api, yakni setelah

menerima sinyal-sinyal berupa sinar infra merah atau ultraviolet yang berasal

dari api atau percikan api.

4. Detektor Gas (Fire-Gas Detector)

Detektor bekerja berdasarkan gas yang timbul dari kebakaran atau gas lain

yang mudah terbakar.

5. Detektor Lainya (Other Fire Detector)

Agar detektor dapat berfungsi secara total dalam mencegah terjadinya

kebakaran, NFPA 72 memberikan beberapa kriteria, yaitu:

1) Detektor panas pada suatu sistem tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah

2) Pada atap datar detektor tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm

dari dinding

3) Jarak antar detektor maksimal 9,1 m atau sesuai rekomendasi dari pabrik

pembuatnya

4) Sensor dalam keadaan bersih tidak dicat

5) Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari AC

6) Setiap kelompok sistem tidak boleh dipasang lebih dari 20 buah detektor asap
40

2.9.5 Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran

adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk

mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman

kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah pengaturan

dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu dipasang di

sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang terletak di

sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang

dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman kebakaran dan

melindungi sebuah bangunan atau struktur dan isinya selain untuk melindungi

penghuni.

Di dalam NFPA, klasifikasi hidran kebakaran berdasarkan jenis dan

penempatannya, dibagi 2 jenis hidran, yaitu:

1. Hidran gedung (indoor hydrant):

Hidran gedung adalah hidran yang terletak di dalam suatu bangunan/gedung

dan instalasi serta peralatannya disediakan serta di pasang dalam

bangunan/gedung tersebut. Hidran gedung menggunakan pipa tegak 4 inchi,

panjang selang minimum 15 m, diameter 1,5 inchi serta mampu mengalirkan

air 380 liter/menit.


41

Berdasarkan sistemnya, hidran jenis ini dibagi menjadi 3 kelas yaitu:

a. Hidran kelas 1

Yaitu sistem yang dilengkapi dengan selang (hose connections) 2,5 in.

(65 mm) yang menyediakan air untuk digunakan oleh petugas pemadam

kebakaran.

b. Hidran kelas 2

Yaitu sistem yang dilengkapi dengan selang (hose stations) 1,5 in. (40

mm ) yang menyediakan air untuk digunakan terutama oleh orang yang

sudah terlatih atau petugas pemadam kebakaran selama respon awal.

c. Hidran kelas 3

Yaitu sistem yang menyediakan 1,5 in (40 mm) selang (hose stations)

untuk menyediakan air untuk digunakan oleh orang yang sudah terlatih

dan selang (hose connections) 2,5 in. (65 mm) untuk menyediakan

volume air yang lebih besar untuk digunakan oleh petugas pemadam

kebakaran.

2. Hidran halaman (outdoor hydrant):

Hidran halaman adalah hidran yang terletak di luar bangunan/gedung,

sedangkan instalasi serta peralatannya disediakan serta di pasang di

lingkungan bangunan/ gedung tersebut. Hidran halaman biasanya

menggunakan pipa induk 4-6 inchi. Panjang selang 30 m dengan diameter 2,5

inchi serta mampu mengalirkan air 950 liter/menit.


42

Di dalam NFPA 14, telah disebutkan beberapa kriteria hidran yang baik,

yaitu:

1) Semua peralatan hidran dicat merah

2) Setiap hidran diberi tanda dengan tulisan dengan tinggi 1 in. (25.4 mm)

3) Dilakukan uji operasional dan kelengkapan komponen hidran setiap 1

tahun sekali

4) Terdapat petunjuk penggunaan yang dipasang ditempat yang mudah

dilihat

5) Terdapat kelengkapan hidran: slang, kopling, nozzle, keran pembuka

6) Nozzle harus sudah dipasang pada slang kebakaran

7) Kotak hidran gedung harus mudah dibuka, dilihat, dijangkau, dan tidak

terhalang oleh benda lain

8) Tersedia hidran halaman yang mudah dilihat dan dijangkau

9) Pemasangan hidran maksimal 12 m dari unit yang dilindungi

2.10 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk

dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam

upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran

pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. (KEPMEN PU No.10/KPTS/2000

tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada

Bangunan Gedung dan Lingkungan).


43

Tujuan utamanya adalah menghindarkan orang dari keterpajanan produk

pembakaran, seperti panas, asap, dan gas. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan

memisahkan individu yang terancam dari produk yang membahayakan tersebut.

Selain itu juga sarana penyelamat jiwa bertuan untuk mencegah terjadinya

kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat

terjadi.

2.10.1 Petunjuk Jalan Keluar

Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu

bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar dari

lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di

persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau

bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)

Dalam NFPA 101 disebutkan bahwa kriteria petunjuk jalan keluar yang baik

diantaranya:

1) Petunjuk arah diberikan penerangan dari sumber daya listrik darurat

2) Tanda petunjuk arah jalan keluar berupa papan bertuliskan “EXIT” atau

dengan panah petunjuk arah jalan

3) Rambu dipasang di tempat yang mudah terlihat atau dekat dengan pintu

keluar/pintu kebakaran
44

2.10.2 Sarana Jalan Keluar

Dalam KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik

Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar adalah:

a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar

menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:

1) bagian dalam dan luar tangga,

2) ramp,

3) lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,

4) bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.

b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran yang

menuju ke eksit horisontal.

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang

mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Kriteria lainnya yang harus dipenuhi

yaitu lebar minimal jalan keluar adalah 2 m, Jumlah jalan keluar terdapat lebih

dari 1 dan letaknya berjauhan, setiap bangunan sedikitnya memiliki 1 eksit, jarak

ke exit tidak melebihi 200 ft (61 m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan yang telah

dilengkapi sprinkler.

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 kebutuhan jalan keluar (eksit)

adalah sebagai berikut:

1. Semua bangunan: Setiap bangunan harus mempunyai sedikitnya 1 eksit dari

setiap lantainya.
45

2. Bangunan kelas 2 s.d kelas 8: Selain terdapat eksit horisontal, minimal

harus tersedia 2 eksit:

a. tiap lantai bila bangunan memiliki tinggi efektif lebih dari 2,5 m

b. bangunan kelas 2 atau 3 atau gabungan kelas 2 dan 3 dengan ketinggian 2

lantai atau lebih dengan jenis konstruksi tipe - C, maka setiap unit hunian

harus mempunyai:

 akses ke sedikitnya 2 jalan ke luar; atau

 akses langsung ke jalan atau ruang terbuka

3. Bismen: Selain adanya eksit horisontal minimal harus tersedia 2 eksit dari

setiap lantai, bila jalur penyelamatan dari lantai tersebut naik lebih dari 1,5 m

kecuali:

a. luas lantai tak lebih dari 50 m2

b. jarak tempuh dari titik manapun pada lantai dimaksud kesatu eksit tidak

lebih dari 20 m.

4. Bangunan kelas 9: Selain tersedia eksit horisontal, minimal harus tersedia 2

jalan ke luar pada:

a. tiap lantai bila bangunan memiliki lantai lebih dari 6 atau ketinggian

efektif lebih dari 2,5 m

b. tiap lantai termasuk area perawatan pasien pada bangunan kelas 9a

c. tiap lantai pada bangunan kelas 9b yang digunakan sebagai pusat

perawatan balita
46

d. setiap lapis lantai pada bangunan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan

Pertama dengan ketinggian 2 lantai atau lebih

e. setiap lantai atau mesanin yang menampung lebih dari 50 orang sesuai

fungsinya dihitung sesuai persyaratan butir 2.14.

5. Eksit dan Area perawatan pasien: Pada bangunan kelas 9a sedikitnya harus

ada 1 buah eksit dari setiap bagian lantai yang telah disekat menjadi

kompartemen-kompartemen tahan api.

6. Eksit pada Panggung terbuka: Pada panggung terbuka yang menampung

lebih dari 1 deret tempat duduk, setiap deret harus mempunyai minimal 2

tangga atau ramp, masing-masing membentuk bagian jalur lintasan ke

minimal 2 buah eksit.

7. Akses ke eksit: Tanpa harus melalui unit hunian tunggal lainnya, setiap

penghuni pada lantai atau bagian lantai bangunan harus memiliki akses ke:

a. suatu eksit; atau

b. sedikitnya 2 eksit, apabila ada 2 akses, maka dibutuhkan 2 buah eksit atau

lebih.

2.10.3 Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah

pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan

apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau

pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk

usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Daun pintu harus
47

membuka keluar dan jika pintu tertutup maka tidak bisa dibuka dari luar (self

closing door). Pintu kebakaran tidak boleh ada yang menghalangi baik didepan

pintu ataupun di belakangnya dan tidak boleh di kunci. Memiliki ukuran pintu L:

90-120 cm, T: 210 cm dan dapat dibuka tanpa anak kunci. Selain itu pintu

darurat terhubung langsung dengan jalan keluar/halaman luar.

2.10.4 Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika

terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tangga kebakaran

adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi

kebakaran. Tangga kebakaran atau darurat harus dilengkapi dengan pintu tahan

api minimal 2 jam dengan arah bukaan ke tangga kebakaran dan dapat menutup

secara otomatis. Tangga kebakaran minimal 1 meter dan tidak boleh menyempit

ke arah bawah, tinggi maksimum anak tangga 17,5 cm, lebar injakan minimal

22,5 cm. Tangga darurat harus dilengkapi dengan pegangan tangan (handrail)

yang kuat setinggi 1,10 meter dan bukan merupakan tanggaberputar atau

melingkar. (NFPA 101)

Sedangkan menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum (PU) tangga

kebakaran merupakan tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan

bagi penghuni dari bahaya kebakaran.


48

2.10.5 Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur

evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran,

sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang digunakan

untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik yang dapat

diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada tangga

kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan dilalui pada saat

evakuasi. (Perda DKI, 1992)

Adapun persyaratan NFPA 101 dari penerangan darurat antara lain:

1. Sinar lampu berwarna kuning, sehingga dapat menembus asap serta tidak

menyilaukan dengan kekuatan 10 lux

2. Ruangan yang disinari adalah jalan menuju ke pintu darurat saja

3. Tersedia penerangan darurat dari sumber aliran listrik darurat.

4. Penempatan lampu darurat dengan baik sehingga bila satu lampu mati tidak

akan menyebabkan gelap

2.10.6 Tempat Berhimpun (Assembling Point)

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai

tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.

Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan

dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya

kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)


49

Dalam NFPA 101 diatur bahwa tempat berhimpun harus memiliki petunjuk

dan dalam kondisi aman. Selain itu luas tempat berhimpun harus sesuai dengan

0,3 m2/orang.

2.11 Tingkat Pemenuhan

Dalam Permenaker No.05/MEN/1996 menyebutkan bahwa penjadwalan

pemeriksaan dan pemeliharaan sarana produksi serta peralatan mencakup

verifikasi alat-alat pengaman dan persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan

perundangan, standard dan pedoman teknis yang berlaku. Selain itu, disebutkan

juga bahwa alat dan sistem keadaan darurat diperiksa, diuji dan dipelihara secara

berkala. Hasil dari aktifitas analisis yang telah dilakukan mengenai sarana

proteksi aktif kebakaran, kemudian hasil tersebut didokumentasikan dan

dievaluasi untuk menentukan tingkat pemenuhan sesusai dengan standar kualitas

yang telah disepakati.

2.11.1 Teknik Skoring

Teknik skoring data dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan

terhadap hasil observasi sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana penyelamatan

jiwa dengan melihat kesesuaian item data dengan pemenuhan perundangan.

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum tingkat keandalan

keselamatan bangunan atau tingkat penilaian audit kebakaran dapat

diklasifikasikan sesuai dengan tabel 2.6


50

Tabel 2.6
Tingkat Penilaian Audit Kebakaran
Nilai Kesesuaian Kondisi Fisik Komponen Keselamatan

Kebakaran

Baik (B) Sesuai persyaratan Semua komponen sistem proteksi kebakaran

>80 – 100 % berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat

digunakan secara optimum, dimana para pemakai

gedung dapat melakukan kegiatannya dengan

mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.

Cukup baik Terpasang tapi ada Semua komponen sistem proteksi kebakaran

(C) sebagian kecil masih berfungsi baik, tetapi ada sub komponen

60 – 80 % instalasi yang tidak utilitas yang berfungsi kurang sempurna, kadang-

sesuai dengan kadang menimbulkan gangguan atau kapasitasnya

persyaratan kurang dari yang ditetapkan dalam desain/

spesifikasi, sehingga kenyamanan dan fungsi

ruang dan/atau gedung menjadi terganggu.

Kurang (K) Tidak sesuai sama Semua komponen sistem proteksi kebakaran ada

< 60 % sekali yang rusak/tidak berfungsi kapasitasnya jauh

dibawah dari nilai yang ditetapkan dalam

desain/spesifikasi sehingga kenyamanan dan

fungsi ruang dan/atau gedung menjadi sangat

terganggu atau tidak dapat digunakan secara total.

Sumber: Puslitbang Pemukiman Tahun 2005


BAB III

KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Berfikir

Sistem tanggap darurat kebakaran:

a. Manajemen tanggap darurat

 Organisasi tanggap darurat

 Prosedur tanggap darurat

 Pelatihan tanggap darurat


Dibandingkan dengan
b. Sarana proteksi aktif
menggunakan
 APAR
beberapa standar acuan :
 Alarm
1. KEPMEN PU No.10/K Kesesuaian terhadap
 Hidran
standar
PTS/ 2000
 Sprinkler
2. NFPA 10
 Detektor
3. NFPA 13
c. Sarana penyelamatan jiwa
4. NFPA 14
 Sarana jalan keluar
5. NFPA 72
 Petunjuk jalan keluar

 Pintu darurat

 Tangga darurat

 Penerangan darurat

 Titik berkumpul

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

51
52

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi dan penilaian terhadap

sistem tanggap darurat yaitu: manajemen tanggap darurat (organisasi tanggap

darurat, perencanaan tanggap darurat, dan pelatihan tanggap darurat kebakaran),

sarana proteksi aktif (alat pemadam api ringan (APAR), alarm, sprinkler,

detektor dan hidran), dan sarana penyelamat jiwa (petunjuk jalan keluar, sarana

jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan darurat, dan titik

berkumpul). Kemudian sistem tersebut dibandingkan dengan menggunakan

beberapa standar acuan seperti: KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang

Ketentuan Teknik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan

Gedung dan Lingkungan, NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire

Checklist, NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist,

NFPA 14 tentang Standard installation of Standpipe and Hose System and Hose

System Checklist, NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, NFPA

101 tentang Life Safety Code Checklist.

Namun pada penelitian ini tidak menilai kesesuaian tapak karena struktur

bangunan sudah ada dan tidak memungkinkan untuk diubah lagi. Sehingga

komponen-komponen yang dianalisis berupa manajemen tanggap darurat, sarana

proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa saja.

Setelah komponen-komponen sistem tanggap darurat dibandingkan dengan

standar-standar yang sesuai serta didukung dengan wawancara mendalam,

kemudian dinilai dengan menggunakan penilaian audit kebakaran sesuai

Puslitbang PU.
53

3.2 Definisi Istilah

3.2.1 Manajemen Tanggap Darurat

1. Organisasi Tanggap Darurat


Organisasi tanggap darurat adalah sekelompok orang yang ditunjuk/dipilih

sebagai pelaksana keadaan darurat.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam

Alat ukur : Checklist dan pedoman wawancara

Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki

tingkat kesesuaian 80-100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki

tingkat kesesuaian 60-80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki

tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki

tingkat kesesuaian 0%

Standar yang NFPA 101 (Life Safety Code)

digunakan :
54

2. Prosedur Tanggap Darurat


Prosedur tanggap darurat adalah tata cara/pedoman kerja dalam

menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfaatkan sumber daya

dan sarana yang tersedia unntuk menanggulangi akibat dan situasi yang tidak

normal dengan tujuan mencegah atau mengurangi kerugian yang lebih besar.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam

Alat ukur : Checklist dan pedoman wawancara

Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki

tingkat kesesuaian 80-100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki

tingkat kesesuaian 60-80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki

tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki

tingkat kesesuaian 0%

Standar yang NFPA 101 (Life Safety Code)

digunakan :
55

3. Pelatihan Tanggap Darurat Kebakaran


Latihan tanggap darurat kebakaran adalah latihan pemakaian alat-alat

pemadam kebakaran, cara pakai dan bagaimana caranya mengatasi api

kebakaran.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist dan dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang NFPA 101 (Life Safety Code)
digunakan :

3.2.2 Sarana Proteksi Aktif

1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


Adalah perangkat portable yang dapat diangkat ataupun beroda dan

dioperasikan dengan tangan, mengandung agen pemadam yang dapat

dikeluarkan di bawah tekanan untuk tujuan menekan atau memadamkan

kebakaran.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist, meteran, penggaris dan dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
56

tingkat kesesuaian 80-100%


2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang NFPA 10 (Standard For Portable Fire Extinguishers)
digunakan :

2. Alarm
Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau

tanda adanya suatu kebakaran.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist, meteran, stopwatch dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang NFPA 72 (Standard On Automatic Fire Decector)
digunakan :
57

3. Sprinkler
Adalah alat pemancar api untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai

tudung berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat

memancar kesemua arah secara merata.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam

Alat ukur : Checklist, thermometer, meteran dan dan pedoman wawancara

Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki


tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian > 0%
Standar yang NFPA 13 (Installation Of Sprinkler System)
digunakan :

4. Detektor
Detektor kebakaran adalah sebuah alat yang didesain untuk mendeteksi

adanya kebakaran dan melakukan tindakan.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist, meteran, thermometer, dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
58

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki


tingkat kesesuaian 0%
Standar yang NFPA 72 (Standard On Automatic Fire Detector)
digunakan :

5. Hidran Halaman (Outdoor Hydrant)


Hidran halaman adalah hidran yang terletak di luar bangunan/gedung,

sedangkan instalasi serta peralatannya disediakan serta di pasang di

lingkungan bangunan/ gedung tersebut.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist, meteran, dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
digunakan : Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan
Gedung dan Lingkungan dan NFPA 14 tentang Standard
installation of Standpipe and Hose System and Hose System
Checklist
59

6. Hidran Gedung (Indoor Hydrant)


Adalah hidran yang terletak di dalam suatu bangunan/gedung dan instalasi sert

a peralatannya disediakan serta dipasang dalam bangunan/ gedung tersebut.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist, meteran dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
digunakan : Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan
Gedung dan Lingkungan dan NFPA 14 tentang Standard
installation of Standpipe and Hose System and Hose System
Checklist
60

3.2.3 Sarana Penyelamat Jiwa

1. Petunjuk Jalan Keluar


Adalah suatu tanda petunjuk dengan panah menunjukan arah dan dipasang di

koridor, jalan menuju ruang besar, jalan menuju pintu darurat yang

memberikan indikasi penunjukan arah menuju pintu keluar atau titik

berkumpul.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist, penggaris, kamera dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
digunakan : Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan dan NFPA 101 (Life Safety Code)

2. Sarana Jalan Keluar


Sarana jalan keluar adalah:

a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar

menuju ke jalan umum atau ruang terbuka: bagian dalam dan luar tangga,

ramp, lorong yang dilindungi terhadap kebakaran, bukaan pintu yang

menuju jalan umum atau ruang terbuka.


61

b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran

yang menuju ke eksit horisontal.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik
digunakan : Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan.

3. Pintu Darurat
Pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai

jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi

kebakaran.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist, meteran dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
62

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki


tingkat kesesuaian 0%
Standar yang NFPA 101 (Life Safety Code)
digunakan :

4. Tangga Darurat
Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika

terjadi kebakaran.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist,meteran, penggaris dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang NFPA 101 (Life Safety Code)
digunakan :

5. Penerangan Darurat
merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur evakuasi jika

penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga

memudahkan usaha penyelamatan.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist, luxmeter, stopwatch dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
63

tingkat kesesuaian 80-100%


2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang NFPA 101 (Life Safety Code)
digunakan :

6. Tempat Berhimpun (Assembling Point)


adalah suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan

sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan

darurat.

Cara ukur : Observasi dan wawancara mendalam


Alat ukur : Checklist dan pedoman wawancara
Hasil ukur : 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa memiliki
tingkat kesesuaian 0%
Standar yang NFPA 101 (Life Safety Code)
digunakan :
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan pendekatan

observasional untuk menganalisis suatu sistem tanggap darurat kebakaran yang

ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010. Hasil observasi kemudian

dibandingkan dengan standar acuan yang digunakan yaitu: KEPMEN PU No.10

Tahun 2000, NFPA 10, NFPA 13, NFPA 14, NFPA 72 dan NFPA 101.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) PT PJB

UP Muara Karang, yang berlokasi di Jalan Pluit No.2 A Muara Karang, Jakarta

Utara.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Desember

tahun 2010.

64
65

4.3 Informan

Kriteria informan pada penelitian ini adalah:

1. Pekerja tetap PT PJB UP Muara Karang

2. Pekerja yang bekerja di bagian PLTU PT PJB UP Muara Karang

3. Pekerja yang mengetahui kronologi kejadian kebakaran yang pernah terjadi

Sebagai informan pada penelitian ini adalah:

1. Kepala Departemen K dan LK3

2. Supervisor K3

3. Staff K3

4. Supervisor Produksi di bagian PLTU

5. Operator Produksi di bagian PLTU

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) metode,

yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.

a. Observasi dalam penelitian ini menggunakan daftar checklist, yaitu

dengan cara melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian,

mengamati komponen – komponen sistem tanggap darurat yang ada di

PLTU PT PJB UP Muara Karang dengan bantuan penggaris, meteran,


66

stopwatch, thermometer, dan dibandingkan dengan daftar checklist yang

ada.

b. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan panduan lembar

wawancara, untuk mendapatkan informasi yang akurat sesuai dengan

kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Wawancara ini dilakukan

terhadap kepala departemen K dan LK3, supervisor K3, staff K3,

supervisor produksi di bagian PLTU dan operator produksi di bagian

PLTU untuk mengcross check hasil observasi yang telah dilakukan

sehingga data yang dihasilkan akurat.

c. Dokumentasi dalam penelitian ini menggunakan kamera digital, yaitu

dengan mendokumentasikan komponen – komponen sistem tanggap

darurat yang diteliti yaitu sarana proteksi aktif dan sarana penyelamat

jiwa.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder yaitu :

a. Struktur Organisasi di PT PJB UP Muara Karang

b. Struktur organisasi tanggap darurat di PLTU PT PJB UP Muara Karang

c. Tim penanggulangan kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang

d. Dokumentasi latihan kebakaran yang telah dilakukan

e. Data maintenance sarana proteksi aktif di PLTU PT PJB UP Muara

Karang

f. Data karakteristik alat proteksi aktif di PLTU PT PJB UP Muara Karang


67

g. Prosedur tanggap darurat kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang

4.5 Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat

pemenuhan sarana sistem tanggap darurat kebakaran. Analisis data dalam

penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui seberapa persen pemenuhan manajemen tanggap darurat

kebakaran, yang kemudian dibandingkan dengan standar acuan yang sesuai

untuk menilai ditiap bagiannya diantaranya:

a. Organisasi tanggap darurat yang dibandingkan dengan NFPA 101 (Life

Safety Code).

b. Prosedur tanggap darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety

Code).

c. Pelatihan tanggap darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety

Code).

2. Untuk mengetahui seberapa persen pemenuhan sarana proteksi aktif

kebakaran, yang kemudian dibandingkan dengan standar acuan yang sesuai

untuk menilai ditiap bagiannya diantaranya:

a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dibandingkan dengan NFPA 10

(Standard For Portable Fire Extinguishers)

b. Alarm dibandingkan dengan NFPA 72 (Standard On Automatic Fire

Decector)
68

c. Sprinkler dibandingkan dengan NFPA 13 (Installation Of Sprinkler

Sistem).

d. Detektor dibandingkan dengan NFPA 72 (Standard On Automatic Fire

Detector)

e. Hidran dibandingkan dengan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang

Ketentuan Teknik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada

Bangunan Gedung dan NFPA 14 (Standard installation of Standpipe and

Hose Sistem and Hose Sistem Checklist)

3. Untuk mengetahui seberapa persen pemenuhan sarana penyelamat jiwa

kebakaran, yang kemudian dibandingkan dengan standar acuan yang sesuai

untuk menilai ditiap bagiannya diantaranya:

a. Sarana jalan keluar dibandingkan dengan KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap

Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan dan NFPA

101 (Life Safety Code).

b. Petunjuk jalan keluar dibandingkan dengan KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap

Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan dan NFPA

101 (Life Safety Code).

c. Pintu darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).

d. Tangga darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).

e. Penerangan darurat dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).

f. Tempat berhimpun dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).


69

4. Menentukan tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran

berdasarkan total tingkat pemenuhan dari masing-masing alat. Penilaian

terhadap tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran dengan

menggunakan tabel 4.1

Tabel 4.1

Tingkat Penilaian Audit Kebakaran

Nilai Kesesuaian Keandalan

> 80%-100% Sesuai persyaratan Baik (B)

Terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi Cukup Baik (C)


60%-80%
yang tidak sesuai dengan persyaratan

<60% Tidak sesuai sama sekali Kurang (K)

Sumber : Puslitbang Pemukiman Tahun 2005

4.6 Validitas data

Validitas data pada penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi data.

Cara ini digunakan untuk keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding suatu data.

Dalam penelitian ini , peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber dan

triangulasi metode. Triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang

berbeda. Sedangkan triangulasi metode yaitu memperoleh informasi dengan

menggunakan metode yang berbeda sehingga hasil yang diperoleh bisa

dibandingkan.
BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Umum PT PJB UP Muara Karang

5.1.1 Profil PT PJB UP Muara Karang

1. Sejarah Singkat

PT PJB UP Muara Karang merupakan sebuah anak perusahaan PLN

(Persero) produsen listrik yang menyuplai kebutuhan listrik Ibukota Jakarta,

terutama daerah-daerah VVIP seperti Istana Presiden, Gedung MPR/DPR. Saat

ini PT PJB UP Muara Karang mengelola 5 unit PLTU (Pusat Listrik Tenaga

Uap), 1 unit PLTGU (Pusat Listrik Tenaga Gas Uap) Muara Karang dengan

kapasitas total 1.210 MW & 1 unit Blok 2. PT PJB UP Muara Karang berada di

Jl. Raya Pluit Utara No. 2A Jakarta Utara 14450.

Unit Pembangkitan Muara Karang, dioperasikan pertama kali pada tahun

1979 yang dikenal sebagai Sektor Muara Karang. Restrukturasi di PT PLN

(Persero) melahirkan dua anak perusahaan pada tanggal 03 Oktober 1995, yaitu

PT PLN Pembangkitanan Tenaga Listrik Jawa Bali I dan II. Sejak 03 Oktober

2000 PT PLN PJB II UP Muara Karang ikut berubah pula menjadi PT PJB UP

Muara Karang.

70
71

Gambar 5.1
Peta Lokasi PLTU Muara Karang
Sumber: Data perusahaan

2. Kebijakan Manajemen PT PJB UP Muara Karang

a. Visi

Menjadi perusahaan pembangkit tenaga listrik Indonesia yang terkemuka

dengan standar kelas dunia.

”To be an Indonesian leading power generation company with world

class standards.”

b. Misi

1. Memproduksi tenaga listrik yang handal dan berdaya saing.

2. Meningkatkan kinerja secara berkelanjutan melalui implementasi tata

kelola pembangkitan dan sinergi business partner dengan metode best

practice dan ramah lingkungan.

3. Mengembangkan kapasitas dan kapabilitas SDM yang mempunyai

kompetensi teknik dan manajerial yang unggul serta berwawasan

bisnis.

c. Motto

Motto UP. Muara Karang adalah Aman, Andal, Efisien dan Tertib.
72

3. Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Menyadari bahwa karyawan adalah aset terpenting dalam perusahaan, maka

setiap karyawan diberikan kesempatan untuk berkembang, dan diberikan

pendidikan serta pelatihan agar menjadi SDM yang profesional. Penetapan tugas

dan tanggung jawab karyawan PT PJB UP Muara Karang dengan jumlah 271

orang dapat dilihat pada Struktur Organisasi PT PJB UP Muara Karang dan

Uraian Jabatan (SK DIR No.030.K/020/DIR/2010). Komunikasi internal yang

dilakukan didalam PT PJB UP Muara Karang dilakukan dengan berbagai macam

media antara lain: rapat dan surat.

GENERAL
MANAGER

OPERASI PEMELIHARAAN KIMIA DAN ENJINIRING SDM & KEUANGAN LOGISTIK KEPATUHAN
LK3 ADMINISTRASI

Gambar 5.2
Struktur Organisasi PT PJB UP Muara Karang
Sumber : Departemen SDM PT PJB UP Muara Karang

Karyawan di Bagian Operasi dan Pemeliharaan PLTU Muara Karang disebut

Karyawan tim pemeliharaan. Karyawan di Bagian Operasi dan Pemeliharaan

akan menghadapi risiko yang cukup besar, untuk itu diperlukan karyawan

dengan kepribadian yang sesuai dengan lingkungan kerja yang akan dihadapinya.
73

Jumlah karyawan di bagian operasi dibagi menjadi:

 Control room : 20 orang

 Local Control : 16 orang (Water intake, Ground Floor, Turbin,

Generator)

Jumlah karyawan di bagian pemeliharaan dibagi menjadi:

 Instrumen : 6 orang

 Mesin : 8 orang

 Listrik : 6 orang

Karyawan unit pemeliharaan bekerja selama 8 jam sehari, operator bagian

operasi dibagi dalam 4 shift, shift A dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00, shift B

dari pukul 15.00 sampai pukul 22.00, dan shift C dari pukul 22.00 sampai pukul

07.00 dan shift D libur. Operator ini dua hari masuk pagi, dua hari masuk siang,

dua hari masuk malam dan dua hari libur. Sedangkan karyawan bagian

pemeliharaan dan bagian administrasi yang bekerja di area office masuk dari hari

Senin hingga hari Jumat dari pukul 07.30 sampai pukul 16.00.

5.1.2 Gambaran Departemen K & LK3

1. Fungsi Departemen Kimia dan LK3

Tanggung jawab dan fungsi Kimia dan LK3 adalah merencanakan,

melaksanakan dan mengatasi masalah-masalah kimia, lingkungan dan K3 untuk

menciptakan keseimbangan lingkungan Unit Pembangkitan Muara Karang yang

aman dan sehat sehingga target tanpa ada kecelakaan (zero accident) dapat
74

dicapai dalam upaya pencapaian sasaran unit pembangkitan sesuai dengan

standar atau ketentuan yang berlaku.

2. Motto Departemen K&LK3

Gambar 5.3
Motto 5S
Sumber: Departemen K&LK3

3. Sistem Manajemen Terpadu

Sistem Manajemen Terpadu merupakan integrasi dari sistem manajemen mutu,

lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja. Sistem manajemen terpadu

diterapkan untuk menjamin bahwa semua proses bisnis yang ditetapkan perusahaan

dijalankan sesuai dengan prosedur kerja tertulis (ISO 9000, ISO 14000, dan

SMK3/OHSAS), sehingga dicapai dengan pengelolaan aset yang terkendali,

optimal, dan memenuhi kaidah world class. Kegiatan sistem manajemen terpadu

meliputi :

a. Membangun dan menerapkan sistem manajemen mutu, lingkungan, dan K3.

a. Mengintegrasikan manajemen mutu, lingkungan, dan K3 dalam setiap bidang

sistem manajemen perusahaan.

b. Melakukan penilaian.

c. Melakukan review dan penyempurnaan berkelanjutan.


75

5.1.3 Gambaran Produksi PLTU Unit 4-5 PT PJB UP Muara Karang

Gambar 5.4
Alur Proses Produksi Listrik PLTU Muara Karang
Sumber: Data Perusahaan

Peralatan utama PLTU Muara Karang adalah ketel uap (boiler), turbin, dan

generator, dan peralatan bantunya seperti desalination plant 4-5 & water

treatment, dll. Dalam proses produksi energi listrik, air laut diubah menjadi air

tawar melalui Desalination plant yang kemudian akan ditampung dalam Raw

Water. Air tawar yang digunakan sebagai media kerja diolah lagi melalui

peralatan Water Treatment hingga air tersebut memenuhi syarat untuk Boiler,

setelah melewati proses Water Treatment air tawar ditampung dalam Make up

Tank.

Proses selanjutnya ialah mengirim air tawar ke Demineralitation Plant

(Demin Plant) untuk menurunkan konduktivitas (daya hantar) dari 20 µs menjadi

< 0,1 µs dengan menggunakan alat berupa pompa transfer. Hasil dari Demin

Plant disimpan ke dalam Demineralitation Tank. Setelah itu disimpan dalam Hot

Whell, kemudian dari Hot Wheel dipompa dengan Condesate Pump ke

Dearearator. Deareator berfungsi untuk menampung air dan memanaskan air

secara kontak langsung.


76

Selanjutnya air tawar yang memenuhi syarat, disalurkan dan dipanaskan ke

dalam boiler dengan menggunakan bahan bakar gas dan atau bahan bakar residu.

Uap hasil produksi boiler dengan tekanan dan temperatur tertentu disalurkan ke

turbin. Uap yang disalurkan ke turbin akan menghasilkan tenaga mekanis untuk

memutar generator dan menghasilkan tenaga listrik disalurkan ke sistem Jawa

Bali.

5.2 Bahaya Kebakaran

5.2.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang

Di PLTU PT PJB UP Muara Karang terdapat 5 area kerja yang mempunyai

jenis potensi bahaya kebakaran yang berbeda berdasarkan area dan jenis

pekerjaan yang dilakukan. Dibawah ini merupakan area kerja yang ada di PLTU

PT PJB UP Muara Karang beserta potensi bahaya kebakaran yang dapat terjadi

sebagai berikut:

1. Desalination plant

Merupakan area dengan luas 106.8 m2 dimana air laut sebagai bahan baku

utama produksi di PLTU PT PJB UP Muara Karang diubah menjadi air tawar

melalui proses penguapan (penyulingan). Jumlah karyawan yang bekerja di

area ini adalah 3 orang setiap harinya. Potensi kebakaran yang mungkin

terjadi yaitu diakibatkan konsleting listrik di pada control panel local.

2. Ground Floor 4-5

Merupakan lantai dasar dengan luas 4018.35 m2 yang terdiri mesin boiler

feed pump, condensor, condesate pump, acw pump, demint plant, condensor,
77

air preheat coil pump, cwp, compressor, dan seal pump. Di area ini

karyawan tidak bekerja secara terus menerus selama 8 jam sesuai TWA.

Namun hanya terkadang berada di area ground floor untuk mengecek panel-

panel lokal mesin. Boiler feed pump berfungsi untuk menyuplai air ke mesin

boiler. Condesate pump berfungsi sebagai media penyuplai air dari

condensor. Sedangkan compressor sendiri berfungsi untuk menaikkan

tekanan udara. Potensi kebakaran di ground floor 4-5 ini kemungkinan

muncul apabila tekanan yang ada di dalam mesin-mesin terbebut terlalu besar

ataupun overheating sehingga mesin bisa terbakar ataupun meledak.

3. Mezzanine Floor 4-5

Merupakan lantai kedua dengan luas 4018.35 m2. Di lokasi ini terdapat

banyak mesin yang digunakan dalam proses produksi listrik. Di area ini

karyawan tidak bekerja secara terus menerus selama 8 jam sesuai TWA.

Namun hanya terkadang berada di area ground floor untuk mengecek panel-

panel lokal mesin. Mesin yang ada di mezzanine floor ini diantaranya: water

heater, grand exhaust ventilation dan control panel local semua mesin yang

ada di ruang relay. water heater digunakan untuk memanaskan air sedangkan

grand exhaust ventilation sebagai tempat untuk pertukaran udara. Potensi

kebakaran yang mungkin muncul pada mezzanine floor ini yaitu konsleting

listrik di ruang relay.

4. Turbine Floor 4-5

Merupakan area yang terletak di lantai 3 dengan luas 4018.35 m2, yang

merupakan tempat untuk control room, mesin turbin, generator, boiler dan
78

mesin pembantu lainnya beserta control panel local mesin. Jumlah karyawan

yang bekerja di area ini adalah 12 orang setiap harinya. Turbin berfungsi

untuk mengubah energi potensial uap menjadi kinetik, energi kinetik ini

selanjutnya diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros

turbin untuk menggerakan generator. Generator berfungsi untuk

menghasilkan energi listrik dimana didalamnya terjadi proses perubahan

energi mekanis menjadi energi listrik. Potensi kebakaran yang ada di turbine

floor ini adalah ketika salah satu elemen dari air heater mengalami over

heating maka bisa menyebabkan terbakar. Bahkan jika air heater tersebut

mengalami penyumbatan akan menyebabkan naiknya tekanan udara di dalam

furnace (ruang bakar) boiler yang bisa menimbulkan ledakan dan konsleting

listrik pada panel tiap mesin.

5. Office

Merupakan area dengan luas 836.6 m2 yang digunakan untuk kegiatan

administrasi di PT PJB UP Muara Karang. Jumlah karyawan yang bekerja di

area ini adalah 82 orang setiap harinya. Potensi kebakaran yang mungkin

terjadi yaitu berasal dari aktifitas kegiatan administrasi seperti penggunaan

komputer, kertas-kertas, konsleting lstrik serta barang-barang kantor lainnya

yang bisa menimbulkan kebakaran.

6. Gudang

Merupakan area dengan luas 106.8 m2 yang digunakan untuk menyimpan stok

bahan-bahan kimia ataupun peralatan spare part mesin serta benda-benda

lainnya yang mendukung proses produksi di PT PJB UP Muara Karang.


79

Jumlah karyawan yang bekerja di area ini adalah 5 orang setiap harinya.

Potensi kebakaran yang mungkin muncul diakibatkan dari konsleting listrik

dan kemudian menyambar benda-benda lainnya yang ada di dalam gudang.

Tabel 5.1 Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran di Area Produksi PLTU PT

PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Area Potensi Kebakaran Kelas Kebakaran


1 Desalination Plant Komputer, kertas, kayu A
MFO, Oli, CO B
Listrik, kabel C

Besi, baja D

2 Ground Floor MFO, Oli, CO B


Listrik, kabel C
Besi, baja D
3 Mezzanine Floor MFO, Oli,CO B
Listrik, kabel C
Besi, baja D

4 Turbine Floor Komputer, kertas, kayu A


MFO, Oli,CO B
Listrik, kabel C

Besi, baja D

5 Gudang Komputer, kertas, kayu A


Oli B
Listrik, kabel C

Besi, baja D

6 Office Komputer, kertas, kayu A


Listrik, kabel C
80

5.2.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang

Berdasarkan klasifikasi bangunan berdasarkan KEPMEN PU No.10 Tahun

2000, office termasuk jenis bangunan kelas 5, yaitu bangunan kantor yang

merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha

profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial. Sedangkan

desalination plant, ground floor, mezzanine floor dan turbine floor merupakan

jenis bangunan kelas 8, yaitu bangunan laboratorium/industri/pabrik yang

dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan,

perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi

dalam rangka perdagangan atau penjualan. Dan yang terakhir gudang termasuk

jenis bangunan kelas 7 yaitu bangunan penyimpanan/gudang yang merupakan

bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk: tempat parkir

umum atau gudang atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau

cuci gudang.

Berdasarkan tingkat bahaya kebakaran di bangunan pabrik (industri) area

PLTU termasuk pada bangunan yang memiliki tingkat bahaya kebakaran sedang

I. hal ini dikarenakan PT PJB UP Muara Karang termasuk meteran listrik dan

komponen alat-alat listrik. Tingkat bahaya sedang ini merupakan karakteristik

kebakaran dimana api permukaan bisa menyebar pesat atau dengan intensitas

sedang.
81

5.3. Hasil Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Produksi PLTU

Pemaparan hasil sistem tanggap darurat dijelaskan berdasarkan area. Namun

manajemen tanggap darurat dibahas secara terpisah, hal tersebut dikarenakan

area produksi PLTU hanya memiliki 1 manajemen tanggap darurat untuk seluruh

area. Uraian hasil yang didapat adalah sebagai berikut:

5.3.1 Manajemen Tanggap Darurat

5.3.1.1 Organisasi Tanggap Darurat

Berdasarkan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang memiliki

organisasi/tim tanggap darurat kebakaran yang terdapat dalam dokumen Sistem

Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomer dokumen PK-UPMKR-14.

Penanggung
Jawab
Koordinator
Lapangan
Komunikas
i

Tim Tim Tim P3K Tim


PMK Keamanan penyelamat
Gambar 5.5
Organisasi Tanggap Darurat Kebakaran
Sumber: Data Perusahaan
82

Tabel 5.2 Tingkat Pemenuhan Organisasi Tanggap Darurat per Elemen

Pertanyaan di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat tim Terdapat tim penanggulangan kebakaran di PLTU 100 % 0%
penanggulangan PT PJB UP Muara Karang yang disebut tim PMK
kebakaran (pemadam kebakaran).
2. Terdapat organisasi Terdapat organisasi tanggap darurat kebakaran 100 % 0%
tanggap darurat kebakaran yang berbeda dengan organisasi perusahaan.
3. Petugas penanggung Setiap orang yang berada dalam struktur 100 % 0%
jawab terlatih dan organisasi tanggap darurat kebakaran sudah
mempunyai peran masing- terlatih dan mempunyai peran masing-masing.
masing Pelatihan yang sudah diikuti meliputi: cara
penggunaan APAR, hidran, alarm dan cara
evakuasi.
Tingkat Pemenuhan Organisasi Tanggap Darurat 100 %

Berdasarkan tabel 5.2, hasil pemeriksaan terhadap organisasi tanggap darurat

di PLTU PT PJB UP Muara Karang, tingkat pemenuhan organisasi tanggap

darurat adalah 100%. Organisasi tanggap darurat kebakaran yang terdapat dalam

dokumen Sistem Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomer dokumen PK-

UPMKR-14 terdiri dari penanggung jawab, koordinator lapangan, komunikasi,

tim PMK (Pemadam Kebakaran), tim Keamanan, tim P3K (Pertolongan Pertama

pada Kecelakaan) dan tim penyelamat.

Karyawan yang memiliki andil dalam organisasi tersebut telah dibekali

dengan pelatihan penanggulangan kebakaran yang dilakukan 2-3 kali dalam

setahun. Pelatihan tersebut meliputi cara penggunaan alat proteksi aktif seperti
83

APAR dan hidran, tata cara evakuasi dan PPGD (Pelatihan Penanggulangan

Gawat Darurat). Berikut merupakan penanggung jawab dalam organisasi tanggap

darurat kebakaran beserta tugas masing-masing:

1. Penanggung Jawab : Manajer


Tugas dan tanggung jawab : a. Memberikan arahan-arahan dalam menghadapi
keadaan darurat yang terjadi.
b. Mengambil keputusan sesuai dengan kondisi yang
terjadi demi keselamatan karyawan dan properti.
c. Memberikan keterangan resmi kepada pihak luar
mengenai keadaan darurat yang sedang terjadi.
d. Menyediakan fasilitas & sarana sistem pencegahan
kebakaran.
2. Koordinator lapangan : Supervisor K3 (saat jam kerja) dan supervisor produksi
(di luar jam kerja dan hari libur)
Tugas dan tanggung jawab : a. Mengkoordinir penanganan keadaan darurat sesuai
dengan jenisnya.
b. Memastikan peralatan dan sarana sistem pencegahan
kebakaran dalam kondisi siap.
c. Ikut serta menangani keadaan darurat yang terjadi di
lapangan.

3. Komunikasi : Komandan regu satpam yang sedang dinas


Tugas dan tanggung jawab : Mengkoordinasi komunikasi/informasi pelaksanaan
penanggulangan keadaan darurat dengan :
a. Pimpinan/Manajer/Pejabat Unit Pembangkitan Muara
Karang.
b. Pimpinan/PIOP PT PJB Kantor Pusat
c. Pimpinan/Pejabat PLN lain yang terkait
d. Pimpinan/Pejabat Dinas Pemadam Kebakaran, Aparat
84

Keamanan Wilayah terkait.

4. Tim PMK (Pemadam Kebakaran):


4.1 Pengamanan Power : Operator control room bidang listrik unit 1-2-3, 4-5
Supply dan Instalasi masing-masing 1 (satu) orang.
Listrik
Tugas dan tanggung jawab : a. Memutuskan aliran listrik pada peralatan yang sedang
terbakar.
b. Mengisolasi/memblokir aliran listrik yang
berhubungan dengan kebakaran, guna mencegah
menjalarnya kebakaran pada peralatan lain.

4.2 APAR dan Tradisional : Operator control room dan operator boiler plant 1-2-3, 4,
5 masing-masing 1 (satu) orang.
Tugas dan tanggung jawab : a. Pemadaman tahap awal untuk kelas kebakaran ringan.
b. Pemadaman pada peralatan-peralatan khusus dan
listrik/ elektronik.
c. Membantu pemadaman tahap lanjut yang sedang
berlangsung.

4.3 Diesel Fire Pump : Satu orang operator unit 1-2-3.


Tugas dan tanggung jawab : Mengoperasikan & pengamatan diesel fire pump selama
operasi penanggulangan bahaya kebakaran berlangsung.

4.4 Diesel Emergency dan : Satu orang operator unit 1-2-3, 4-5.
Fire Water Springkler
Tugas dan tanggung jawab : a. Mengoperasikan (start/stop) dan pengamatan diesel
emergency dan fire water sprinkler selama operasi
penanggulangan dan penyelamatan bahaya kebakaran
sedang berlangsung.
85

b. Menyiapkan kembali sistem water sprinkler sesudah


pemadaman selesai.

4.5 Fire Hose Rack & : Operator plant unit 1-2-3, 4-5, masing-masing satu orang.
Hydrant
Tugas dan tanggung jawab : a. Pemadaman yang menggunakan tekanan dan spray air
dengan alat bantu hose / nozzle.
b. Memandu & membantu penyediaan air dan
perlengkapan penyambungan hose dengan mobil
pemadam kebakaran.
c. Membuat spray air dengan nozzle untuk melindungi,
pendinginan, bila diperlukan untuk evakuasi dan
pemadaman.
4.6 Fire Foam, Equipment : Operator auxiliary plant unit 1-2-3, 4-5, masing-masing
& Angle Valve dua orang ditambah satu orang operator water intake.
Tugas dan tanggung jawab : a. Mengoperasikan (start/stop) foam equipment
b. Mengoperasikan valve foam di bunker area
c. Membantu menyediakan foam untuk keperluan mobil
PMK
d. Menyiapkan kembali sistem water sprinkler sesudah
pemadaman.

5. Tim Keamanan : DANRU satpam yang sedang dinas dibantu oleh Satpam
yang bertugas di Pos I (gerbang utama) dan Pos IV (area
BOS) masing-masing satu orang.
Tugas dan tanggung jawab : a. Menciptakan situasi dan kondisi yang aman selama
pelaksanaan
b. Memblokir pintu keluar masuk dan memperketat
penjagaan di tempat dari gangguan masyarakat umum
yang tidak berkepentingan
86

c. Melarang petugas/karyawan atau tamu yang keluar


atau pulang sebelum keadaan normal kembali (aman)
d. Memperhatikan orang lain atau petugas/karyawan
e. Mengadakan kerja sama dengan tim komunikasi
f. Memastikan kebenaran/keabsahan kartu pengenal dan
mencatat setiap orang atau satuan yang akan
membantu
g. Membantu mengamankan barang yang telah
diamankan/ diselamatkan oleh regu evakuasi.

6. Tim P3K : 1. Satpam yang bertugas dibantu dua orang pengemudi


yang sedang piket.
2. Karyawan yang sudah mendapat pelatihan PPGD (Pel
atihan Penanggulangan Gawat Darurat)
Tugas dan tanggung jawab : a. Melaksanakan perawatan darurat, mengatur dan
mengantar korban ke rumah sakit untuk perawatan
lebih lanjut.
b. Melakukan koordinasi tugas dengan regu evakuasi.
c. Mengisi form laporan kecelakaan.
d. Menempatkan Pos P3K di area assembly point

7. Tim Penyelamat : Petugas satpam yang sedang dinas di pintu gerbang


PLTU dan pos lobi masing-masing satu orang
didampingi oleh koordinator satpam.
Tugas dan tanggung jawab : a. Mencari dan menyelamatkan petugas/karyawan yang
terjebak, tersesat di dalam ruangan.
b. Menolong petugas/karyawan yang mendapat
kecelakaan ke tempat yang aman, kemudian
diserahkan kepada pos P3K.
c. Mencari dan menyelamatkan dokumen, data, File dan
87

surat-surat penting/berharga yang terancam terbakar.


d. Memberikan petunjuk jalan/arah menuju ke tempat
evakuasi.

5.3.1.2 Prosedur Tanggap Darurat

Berdasarkan data sekunder dan hasil wawancara, PT PJB UP Muara Karang

memiliki prosedur tanggap darurat kebakaran. Prosedur ini berfungsi agar ketika

terjadi kejadian kebakaran, para karyawan PT PJB UP Muara Karang dapat

mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan agar menjadi terbiasa. Biasanya

prosedur ini juga dilaksanakan ketika melakukan pelatihan tanggap darurat

kebakaran. Yang kemudian dilakukan evaluasi untuk memperbaiki kekurangan

atau tindakan yang tidak tepat dalam latihan tersebut sesuai dengan prosedur

yang ada. Untuk uraian prosedur tanggap darurat kebakaran yang ada di PLTU

PT PJB UP Muara karang terdapat di dalam lampiran.

Tabel 5.3 Tingkat Pemenuhan Prosedur Tanggap Darurat per Elemen Pertanyaan

di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat prosedur Terdapat prosedur tanggap darurat 100 % 0%
tanggap darurat kebakaran yang ditulis dalam SMT
kebakaran dengan nomer IK-PK-UPMKR-14-01
2. Terdapat koordinasi Terdapat koordinasi ketika terjadi kejadian 100 % 0%
dengan pihak kebakaran dengan dinas pemadam
pemadam kebakaran kebakaran setempat sesuai SMT dengan
setempat nomer IK-PK-UPMKR-14-01
88

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
3. Terdapat pemeriksaa Terdapat pemeriksaan dan pemeliharaan 100 % 0%
n dan pemeliharaan sarana proteksi aktif dan sarana
sistem pencegahan penyelamat jiwa yang dilakukan secara
dan penanggulangan rutin.
kebakaran yang
terjadwal rutin
Tingkat Pemenuhan Prosedur Tanggap Darurat 100 %

Berdasarkan tabel 5.3 hasil pemeriksaan terhadap prosedur tanggap darurat,

PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100%.

Terdapat prosedur tanggap darurat kebakaran di dalam SMT (Sistem Manajemen

Terpadu) dengan nomer IK-PK-UPMKR-14-01. Dalam prosedur tersebut

disebutkan adanya koordinasi intern yaitu dengan menginformasikan adanya

kejadian kebakaran kepada seluruh karyawan sesuai dengan urutan organisasi

tanggap darurat kebakaran. Selain itu juga ditulis adanya koordinasi dengan

pihak pemadam kebakaran setempat. Ketika terjadi kejadian kebakaran sebisa

mungkin ditanggulangi oleh pihak perusahaan. Namun apabila kebakaran

membesar dan tidak dapat diatasi maka segera menghubungi pihak pemadam

kebakaran setempat.

Di PT PJB UP Muara Karang sendiri dilakukan prosedur pemeriksaan sarana

proteksi aktif secara rutin, yaitu: pemeriksaan APAR yang dilakukan setiap 1

bulan sekali, pemeriksaan alarm dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan

sprinkler dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan detektor dilakukan setiap


89

3 bulan sekali, dan pemeriksaan hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali.

Sedangkan pemeliharaan sarana penyelamat jiwa dilakukan apabila ditemukan

hal yang tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti penggantian lampu darurat pada

tanda petunjuk jalan, pengecatan kembali penanda sarana jalan keluar yang pudar

dan house keeping untuk menjaga jalan keluar agar tidak terhalang benda-benda.

5.3.1.3Pelatihan Tanggap Darurat

Berdasarkan data sekunder dan wawancara, seluruh karyawan PT PJB UP

Muara Karang diberikan pelatihan pemadam kebakaran. Pelatihan tanggap

darurat ini dilakukan supaya para karyawan terlatih dan menjadi siap ketika

terjadinya bencana kebakaran. Pelatihan ini diberlakukan kepada seluruh

karyawan PT PJB UP Muara Karang secara bergiliran, terutama karyawan baru.

Karena sistem kerja di PT PJB UP Muara Karang adalah shift, maka untuk

pemilihan karyawan yang akan mengikuti pelatihan adalah karyawan shift

berikutnya (tidak bertugas). Instruktur untuk pelatihan tanggap darurat kebakaran

adalah DAMKAR (Dinas Pemadam Kebakaran) DKI Jakarta dan PMI (Palang

Merah Indonesia).
90

Tabel 5.4 Tingkat Pemenuhan Pelatihan Tanggap Darurat per Elemen Pertanyaan

di Area Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat program latihan Di PT PJB UP Muara Karang pelatihan 100 % 0%
penanggulangan kebakaran secara dilakukan 2-3 kali dalam setahun.
periodik, minimal 1 tahun sekali
2. Terdapat program latihan evakuasi Latihan yang telah diselenggaran salah 100 % 0%
kebakaran satunya yaitu tata cara evakuasi ketika
terjadi kejadian kebakaran.
3. Latihan yang diselenggarakan Latihan yang dilakukan dilakukan dalam 0% 100%
diharapkan dan waktu tak terduga waktu yang telah direncanakan dan
dan pada berbagai kondisi diberitahukan sebelumnya terhadap peserta.
Tingkat Pemenuhan Pelatihan Tanggap Darurat 66.66 %

Berdasarkan tabel 5.4, di PT PJB UP Muara Karang pemeriksaan dengan

menggunakan checklist pelatihan tanggap darurat sesuai dengan NFPA 101

mengenai life safety code memiliki tingkat pemenuhan sebesar 66.66 %. Seluruh

karyawan PT PJB UP Muara Karang diberikan pelatihan mengenai penanganan

kebakaran 2-3 kali dalam setahun secara rutin. Pelatihan tersebut meliputi: tata

cara prosedur apa saja yang harus di lakukan, tata cara evakuasi, P3K

(Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), PPGD (Pelatihan Penanganan Gawat

Darurat) hingga cara penggunaan alat-alat proteksi aktif yang ada meliputi:

APAR, hidran, serta cara membunyikan alarm manual ketika terjadi kebakaran.

Komponen yang tidak terpenuhi yaitu latihan yang diselenggarakan

diharapkan dan waktu tak terduga dan pada berbagai kondisi untuk
91

mensimulasikan kondisi tidak biasa yang dapat terjadi dalam keadaan darurat

yang sebenarnya. Hal tersebut tidak dapat dilakukan karena akan mengganggu

proses produksi. Karyawan yang sedang bertugas tidak dapat meniggalkan tugas,

sehingga yang mengikuti pelatihan adalah karyawan dalam shift waktu bebas

tugas. Sehingga diberikan pemberitahuan sebelumnya tentang pelatihan tersebut.

Dan tidak dapat dilakukan simulasi kondisi kebakaran yang tidak terduga.

5.3.1.4 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat Kebakaran

Di PLTU

Tabel 5.5 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area

Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Komponen Presentase Tingkat


Pemenuhan
1 Organisasi Tanggap Darurat 100 %
2 Prosedur Tanggap Darurat 100 %
3 Pelatihan Tanggap Darurat 66.66 %
Rata-rata 88.88 %

Berdasarkan tabel 5.5 rata-rata tingkat pemenuhan manajemen tanggap

darurat di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010 adalah

88.88 % yaitu baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran

berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana

para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat

perlindungan dari kebakaran yang baik.


92

5.3.2 Desalination Plant

5.3.2.1 Sarana Proteksi Aktif

Tabel 5.6 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. APAR 98.33 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 85.71 %
4. Sprinkler 0%
5. Detektor 0%
6. Hidran Gedung 0%
7. Hidran Halaman 100 %
JUMLAH 54.86 %

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan tabel 5.6, area

desalination plant mendapat tingkat pemenuhan sebesar 54.86 %. Berikut uraian

hasil sarana proteksi yang didapat di area desalination plant PLTU PT PJB UP

Muara Karang:

1. APAR dan APAB

 APAR

APAR yang disediakan pada area desalination plant merupakan jenis DCP.

APAR dengan berat 5 kg terdapat sebanyak 2 buah, 6 kg sebanyak 5 buah dan

APAB 25 kg sebanyak 4 buah. Jadi jumlah APAR yang ada di area desalination

plant adalah DCP sebanyak 7 buah. Namun tidak terdapat APAR yang dapat

memadamkan kebakaran type D.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan

sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),


93

segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan

oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR

yang kadaluarsa, bahkan sebagian APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan

digunakan dalam latihan pemadaman kebakaran.

Tabel 5.7 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi Terdapat APAR tipe DCP untuk 75% 25 %
kebakaran yang memadamkan jenis kebakaran A, B, C.
sesuai dengan jenis kebakaran Namun tidak terdapat APAR untuk
memadamkan jenis kebakaran D.
2. Jumlah APAR berdasarkan luas Area desalination plant dengan luas 106.8 100 % 0%
2
bangunan m sebaiknya memiliki APAR yang
berjumlah 1 buah. Sedangkan APAR yang
ada berjumlah 7 buah.
3. Sebelum dipakai segel Segel yang terpasang pada seluruh APAR 100 % 0%
pengaman harus dalam keadaan yang berada di area office berada dalam
baik dan penutup tabung keadaan baik dan penutup tabung terpasang
terpasang kuat kuat.
4. Lubang penyemprot tidak Berdasarkan pengecekan bersama pihak K3 100 % 0%
tersumbat dan slang tahan lubang penyemprot tidak tersumbat ataupun
tekanan tinggi serta tidak bocor bocor dan tahan tekanan tinggi.
5. Bahan baku pemadam dalam Berdasarkan pemeriksaan manometer APAR 100 % 0%
keadaan baik dan tidak lewat dan pengecekan kartu pemeriksaan
masa berlakunya menunjukan APAR dalam kondisi baik dan
tidak lewat masa berlakunya.
94

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
6. APAR ditempatkan di lokasi APAR diletakan di dekat mesin produksi 100 % 0%
yang mudah terlihat, mudah serta sepanjang jalan yang dilalui oleh
dijangkau dan letaknya tidak karyawan. Sehingga mudah dijangkau dan
terhalangi oleh benda lain terlihat.
7. Apar diletakan di sepanjang APAR-APAR diletakan di sepanjang jalan 100 % 0%
jalan yang biasa dilalui yang dilalui oleh karyawan termasuk jalan
termasuk jalan keluar di area untuk keluar area.
8. Isi tabung gas sesuai dengan Setelah dilakukan pengecekan manometer 100 % 0%
tekanan yang dipergunakan dan APAR, jarum berada pada bar hijau yang
dijaga tetap penuh serta dapat menunjukan isi tabung gas sesuai dengan
dioperasikan tekanan. Berdasarkan pengecekan visual
APAR dapat dioperasikan dengan baik.
9. Jarak antar APAR maksimal Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
(75 ft) 6.97 m
10. Terdapat cara dan petunjuk Terdapat petunjuk intruksi cara 100 % 0%
pengoperasian dengan jelas di pengoperasianya yang tertempel di seluruh
bagian depan APAR bagian depan APAR.
11. Pemasangan dihindari dari Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet 100 % 0%
bahaya fisik (ex: tubrukan, dan rak.
getaran, lingkungan)
12. APAR dengan berat ≥ 40 lb APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang 100 % 0%
sebaiknya dipasang dengan diletakan di dalam cabinet memiliki tinggi
tinggi kurang dari 3,5 ft (1.07m) antara 60-100 cm.
diatas lantai.
13. Sedangkan APAR dengan berat APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang 100 % 0%
≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-60
dipasang kurang dari dari 5ft cm
(1,53m) diatas lantai.
95

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
14. Tekanan regulator pada APAR Tekanan pada manometer APAR diperiksa 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun setiap satu bulan sekali
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
15. Jarak dari bagian bawah APAR Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 cm. 100 % 0%
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Tingkat Pemenuhan APAR 98.33 %

Berdasarkan tabel 5.7 APAR di area desalination plant memiliki tingkat

pemenuhan sebesar 98.33 %. Area desalination plant dengan luas 106.8 m2

memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia

hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Berdasarkan

perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area desalination plant hanya

membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 7 buah

dan APAB sebanyak 4 buah. APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh

perwakilan pihak K3.

Pemeriksaan tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator

(manometer), segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR

yang dilakukan oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan

ketika ada APAR yang kadaluarsa berdasarkan kartu cek APAR. Ketika

dilakukan pemeriksaan kondisi APAR dalam keadaan baik dengan cara

mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang penyemprot) dari sumbatan dan
96

kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa kadaluarsa APAR dengan cara

mengecek manometer APAR tipe DCP.

APAR diletakan di rak di control room lokal, sepanjang jalan yang biasa

dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar serta diletakan di dekat mesin

sehingga mudah dilihat dan dijangkau. Jarak antar APAR yang ada di area

desalination plant berkisar antara 2-4 m. APAR yang ada terletak dengan tinggi

40-60 cm untuk APAR dengan berat kurang dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk

APAR dengan berat lebih dari 18.14 kg. untuk jarak bagian bawah APAR ke

lantai mencapai 20 cm. Namun tidak terdapat APAR yang diletakan di dalam

cabinet sehingga beberapa komponen pertanyaan dihilangkan untuk pemeriksaan

di area ini.

 APAB

Sedangkan APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area

yang berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di

area desalination plant sebanyak 4 buah. APAB tersebut memiliki jenis DCP

(Dry Chemical Powder) dengan berat antara 25-40 kg. Berdasarkan hasil

observasi dan wawancara, pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft

pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
97

Tabel 5.8 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Desalination

Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk APAB disediakan untuk area desalination 100 % 0%
memproteksi bahaya yang plant, ground floor, mezzanine floor,
menunjukan: area berisiko turbine floor dan gudang. Dimana area-
tinggi, personel yang ada area tersebut merupakan area produksi
terbatas dengan jumlah personel terbatas.
2. Tekanan regulator pada APAB Pengecekan APAB dilakukan setiap satu 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun bulan sekali. Termasuk pengecekan
untuk mengetahui tekanan outlet manometer.
statis dan laju alir
3. Selang pada APAB harus Kondisi selang yang berada pada APAB 100 % 0%
diletakan sedemikian rupa untuk di area PLTU terlilit rapi untuk
menghindari terbelit dan kaku menghindari kekakuan dan terbelit.
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %

Berdasarkan tabel 5.8, di desalination plant PLTU PT PJB UP Muara Karang

tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area

desalination plant yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan

jumlah personel terbatas. Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft

pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
98

2. Alarm

Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang

sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di

area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible

alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di

PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran.

Untuk pengetesan fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin. Pemeriksaan ini dilakukan oleh karyawan unit K3 yang meliputi

pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan

annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta power supply.

Terdapat satu buah alarm manual tipe full down di area desalination plant.

Namun mesin-mesin yang berada di area ini terhubung dengan panel indicator

kebakaran yang berada di control room pusat 4, 5 di area turbine floor. Maka

ketika terjadi kebakaran dapat terdeteksi di control room sehingga dapat

dilakukan penanganan dengan segera.

Tabel 5.9 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di area Desalination

Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm Di area desalination plant terdapat 100 % 0%
kebakaran alarm manual yang bertipe full
down. Dan semua mesin terhubung
dengan panel indikator kebakaran.
99

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
2. Alarm dapat dilihat Alarm manual dicat menggunakan 100 % 0%
dengan jelas warna merah pada tembok putih
dan tanda petunjuk fire alarm.
Sehingga dapat terlihat dengan
jelas
3. Alarm dalam kondisi baik Berdasarkan data sekunder alarm 100 % 0%
dan siap digunakan dalam kondisi baik dan siap
digunakan.
4. Alarm otomatis terhubung Tidak terdapat sprinkler 0% 100 %
dengan sprinkler
5. Terdapat energi cadangan Menurut hasil wawancara PLTU 100 % 0%
yang dapat menyalakan memiliki energy cadangan untuk
alarm selama 30 detik menyalakan alarm yaitu diesel.
6. Alarm diletakan pada Alarm diletakan pada pintu keluar 100 % 0%
lintasan jalur keluar control room local dengan tinggi
dengan tinggi 1,4 m dari 1.47 m.
lantai
7. Jarak alarm tidak boleh Alarm memiliki jarak maksimal 20 100 % 0%
lebih dari 30 m dari semua m dari semua bagian area
bagian bangunan desalination plant.
Tingkat Pemenuhan Alarm 85.71 %

Berdasarkan tabel 5.9 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

alarm sebesar 85.71 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel

indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung dengan

detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi

kebakaran karyawan mengetahui area/ mesin mana yang mengalami kebakaran


100

sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim pemadam kebakaran.Namun

masih terdapat alarm manual dengan tipe full down yang terletak di samping

pintu keluar control room local area ini. Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47

m dari lantai dan berjarak maksimal 20 m dari semua bagian area desalination

plant.

Menurut data pengecekan rutin alarm dan hasil wawancara, alarm dalam

kondisi baik dan siap untuk digunakan. Pengetesan alarm yang dilakukan

diantaranya: pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel

kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta

power supply.Selain hal tersebut PT PJB UP Muara Karang juga memiliki diesel

yang berfungsi sebagai sumber energi cadangan yang salah satunya untuk

menyalakan alarm ketika terjadi trip akibat terjadinya kebakaran.

3. Sprinkler

Tidak terdapat sistem sprinkler yang terpasang di area desalination plant.

Menurut pihak K3, hal tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya dirasakan

cukup untuk mencegah dan menanggulangi kejadian kebakaran.

4. Detektor

Tidak terdapat detektor di area desalination plant.

5. Hidran

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT

PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis
101

hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu

hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran halaman,

PT PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang

dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan

sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang

meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.

Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan

sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air

tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.

 Hidran Gedung

Tidak terdapat hidran gedung di area desalination plant dikarenakan ruangan

control room local cukup kecil dan mesin berada di luar ruangan. Jadi tidak

dilakukan pemeriksaan hidran gedung di area ini.

 Hidran Halaman

Terdapat satu buah hidran halaman di area desalination plant dengan model

macino. Hidran tersebut terletak di dekat water intake area desalination plant.

Tabel 5.10 Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman per Elemen Pertanyaan di Area

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia hidran halaman yang Terdapat hidran di area desalination 100 % 0%
mudah dilihat dan dijangkau plant yang mudah terlihat dan dijangkau.
102

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
2. Pemasangan hidran maksimal Jarak maksimal hidran halaman ke area 100 % 0%
12 m dari unit yang dilindungi desalination plant adalah 5-10 m.
3. Semua peralatan hidran dicat Hidran halam dicat dengan warna merah 100 % 0%
merah
4. Setiap hidran diberi tanda Tulisan HIDRAN pada hidran memiliki 100 % 0%
dengan tulisan dengan tinggi tinggi 2.5 cm
1 in. (25.4 mm)
5. Dilakukan uji operasional dan Dilakukan pemeriksaan seluruh 100 % 0%
kelengkapan komponen kelengkapan komponen hidran 3 bulan
hidran setiap 1 tahun sekali sekali

6. Sumber persediaan air untuk Sumber air untuk hidran berasal dari air 100 % 0%
hidran harus diperhitungkan di water fire tank dengan kapasitas 9000
minimal untuk pemakaian L. tangki tersebut tidak boleh kosong dan
selama 30 menit (Kepmen PU dilengkapi dengan alarm yang berbunyi
No.10/KPTS/2000) apabila kapasitas air < 6000 L.
Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman 100 %

Berdasarkan tabel 5.10 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

hidran halaman sebesar 100 %. Hidran halaman terletak di dekat water intake

dengan jarak 5-10 m ke area desalination plant. Pemeriksaan secara visual

menunjukan bahwa hidran di cat dengan warna merah dan tulisan HIDRAN

memiliki tinggi 2.5 cm (25 mm). pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin. Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari

air laut yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water fire tank dengan kapasitas

9000 L yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi
103

kebakaran. Tangki tersebut tidak boleh kosong, apabila kapasitas air kurang dari

6000 L maka secara otomatis alarm akan berbunyi.

5.3.2.2Sarana Penyelamat Jiwa

Tabel 5.11 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 66.66 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat -
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun 100 %
JUMLAH 85.47 %

Berdasarkan tabel 5.11, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana

penyelamat jiwa yang ada di area desalination plant mendapat tingkat

pemenuhan sebesar 85.47 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area

desalination plant PLTU PT PJB UP Muara Karang:

1. Petunjuk jalan keluar

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area desalination plant terdapat

petunjuk jalan keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga

dapat menyala dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat

lampu darurat untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran,
104

karyawan tetap dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju

tempat berhimpun.

Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT” memiliki 2 sumber

yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-petunjuk jalan keluar

diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan bekerja atau tempat yang

biasa dilalui oleh karyawan.

Tabel 5.12 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah terdapat petunjuk arah jalan keluar di 100 % 0%
jalan keluar area desalination plant
2. Petunjuk arah diberikan papan petunjuk arah berupa tulisan 100 % 0%
penerangan dari sumber “EXIT” memiliki 2 sumber listrik.
daya listrik darurat
3. Petunjuk jalan keluar terdapat papan petunjuk arah dengan 100 % 0%
berupa papan bertuliskan tanda panah ataupun tulisan “EXIT” di
“EXIT” atau panah area desalination plant.
petunjuk arah jalan.
4. Rambu dipasang di tempat Papan berupa tanda panah petunjuk 100 % 0%
yang mudah terlihat atau arah diletakan di dinding bagian luar
dekat dengan pintu menuju jalan besar dalam PLTU.
keluar/pintu kebakaran Sedangkan berupa tulisan “EXIT”
diletakan di dekat pintu keluar di area
desalination.
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
105

Berdasarkan tabel 5.12 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk

jalan keluar yang berada di area desalination plant sudah sesuai dengan NFPA

101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa

tulisan “EXIT” yang diberi sumber pencahayaan diletakan di atasa pintu keluar

control room local, kemudian petunjuk jalan keluar yang berupa tanda panah

petunjuk arah diletakan di dinding bagian luar untuk menuju jalan besar dalam

PLTU.

Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang

berupa arah panah dan tulisan di luar ruangan yang menunjukan arah tempat

berhimpun. Sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar yang berupa

tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik tersebut mati akan

segera digantikan oleh sumber energy cadangan yaitu diesel.

2. Sarana jalan keluar

Desalination plant adalah area dengan luas 106.8 m2. Mesin produksi yang

berada di area ini diletakan di luar ruangan dan terdapat control room local

tempat 3 orang karyawan bekerja mengawasi jalannya produksi di area tersebut

melalui display computer. Sarana jalan keluar yang berada di area ini terdapat 1

buah. Hal tersebut dikarenakan luas bangunan yang tidak terlalu besar sehingga

karyawan yang berada di area tersebut dapat dengan mudah mencapai halaman

luar apabila terjadi bahaya kebakaran. Dengan jarak tempuh maksimal 4 m.


106

Tabel 5.13 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

Area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar 100 % -
di area desalination plant
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Terdapat control room - 100 %
dengan lebar exit 1 m.
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari Terdapat 1 buah exit. - 100 %
1 dan letaknya berjauhan
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61 Jarak maksimal ke exit 100 % -
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan adalah 4 m.
yang telah dilengkapi sprinkler
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari Hanya terdapat 1 exit dengan 100 % -
60 m jarak tempuh maksimal 4 m
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan Tidak terdapat benda di 100 % -
tidak terhalang benda apapun sepanjang jalan keluar
menuju exit.
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 66.66 %

Berdasarkan tabel 5.13 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

sarana jalan keluar sebesar 66.66 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana

jalan keluar yang ada di area desalination plant masih terdapat kekurangan yang

belum sesuai dengan NFPA 101. Sarana jalan keluar yang terdapat di area ini

hanya terdapat 1 buah. Hal tersebut dikarenakan rata-rata mesin di area

desalination plant berada di luar ruangan dan hanya terdapat 3 orang karyawan

yang bekerja untuk mengawasi jalannya produksi melalui display komputer di


107

control room local. Jarak maksimal yang dapat ditempuh dari semua bagian

ruangan control room local adalah 4 m dan tidak terdapat benda yang

menghalangi karyawan untuk mencapai exit.

3. Pintu darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, semua area di PLTU tidak memiliki

pintu darurat. Pintu tersebut selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat

menutup secara otomatis. Namun para karyawan menggunakan pintu tersebut

untuk keluar masuk area setiap harinya. Untuk desalination plant hanya memiliki

1 pintu utama yang memiliki multifungsi sebagai pintu darurat ketika terjadinya

keadaan darurat. Pintu ini selalu dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di

area tersebut dan terhubung langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki

kriteria yang sama dengan pintu darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup

sendiri dapat dibuka tanpa menggunakan kunci, dll.

Tabel 5.14 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di area

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran Terdapat pintu yang tahan api yang selalu 100 % 0%
darurat dalam keadaan tidak terkunci dan dapat
menutup secara otomatis serta terhubung
langsung dengan halaman luar.
2. Ukuran pintu L: 90-120 Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 100 % 0%
cm, T: 210 cm cm
108

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi 100 % 0%
pintu
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0%
5. Digunakan khusus pada Para karyawan menggunakan pintu 0% 100 %
saat keadaan darurat tersebut untuk keluar masuk area setiap
harinya.
6. Pintu dapat dibuka tanpa Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0%
anak kunci
7. Pintu darurat berhubungan Pintu terhubung langsung dengan halaman 100 % 0%
langsung dengan jalan luar
keluar/halaman luar
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %

Berdasarkan tabel 5.14, pintu darurat yang berada di area desalination plant

memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu yang tahan api

yang selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis

serta terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110

cm dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun

para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap

harinya.

4. Tangga darurat

Berdasarkan hasil pemeriksaan, area desalination plant tidak memiliki tangga

darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja. Maka

tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat di area ini.


109

5. Penerangan darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area desalination plant sudah

memiliki penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di

sepanjang jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat

karyawan. Lampu penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan,

dengan stop kontak yang menyambung pada sumber listrik sehingga ketika

terjadi “trip“ akibat kebakaran, lampu akan menyala secara otomatis.

Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8

jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak. Yang.

Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan

darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU

berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu

yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga

ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal

tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses

produksi.

Tabel 5.15 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di

area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari Terdapat 2 sumber listrik berbeda yaitu 100 % 0%
sumber aliran listrik darurat dari AC listrik dan diesel serta batterai
110

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
2. Lampu penerangan berwarna Seluruh lampu berwarna putih 0% 100 %
kuning orange/kuning
3. Lampu penerangan darurat Untuk lampu darurat yang ada 100 % 0%
memiliki kekuatan minimal 10 lux memiliki kekuatan sebesar 20 lux
4. Penempatan lampu darurat dengan Lampu di letakan sepanjang jalan 100 % 0%
baik sehingga bila satu lampu mati keluar menuju exit
tidak akan menyebabkan gelap
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %

Berdasarkan tabel 5.15 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

penerangan darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan

darurat yang ada di area desalination plant masih terdapat kekurangan yang

belum sesuai dengan NFPA 101. Untuk lampu darurat diletakan di sepanjang

sarana jalan keluar dan memiliki baterai cadangan yang di charge ketika AC

listrik berjalan normal. Dan seluruh penerangan yang ada di area PLTU memiliki

sumber aliran listrik yang berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat

yang ada berwarna putih dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.

6. Tempat berhimpun

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, PLTU PT PJB UP Muara Karang

memiliki tempat berhimpun yang terletak tepat di depan gedung office. Tempat

berhimpun tersebut memiliki luas 100 m2 dan terdapat papan yang menunjukan

letak tempat berhimpun. Jumlah keseluruhan karyawan yang bekerja setiap

harinya di area-area PLTU adalah 108 orang.


111

Tabel 5.16 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di

Area Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


. Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia tempat berhimpun Terdapat tempat berhimpun yang terletak 100 % 0%
setelah evakuasi di depan area office
2. Tersedia petunjuk tempat Terdapat petunjuk dan papan petunjuk di 100 % 0%
berhimpun area berhimpun itu sendiri
3. Luas tempat berhimpun Tempat berhimpun yang ada memiliki 100 % 0%
sesuai dengan minimal 0.3 luas 100 m2 dan sesuai dengan jumlah
m2/orang orang yang bekerja.
4. Kondisi tempat berhimpun Tempat berhimpun berada dalam kondisi 100 % 0%
aman aman dan bebas dari bahan berbahaya.
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100 %

Berdasarkan tabel 5.16 area-area di PLTU memiliki tingkat pemenuhan

sebesar 100 %. Maka seluruh tempat berhimpun yang ada di area PLTU adalah

sesuai dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.Terdapat tempat

berhimpun untuk seluruh area-area yang ada di PLTU PT PJB UP Muara

Karang. Tempat berhimpun tersebut terletak di depan area office dengan luas

100 m2 yang diberi line menggunakan cat warna kuning. Penempatan tempat

berhimpun diletakan di depan area office karena tidak terdapat lahan yang cukup

aman di area-area lainnya.Luas tempat berhimpun sudah sesuai dengan standar

NFPA 101, karena jumlah karyawan yang bekerja di setiap area setiap harinya

adalah sebagai berikut:


112

1. Area Desalination Plant : 3 orang

2. Area Turbine Floor : 12 orang


100 m2/0.3 m2 = 333.33 (333 orang)
3. Area Office : 82 orang

4. Area Gudang : 5 orang

Jumlah : 102 orang

5.3.2.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di

Area Desalination Plant PLTU

Tabel 5.17 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area

Desalination Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Komponen Presentase Tingkat


Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 54.86 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 85.47 %
Rata-rata 76.40 %

Berdasarkan tabel 5.17 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area desalination plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah

76.40 % yaitu cukup baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi

kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai

dengan persyaratan.
113

5.3.3 Ground Floor

5.3.3.1 Sarana Proteksi Aktif

Tabel 5.18 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Ground

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. APAR 98.53 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 85.71 %
4. Sprinkler 100 %
5. Detektor 100 %
6. Hidran Gedung 80 %
7. Hidran Halaman 100 %
JUMLAH 94.89 %

Berdasarkan tabel 5.18, hasil pemeriksaan di area ground floor mendapat

tingkat pemenuhan sebesar 94.89 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang

didapat di area ground floor PLTU PT PJB UP Muara Karang:

1. APAR dan APAB

 APAR

APAR yang disediakan pada area ground floor merupakan jenis DCP dan

CO2. Untuk APAR jenis DCP dengan berat 3.5 kg terdapat sebanyak 1 buah, 4

kg sebanyak 1 buah, 6 kg sebanyak 5 buah, 9 kg sebanyak 14 buah, 12 kg

sebanyak 5 buah. Sedangkan untuk APAR jenis CO2 dengan berat 2.2 kg

sebanyak 1 buah dan 4.5 kg sebanyak 4 buah. Jadi jumlah APAR yang ada di

area ground floor adalah jenis DCP sebanyak 26 buah dan CO2 sebanyak 5 buah.

Namun tidak terdapat APAR yang dapat memadamkan kebakaran jenis D.


114

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan

sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),

segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan

oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR

yang kadaluarsa, bahkan sebagian APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan

digunakan dalam latihan pemadaman kebakaran.

Tabel 5.19 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di area Ground

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi Terdapat APAR tipe DCP untuk 75 % 25 %
kebakaran yang sesuai dengan memadamkan semua jenis kecuali tipe D.
jenis kebakaran
2. Jumlah APAR berdasarkan luas Area ground floor sebaiknya memiliki 100 % 0%
bangunan APAR yang berjumlah 1 buah. Sedangkan
APAR yang disediakan adalah 31 buah.
3. Sebelum dipakai segel pengama Segel yang terpasang pada seluruh APAR 100 % 0%
n harus dalam keadaan baik dan di area office berada dalam keadaan baik
penutup tabung terpasang kuat dan penutup tabung terpasang kuat.
4. Lubang penyemprot tidak Berdasarkan pengecekan bersama pihak 100 % 0%
tersumbat dan slang tahan K3 lubang penyemprot tidak tersumbat
tekanan tinggi serta tidak bocor ataupun bocor dan tahan tekanan tinggi.
5. Bahan baku pemadam dalam Berdasarkan pemeriksaan manometer 100 % 0%
keadaan baik dan tidak lewat APAR dan pengecekan kartu pemeriksaan
masa berlakunya menunjukan APAR dalam kondisi baik dan
tidak lewat masa berlakunya.
115

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
6. APAR ditempatkan di lokasi APAR-APAR diletakan di dekat mesin- 100 % 0%
yang mudah terlihat, mudah mesin produksi serta sepanjang jalan yang
dijangkau dan letaknya tidak dilalui oleh karyawan. Sehingga mudah
terhalangi oleh benda lain dijangkau dan terlihat.
7. Apar diletakan di sepanjang APAR-APAR diletakan di sepanjang jalan 100 % 0%
jalan yang biasa dilalui yang dilalui oleh karyawan termasuk jalan
termasuk jalan keluar di area untuk keluar area.
8. Isi tabung gas sesuai dengan Setelah dilakukan pengecekan pada 100 % 0%
tekanan yang dipergunakan dan manometer APAR DCP, jarum
dijaga tetap penuh serta dapat menunjukan pada bar warna hijau. Hal
dioperasikan tersebut menunjukan isi tabung gas sesuai
dengan tekanan. Berdasarkan pengecekan
visual APAR dapat dioperasikan dengan
baik.
9. APAR yang memiliki cabinet Seluruh APAR yang diletakan dalam 100 % 0%
(lemari) tidak boleh dikunci lemari berada dalam kondisi tidak terkunci
10. APAR yang diletakan di cabinet Instruksi cara pemakaian menempel pada 100 % 0%
harus diletakan sedemikian rupa dinding tabung. Dan instruksi tersebut
sehingga instruksi operasi diletakan di bagian depan sehingga ketika
pemadaman dapat terlihat dari membuka cabinet instruksi tersebut dapat
depan segera terlihat.
11. Jarak antar APAR maksimal Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
(75 ft) 6.97 m
12. Terdapat cara dan petunjuk Terdapat petunjuk intruksi cara 100 % 0%
pengoperasian dengan jelas di pengoperasianya yang tertempel di seluruh
bagian depan APAR bagian depan APAR.
13. Pemasangan dihindari dari Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet 100 % 0%
bahaya fisik dan rak.
116

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang 100 % 0%
sebaiknya dipasang dengan diletakan di dalam cabinet memiliki tinggi
tinggi kurang dari 3,5 ft (1.07m) antara 60-100 cm.
diatas lantai.
15. Sedangkan APAR dengan berat APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang 100 % 0%
≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-
dipasang kurang dari dari 5ft 60 cm
(1,53m) diatas lantai.
16. Tekanan regulator pada APAR Tekanan pada manometer APAR diperiksa 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun setiap satu bulan sekali
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
17. Jarak dari bagian bawah APAR Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 100 % 0%
ke lantai tidak melebihi 4 in cm.
(102 mm)
Tingkat Pemenuhan APAR 98.53 %

Berdasarkan tabel 5.19 APAR di area ground floor memiliki tingkat

pemenuhan sebesar 98.53 %. Area ground floor dengan luas 4.018,35 m2

memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. Namun APAR yang tersedia hanya

mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. berdasarkan perhitungan

jumlah kebutuhan APAR, area ground floor hanya membutuhkan 4 buah APAR.

Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 31 buah dan APAB sebanyak 7 buah.

APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan pihak K3. Pemeriksaan

tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel,


117

apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan oleh

petugas K3.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa

berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR

dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang

penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa

kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan

penimbangan APAR tipe CO2.Seluruh APAR diletakan di rak dan cabinet

sepanjang jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar

serta diletakan di dekat mesin produksi sehingga mudah dilihat dan dijangkau.

APAR yang diletakan di dalam cabinet berada dalam keadaan tidak terkunci.

Jarak antar APAR yang ada di area ground floor berkisar antara 4-6 m. APAR

yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk APAR dengan berat kurang

dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan berat lebih dari 18.14 kg.

untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20 cm.

 APAB

APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area yang

berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di area

ground floor adalah 7 buah. APAB tersebut memiliki jenis DCP (Dry Chemical

Powder) dengan berat 25 kg. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,

pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni

satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),
118

segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya

dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.

Tabel 5.20 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Ground Floor

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk APAB disediakan untuk ground floor, 100 % 0%
memproteksi bahaya yang yang mana merupakan area produksi
menunjukan: area berisiko tinggi, dengan jumlah personel terbatas.
personel yang ada terbatas
2. Tekanan regulator pada APAB Pengecekan APAB dilakukan setiap 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk satu bulan sekali. Termasuk
mengetahui tekanan outlet statis dan pengecekan manometer.
laju alir
3. Selang pada APAB harus diletakan Kondisi selang yang berada pada 100 % 0%
sedemikian rupa untuk menghindari APAB di area PLTU terlilit rapi untuk
terbelit dan kaku menghindari kekakuan dan terbelit.
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %

Berdasarkan tabel 5.20, di area ground floor PLTU PT PJB UP Muara

Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area

ground floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah

personel terbatas. Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft

pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
119

2. Alarm

Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang

sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di

area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible

alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di

PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk pengetesan

fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali secara rutin yang digabung

dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini dilakukan oleh karyawan unit K3

yang meliputi pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel

kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta

power supply.

Terdapat satu buah alarm manual tipe push button di area ground floor.

Namun mesin-mesin yang berada di area ini terhubung dengan panel indicator

kebakaran yang berada di control room pusat 4, 5 di area turbine floor. Maka

ketika terjadi kebakaran dapat terdeteksi di control room sehingga dapat

dilakukan penanganan dengan segera.

Tabel 5.21 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Ground

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm Terdapat alarm manual yang bertipel push button. 100 % 0%
kebakaran Dan semua mesin terhubung dengan panel
indikator kebakaran
120

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
2. Alarm dapat dilihat dengan Alarm manual dicat menggunakan warna merah 100 % 0%
jelas dan menempel pada bagian atas hidran ruangan
serta terdapat tanda petunjuk fire alarm. Sehingga
alarm dapat terlihat dengan jelas
3. Alarm dalam kondisi baik Berdasarkan data sekunder alarm dalam kondisi 100 % 0%
dan siap digunakan baik dan siap digunakan.
4. Alarm otomatis terhubung Terdapat system sprinkler yang terhubung dengan 100 % 0%
dengan sprinkler alarm. Ketika terjadi kebakaran dan sprinkler
memancarkan air, maka alarm akan berbunyi
secara otomatis.
5. Terdapat energi cadangan Menurut hasil wawancara PLTU memiliki energy 100 % 0%
yang dapat menyalakan cadangan untuk menyalakan alarm yaitu diesel.
alarm selama 30 detik
6. Alarm diletakan pada Alarm diletakan pada pintu keluar control room 100 % 0%
lintasan jalur keluar dengan local dengan tinggi 1.4 m.
tinggi 1,4 m dari lantai
7. Jarak alarm tidak boleh Alarm memiliki jarak maksimal 90 m dari semua 0% 100%
lebih dari 30 m dari semua bagian area ground floor.
bagian bangunan
Tingkat Pemenuhan Alarm 85.71 %

Berdasarkan tabel 5.21 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan alarm

sebesar 85.71 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel indikator

kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung dengan detektor-

detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi kebakaran

karyawan mengetahui area/ mesin mana yang mengalami kebakaran sehingga

dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim pemadam kebakaran. Namun masih
121

terdapat alarm manual dengan tipe push button yang terletak di menempel pada

bagian atas hidran ruangan serta terdapat tanda petunjuk fire alarm. Alarm

manual ini memiliki tinggi 1,4 m dari lantai dan berjarak maksimal 90 m dari

semua bagian area ground floor.

Menurut data pengecekan rutin alarm dan hasil wawancara, alarm dalam

kondisi baik dan siap untuk digunakan. Pengetesan alarm yang dilakukan

diantaranya: pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel

kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta

power supply.Selain hal tersebut PT PJB UP Muara Karang juga memiliki diesel

yang berfungsi sebagai sumber energi cadangan yang salah satunya untuk

menyalakan alarm ketika terjadi trip akibat terjadinya kebakaran.

3. Sprinkler

Berdasarkan hasil observasi sprinkler yang ada di PLTU PT PJB UP Muara

Karang ada 2 jenis, yaitu glass bulb dan spray system. Sprinkler jenis glass bulb

diletakan di mesin-mesin produksi yang biasanya digabung dengan heat detector.

Jadi ketika mesin sudah mengalami overheating, maka detektor akan

mengirimkan sinyal tentang adanya kebakaran langsung ke control room

sekaligus serta mengaktifkan sistem sprinkler yang ada di mesin tersebut.

Sedangkan sprinkler jenis spray system hanya ada di trafo.

Untuk sumber air diambil dari air laut yang dilakukan desalisasi di

desalination plant kemudian air-air tersebut disimpan dalam make up tank yang

berjumlah 2 buah. Air tersebut dialirkan ke fire water tank dengan kapasitas
122

9000 L yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi

kebakaran, service water tank untuk keperluan sehari-hair dan dialirkan ke

demint plant untuk didesalisasi kembali agar air untuk produksi listrik benar-

benar bebas mineral yang dapat menyebabkan karat pada mesin. Untuk fire

water tank kapasitas air harus selalu dalam keadaan penuh.

Untuk pengetesan fungsi sprinkler, di PT PJB UP Muara Karang dilakukan

dalam jangka waktu triwulan (3 bulan sekali) secara rutin. Pemeriksaan sprinkler

digabung dengan pemeriksaan detektor, karena sistem sprinkler terhubung

dengan detektor. Untuk melakukan pemeriksaan ini dilakukan dengan cara

pengetesan detektor sesuai dengan jenisnya. Kecuali sprinkler jenis spray system

yang ada di trafo, karena sprinkler pada mesin ini di gabung dengan flame

detector. Pengetesan tidak dapat dilakukan di lapangan karena akan mengganggu

kinerja mesin. Maka pemeriksaannya dilakukan dengan Cara salah satu sprinkler

yang ada di trafodi bawa ke laboratorium untuk di tes.

Pengetesan yang dikordinir oleh perwakilan dari unit K3, terdiri dari

karyawan unit produksi, karyawan bagian listrik unit pembangkit dan karyawan

bagian listrik unit pemeliharaan. Pengetesan terdiri dari test diesel fire pump,

pemeriksaan katup inlet water sprinkler, kontak switch pada panel fire,

pemeriksaan lampu indikator otomatis (sensor), dan pengetesan sesuai dengan

jenis detektor. Pada area ground floor terdapat 31 buah sprinkler spray system

pada masing-masing alat. Sedangkan untuk diesel emergency terdapat 16 buah

sprinkler dengan jenis glass bulb dan 54 buah sprinkler jenis spray system di

setiap trafo.
123

Tabel 5.22 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area Ground

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat jaringan dan Terdapat air desalisasi dalam water fire tank 100 % 0%
persediaan air bersih yang dengan volume 9000 L khusus untuk alat
bebas lumpur serta pasir proteksi aktif kebakaran termasuk sprinkler
2. Jarak antar sprinkler tidak Jarak antar sprinkler sekitar 2-4m 100 % 0%
lebih dari 4,6 m
3. Jarak dari sprinkler ke dinding Jarak dari sprinkler ke dinding adalah 4-4.5 100 % 0%
tidak lebih dari 4,6 m m
4. Terhubung otomatis dengan Seluruh sprinkler terhubung otomatis 100 % 0%
alarm kebakaran dengan panel indikator.
5. Kepala sprinkler dalam Berdasarkan pemeriksaan visual dan data 100 % 0%
keadaan baik pemeriksaan rutin bulanan kepala sprinkler
tidak dalam kondisi rusak.
6. Kepala sprinkler tidak Berdasarkan pemeriksaan visual dan data 100 % 0%
terhalang benda lain pemeriksaan rutin bulanan kepala sprinkler
tidak tertutup cat ataupun benda lainnya.
7. Terdapat prosedur Terdapat prosedur khusus untuk melakukan 100 % 0%
pemeriksaan dan uji coba pengetesan sprinkler
Tingkat Pemenuhan Sprinkler 100 %

Berdasarkan tabel 5.22 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan

sprinkler sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah

terpenuhi. Jenis prinkler yang ada di area ground floor adalah glass bulb di mesin

diesel fire pump dan spray system yang ada di sekeliling mesin-mesin produksi,

salah satunya yaitu trafo. Jarak antar sprinkler yang ada berkisar antara 2-4 m
124

dan jarak dari sprinkler ke dinding antara 4-4.5 m. system sprinkler yang ada

sudah terhubung secara otomatis dengan panel indicator kebakaran di control

room. Sehingga ketika sprinkler bereaksi akibat adanya kebakaran, langsung

terlihat di panel indicator kebakaran dan alarm menyala secara otomatis.

Berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual yang dilakukan bersama pihak

K3 dan data pemeriksaan rutin, kepala sprinkler tidak dalam kondisi rusak serta

tidak terhalang benda lain seperti cat ataupun oli. Untuk pelakukan pengetesan

dan pemeriksaan sprinkler terdapat prosedur khusus yang mengacu pada Sistem

Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomor PK-UPMKR-16 mengenai

pemeriksaan, pemeliharaan dan pengujian alat pemadam kebakaran. Untuk

sumber air yang digunakan untuk sprinkler dan alat proteksi lainnya

menggunakan sumber air dari air laut yang telah di murnikan sebelumnya dan

disimpan fire water tank dengan kapasitas 9000 L. tangki tersebut tidak boleh

dalam keadaan kosong dan dilengkapi dengan alarm khusus. Jadi ketika air

dalam tangki kurang dari 6000 L secara otomatis alarm akan berbunyi.

4. Detektor

Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor

yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih

dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU

terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detector mendeteksi

adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.


125

Pengetesan fungsi detektor tersebut dilaksanakan secara bersamaandengan alarm.

Untuk pengetesan detektor disesuaikan dengan tipe detektor. Terdapat detector

yang terpasang di area ground floor. Detektor yang ada yaitu heat detector

sebanyak 4 buah dan flame detector pada trafo sebanyak 16 buah. Jadi jumlah

detector yang ada di area ground floor yaitu 20 buah.

Tabel 5.23 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Ground

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini Terdapat 20 buah detektor yang 100 % 0%
terhadap bahaya kebakaran terpasang di area ground floor.
2. Pada atap datar, detektor dipasang Jarak dari detektor ke dinding adalah 100 % 0%
pada jarak lebih dari 10 cm dari 2-3 m dari dinding
dinding
3. Jarak antar detector maksimal 9,1 Jarak antar detektor yaitu 2–4 m. 100 % 0%
m atau sesuai rekomendasi dari
pabrik pembuatnya
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak Sensor detektor tidak terhalang benda 100 % 0%
dicat lain termasuk cat.
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam Tidak terdapat AC di area ground 100 % 0%
jarak kurang dari 1,5m dari AC floor.
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh Tidak terdapat detektor asap 100 % 0%
dipasang lebih dari 20 buah detektor
asap
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh Terdapat 16 buah flame detector di 100 % 0%
dipasang lebih dari 20 buah detektor area ground floor
nyala
126

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh Terdapat 4 buah heat detektor di area 100 % 0%
dipasang lebih dari 40 buah detektor ground floor.
panas
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %

Berdasarkan tabel 5.23 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan

detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di

area ground floor telah memenuhi semua komponen. Di area ground floor

terdapat 20 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat detectorsebanyak 4

buah dan flame detector sebanyak 16 buah. Untuk flame detector hanya

terpasang pada mesin trafo. Jarak antar detektor berkisar antara 2-4 m, sedangkan

untuk jarakdetektor ke dinding berkisar antara 2-3 m. berdasarkan pemeriksaan,

sensor detektor berada dalam kondisi baik sehingga ketika pengetesan dilakukan

detektor dapat mendeteksi bahaya kebakaran sesuai dengan jenisnya.

5. Hidran

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT

PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis

hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu

hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT

PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang

berdiameter 1.5 in. dan panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT

PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang


127

dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan

sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang

meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.

Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan

sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air

tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.

 Hidran Gedung

Terdapat 7 buah hidran gedung tipe machino dan ulir. Hidran tersebut

terpasang menempel pada dinding ruangan di sekitar mesin-mesin produksi.

Tabel 5.24 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di area

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedianya hidran gedung Terdapat hidran gedung sebanyak 7 100 % 0%
buah di area ground floor
2. Kotak hidran gedung harus mudah Hidran gedung yang ada menempel 100 % 0%
dibuka, dilihat, dijangkau, dan tidak pada dinding & tidak terhalang benda
terhalang oleh benda lain lain. Pintu kotak hidran mudah dibuka.
3. Semua peralatan hidran & kotak Seluruh hidran gedung dicat merah 100 % 0%
hidran berwarna merah bertuliskan dengan tulisan HIDRAN warna putih
“HIDRAN” yang dicat putih
4. Terdapat petunjuk penggunaan yang Tidak terdapat petunjuk cara 0% 100 %
dipasang di tempat yang mudah penggunaan hidran
dilihat.
128

5. Nozzle harus sudah dipasang pada Seluruh nozzle hidran gedung belum 0% 100 %
slang kebakaran. terpasang pada selang kebakaran
6. Hidran dalam keadaan siap Berdasarkan pemeriksaan visual 100 % 0%
digunakan hidran siap untuk digunakan
7. Terdapat kelengkapan hidran: slang, Di dalam kotak hidran terdapat selang, 100 % 0%
kopling, nozzle, keran pembuka kopling, nozzle serta keran pembuka
8. Dilakukan uji operasional dan Dilakukan pemeriksaan hidran secara 100 % 0%
kelengkapan komponen hidran rutin 3 bulan sekali.
setiap 1 tahun sekali
9. Sumber persediaan air untuk hidran Sumber air untuk hidran berasal dari 100 % 0%
harus diperhitungkan minimum air di water fire tank dengan kapasitas
untuk pemakaian selama 30 menit 9000 L yang dilengkapi dengan alarm
yang berbunyi apabila kapasitas air <
6000 L.
10. Selang berdiameter 1,5 inch dan Seluruh selang hidran gedung di area 100 % 0%
panjangnya minimal 30 m ground floor berdiameter 1,5 inch dan
panjang 30 m.
Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung 80 %

Berdasarkan tabel 5.24 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran

gedung sebesar 80 %. Di area ground floor terdapat 7 buah hidran gedung yang

menempel pada dinding di area tersebut. Hidran tersebut mudah dilihat serta

dijangkau dan pintu kotak hidran dapat dibuka dengan mudah. Pemeriksaan

secara visual menunjukan bahwa hidran siap untuk digunakan. Pemeriksaan rutin

hidran dilakukan 3 bulan sekali. Terdapat komponen yang lengkap di dalam

kotak hidran yang dicat warna merah dengan tulisan HIDRAN berwarna putih.

Komponen tersebut meliputi selang dengan diameter 1.5 inch dan panjang 30 m,

kopling, nozzle dan keran pembuka.


129

Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari air laut

yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water tank dengan kapasitas 9000 L

yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi kebakaran.

Tangki tersebut tidak boleh kosong, apabila kapasitas air kurang dari 6000 L

maka secara otomatis alarm akan berbunyi. Namun tidak terdapat petunjuk tata

cara penggunaan hidran dan nozzle belum terpasang pada selang.

 Hidran Halaman

Terdapat 8 buah hidran halaman yang terletak di area ground floor. hidran

halaman tersebut terdiri dari 4 buah hidran tipe ulir dan 4 buah hidran tipe

macino.

Tabel 5.25 Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman per Elemen Pertanyaan di Area

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia hidran halaman yang Terdapat 8 buah hidran di area ground 100 % 0%
mudah dilihat dan dijangkau floor yang mudah terlihat dan dijangkau.
2. Pemasangan hidran maksimal 12 m Jarak maksimal hidran halaman ke area 100 % 0%
dari unit yang dilindungi ground floor adalah 10 m.
3. Semua peralatan hidran dicat merah Hidran halam dicat dengan warna merah 100 % 0%
4. Setiap hidran diberi tanda dengan Tulisan HIDRAN pada hidran memiliki 100 % 0%
tulisan dengan tinggi 1 in. (25.4 tinggi 2.5 cm
mm)
5. Dilakukan uji operasional dan Dilakukan pemeriksaan seluruh 100 % 0%
kelengkapan komponen hidran kelengkapan komponen hidran 3 bulan
setiap 1 tahun sekali sekali
130

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
6. Sumber persediaan air untuk hidran Sumber air untuk hidran berasal dari air 100 % 0%
harus diperhitungkan minimal di water fire tank dengan kapasitas 9000
untuk pemakaian selama 30 menit L. tangki tersebut tidak boleh kosong
(Kepmen PU No.10/KPTS/2000) dan dilengkapi dengan alarm yang
berbunyi apabila kapasitas air < 6000 L.
Tingkat Pemenuhan Hidran Halaman 100 %

Berdasarkan tabel 5.25 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran

halaman sebesar 100 %. Hidran halaman terletak di dekat water intake dengan

jarak 10 m ke area ground floor. Pemeriksaan secara visual menunjukan bahwa

hidran di cat dengan warna merah dan tulisan HIDRAN memiliki tinggi 2.5 cm

dan pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali secara rutin.

Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari air laut

yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water fire tank dengan kapasitas 9000 L

yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi kebakaran.

Tangki tersebut tidak boleh kosong, apabila kapasitas air kurang dari 6000 L

maka secara otomatis alarm akan berbunyi.


131

5.3.3.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Tabel 5.26 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat -
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun -
JUMLAH 90.17 %

Berdasarkan tabel 5.26, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana

penyelamat jiwa yang ada di area ground floor mendapat tingkat pemenuhan

sebesar 90.17 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area ground floor PLTU

PT PJB UP Muara Karang:

1. Petunjuk jalan keluar

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area ground floor terdapat

petunjuk jalan keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga

dapat menyala dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat

lampu darurat untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran,

karyawan tetap dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju

tempat berhimpun. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT”

memiliki 2 sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-
132

petunjuk jalan keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan

bekerja atau tempat yang biasa dilalui oleh karyawan.

Tabel 5.27 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah jalan terdapat petunjuk arah jalan keluar, baik 100 % 0%
keluar yang berupa papan petunjuk arah dengan
tanda panah ataupun tulisan “EXIT” di
area ground floor
2. Petunjuk arah diberikan papan petunjuk arah yang diberi sumber 100 % 0%
penerangan dari sumber daya pencahayaan lampu yang memiliki 2
listrik darurat sumber listrik.

3. Petunjuk jalan keluar jalan terdapat petunjuk arah jalan keluar, baik 100 % 0%
keluar berupa papan bertuliskan yang berupa papan petunjuk arah dengan
“EXIT” atau dengan panah tanda panah ataupun tulisan “EXIT” di
petunjuk arah jalan area ground floor
4. Rambu dipasang di tempat yang Di area ground floor, petunjuk jalan keluar 100 % 0%
mudah terlihat atau dekat dengan yang berupa tanda panah petunjuk arah
pintu keluar/pintu kebakaran diletakan di sepanjang sarana jalan keluar
(KEPMEN PU dan tempat-tempat dimana terdapat
No.10/KPTS/2000) karyawan. Untuk petunjuk jalan keluar
yang berupa tulisan “EXIT” yang diberi
sumber pencahayaan diletakan di dekat
tiap-tiap pintu keluar yang ada di setiap
bangunan.
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
133

Berdasarkan tabel 5.27 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan

petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk

jalan keluar yang berada di area ground floor sudah sesuai dengan NFPA 101

dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan

“EXIT” yang diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas pintu

keluar, kemudian petunjuk jalan keluar yang berupa tanda panah petunjuk arah

diletakan di dinding sepanjang sarana jalan keluar dan tempat-tempat dimana

terdapat karyawan bekerja.

Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang

berupa arah panah dan tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah tempat

berhimpun. Sedangkan sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar

yang berupa tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik

tersebut mati akan segera digantikan oleh sumber energy cadangan yaitu diesel.

2. Sarana jalan keluar

Ground floor adalah area dengan luas 4,027.25 m2. Tidak terdapat karyawan

yang menetap bekerja di area ini. Karyawan hanya sesekali datang untuk

mengecek panel local mesin atau pemeliharaan mesin dan alat proteksi

kebakaran. Terdapat 7 buah sarana jalan keluar di area ini dengan lebar antara2-

2.5 m yang letaknya berjauhan antara 22.25-30.1m. untuk jarak maksimal yang

dapat ditempuh untuk menuju exit adalah 30.1 m.


134

Tabel 5.28 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di area 100 % 0%
ground floor

2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area ground 100 % 0%
floor memiliki lebar 2-2.5 m
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari Terdapat 7 buah jalan keluar yang 100 % 0%
1 dan letaknya berjauhan telaknya berjauhan dan berbeda
arah.
Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61 Jarak maksimal ke exit adalah 30.1 100 % 0%
4. m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan m.
yang telah dilengkapi sprinkler
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari Jarak antar exit yang ada di area ini 100 % 0%
60 m adalah antara 22.25-30.1m
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan Tidak terdapat benda di sepanjang 100 % 0%
tidak terhalang benda apapun jalan keluar menuju exit.
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100 %

Berdasarkan tabel 5.28 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan sarana

jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar

yang ada di area ground floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Sarana jalan

keluar yang terdapat di area ini terdapat 7 buah dengan jarak antar exit yang

berjauhan yaitu antara 22-30.1 m. 6 buah exit berhubungan langsung dengan

halaman luar ruangan dan 1 exit menuju lantai 1 area office. Tidak terdapat

karyawan yang bekerja menetap di area ini, karyawan hanya datang sesekali
135

untuk mengecek panel local mesin atau untuk melakukan pemeliharaanmesin dan

alat proteksi kebakaran. Jarak maksimal yang dapat ditempuh dari semua bagian

ruangan di area ground floor adalah 30.1 m dan tidak terdapat benda sepanjang

jalan keluar yang menghalangi karyawan untuk mencapai exit.

3. Pintu darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area ground floor memiliki pintu

darurat yang terhubung ke area office lantai 1. Dimana area office memiliki jalan

keluar menuju tempat berhimpun. Pintu tersebut selalu dalam keadaan tidak

terkunci dan dapat menutup secara otomatis. Namun para karyawan

menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya. Pintu ini

selalu dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di area tersebut dan

terhubung langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki kriteria yang sama

dengan pintu darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup sendiri dapat dibuka

tanpa menggunakan kunci, dll.

Tabel 5.29 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran Terdapat pintu yang tahan api yang selalu 100 % 0%
darurat tidak terkunci, dapat menutup secara otomatis
dan terhubung langsung dengan halaman luar.
2. Ukuran pintu L: 90-120 Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 100 % 0%
cm, T: 210 cm cm
136

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0%
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0%
5. Digunakan khusus pada Karyawan menggunakan pintu tersebut untuk 0% 100 %
saat keadaan darurat keluar masuk area setiap harinya.
6. Pintu dapat dibuka tanpa Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0%
anak kunci
7. Pintu darurat berhubungan Pintu terhubung langsung dengan halaman 100 % 0%
langsung dengan jalan luar
keluar/halaman luar
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %

Berdasarkan tabel 5.29, pintu darurat yang berada di area ground floor

memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan

api yang selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis

serta terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110

cm dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun

para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap

harinya.

4. Tangga darurat

Berdasarkan hasil penemuan di lapangan, area ground floor tidak memiliki

tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai

saja. Maka tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat di area ini.
137

5. Penerangan darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area ground floor sudah memiliki

penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang

jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu

penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang

menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran,

lampu akan menyala secara otomatis.

Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8

jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.

Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan

darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU

berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu

yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga

ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal

tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses

produksi.

Tabel 5.30 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di

Area Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan Terdapat 2 sumber listrik berbeda yaitu AC 100 % 0%
darurat dari sumber aliran listrik dan diesel serta batterai yang
listrik darurat dicharge ketika listrikdalam keadaan nomal
138

2. Lampu berwarna kuning or Seluruh lampu berwarna putih 0% 100 %


ange/kuning
3. Lampu darurat memiliki Untuk lampu darurat yang ada memiliki 100 % 0%
kekuatan minimal 10 lux kekuatan sebesar 20 lux
4. Penempatan lampu darurat Lampu di letakan sepanjang jalan keluar 100 % 0%
dengan baik sehingga bila menuju exit
satu lampu mati tidak akan
menyebabkan gelap
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %

Berdasarkan tabel 5.30 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan

penerangan darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan

darurat yang ada masih belum sesuai dengan NFPA 101. Lampu darurat

diletakan di sepanjang sarana jalan keluar dan memiliki baterai cadangan serta

sumber aliran listrik yang berbeda yaitu AC listrik dan diesel. Lampu darurat

berwarna putih dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.

6. Tempat berhimpun

Tidak terdapat karyawan yang bekerja menetap di area ini.


139

5.3.3.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di

Area Ground Floor

Tabel 5.31 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area

Ground Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Komponen Presentase Tingkat


Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 94.89 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 90.17 %
Rata-rata 91.31 %

Berdasarkan tabel 5.31 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area ini

adalah 91.31% yaitu baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran

berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, para pemakai

gedung dapat melakukan kegiatannya dan mendapat perlindungan dari kebakaran

dengan baik.

5.3.4 Mezzanine Floor

5.3.4.1Sarana Proteksi Aktif

Tabel 5.32 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. APAR 98.53 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 71.42 %
140

4. Sprinkler 0%
5. Detektor 100 %
6. Hidran Gedung 80 %
JUMLAH 74.99 %
Berdasarkan tabel 5.32, hasil pemeriksaan area mezzanine floor mendapat

tingkat pemenuhan sebesar 74.99 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang

didapat di area mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang:

1. APAR dan APAB

 APAR

APAR yang disediakan pada area mezzanine floor merupakan jenis DCP dan

CO2. Untuk APAR jenis DCP dengan berat 3.5 kg sebanyak 1 buah, 4 kg

sebanyak 8 buah, 5kg sebanyak 2 buah, 6 kg sebanyak 3 buah, 9 kg sebanyak 4

buah, 12 kg sebanyak 5 buah dan 25 kg sebanyak 1 buah. Sedangkan APAR

jenis CO2 dengan berat 6 kg tersedia 1 buah. Jadi jumlah APAR yang ada di area

mezzanine floor adalah jenis DCP sebanyak 23 buah dan CO2 sebanyak 1 buah.

Namun tidak terdapat APAR yang dapat memadamkan kebakaran jenis D.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan

sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),

segel, apakah ada karat atau tidak yang dilakukan oleh petugas K3. Untuk

pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa, sebagian

APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan digunakan dalam latihan pemadaman

kebakaran.
141

Tabel 5.33 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi Terdapat APAR untuk memadamkan je 75 % 25 %
kebakaran yang sesuai dengan jenis nis kebakaran yang berisiko terjadi,
kebakaran kecuali tipe D
2. Jumlah APAR berdasarkan luas Area mezzanine floor sebaiknya 100 % 0%
bangunan memiliki APAR yang berjumlah 1
buah. Sedangkan APAR yang
disediakan adalah 7 buah.
3. Sebelum dipakai segel pengaman Segel yang terpasang pada seluruh 100 % 0%
harus dalam keadaan baik dan APAR di area office berada dalam
penutup tabung terpasang kuat keadaan baik & penutup tabung
terpasang kuat.
4. Lubang penyemprot tidak tersumbat Berdasarkan pengecekan lubang 100 % 0%
dan slang tahan tekanan tinggi serta penyemprot tidak tersumbat ataupun
tidak bocor bocor dan tahan tekanan tinggi.
5. Bahan baku pemadam dalam Berdasarkan pemeriksaan manometer 100 % 0%
keadaan baik dan tidak lewat masa dan pengecekan kartu pemeriksaan
berlakunya menunjukan APAR dalam kondisi baik
dan tidak lewat masa berlakunya.
6. APAR ditempatkan di lokasi yang APAR-APAR diletakan di dekat 100 % 0%
mudah terlihat, mudah mesin-mesin produksi serta sepanjang
dijangkau dan letaknya tidak jalan yang dilalui oleh karyawan.
terhalangi oleh benda lain Sehingga mudah dijangkau dan terlihat.
7. Apar diletakan di sepanjang jalan APAR-APAR diletakan di sepanjang 100 % 0%
yang biasa dilalui termasuk jalan jalan yang dilalui oleh karyawan
keluar di area termasuk jalan untuk keluar area.
142

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
8. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan Setelah dilakukan pengecekan pada 100 % 0%
yang dipergunakan dan dijaga tetap manometer APAR DCP, jarum
penuh serta dapat dioperasikan menunjukan pada bar warna hijau. Hal
tersebut menunjukan isi tabung gas
sesuai dengan tekanan. Berdasarkan
pengecekan visual APAR dapat
dioperasikan dengan baik.
9. APAR yang memiliki cabinet Seluruh APAR yang diletakan dalam 100 % 0%
(lemari) tidak boleh dikunci lemari berada dalam kondisi tidak
terkunci
10. APAR yang diletakan di cabinet Instruksi cara pemakaian menempel 100 % 0%
harus diletakan sedemikian rupa pada dinding tabung. Dan instruksi
sehingga instruksi operasi tersebut diletakan di bagian depan
pemadaman dapat terlihat dari depan sehingga ketika membuka cabinet
instruksi tersebut dapat segera terlihat.
11. Jarak antar APAR maksimal (75 ft) Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
6.97 m
12. Terdapat cara dan petunjuk Terdapat petunjuk intruksi cara 100 % 0%
pengoperasian dengan jelas di pengoperasianya yang tertempel di
bagian depan APAR seluruh bagian depan APAR.
13. Pemasangan dihindari dari bahaya Seluruh APAR diletakan di dalam 100 % 0%
fisik (ex: tubrukan, getaran, cabinet dan rak.
lingkungan)
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang 100 % 0%
sebaiknya dipasang dengan tinggi diletakan di dalam cabinet memiliki
kurang dari 3,5 ft (1.07m) diatas tinggi antara 60-100 cm.
lantai.
143

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
15. Sedangkan APAR dengan berat ≤ 40 APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang 100 % 0%
lb (18.14 kg) sebaiknya dipasang diletakan di rak memiliki tinggi antara
kurang dari dari 5ft (1,53m) diatas 40-60 cm
lantai.
16. Tekanan regulator pada APAR Tekanan pada manometer APAR 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk diperiksa setiap satu bulan sekali
mengetahui tekanan outlet statis dan
laju alir
17. Jarak dari bagian bawah APAR ke Jarak bagian bawah ke APAR adalah 100 % 0%
lantai tidak melebihi 4 in (102 mm) 20 cm.
Tingkat Pemenuhan APAR 98.53 %

Berdasarkan tabel 5.33 APAR di area mezzanine floor memiliki tingkat

pemenuhan sebesar 98.53 %. Area mezzanine floor dengan luas 4.018,35 m2

memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya

mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. berdasarkan perhitungan

jumlah kebutuhan APAR, area mezzanine floor hanya membutuhkan 4 buah

APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 24 buah dan APAB sebanyak

1 buah. APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan pihak K3.

Pemeriksaan tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator

(manometer), segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR

yang dilakukan oleh petugas K3.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa

berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR


144

dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang

penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa

kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan

penimbangan APAR tipe CO2. APAR diletakan di rak dan cabinet sepanjang

jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar serta

diletakan di dekat mesin produksi sehingga mudah dilihat dan dijangkau. Seluruh

APAR yang diletakan di dalam cabinet berada dalam keadaan tidak terkunci.

Jarak antar APAR yang ada di area mezzanine floor berkisar antara 2-4 m. APAR

yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk APAR dengan berat kurang

dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan berat lebih dari 18.14 kg.

untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20 cm.

 APAB

APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area yang

berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di area

mezzanine floor adalah 1 buah yang memiliki jenis DCP (Dry Chemical Powder)

dengan berat 25 kg. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan

APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali

meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel, apakah ada

karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika

ada APAB yang kadaluarsa.


145

Tabel 5.34 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Mezzanine

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk APAB disediakan untuk area 100 % 0%
memproteksi bahaya yang desalination plant, ground floor,
menunjukan: area berisiko mezzanine floor, turbine floor dan
tinggi, personel yang ada gudang. Dimana area-area tersebut
terbatas merupakan area produksi dengan jumlah
personel terbatas.
2. Tekanan regulator pada APAB Pengecekan APAB dilakukan setiap satu 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun bulan sekali. Termasuk pengecekan
untuk mengetahui tekanan manometer.
outlet statis dan laju alir
3. Selang pada APAB harus Kondisi selang yang berada pada APAB 100 % 0%
diletakan sedemikian rupa di area PLTU terlilit rapi untuk
untuk menghindari terbelit dan menghindari kekakuan dan terbelit.
kaku
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %

Berdasarkan tabel 5.34, di mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang

tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area

mezzanine floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan

jumlah personel terbatas. Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft

pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.
146

2. Alarm

Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang

sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di

area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible

alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di

PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran.

Untuk pengetesan fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin yang digabung dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini

dilakukan oleh karyawan unit K3 yang meliputi pemeriksaan panel penujuk

alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai tambahan,

bel, speaker dan amplifier serta power supply. Terdapat 2 buah alarm manual

tipe full down dan push button di area mezzanine floor yakni di ruang relay dan

juga menempel pada hidran gedung di area. Namun mesin-mesin yang berada di

area ini terhubung dengan panel indicator kebakaran yang berada di control room

pusat 4, 5 di area turbine floor.

Tabel 5.35 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm kebakaran Di area mezzanine floor terdapat alarm 100 % 0%
manual yang bertipe push button. Dan
semua mesin terhubung dengan panel
indikator kebakaran
147

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
2. Alarm dapat dilihat dengan jelas Alarm manual dicat menggunakan warna 100 % 0%
merah dan menempel pada bagian atas
hidran ruangan serta terdapat tanda
petunjuk fire alarm. Sehingga alarm dapat
terlihat dengan jelas
3. Alarm dalam kondisi baik dan siap Berdasarkan data sekunder alarm dalam 100 % 0%
digunakan kondisi baik dan siap digunakan.
4. Alarm otomatis terhubung dengan Tidak terdapat sprinkler di area ini 0% 100 %
sprinkler
5. Terdapat energi cadangan yang Menurut hasil wawancara PLTU memiliki 100 % 0%
dapat menyalakan alarm selama 30 energy cadangan untuk menyalakan alarm
detik yaitu diesel.
6. Alarm diletakan pada lintasan jalur Alarm diletakan pada pintu keluar control 100 % 0%
keluar dengan tinggi 1,4 m dari room local dengan tinggi 1.4 m.
lantai
7. Jarak alarm tidak boleh lebih dari Alarm memiliki jarak maksimal 36 m dari 0% 100%
30 m dari semua bagian bangunan semua bagian area mezzanine floor.
Tingkat Pemenuhan Alarm 71.42 %

Berdasarkan tabel 5.35 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

alarm sebesar 71.42 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel

indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung dengan

detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi

kebakaran karyawan mengetahui area/ mesin mana yang mengalami kebakaran

sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim pemadam kebakaran. Namun

masih terdapat alarm manual dengan tipe full down yang terletak di samping
148

pintu keluar ruang relay dan push button yang menempel pada salah satu hidran

gedung.

Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47 m dari lantai dan berjarak maksimal

36 m dari semua bagian area mezzanine floor namun tidak terhubung dengan

system sprinkler karena tidak ada sprinkler di area ini. Menurut data pengecekan

rutin alarm dan hasil wawancara, alarm dalam kondisi baik dan siap untuk

digunakan. Pengetesan alarm yang dilakukan diantaranya: pemeriksaan panel

penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai

tambahan, bel, speaker dan amplifier serta power supply.Selain hal tersebut PT

PJB UP Muara Karang juga memiliki diesel yang berfungsi sebagai sumber

energi cadangan yang salah satunya untuk menyalakan alarm ketika terjadi trip

akibat terjadinya kebakaran.

3. Sprinkler

Tidak terdapat system sprinkler yang terpasang di area mezzanine floor.

4. Detektor

Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor

yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih

dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU

terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detector mendeteksi

adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.

Terdapat detektor yang terpasang di area mezzanine floor. detektor yang ada
149

yaitu heat detector sebanyak 14 buah dan smoke detector sebanyak 4 buah. Jadi

jumlah detektor yang ada di area mezzanine floor yaitu 18 buah.

Tabel 5.36 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di area

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini terhadap Terdapat 18 buah detektor yang 100 % 0%
bahaya kebakaran terpasang di area mezzanine
floor.
2. Pada atap datar, detektor dipasang pada Jarak dari detektor ke dinding 100 % 0%
jarak lebih dari 10 cm dari dinding adalah 2-3 m dari dinding
3. Jarak antar detector maksimal 9,1 m atau Jarak antar detektor yaitu 2–4 100 % 0%
sesuai rekomendasi dari pabrik pembuatnya m.
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak dicat Sensor detektor tidak terhalang 100 % 0%
benda lain termasuk cat.
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak Di ruang relay detektor yang 100 % 0%
kurang dari 1,5 m dari AC terpasang memiliki jarak 2 m
dari AC
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh Terdapat 4 buah smoke 100 % 0%
dipasang lebih dari 20 buah detektor asap detcktor di area mezzanine
floor
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh Tidak terdapat detektor nyala 100 % 0%
dipasang lebih dari 20 buah detektor nyala di area mezzanine floor
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh Terdapat 14 buah heat detektor 100 % 0%
dipasang lebih dari 40 buah detektor panas di area mezzanine floor.
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %
150

Berdasarkan tabel 5.36 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di

area mezzanine floor telah memenuhi semua komponen. Di area mezzanine floor

terdapat 18 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat detectorsebanyak

14 buah dan smoke detector sebanyak 4 buah. Tidak terdapat flame detector

mengikuti kondisi lapangan yang menyesuaikan dengan kondisi peralatan yang

ada di area ini. Jarak antar detektor berkisar antara 2-4 m, sedangkan untuk

jarakdetektor ke dinding berkisar antara 2-3 m. berdasarkan pemeriksaan, sensor

detektor berada dalam kondisi baik sehingga ketika pengetesan dilakukan

detektor dapat mendeteksi bahaya kebakaran sesuai dengan jenisnya.

5. Hidran

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT

PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis

hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu

hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT

PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang

berdiameter 1.5 in. dan panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT

PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang

dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan

sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang

meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.


151

Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan

sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air

tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.

 Hidran Gedung

Terdapat 8 buah hidran gedung tipe kunci katub dengan model machino dan

ulir. Hidran tersebut terpasang menempel pada dinding ruangan di sekitar mesin-

mesin produksi.

Tabel 5.37 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di Area

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedianya hidran gedung Terdapat hidran gedung sebanyak 8 100 % 0%
buah di area mezzanine floor
2. Kotak hidran gedung harus mudah Hidran gedung yang ada di di area 100 % 0%
dibuka, dilihat, dijangkau, dan mezzanine floor menempel pada dinding
tidak terhalang oleh benda lain area dan tidak terhalang benda lain.
Pintu kotak hidran mudah dibuka.
3. Semua peralatan hidran dicat Seluruh hidran gedung dicat merah 100 % 0%
merah dan kotak hidran berwarna dengan tulisan HIDRAN warna putih
merah bertuliskan “HIDRAN”
yang dicat putih
4. Terdapat petunjuk penggunaan Tidak terdapat petunjuk cara 0% 100 %
yang dipasang ditempat yang penggunaan hidran
mudah dilihat.
5. Nozzle harus sudah dipasang pada Seluruh nozzle hidran gedung belum 0% 100 %
slang kebakaran. terpasang pada selang kebakaran
152

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
6. Hidran dalam keadaan siap Berdasarkan pemeriksaan visual hidran 100 % 0%
digunakan siap untuk digunakan
7. Terdapat kelengkapan hidran: Di dalam kotak hidran terdapat selang, 100 % 0%
slang, kopling, nozzle, keran kopling, nozzle serta keran pembuka
pembuka
8. Dilakukan uji operasional dan Dilakukan pemeriksaan hidran secara 100 % 0%
kelengkapan komponen hidran rutin 3 bulan sekali.
setiap 1 tahun sekali
9. Sumber persediaan air untuk Sumber air untuk hidran berasal dari air 100 % 0%
hidran harus diperhitungkan di water fire tank dengan kapasitas 9000
minimum untuk pemakaian selama L. tangki tersebut tidak boleh kosong
30 menit dan dilengkapi dengan alarm yang
berbunyi apabila kapasitas air < 6000 L.
10. Selang berdiameter 1,5 inch dan Seluruh selang hidran gedung di area 100 % 0%
panjangnya minimal 30 m mezzanine floor berdiameter 1,5 inch
dan panjang 30 m.
Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung 80 %

Berdasarkan tabel 5.37 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

hidran gedung sebesar 80 %. Di area mezzanine floor terdapat 8 buah hidran

gedung yang menempel pada dinding di area tersebut. Hidran tersebut mudah

dilihat serta dijangkau dan pintu kotak hidran dapat dibuka dengan mudah.

Pemeriksaan secara visual menunjukan bahwa hidran siap untuk digunakan.

Pemeriksaan rutin hidran dilakukan 3 bulan sekali. Terdapat komponen yang

lengkap di dalam kotak hidran yang dicat warna merah dengan tulisan HIDRAN
153

berwarna putih. Komponen tersebut meliputi selang dengan diameter 1.5 inch

dan panjang 30 m, kopling, nozzle dan keran pembuka.

Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari air laut

yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water water tank dengan kapasitas

9000L yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi

kebakaran. Tangki tersebut tidak boleh kosong, apabila kapasitas air kurang dari

6000L maka secara otomatis alarm akan berbunyi. Namun tidak terdapat

petunjuk tata cara penggunaan hidran dan nozzle belum terpasang pada selang.

 Hidran Halaman

Mezzanine floor merupakan area yang terletak di atas area ground floor.

Maka tidak perlu melakukan pemeriksaan hidran halaman di area ini.

5.4.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Tabel 5.38 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di

Mezzanine Floor Plant PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat 0 %
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun -
JUMLAH 72.14 %
154

Berdasarkan tabel 5.38, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana

penyelamat jiwa yang ada di area mezzanine floor mendapat tingkat pemenuhan

sebesar 72.14 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area mezzanine floor

PLTU PT PJB UP Muara Karang:

1. Petunjuk jalan keluar

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area mezzanine floor terdapat

petunjuk jalan keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga

dapat menyala dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat

lampu darurat untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran,

karyawan tetap dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju

tempat berhimpun. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT”

memiliki 2 sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-

petunjuk jalan keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan

bekerja atau tempat yang biasa dilalui oleh karyawan.

Tabel 5.39 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di Area

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah terdapat petunjuk arah jalan keluar, di area 100 % 0%
jalan keluar mezzanine floor
2. Petunjuk arah diberikan papan petunjuk arah dengan tanda panah 100 % 0%
penerangan dari sumber ataupun tulisan “EXIT” yang diberi sumber
daya listrik darurat pencahayaan lampu yang memiliki 2
sumber listrik.
155

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
3. Petunjuk jalan keluar jalan terdapat petunjuk arah dengan tanda panah 100 % 0%
keluar berupa papan bertuli ataupun tulisan “EXIT” di area mezzanine
skan “EXIT” atau dengan floor
panah petunjuk arah jalan
4. Rambu dipasang di tempat Di area mezzanine floor, tanda panah 100 % 0%
yang mudah terlihat atau petunjuk arah diletakan di sepanjang sarana
dekat dengan pintu jalan keluar dan tempat dimana terdapat
keluar/pintu kebakaran karyawan. Untuk petunjuk jalan keluar yang
(KEPMEN PU No.10/KPT berupa tulisan “EXIT” di dekat tiap-tiap
S/ 2000) pintu keluar yang ada di setiap bangunan.
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %

Berdasarkan tabel 5.39 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk

jalan keluar yang berada di area mezzanine floor sudah sesuai dengan NFPA 101

dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan

“EXIT” yang diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas

bangunan di dekat tangga turun dan pintu keluar, kemudian petunjuk jalan keluar

yang berupa tanda panah petunjuk arah diletakan di dinding sepanjang sarana

jalan keluar dan tempat-tempat dimana terdapat karyawan. Untuk mencapai

tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang berupa arah panah dan

tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah tempat berhimpun. Sumber

energi untuk menyalakan petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan “EXIT”

berasal dari AC listrik. namun apabila listrik tersebut mati akan segera

digantikan oleh sumber energi cadangan yaitu diesel.


156

2. Sarana jalan keluar

Mezzanine floor adalah area dengan luas 4,027.25 m2. Tidak terdapat

karyawan yang menetap bekerja di area ini. Karyawan hanya sesekali datang

untuk mengecek panel local mesin atau pemeliharaan mesin dan alat proteksi

kebakaran. Terdapat 4 buah sarana jalan keluar di area ini dengan lebar antara2-

2.5 m yang letaknya berjauhan antara 15.05 – 22.25 m menuju tangga turun ke

area ground floor atau pintu keluar ke area office lantai 2. Untuk jarak maksimal

yang dapat ditempuh untuk menuju exit adalah 22.5 m.

Tabel 5.40 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di area 100 % 0%
mezzanine floor
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area 100 % 0%
mezzanine floor memiliki lebar 2-2.5 m
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari Terdapat 5 buah jalan keluar yang 100 % 0%
1 dan letaknya berjauhan telaknya berjauhan dan berbeda arah.
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61 Jarak maksimal ke exit adalah 22.25 m. 100 % 0%
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan
yang telah dilengkapi sprinkler
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari Jarak antar exit yang ada di area ini 100 % 0%
60 m adalah antara 15.05-22.25m
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan Tidak terdapat benda di sepanjang jalan 100 % 0%
tidak terhalang benda apapun keluar menuju exit.
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100 %
157

Berdasarkan tabel 5.40 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

sarana jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan

keluar yang ada di area mezzanine floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Sarana

jalan keluar yang terdapat di area ini terdapat 5 buah dengan jarak antar exit yang

berjauhan yaitu antara 15.05-22-25 m. Tidak terdapat karyawan yang bekerja

menetap di area ini, karyawan hanya datang sesekali untuk mengecek panel local

mesin atau untuk melakukan pemeliharaan. Jarak maksimal yang dapat ditempuh

dari semua bagian ruangan di area mezzanine floor adalah 22.25 m dan tidak

terdapat benda sepanjang jalan keluar yang menghalangi karyawan untuk

mencapai exit yang berupa tangga menuju area ground floor ataupun pintu ke

area office lantai 2.

3. Pintu darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area mezzanine floor memiliki pintu

darurat yang terhubung ke area office lantai 2. Pintu tersebut selalu dalam

keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis. Namun para

karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya.

Pintu ini selalu dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di area tersebut dan

terhubung langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki kriteria yang sama

dengan pintu darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup sendiri dapat dibuka

tanpa menggunakan kunci, dll.


158

Tabel 5.41 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran Terdapat pintu yang tahan api yang selalu 100 % 0%
darurat tidak terkunci, dapat menutup secara otomatis
& terhubung langsung dengan halaman luar.
2. Ukuran pintu L: 90-120 cm, Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 100 % 0%
T: 210 cm cm
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0%
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0%
5. Digunakan khusus pada saat Para karyawan menggunakan pintu tersebut 0% 100 %
keadaan darurat untuk keluar masuk area setiap harinya.
6. Pintu dapat dibuka tanpa Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0%
anak kunci
7. Pintu darurat berhubungan Pintu terhubung langsung dengan halaman luar 100 % 0%
langsung dengan jalan kelua
r/ halaman luar
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %

Berdasarkan tabel 5.41, pintu darurat yang berada di area mezzanine floor

memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan

api yang selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis

serta terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110

cm dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun

para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap

harinya.
159

4. Tangga darurat

Berdasarkan hasil observasi di area mezzanine floor tidak terdapat tangga yang

secara khusus dipersiapkan sebagai tangga darurat. Karyawan menggunakan

semua tangga yang ada ketika bekerja setiap harinya. Maka hal ini tidak sesuai

dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.

5. Penerangan darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area mezzanine floor sudah

memiliki penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di

sepanjang jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat

karyawan. Lampu penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan,

dengan stop kontak yang menyambung pada sumber listrik sehingga ketika

terjadi “trip“ akibat kebakaran, lampu akan menyala secara otomatis.

Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8

jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.

Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan

darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU

berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu

yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga

ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal

tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses

produksi.
160

Tabel 5.42 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di

Area Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari Terdapat 2 sumber listrik berbeda 100 % 0%
sumber aliran listrik darurat yaitu dari AC listrik dan diesel.
serta batterai.
2. Lampu penerangan berwarna Seluruh lampu berwarna putih 0% 100 %
kuning orange/kuning
3. Lampu penerangan darurat Untuk lampu darurat yang ada 100 % 0%
memiliki kekuatan minimal 10 lux memiliki kekuatan sebesar 20 lux
4. Penempatan lampu darurat dengan Lampu di letakan sepanjang jalan 100 % 0%
baik sehingga bila satu lampu mati keluar menuju exit
tidak akan menyebabkan gelap
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %

Berdasarkan tabel 5.42 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

penerangan darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan

darurat yang ada masih belum sesuai dengan NFPA 101. Lampu darurat

diletakan di sepanjang sarana jalan keluar dan memiliki baterai cadangan yang di

charge ketika AC listrik berjalan normal serta memiliki sumber aliran listrik

yang berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat yang ada berwarna

putih dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.

6. Tempat berhimpun

Tidak terdapat karyawan yang bekerja menetap di area ini.


161

5.3.4.3Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di

Area Mezzanine Floor PLTU

Tabel 5.43 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area

Mezzanine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Komponen Presentase Tingkat


Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 74.99 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 72.14 %
Rata-rata 78.67 %

Berdasarkan tabel 5.43 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 78.67

% yaitu Cukup baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran

sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan

persyaratan.

5.3.5 Turbine Floor

5.3.5.1 Sarana Proteksi Aktif

Tabel 5.44 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Turbine

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. APAR 98.53 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 85.71 %
162

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


4. Sprinkler 100 %
5. Detektor 100 %
6. Hidran Gedung 80 %
JUMLAH 94.04 %

Berdasarkan tabel 5.44, hasil pemeriksaan area turbine floor mendapat

tingkat pemenuhan sebesar 94.04 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang

didapat di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang:

1. APAR dan APAB

 APAR

APAR yang disediakan pada area turbine floor merupakan jenis DCP dan

CO2. Untuk APAR jenis DCP dengan berat 4.5 kg sebanyak 1 buah, 6 kg

sebanyak 3 buah, 9 kg sebanyak 13 buah, 12 kg sebanyak 5 buah, 25 kg

sebanyak 1 buah dan 40 kg sebanyak 6 buah. Sedangkan untuk APAR jenis CO2

dengan berat 4.5 kg sebanyak 1 buah, 6 kg sebanyak 1 buah dan 7 kg sebanyak 1

buah. Jadi jumlah APAR yang ada di area turbine floor adalah jenis DCP

sebanyak 33 buah dan jenis CO2 sebanyak 3 buah. Namun tidak terdapat APAR

yang dapat memadamkan kebakaran jenis D.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan

sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),

segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan

oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR
163

yang kadaluarsa, bahkan sebagian APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan

digunakan dalam latihan pemadaman kebakaran.

Tabel 5.45 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area Turbine Floor

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi Terdapat APAR tipe DCP untuk 75 % 25 %
kebakaran yang sesuai dengan memadamkan semua jenis kebakaran kecuali
jenis kebakaran jenis kebakaran D.
2. Jumlah APAR berdasarkan luas Area turbine floor sebaiknya memiliki 1 buah 100 % 0%
bangunan APAR. Terdapat 7 buah APAR di area ini
3. Sebelum dipakai segel Segel yang terpasang pada seluruh APAR 100 % 0%
pengaman harus dalam keadaan yang berada di area office berada dalam
baik dan penutup tabung keadaan baik dan penutup tabung terpasang
terpasang kuat kuat.
4. Lubangpenyemprot tidak Berdasarkan pengecekan bersama pihak K3 100 % 0%
tersumbat dan slang tahan lubang penyemprot tidak tersumbat ataupun
tekanan tinggi serta tidak bocor bocor dan tahan tekanan tinggi.
5. Bahan baku pemadam dalam Berdasarkan pemeriksaan manometer & kartu 100 % 0%
keadaan baik dan tidak lewat pemeriksaan menunjukan kondisiAPAR baik
masa berlakunya & tidak lewat masa berlakunya.
6. APAR ditempatkan di lokasi APAR-APAR diletakan di dekat mesin-mesin 100 % 0%
yang mudah terlihat, mudah produksi serta sepanjang jalan yang dilalui
dijangkau dan letaknya tidak oleh karyawan sehingga mudah dijangkau dan
terhalangi oleh benda lain terlihat.
7. Apar diletakan di sepanjang APAR diletakan di sepanjang jalan yang 100 % 0%
jalan yang biasa dilalui dilalui oleh karyawan termasuk jalan untuk
termasuk jalan keluar di area keluar area.
164

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
8. Isi tabung gas sesuai dengan Setelah dilakukan pengecekan manometer 100 % 0%
tekanan yang dipergunakan dan APAR, jarum berada pada bar hijau yang
dijaga tetap penuh serta dapat menunjukan isi tabung gas sesuai dengan
dioperasikan tekanan dan dapat dioperasikan dengan baik.
9. APAR yang memiliki cabinet Seluruh APAR yang diletakan dalam lemari 100 % 0%
(lemari) tidak boleh dikunci berada dalam kondisi tidak terkunci
10. APAR dalam cabinet harus Instruksi cara pemakaian menempel pada 100 % 0%
diletakan sedemikian rupa bagian dinding tabung sehingga ketika
sehingga instruksi operasi membuka cabinet instruksi tersebut dapat
pemadaman terlihat dari depan segera terlihat.
11. Jarak antar APAR maksimal Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
(75 ft) 6.97 m
12. Terdapat cara & petunjuk Terdapat petunjuk intruksi cara pengoperasian 100 % 0%
pengoperasian dengan jelas di yang tertempel di bagian depan seluruh
bagian depan APAR APAR.
13. Pemasangan dihindari dari Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet dan 100 % 0%
bahaya fisik rak.
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang 100 % 0%
sebaiknya dipasang ≤3,5 ft diletakan di dalam cabinet memiliki tinggi
(1.07m) diatas lantai. antara 60-100 cm.
15. APAR dengan berat ≤ 40 lb APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang 100 % 0%
(18.14 kg) sebaiknya dipasang diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-60
≤5ft (1,53m) diatas lantai. cm
16. Tekanan regulator pada APAR Tekanan pada manometer APAR diperiksa 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun setiap satu bulan sekali
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
165

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
17. Jarak dari bagian bawah APAR Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 cm. 100 % 0%
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Tingkat Pemenuhan APAR 98.53 %

Berdasarkan tabel 5.45 APAR di area turbine floor memiliki tingkat

pemenuhan sebesar 98.53 %. Area turbine floor dengan luas 4.018,35 m2

memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia

hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. berdasarkan

perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area turbine floor hanya membutuhkan 4

buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 36 buah. APAR

diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan pihak K3. Pemeriksaan tersebut

mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel, apakah

ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan oleh petugas

K3.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa

berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR

dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang

penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa

kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan

penimbangan APAR tipe CO2.Seluruh APAR diletakan di rak dan cabinet

sepanjang jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar

serta diletakan di dekat mesin produksi sehingga mudah dilihat dan dijangkau.
166

APAR yang diletakan di dalam cabinet berada dalam keadaan tidak terkunci.

Jarak antar APAR yang ada di area turbine floor berkisar antara 2-4 m. APAR

yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk APAR dengan berat kurang

dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan berat lebih dari 18.14 kg.

untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20 cm.

 APAB

APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area yang

berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di area

turbine floor adalah 1 buah yang memiliki jenis DCP (Dry Chemical Powder)

dengan berat antara 25 kg. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,

pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni

satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),

segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya

dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.

Tabel 5.46 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Turbine Floor

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk APAB disediakan untuk area turbine 100 % 0%
memproteksi bahaya yang floor. Dimana area tersebut merupakan
menunjukan: area berisiko tinggi, area produksi dengan jumlah personel
personel yang ada terbatas terbatas.
2. Tekanan regulator pada APAB Pengecekan manometer APAB dilakukan 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun setiap satu bulan sekali..
167

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
3. Selang pada APAB harus Kondisi selang yang berada pada APAB 100 % 0%
diletakan sedemikian rupa untuk di area PLTU terlilit rapi untuk
menghindari terbelit dan kaku menghindari kekakuan dan terbelit.
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %

Berdasarkan tabel 5.46, di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara

Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area

turbine floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah

personel terbatas. Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft

pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.

2. Alarm

Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang

sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Berdasarkan cara

pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel

indikator kebakaran.

Untuk pengetesan fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin yang digabung dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini

dilakukan oleh karyawan unit K3 yang meliputi pemeriksaan panel penujuk

alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai tambahan,

bel, speaker dan amplifier serta power supply. Terdapat satu buah alarm manual
168

tipe push button di area turbine floor serta panel indicator kebakaran semua

mesin yang terletak di control room 4, 5. Sistem kerja yang ada di PT PJB UP

Muara Karang sudah menggunakan “system control display”. Pusat pengontrolan

semua mesin produksi dilakukan di control room ini. Sehinga ketika terjadi

masalah pada mesin baik akibat kebakaran maupun hal lainnya karyawan akan

segera tahu sehingga dapat dilakukan tindakan dengan segera.

Tabel 5.47 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm Di area turbine floor terdapat alarm manual 100 % 0%
kebakaran yang bertipe push button. Dan semua mesin
terhubung dengan panel indikator kebakaran
2. Alarm dapat dilihat Alarm manual dicat menggunakan warna merah 100 % 0%
dengan jelas dan menempel pada bagian atas hidran ruangan
serta terdapat tanda petunjuk fire alarm.
Sehingga alarm dapat terlihat dengan jelas
3. Alarm dalam kondisi Berdasarkan data sekunder alarm dalam kondisi 100 % 0%
baik dan siap digunakan baik dan siap digunakan.
4. Alarm otomatis Terdapat system sprinkler yang terhubung 100 % 0%
terhubung dengan dengan alarm. Ketika terjadi kebakaran dan
sprinkler sprinkler memancarkan air, maka alarm akan
berbunyi secara otomatis.
5. Terdapat energi cadangan Menurut hasil wawancara PLTU memiliki 100 % 0%
yang dapat menyalakan energy cadangan untuk menyalakan alarm yaitu
alarm selama 30 detik diesel.
169

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
6. Alarm diletakan pada Alarm diletakan pada pintu keluar control room 100 % 0%
lintasan jalur keluar local dengan tinggi 1.4 m.
dengan tinggi 1,4 m dari
lantai
7. Jarak alarm tidak boleh Alarm memiliki jarak maksimal 36 m dari 0% 100%
lebih dari 30 m dari semua bagian area turbine floor.
semua bagian bangunan
Tingkat Pemenuhan Alarm 85.71 %

Berdasarkan tabel 5.47 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan alarm

sebesar 85.71 %. Terdapat satu buah alarm manual tipe push button di area

turbine floor serta panel indicator kebakaran semua mesin yang terletak di

control room 4, 5. Sehingga ketika terjadi masalah pada mesin baik akibat

kebakaran maupun hal lainnya karyawan akan segera tahu sehingga dapat

dilakukan tindakan dengan segera. Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47 m dari

lantai dan berjarak maksimal 20 m dari semua bagian area desalination plant.

Menurut data pengecekan rutin alarm dan hasil wawancara, alarm dalam

kondisi baik dan siap untuk digunakan. Pengetesan alarm yang dilakukan

diantaranya: pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel

kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta

power supply.Selain hal tersebut PT PJB UP Muara Karang juga memiliki diesel

yang berfungsi sebagai sumber energi cadangan yang salah satunya untuk

menyalakan alarm ketika terjadi trip akibat terjadinya kebakaran.


170

3. Sprinkler

Pada area turbine floor, sprinkler hanya terpasang di masing-masing burner

boiler sebanyak 8 buah. Jadi jumlah sprinkler yang ada di area turbine floor

adalah 16 buah.

Tabel 5.48 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat jaringan & persediaan air Terdapat air dengan volume 9000 L 100 % 0%
bersih yang bebas lumpur & pasir khusus untuk alat proteksi kebakaran
2. Jarak antar sprinkler tidak lebih Jarak antar sprinkler sekitar 2-4m 100 % 0%
dari 4,6 m
3. Jarak dari sprinkler ke Jarak dari sprinkler ke dinding adalah 2-4 100 % 0%
dinding tidak lebih dari 4,6m m
4. Terhubung otomatis dengan alarm Seluruh sprinkler terhubung otomatis 100 % 0%
kebakaran dengan panel indicator kebakaran di
control room.
5. Kepala sprinkler dalam keadaan Berdasarkan pemeriksaan visual dan data 100 % 0%
baik pemeriksaan rutin bulanan kepala
sprinkler tidak dalam kondisi rusak.
6. Kepala sprinkler tidak terhalang Berdasarkan pemeriksaan visual dan data 100 % 0%
benda lain pemeriksaan rutin bulanan kepala
sprinkler tidak tertutup cat ataupun benda
lainnya.
7. Terdapat prosedur pemeriksaan Terdapat prosedur khusus untuk 100 % 0%
dan uji coba melakukan pengetesan sprinkler
Tingkat Pemenuhan Sprinkler 100 %
171

Berdasarkan tabel 5.48 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan

sprinkler sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah

terpenuhi. Jenis prinkler yang ada di area turbine floor adalah jenis glass bulb

sprinkler. Jarak antar sprinkler yang ada berkisar antara 2-4 m dan jarak dari

sprinkler ke dinding antara 2-4 m. system sprinkler yang ada sudah terhubung

secara otomatis dengan panel indicator kebakaran di control room. Sehingga

ketika sprinkler bereaksi akibat adanya kebakaran, langsung terlihat di panel

indicator kebakaran dan alarm menyala secara otomatis.

Berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual yang dilakukan bersama pihak

K3 dan data pemeriksaan rutin, kepala sprinkler tidak dalam kondisi rusak serta

tidak terhalang benda lain seperti cat ataupun oli. Untuk pelakukan pengetesan

dan pemeriksaan sprinkler terdapat prosedur khusus yang mengacu pada Sistem

Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomor PK-UPMKR-16 mengenai

pemeriksaan, pemeliharaan dan pengujian alat pemadam kebakaran. Untuk

sumber air yang digunakan untuk sprinkler dan alat proteksi lainnya

menggunakan sumber air dari air laut yang telah di murnikan sebelumnya dan

disimpan fire water tank dengan kapasitas 9000 L. tangki tersebut tidak boleh

dalam keadaan kosong dan dilengkapi dengan alarm khusus. Jadi ketika air

dalam tangki kurang dari 6000 L secara otomatis alarm akan berbunyi.

4. Detektor

Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor


172

yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih

dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU

terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detector mendeteksi

adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.

Karena alarm terhubung dengan detektor dan sprinkler, maka untuk pengetesan

fungsi alat proteksi tersebut dilaksanakan secara bersamaan. Untuk pengetesan

detektor disesuaikan dengan tipe detektor. Terdapat detektor yang terpasang di

area turbine floor. detektor yang ada yaitu heat detector sebanyak 16 buah. Jadi

jumlah detektor yang ada di area turbine floor yaitu 16 buah.

Tabel 5.49 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Turbine

Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini Terdapat 16 buah detektor yang 100 % 0%
terhadap bahaya kebakaran terpasang di area turbine floor.
2. Pada atap datar, detektor dipasang pada Jarak dari detektor ke dinding 100 % 0%
jarak lebih dari 10 cm dari dinding adalah 2-3 m dari dinding
3. Jarak antar detector maksimal 9,1 m Jarak antar detektor yaitu 2–4 m. 100 % 0%
sesuai rekomendasi pabrik pembuatnya
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak dicat Sensor detektor tidak terhalang 100 % 0%
benda lain termasuk cat.
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam Tidak terdapat detektor yang 100 % 0%
jarak kurang dari 1,5 m dari AC terpasang di control room
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh Tidak terdapat detektor asap di area 100 % 0%
dipasang ≥20 buah detektor asap turbine floor.
173

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh Tidak terdapat detektor nyala di 100 % 0%
dipasang ≥20 buah detektor nyala area turbine floor.
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh Terdapat 16 buah heat detektor di 100 % 0%
dipasang ≥40 buah detektor panas area turbine floor.
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %

Berdasarkan tabel 5.49 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan

detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di

area turbine floor telah memenuhi semua komponen. Di area turbine floor

terdapat 16 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat detectorsebanyak

16 buah yang terletak pada mesin burner. Tidak terdapat flame detector dan

smoke detector mengikuti kondisi lapangan yang ada di area ini. Jarak antar

detektor berkisar antara 2-4 m, sedangkan untuk jarak detektor ke dinding

berkisar antara 2-3 m. berdasarkan pemeriksaan, sensor detektor berada dalam

kondisi baik sehingga ketika pengetesan dilakukan detektor dapat mendeteksi

bahaya kebakaran sesuai dengan jenisnya.

5. Hidran

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan, jenis

hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis hidran gedung dan hidran

halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu hidran dengan kunci katub

dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT PJB UP Muara Karang

menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang berdiameter 1.5 in. dan
174

panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT PJB UP Muara Karang

menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang dengan diameter 2.5 in dan

panjang 30 m serta disediakan selang tambahan sepanjang 20 m.Untuk

pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali secara rutin. Pengetesan

fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang meliputi: pemeriksaan

nozzle dari sumbatan dan kebocoran. Untuk menjaga tekanan air digunakan

sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan sumber air disimpan dalam “fire water

tank” dengan kapasitas 9000 L.

 Hidran Gedung

Terdapat 19 buah hidran gedung tipe machine dan ulir. Hidran tersebut

terpasang menempel pada dinding ruangan di sekitar mesin-mesin produksi.

Hidran diletakan di setiap lantai pada 2 buah mesin boiler setinggi 7 lantai dan 5

hidran gedung lainnya menempel di ruangan sekitar mesin turbine dan

generator.

Tabel 5.50 Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung per Elemen Pertanyaan di area

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedianya hidran gedung Terdapat hidran gedung sebanyak 19 100 % 0%
buah di area turbine floor
2. Kotak hidran gedung harus Hidran gedung yang ada menempel 100 % 0%
mudah dibuka, dilihat, pada dinding area dan tidak
dijangkau, dan tidak terhalang terhalang benda lain. Pintu kotak
oleh benda lain hidran mudah dibuka.
175

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
3. Semua peralatan hidran dicat Seluruh hidran gedung dicat merah 100 % 0%
merah & kotak hidran berwarna dengan tulisan HIDRAN warna
merah bertuliskan “HIDRAN” putih
yang dicat putih
4. Terdapat petunjuk penggunaan Tidak terdapat petunjuk cara 0% 100 %
yang dipasang ditempat yang penggunaan hidran
mudah dilihat.
5. Nozzle harus sudah dipasang Seluruh nozzle hidran gedung belum 0% 100 %
pada slang kebakaran. terpasang pada selang kebakaran
6. Hidran dalam keadaan siap Berdasarkan pemeriksaan visual 100 % 0%
digunakan hidran siap untuk digunakan
7. Terdapat kelengkapan hidran: Di dalam kotak hidran terdapat 100 % 0%
slang, kopling, nozzle, keran selang, kopling, nozzle serta keran
pembuka pembuka
8. Dilakukan uji operasional dan Dilakukan pemeriksaan hidran 100 % 0%
kelengkapan komponen hidran secara rutin 3 bulan sekali.
setiap 1 tahun sekali
9. Sumber persediaan air untuk Sumber air untuk hidran berasal dari 100 % 0%
hidran harus diperhitungkan air di water fire tank dengan
minimum untuk pemakaian kapasitas 9000 L dan dilengkapi
selama 30 menit dengan alarm yang berbunyi apabila
kapasitas air < 6000 L.
10. Selang berdiameter 1,5 inch dan Seluruh selang hidran gedung di 100 % 0%
panjangnya minimal 30 m area turbine floor berdiameter 1,5
inch dan panjang 30 m.
Tingkat Pemenuhan Hidran Gedung 80 %
176

Berdasarkan tabel 5.50 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan hidran

gedung sebesar 80 %. Di area turbine floor terdapat 8 buah hidran gedung yang

menempel pada dinding di area tersebut. Hidran tersebut mudah dilihat serta

dijangkau dan pintu kotak hidran dapat dibuka dengan mudah. Terdapat 19 buah

hidran yang diletakan di setiap lantai pada 2 boiler setinggi 7 lantai, sedangkan

hidran lainnya terletak di sekitar mesin-mesin lain. Pemeriksaan secara visual

menunjukan bahwa hidran siap untuk digunakan. Pemeriksaan rutin hidran

dilakukan 3 bulan sekali. Terdapat komponen yang lengkap di dalam kotak

hidran yang dicat warna merah dengan tulisan HIDRAN berwarna putih.

Komponen tersebut meliputi selang dengan diameter 1.5 inch dan panjang 30 m,

kopling, nozzle dan keran pembuka.

Sedangkan sumber persediaan untuk penggunaan hidran berasal dari air laut

yang telah di desalisasi dan dialirkan ke water fire tank dengan kapasitas 9000L

yang khusus disediakan untuk sumber persedian air bagi alat proteksi kebakaran.

Tangki tersebut tidak boleh kosong, ketika kapasitas air kurang dari 6000L maka

secara otomatis alarm akan berbunyi. Namun tidak terdapat petunjuk tata cara

penggunaan hidran dan nozzle belum terpasang pada selang.

 Hidran Halaman

Tidak terdapat hidran halaman di area ini. Turbine floor merupakan area

yang terletak di atas area mezzanine floor. Maka tidak perlu melakukan

pemeriksaan hidran halaman di area ini.


177

5.4.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Tabel 5.51 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat 0 %
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun 100 %
JUMLAH 76.78 %

Berdasarkan tabel 5.51, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana

penyelamat jiwa yang ada di area turbine floor mendapat tingkat pemenuhan

sebesar 76.78 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area turbine floor PLTU

PT PJB UP Muara Karang:

1. Petunjuk jalan keluar

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area turbine floor terdapat

petunjuk jalan keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga

dapat menyala dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat

lampu darurat untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran,

karyawan tetap dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju

tempat berhimpun. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT”

memiliki 2 sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-
178

petunjuk jalan keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan

bekerja atau tempat yang biasa dilalui oleh karyawan.

Tabel 5.52 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah jalan terdapat petunjuk arah jalan keluar, 100 % 0%
keluar baik yang berupa papan petunjuk arah
dengan tanda panah ataupun tulisan
“EXIT” di area turbine floor
2. Petunjuk arah diberikan papan petunjuk arah dengan tanda 100 % 0%
penerangan dari sumber daya panah ataupun tulisan “EXIT” yang
listrik darurat diberi sumber pencahayaan lampu yang
memiliki 2 sumber listrik.
3. Petunjuk jalan keluar jalan terdapat petunjuk arah dengan tanda 100 % 0%
keluar berupa papan bertulis panah ataupun tulisan “EXIT” di area
kan “EXIT” atau dengan turbine floor
panah petunjuk arah jalan
4. Rambu dipasang di tempat Di area turbine floor, tanda panah 100 % 0%
yang mudah terlihat atau petunjuk arah diletakan di sepanjang
dekat dengan pintu sarana jalan keluar dan tempat-tempat
keluar/pintu kebakaran dimana terdapat karyawan. Untuk
(KEPMEN PU petunjuk jalan keluar yang berupa
No.10/KPTS/2000) tulisan “EXIT” di dekat tiap-tiap pintu
keluar yang ada di setiap bangunan.
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
179

Berdasarkan tabel 5.52 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan

petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk

jalan keluar yang berada di area turbine floorsudah sesuai dengan NFPA 101 dan

Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan

“EXIT” yang diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas

bangunan di dekat tangga turun dan pintu keluar, kemudian petunjuk jalan keluar

yang berupa tanda panah petunjuk arah diletakan di dinding sepanjang sarana

jalan keluar dan tempat-tempat dimana terdapat karyawan.

Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang

berupa arah panah dan tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah tempat

berhimpun. Sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar yang berupa

tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik tersebut mati akan

segera digantikan oleh sumber energi cadangan yaitu diesel.

2. Sarana jalan keluar

Turbine floor adalah area dengan luas 4,027.25 m2. Tidak terdapat karyawan

yang menetap bekerja di area ini. Karyawan hanya sesekali datang untuk

mengecek panel local mesin atau pemeliharaan mesin dan alat proteksi

kebakaran. Terdapat 4 buah sarana jalan keluar di area ini dengan lebar antara2-

2.5 m yang letaknya berjauhan antara 15.05 – 22.25 m menuju tangga turun ke

area ground floor atau pintu keluar ke area office lantai 2. Untuk jarak maksimal

yang dapat ditempuh untuk menuju exit adalah 22.5 m.


180

Tabel 5.53 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di area

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di area 100 % 0%
turbine floor
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area turbine 100 % 0%
floor memiliki lebar 2-2.5 m
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari Terdapat 5 buah jalan keluar yang 100 % 0%
1 dan letaknya berjauhan telaknya berjauhan dan berbeda
arah.
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61 Jarak maksimal ke exit adalah 22.25 100 % 0%
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan m.
yang telah dilengkapi sprinkler
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari Jarak antar exit yang ada di area ini 100 % 0%
60 m adalah antara 15.05-22.25m
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan Tidak terdapat benda di sepanjang 100 % 0%
tidak terhalang benda apapun jalan keluar menuju exit.
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100 %

Berdasarkan tabel 5.53 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan sarana

jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar

yang ada di area turbine floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Sarana jalan

keluar yang terdapat di area ini terdapat 6 buah dengan jarak antar exit yang

berjauhan yaitu antara 15.05-22-25 m. Terdapat karyawan yang bekerja menetap

di area ini yang berada di control room 4,5. Jarak maksimal yang dapat ditempuh

dari semua bagian ruangan di area turbine floor adalah 22.25 m dan tidak
181

terdapat benda sepanjang jalan keluar yang menghalangi karyawan untuk

mencapai exit yang berupa tangga menuju area mezzanine floor ataupun pintu ke

area office lantai 3.

3. Pintu darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area turbine floor memiliki pintu

darurat yang terhubung ke area office lantai 3. Pintu tersebut selalu dalam

keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis. Pintu ini selalu

dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di area tersebut dan terhubung

langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki kriteria yang sama dengan pintu

darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup sendiri dapat dibuka tanpa

menggunakan kunci, dll.

Tabel 5.54 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran Terdapat pintu yang tahan api yang selalu tidak 100 % 0%
darurat terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar.
2. Ukuran pintu L: 90-120 cm, Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 cm 100 % 0%
T: 210 cm
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0%
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0%
5. Digunakan khusus pada saat Para karyawan menggunakan pintu tersebut 0% 100 %
keadaan darurat untuk keluar masuk area setiap harinya.
182

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
6. Pintu dapat dibuka tanpa anak Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0%
kunci
7. Pintu darurat berhubungan Pintu terhubung langsung dengan halaman luar 100 % 0%
langsung dengan jalan keluar
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %

Berdasarkan tabel 5.54, pintu darurat yang berada di area turbine floor

memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan

api yang selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis

serta terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110

cm dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun

para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap

harinya.

4. Tangga darurat

Berdasarkan hasil observasi di area turbine floor tidak terdapat tangga yang

secara khusus dipersiapkan sebagai tangga darurat. Karyawan menggunakan

semua tangga yang ada ketika bekerja setiap harinya. Maka hal ini tidak sesuai

dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.

5. Penerangan darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area turbine floor sudah memiliki

penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang


183

jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu

penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang

menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran,

lampu akan menyala secara otomatis.

Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8

jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.

Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan

darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU

berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu

yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga

ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal

tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses

produksi.

Tabel 5.55 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di Area

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari Terdapat 2 sumber listrik berbeda 100 % 0%
sumber aliran listrik darurat yaitu AC listrik dan batterai
2. Lampu penerangan berwarna Seluruh lampu berwarna putih 0% 100 %
kuning orange/kuning
3. Lampu penerangan darurat Untuk lampu darurat yang ada 100 % 0%
memiliki kekuatan minimal 10 memiliki kekuatan sebesar 20 lux
lux
184

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
4. Penempatan lampu darurat denga Lampu di letakan sepanjang jalan 100 % 0%
n baik sehingga bila satu lampu keluar menuju exit
mati tidak akan menyebabkan
gelap
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %

Berdasarkan tabel 5.55 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan

penerangan darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan

darurat yang ada di area turbine floor masih terdapat kekurangan yang belum

sesuai dengan NFPA 101. Untuk lampu darurat diletakan di sepanjang sarana

jalan keluar dan memiliki baterai cadangan yang di charge ketika AC listrik

berjalan normal. Dan seluruh penerangan yang ada di area PLTU memiliki

sumber aliran listrik yang berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat

yang ada berwarna putih dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.

6. Tempat berhimpun

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, PLTU PT PJB UP Muara Karang

memiliki tempat berhimpun 1 yang terletak tepat di depan gedung office.

Menurut salah satu pihak K3, tempat berhimpun berada di depan gedung office.

Tempat berhimpun tersebut memiliki luas 100 m2 dan terdapat papan yang

menunjukan letak tempat berhimpun. Jumlah keseluruhan karyawan yang

bekerja setiap harinya di area-area PLTU adalah 108 orang.


185

Tabel 5.56 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di

Area Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia tempat berhimpun Terdapat tempat berhimpun yang terletak di 100 % 0%
setelah evakuasi depan area office
2. Tersedia petunjuk tempat Terdapat petunjuk mengarah ke arah tempat 100 % 0%
berhimpun berhimpun
3. Luas tempat berhimpun Tempat berhimpun yang ada memiliki luas 100 100 % 0%
sesuai dengan minimal 0.3 m2 dan sesuai dengan jumlah orang yang bekerja
m2/orang di PLTU PT PJB UP Muara Karang
4. Kondisi tempat berhimpun Tempat berhimpun berada dalam kondisi aman 100 % 0%
aman dan bebas dari bahan berbahaya.
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100 %

Berdasarkan tabel 5.56, area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan

sebesar 100 %. Maka seluruh tempat berhimpun yang ada di area PLTU adalah

sesuai dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.Terdapat tempat

berhimpun untuk seluruh area-area yang ada di PLTU PT PJB UP Muara

Karang. Tempat berhimpun tersebut terletak di depan area office dengan luas

100 m2 yang diberi line menggunakan cat warna kuning. Penempatan tempat

berhimpun diletakan di depan area office karena tidak terdapat lahan yang cukup

aman di area-area lainnya.Luas tempat berhimpun sudah sesuai dengan standar

NFPA 101, karena jumlah karyawan yang bekerja di setiap area setiap harinya

adalah sebagai berikut:


186

1. Area Desalination Plant : 3 orang

2. Area Turbine Floor : 12 orang


100 m2/0.3 m2 = 333.33 (333 orang)
3. Area Office : 82 orang

4. Area Gudang : 5 orang

Jumlah : 102 orang

5.3.5.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di

Area Turbine Floor PLTU

Tabel 5.57 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat di Area

Turbine Floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Komponen Presentase Tingkat


Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 94.04 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 76.78 %
Rata-rata 86.56 %

Berdasarkan tabel 5.57 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 86.56 %

yaitu Baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi

sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para

pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan

dari kebakaran yang baik.


187

5.3.6 Office

5.3.6.1 Sarana Proteksi Aktif

Tabel 5.58 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Office

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. APAR 100 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 85.71 %
4. Sprinkler 0%
5. Detektor 100 %
6. Hidran Gedung 0%
7. Hidran Halaman 0%
JUMLAH 55.10 %

Berdasarkan tabel 5.58, hasil pemeriksaan area office mendapat tingkat

pemenuhan sebesar 55.10 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang didapat

di area office PLTU PT PJB UP Muara Karang:

1. APAR dan APAB

 APAR

APAR yang disediakan pada area office ini terdiri dari jenis DCP dengan

berat 2,7kg sebanyak 2 buah, 3kg sebanyak 6 buah, 5kg sebanyak 3 buah, berat

6kg sebanyak 3 buah dan 9kg sebanyak 1 buah. Sedangkan untuk jenis CO2

dengan berat 15lb (6.8 kg) sebanyak 3 buah, 4.5 kg sebanyak 1 buah dan 2.2 kg

sebanyak 1 buah. Jadi jumlah APAR yang di sediakan di area office adalah 20

buah.
188

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan

sebulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),

segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR yang dilakukan

oleh petugas K3. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR

yang kadaluarsa, bahkan sebagian APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan

digunakan dalam latihan pemadaman kebakaran.

Tabel 5.59 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di Area Office

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi Terdapat APAR tipe DCP untuk 100 % 0%
kebakaran yang sesuai dengan memadamkan jenis kebakaran A, B, C.
jenis kebakaran
2. Jumlah APAR berdasarkan luas Area sebaiknya memiliki APAR yang 100 % 0%
bangunan berjumlah 1 buah. Sedangkan APAR yang
disediakan untuk area office adalah 20 buah.
3. Sebelum dipakai segel Segel yang terpasang pada seluruh APAR 100 % 0%
pengaman harus dalam keadaan yang berada di area office berada dalam
baik dan penutup tabung keadaan baik dan penutup tabung terpasang
terpasang kuat kuat.
4. Lubang penyemprot tidak Berdasarkan pengecekan bersama pihak K3 100 % 0%
tersumbat dan slang tahan lubang penyemprot tidak tersumbat ataupun
tekanan tinggi serta tidak bocor bocor dan tahan tekanan tinggi.
5. Bahan baku pemadam dalam Berdasarkan pemeriksaan manometer 100 % 0%
keadaan baik dan tidak lewat APAR jenis DCP dan kartu pemeriksaan
masa berlakunya menunjukan APAR dalam kondisi baik dan
tidak lewat masa berlakunya.
189

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
6. APAR ditempatkan di lokasi APAR-APAR diletakan di dekat mesin- 100 % 0%
yang mudah terlihat, mudah mesin produksi serta sepanjang jalan yang
dijangkau dan letaknya tidak dilalui oleh karyawan. Sehingga mudah
terhalangi oleh benda lain dijangkau dan terlihat.
7. Apar diletakan di sepanjang APAR-APAR diletakan di sepanjang jalan 100 % 0%
jalan yang biasa dilalui yang dilalui oleh karyawan termasuk jalan
termasuk jalan keluar di area untuk keluar area.
8. Isi tabung gas sesuai dengan Setelah dilakukan pengecekan pada 100 % 0%
tekanan yang dipergunakan dan manometer APAR, jarum berada pada bar
dijaga tetap penuh serta dapat hijau yang menunjukan isi tabung gas sesuai
dioperasikan dengan tekanan dan dapat dioperasikan
dengan baik.
9. APAR yang memiliki cabinet Seluruh APAR yang diletakan dalam lemari 100 % 0%
(lemari) tidak boleh dikunci berada dalam kondisi tidak terkunci
10. APAR di cabinet harusdiletakan Instruksi cara pemakaian menempel pada 100 % 0%
sedemikian rupa sehingga bagian depan dinding tabung. Sehingga
instruksi operasi pemadaman ketika membuka cabinet instruksi tersebut
dapat terlihat dari depan dapat segera terlihat.
11. Jarak antar APAR maksimal Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
(75 ft) 6.97 m
12. Terdapat cara dan petunjuk Terdapat petunjuk intruksi cara 100 % 0%
pengoperasian dengan jelas di pengoperasianya yang tertempel di seluruh
bagian depan APAR bagian depan APAR.
13. Pemasangan dihindari dari Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet 100 % 0%
bahaya fisik dan rak.
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb APAR dengan berat ≥ 18.14 kg memiliki 100 % 0%
sebaiknya dipasang setinggi tinggi antara 60-100 cm.
≤3,5 ft (1.07m) diatas lantai.
190

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
15. Sedangkan APAR dengan berat APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang 100 % 0%
≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-60
dipasang kurang dari dari 5ft cm
(1,53m) diatas lantai.
16. Tekanan regulator pada APAR Tekanan pada manometer APAR diperiksa 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun setiap satu bulan sekali
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
17. Jarak dari bagian bawah APAR Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 cm. 100 % 0%
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Tingkat Pemenuhan APAR 100 %

Berdasarkan tabel 5.59 APAR di area office memiliki tingkat pemenuhan

sebesar 100 %. Area office dengan luas 836.6 m2 memiliki potensi kebakaran

tipe A, B, C, maka hal tersebut telah sesuai dengan standar karena APAR yang

disediakan di area ini merupakan APAR yang dapat memadamkan kebakaran

jenis A, B dan C. Berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area office

hanya membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah

20 buah. APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan pihak K3.

Pemeriksaan tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure indicator

(manometer), segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat APAR

yang dilakukan oleh petugas K3.

Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa

berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR


191

dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang

penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa

kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan

penimbangan APAR tipe CO2.Seluruh APAR diletakan di rak dan cabinet

sepanjang jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar

sehingga mudah dilihat dan dijangkau. APAR yang diletakan di dalam cabinet

berada dalam keadaan tidak terkunci. Jarak antar APAR yang ada di area office

berkisar antara 2-4 m. APAR yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk

APAR dengan berat kurang dari18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan

berat lebih dari 18.14 kg. untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20

cm.

 APAB

Sedangkan APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area

yang berbahaya dengan personel yang sedikit. Tidak terdapat APAB di area ini,

hal ini dikarenakan jumlah karyawan yang bekerja paling banyak dibandingkan

area-area lainnya yaitu 82 orang.

2. Alarm

Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang

sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di

area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible

alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di

PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran.


192

Untuk pengetesan fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin yang digabung dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini

dilakukan oleh karyawan unit K3 yang meliputi pemeriksaan panel penujuk

alarm, lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai tambahan,

bel, speaker dan amplifier serta power supply. Terdapat 3 buah alarm manual

dengan tipe pull down di area ini. Alarm tersebut diletakan di masing-masing

lantai. Sehingga memudahkan pegawai untuk menjangkaunya apabila terjadi

kebakaran. Area ini tidak terhubung dengan panel indicator kebakaran. Selain itu

karyawan yang bekerja setiap harinya berjumlah 82 orang.

Tabel 5.60 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di Area Office

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm Di area office terdapat alarm manual 100 % 0%
kebakaran yang bertipe pull down yang diletakan
di jalur keluar area.
2. Alarm dapat dilihat dengan Alarm manual terlihat jelas dicat 100 % 0%
jelas warna merah menempel pada bagian
atas hidran ruangan serta terdapat
tanda petunjuk
3. Alarm dalam kondisi baik dan Berdasarkan data sekunder alarm 100 % 0%
siap digunakan dalam kondisi baik dan siap
digunakan.
4. Alarm otomatis terhubung Tidak terdapat sprinkler. 0% 100 %
dengan sprinkler
193

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
5. Terdapat energi cadangan Menurut hasil wawancara PLTU 100 % 0%
yang dapat menyalakan alarm memiliki energy cadangan untuk
selama 30 detik menyalakan alarm yaitu diesel.
6. Alarm diletakan pada lintasan Alarm diletakan di jalur lintasan keluar 100 % 0%
jalur keluar dengan tinggi 1,4 area.
m
7. Jarak alarm tidak boleh lebih Alarm memiliki jarak maksimal 20 m 100 % 0%
dari 30 m dari semua bagian dari semua bagian area ground floor.
bangunan
Tingkat Pemenuhan Alarm 85.71 %

Berdasarkan tabel 5.60 area office memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar

85.71 %. Terdapat 3 buah alarm yang diletakan di setiap lantai area office dengan

tipe ifull down. Alarm berada di lintasan jalur keluar dengan tinggi 1.47 m dan di

cat menggunakan warna merah. Sehingga alarm tersebut dapat terlihat dengan

mudah. Berdasarkan data pemeriksaan alarm berada dalam kondisi baik dan siap

digunakan.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: pemeriksaan panel penujuk alarm,

lampu-lampu, LED panel kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel,

speaker dan amplifier serta power supply. Jarak maksimal dari semua bagian

ruangan untuk mencapai alarm adalah 20 m. Selain itu, PT PJB UP Muara

Karang memiliki sumber energy cadangan lainnya yaitu diesel untuk menyalakan

alarm apabila terjadi trip akibat kebakaran. Namun tidak terdapat sistem
194

sprinkler di area ini sehingga alarm tidak terhubung secara otomatis dengan

sprinkler.

3. Sprinkler

Tidak terdapat system sprinkler yang terpasang di area office.

4. Detektor

Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor

yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih

dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU

terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detektor mendeteksi

adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.

Terdapat detektor yang terpasang di area office. detektor yang ada yaitu heat

detector sebanyak 5 buah dan smoke detector 76 buah. Jadi jumlah detektor yang

ada di area office yaitu 86 buah.

Tabel 5.61 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Office

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini Terdapat 86 buah detektor yang 100 % 0%
terhadap bahaya kebakaran terpasang di area office.
2. Pada atap datar, detektor dipasang pada Jarak dari detektor ke dinding 100 % 0%
jarak lebih dari 10 cm dari dinding adalah 2 m dari dinding
195

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
3. Jarak antar detektor maksimal 9,1 m Jarak antar detektor yaitu 1-2 100 % 0%
atau sesuai rekomendasi dari pabrik m.
pembuatnya
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak Sensor detektor tidak terhalang 100 % 0%
dicat benda lain termasuk cat.
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam Detektor terpasang pada jarak 2 100 % 0%
jarak kurang dari 1,5 m dari AC m dari AC
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh Tidak terdapat detektor asap di 100 % 0%
dipasang lebih dari 20 buah detektor area office.
asap
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh Tidak terdapat detektor nyala di 100 % 0%
dipasang lebih dari 20 buah detektor area office.
nyala
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh Terdapat 28-29 buah heat 100 % 0%
dipasang lebih dari 40 buah detektor detector di area office.
panas
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %

Berdasarkan tabel 5.61 area office memiliki tingkat pemenuhan detektor

sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area office

telah memenuhi semua komponen. Di area office terdapat 86 buah detektor yang

terpasang dengan rincian heat detector sebanyak 5 buah yang terletak di ruang

dapur lantai 2 area office. Sedangkan untuk smoke detector berjumlah 28 buah di

lantai 1 dan masing-masing 29 buah di lantai 2 dan 3. Tidak terdapat flame

detector mengikuti kondisi lapangan yang ada di area ini. Jarak antar detektor

berkisar antara 2-4 m, sedangkan untuk jarak detektor ke dinding berkisar antara
196

2-3 m. berdasarkan pemeriksaan, sensor detektor berada dalam kondisi baik

sehingga ketika pengetesan dilakukan detektor dapat mendeteksi bahaya

kebakaran sesuai dengan jenisnya.

5. Hidran

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT

PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis

hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu

hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT

PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang

berdiameter 1.5 in. dan panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT

PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang

dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan

sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang

meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.

Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan

sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air

tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.

 Hidran Gedung

Tidak terdapat hidran gedung di area office. Menurut salah seorang pihak K3

hal tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya sudah mencukupi untuk

memproteksi area office dari kejadian kebakaran.


197

 Hidran Halaman

Tidak terdapat hidran halaman di area ini. Menurut salah seorang pihak K3

hal tersebut dikarenakan area office berada di samping area ground floor.

Sehingga apabila terjadi kebakaran dapat menggunakan hidran halaman area

geound floor.

5.3.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Tabel 5.62 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area

Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat 0 %
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun 100 %
JUMLAH 76.78 %

Berdasarkan tabel 5.62, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana

penyelamat jiwa yang ada di area office mendapat tingkat pemenuhan sebesar

76.78 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area office PLTU PT PJB UP

Muara Karang:

1. Petunjuk jalan keluar

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di area office terdapat petunjuk jalan

keluar baik yang berupa tanda panah berwarna hijau sehingga dapat menyala
198

dalam keadaan gelap maupun tulisan “EXIT” yang mana terdapat lampu darurat

untuk meneranginya. Jadi ketika terjadi “trip” akibat kebakaran, karyawan tetap

dapat melihat tanda petunjuk arah sehingga dapat keluar menuju tempat

berhimpun. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan “EXIT” memiliki 2

sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel. Petunjuk-petunjuk jalan

keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan bekerja atau tempat

yang biasa dilalui oleh karyawan.

Tabel 5.63 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah jalan terdapat petunjuk arah jalan keluar di area 100 % 0%
keluar office
2. Petunjuk arah diberikan Papan petunjuk arah yang diberi sumber 100 % 0%
penerangan dari sumber daya pencahayaan lampu yang memiliki 2
listrik darurat sumber listrik.
3. Petunjuk jalan keluar berupa terdapat petunjuk arah dengan tanda panah 100 % 0%
papan bertuliskan “EXIT”/den ataupun tulisan “EXIT” di area office
gan panah petunjuk arah jalan
4. Rambu dipasang di tempat Di area office, tanda panah petunjuk arah 100 % 0%
yang mudah terlihat atau diletakan di sepanjang sarana jalan keluar
dekat dengan pintu dan tempat-tempat dimana terdapat
keluar/pintu kebakaran karyawan. Untuk petunjuk jalan keluar yang
(KEPMEN PU berupa tulisan “EXIT” di dekat tiap-tiap
No.10/KPTS/2000) pintu keluar yang ada di setiap bangunan.
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
199

Berdasarkan tabel 5.42 area office memiliki tingkat pemenuhan petunjuk

jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan

keluar yang berada di area officesudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen

PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan “EXIT”

yang diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas bangunan di

dekat tangga turun dan pintu keluar, kemudian petunjuk jalan keluar yang

berupa tanda panah petunjuk arah diletakan di dinding sepanjang sarana jalan

keluar dan tempat-tempat dimana terdapat karyawan.

Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang

berupa arah panah dan tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah

tempat berhimpun. Sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar

yang berupa tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik

tersebut mati akan segera digantikan oleh sumber energi cadangan yaitu

diesel.

2. Sarana jalan keluar

Office adalah area dengan luas 930.6 m2 dengan jumlah karyawan bekerja

terbanyak setiap harinya yaitu 82 orang. Namun terkadang beberapa karyawan

pergi ke area-area lain untuk melakukan pengecekan. Terdapat 3 buah sarana

jalan keluar yang terletak di setiap lantai. Sarana jalan keluar memiliki lebar 2 m

dan jarak maksimal yang dapat ditempuh untuk mencapai exit yaitu 49.50 m.
200

Tabel 5.64 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di 100 % 0%
area office
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area 100 % 0%
office memiliki lebar 2 m
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari Terdapat 3 buah jalan keluar yang 100 % 0%
1 dan letaknya berjauhan berada di setiap lantai
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61 Jarak maksimal ke exit adalah 100 % 0%
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan 49.5 m.
yang telah dilengkapi sprinkler
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari Exit terdapat di setiap lantai 100 % 0%
60 m dengan jarak maksimal 49.5m.
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan Tidak terdapat benda di sepanjang 100 % 0%
tidak terhalang benda apapun jalan keluar menuju exit.
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100 %

Berdasarkan tabel 5.64 area office memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan

keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang

ada sudah sesuai dengan NFPA 101. Sarana jalan keluar yang terdapat di area ini

terdapat 3 buah yang terletak di setiap lantai. jumlah karyawan yang bekerjadi

area ini adalah yang terbanyak setiap harinya yaitu 82 orang. Namun terkadang

beberapa karyawan pergi ke area-area lain untuk melakukan pengecekan. Jarak

maksimal yang dapat ditempuh dari semua bagian ruangan di area office adalah
201

49.5 m dan tidak terdapat benda sepanjang jalan keluar yang menghalangi

karyawan untuk mencapai halaman luar area.

3. Pintu darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area office memiliki pintu darurat di

setiap lantainya. Namun para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk

keluar masuk area setiap harinya. Pintu ini selalu dibuka setiap harinya sebagai

sarana aktifitas di area tersebut dan terhubung langsung dengan jalan umum.

Pintu ini memiliki kriteria yang sama dengan pintu darurat yaitu tahan

kebakaran, dapat menutup sendiri dapat dibuka tanpa menggunakan kunci, dll.

Tabel 5.65 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area

Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran Terdapat pintu yang tahan api yang selalu tidak 100 % 0%
darurat terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar.
2. Ukuran pintu L: 90-120 Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 cm 100 % 0%
cm, T: 210 cm
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0%
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0%
5. Digunakan khusus pada Para karyawan menggunakan pintu tersebut 0% 100 %
saat keadaan darurat untuk keluar masuk area setiap harinya.
6. Pintu dapat dibuka tanpa Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0%
anak kunci
202

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
7. Pintu darurat berhubungan Pintu terhubung langsung dengan halaman luar 100 % 0%
langsung dengan jalan
keluar/halaman luar
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %

Berdasarkan tabel 5.65, pintu darurat yang berada di area office memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan api yang

selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis serta

terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110 cm

dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun para

karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya.

4. Tangga darurat

Berdasarkan hasil observasi di area office tidak terdapat tangga yang secara

khusus dipersiapkan sebagai tangga darurat. Karyawan menggunakan semua

tangga yang ada ketika bekerja setiap harinya. Maka hal ini tidak sesuai dengan

standar NFPA 101 tentang safety code life.

5. Penerangan darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area office sudah memiliki

penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang

jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu

penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang
203

menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran,

lampu akan menyala secara otomatis.

Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8

jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.

Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan

darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU

berwarna putih dan memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel.

Sehingga ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel.

Hal tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan

proses produksi.

Tabel 5.66 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan di area

Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari Terdapat 2 sumber listrik berbeda 100 % 0%
sumber aliran listrik darurat yaitu AC listrik & batterai
2. Lampu penerangan berwarna Seluruh lampu berwarna putih 0% 100 %
kuning orange/kuning
3. Lampu penerangan darurat Untuk lampu darurat yang ada 100 % 0%
memiliki kekuatan minimal 10 lux memiliki kekuatan sebesar 20 lux
4. Penempatan lampu darurat dengan Lampu di letakan sepanjang jalan 100 % 0%
baik sehingga bila satu lampu mati keluar menuju exit
tidak akan menyebabkan gelap
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %
204

Berdasarkan tabel 5.66 area office memiliki tingkat pemenuhan penerangan

darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan darurat yang

ada di area office masih terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan NFPA

101. Untuk lampu darurat diletakan di sepanjang sarana jalan keluar dan

memiliki baterai cadangan yang di charge ketika AC listrik berjalan normal. Dan

seluruh penerangan yang ada di area PLTU memiliki sumber aliran listrik yang

berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat yang ada berwarna putih

dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.

6. Tempat berhimpun

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, PLTU PT PJB UP Muara Karang

memiliki tempat berhimpun 1 yang terletak tepat di depan gedung office.

Menurut salah satu pihak K3, tempat berhimpun berada di depan gedung office.

Tempat berhimpun tersebut memiliki luas 100 m2 dan terdapat papan yang

menunjukan letak tempat berhimpun.

Tabel 5.67 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di

Area Office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia tempat berhimpun Terdapat tempat berhimpun yang 100 % 0%
setelah evakuasi terletak di depan area office
2. Tersedia petunjuk tempat Terdapat petunjuk yang mengarah 100 % 0%
berhimpun ke area berhimpun dan papan
petunjuk di area berhimpun sendiri
205

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
3. Luas tempat berhimpun sesuai Tempat berhimpun yang ada 100 % 0%
dengan minimal 0.3 m2/orang memiliki luas 100 m2 dan sesuai
dengan jumlah orang yang bekerja
di PLTU PT PJB UP Muara Karang
4. Kondisi tempat berhimpun Tempat berhimpun berada dalam 100 % 0%
aman kondisi aman dan bebas dari bahan
berbahaya.
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100 %

Berdasarkan tabel 5.67 area-area di PLTU memiliki tingkat pemenuhan

sebesar 100 %. Maka seluruh tempat berhimpun yang ada di area PLTU adalah

sesuai dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.Terdapat tempat

berhimpun untuk seluruh area-area yang ada di PLTU PT PJB UP Muara

Karang. Tempat berhimpun tersebut terletak di depan area office dengan luas

100 m2 yang diberi line menggunakan cat warna kuning. Penempatan tempat

berhimpun diletakan di depan area office karena tidak terdapat lahan yang cukup

aman di area-area lainnya.Luas tempat berhimpun sudah sesuai dengan standar

NFPA 101, karena jumlah karyawan yang bekerja di setiap area setiap harinya

adalah sebagai berikut:

1. Area Desalination Plant : 3 orang

2. Area Turbine Floor : 12 orang


100 m2/0.3 m2 = 333.33 (333 orang)
3. Area Office : 82 orang

4. Area Gudang : 5 orang

Jumlah : 102 orang


206

5.3.6.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di

Area Office PLTU

Tabel 5.68 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area Office PLTU

PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Komponen Presentase Tingkat


Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 55.10%
3 Sarana Penyelamat Jiwa 76.78 %
Rata-rata 73.58 %

Berdasarkan tabel 5.68 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 73.58 % yaitu

cukup baik (C) dimana komponen sudah terpasang tapi ada sebagian kecil

instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.

5.3.7 Gudang

5.3.7.1Sarana Proteksi Aktif

Tabel 5.69 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Proteksi Aktif Di Area Gudang

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. APAR 98.53 %
2. APAB 100 %
3. Alarm 100 %
4. Sprinkler 100 %
5. Detektor 100 %
207

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


6. Hidran Gedung 0%
7. Hidran Halaman 0%
JUMLAH 71.23 %

Berdasarkan tabel 5.70, hasil pemeriksaan area gudang mendapat tingkat

pemenuhan sebesar 71.23 %. Berikut uraian hasil sarana proteksi yang didapat

di area gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang:

1. APAR dan APAB

 APAR

APAR yang disediakan pada area gudang merupakan jenis DCP dengan berat

5 kg sebanyak 1 buah, berat 6kg sebanyak 5 buah dan 25kg sebanyak 4 buah.

Jadi APAR yang disediakan di gudang berjumlah 7 buah. Namun tidak terdapat

APAR yang dapat memadamkan kebakaran jenis D. Berdasarkan hasil observasi

dan wawancara, pemeliharaan APAR dilakukan sebulan sekali meliputi kondisi

nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak

dan penimbangan berat APAR yang dilakukan oleh petugas K3. Untuk pengisian

ulang biasanya dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa, bahkan sebagian

APAR yang kadaluarsa ini dimanfaatkan digunakan dalam latihan pemadaman

kebakaran.
208

Tabel 5.70 Tingkat Pemenuhan APAR per Elemen Pertanyaan di area

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Pada APAR terdapat klasifikasi Terdapat APAR tipe DCP untuk 75 % 25 %
kebakaran yang sesuai dengan memadamkan jenis kebakaran A, B, C.
jenis kebakaran namun tidak terdapat APAR yang dapat
memadamkan jenis kebakaran D.
2. Jumlah APAR berdasarkan Area gudang sebaiknya memiliki APAR 100 % 0%
luas bangunan yang berjumlah 1 buah. Sedangkan APAR
yang ada adalah 7 buah.
3. Sebelum dipakai segel Segel yang terpasang pada seluruh APAR 100 % 0%
pengaman harus dalam keadaa yang ada di area office berada dalam keadaan
n baik dan penutup tabung terp baik dan penutup tabung terpasang kuat.
asang kuat
4. Lubang penyemprot tidak Berdasarkan pengecekan bersama pihak K3 100 % 0%
tersumbat dan slang tahan lubang penyemprot tidak tersumbat ataupun
tekanan tinggi serta tidak bocor bocor dan tahan tekanan tinggi.
5. Bahan baku pemadam dalam Berdasarkan pemeriksaan manometer APAR 100 % 0%
keadaan baik dan tidak lewat jenis DCP serta pengecekan kartu pemeriksa
masa berlakunya an menunjukan APAR dalam kondisi baik
dan tidak lewat masa berlakunya.
6. APAR ditempatkan di lokasi APAR-APAR diletakan di dekat mesin- 100 % 0%
yang mudah terlihat, mudah mesin produksi serta sepanjang jalan yang
dijangkau dan letaknya tidak dilalui oleh karyawan. Sehingga mudah
terhalangi oleh benda lain dijangkau dan terlihat.
7. Apar diletakan di sepanjang APAR-APAR diletakan di sepanjang jalan 100 % 0%
jalan yang biasa dilalui yang dilalui oleh karyawan termasuk jalan
termasuk jalan keluar di area untuk keluar area.
209

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
8. Isi tabung gas sesuai dengan Setelah dilakukan pengecekan manometer 100 % 0%
tekanan yang dipergunakan dan APAR, jarum berada pada bar hijau. Hal
dijaga tetap penuh serta dapat tersebut menunjukan isi tabung gas sesuai
dioperasikan dengan tekanan dan dapat dioperasikan
dengan baik.
9. APAR yang memiliki cabinet Seluruh APAR yang diletakan dalam lemari 100 % 0%
(lemari) tidak boleh dikunci berada dalam kondisi tidak terkunci
10. APAR yang diletakan di Instruksi cara pemakaian menempel pada 100 % 0%
cabinet harus diletakan bagian depan dinding tabung sehingga ketika
sedemikian rupa sehingga membuka cabinet instruksi tersebut dapat
instruksi operasi pemadaman segera terlihat.
dapat terlihat dari depan
11. Jarak antar APAR maksimal Jarak antar APAR antara 2-4 m 100 % 0%
(75 ft) 6.97 m
12. Terdapat cara dan petunjuk Terdapat petunjuk intruksi cara 100 % 0%
pengoperasian dengan jelas di pengoperasianya yang tertempel di seluruh
bagian depan APAR bagian depan APAR.
13. Pemasangan dihindari dari Seluruh APAR diletakan di dalam cabinet 100 % 0%
bahaya fisik (ex: tubrukan, dan rak.
getaran, lingkungan)
14. APAR dengan berat ≥ 40 lb APAR dengan berat ≥ 18.14 kg yang 100 % 0%
sebaiknya dipasang dengan diletakan di dalam cabinet memiliki tinggi
tinggi kurang dari 3,5 ft antara 60-100 cm.
(1.07m) diatas lantai.
15. Sedangkan APAR dengan berat APAR dengan berat ≤ 18.14 kg yang 100 % 0%
≤ 40 lb (18.14 kg) sebaiknya diletakan di rak memiliki tinggi antara 40-60
dipasang kurang dari dari 5ft cm
(1,53m) diatas lantai.
210

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
16. Tekanan regulator pada APAR Tekanan pada manometer APAR diperiksa 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun setiap satu bulan sekali
untuk mengetahui tekanan
outlet statis dan laju alir
17. Jarak dari bagian bawah APAR Jarak bagian bawah ke APAR adalah 20 cm. 100 % 0%
ke lantai tidak melebihi 4 in
(102 mm)
Tingkat Pemenuhan APAR 98.53 %

Berdasarkan tabel 5.70 APAR di area gudang memiliki tingkat pemenuhan

sebesar 98.53 %. Area gudang dengan luas 106.8 m2 memiliki potensi kebakaran

tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya mampu memadamkan

kelas kebakaran tipe A, B dan C. berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan

APAR, area gudang hanya membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang

tersedia berjumlah 7 buah. APAR diperiksa setiap 1 bulan sekali oleh perwakilan

pihak K3. Pemeriksaan tersebut mencakup kondisi nozzle, draft pressure

indicator (manometer), segel, apakah ada karat atau tidak dan penimbangan berat

APAR yang dilakukan oleh petugas K3.

Untuk pengisian ulang dilakukan ketika ada APAR yang kadaluarsa

berdasarkan kartu cek APAR. Ketika dilakukan pemeriksaan kondisi APAR

dalam keadaan baik dengan cara mengecek secara visual kondisi nozzle (lubang

penyemprot) dari sumbatan dan kebocoran, kesesuaian bahan baku dan masa

kadaluarsa APAR dengan cara mengecek manometer APAR tipe DCP dan

penimbangan APAR tipe CO2. Seluruh APAR diletakan di rak dan cabinet
211

sepanjang jalan yang biasa dilewati oleh karyawan termasuk jalur jalan keluar

sehingga mudah dilihat dan dijangkau. APAR yang diletakan di dalam cabinet

dalam keadaan tidak terkunci. Jarak antar APAR yang ada di area gudang

berkisar antara 2-4 m. APAR yang ada terletak dengan tinggi 40-60 cm untuk

APAR dengan berat ≤ 18.14 kg dan 60-100 cm untuk APAR dengan ≥ dari 18.14

kg. untuk jarak bagian bawah APAR ke lantai mencapai 20cm.

 APAB

APAB diletakan untuk area-area produksi dimana terdapat area yang

berbahaya dengan personel yang sedikit. Jumlah APAB yang terletak di area

gudang adalah 4 buah yang memiliki jenis DCP (Dry Chemical Powder) dengan

berat antara 25-40 kg. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pemeliharaan

APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni satu bulan sekali

meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer), segel, apakah ada

karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya dilakukan ketika

ada APAB yang kadaluarsa.

Tabel 5.71 Tingkat Pemenuhan APAB per Elemen Pertanyaan di Area Gudang

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. APAB disediakan untuk memproteksi APAB disediakan untuk area gudang. 100 % 0%
bahaya yang menunjukan: area Dimana area tersebut merupakan area
berisiko tinggi, personel yang ada produksi dengan jumlah personel
terbatas terbatas.
212

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
2. Tekanan regulator pada APAB Pengecekan APAB dilakukan setiap 100 % 0%
sebaiknya diperiksa tiap tahun untuk satu bulan sekali. Termasuk
mengetahui tekanan outlet statis dan pengecekan manometer.
laju alir
3. Selang pada APAB harus diletakan Kondisi selang yang berada pada 100 % 0%
sedemikian rupa untuk menghindari APAB di area PLTU terlilit rapi
terbelit dan kaku untuk menghindari kekakuan dan
terbelit.
Tingkat Pemenuhan APAB 100 %

Berdasarkan tabel 5.71, di PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat

pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area gudang yang

mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah personel terbatas.

Pemeliharaan APAB dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan APAR yakni

satu bulan sekali meliputi kondisi nozzle, draft pressure indicator (manometer),

segel, apakah ada karat atau tidak, kondisi roda. Untuk pengisian ulang biasanya

dilakukan ketika ada APAB yang kadaluarsa.

2. Alarm

Berdasarkan hasil observasi dan data sekunder, PT PJB UP Muara Karang

sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di

area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible

alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di

PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk pengetesan
213

fungsi alarm di PLTU, dilakukan setiap 3 bulan sekali secara rutin yang digabung

dengan pemeriksaan detektor. Pemeriksaan ini dilakukan oleh karyawan unit K3

yang meliputi pemeriksaan panel penujuk alarm, lampu-lampu, LED panel

kebakaran dan annunciator, baterai tambahan, bel, speaker dan amplifier serta

power supply. Terdapat satu buah alarm tipe full down di area gudang.terletak di

jalur lintasan keluar sehingga mudah terlihat serta terjangkau.

Tabel 5.72 Tingkat Pemenuhan Alarm per Elemen Pertanyaan di area

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem alarm Di area gudang terdapat alarm manual yang 100 % 0%
kebakaran full down.
2. Alarm dapat dilihat dengan Alarm manual dicat menggunakan warna 100 % 0%
jelas merah dan terdapat tanda petunjuk fire alarm.
Sehingga alarm dapat terlihat dengan jelas
3. Alarm dalam kondisi baik dan Berdasarkan data sekunder alarm dalam 100 % 0%
siap digunakan kondisi baik dan siap digunakan.
4. Alarm otomatis terhubung Terdapat system sprinkler yang ketika 100 % 0%
dengan sprinkler mengeluarkan air karena terjadinya kebakaran,
maka alarm akan menyala secara otomatis.
5. Terdapat energi cadangan yang Menurut hasil wawancara PLTU memiliki 100 % 0%
dapat menyalakan alarm energy cadangan untuk menyalakan alarm
selama 30 detik yaitu diesel.
6. Alarm diletakan pada lintasan Alarm diletakan di jalur lintasan keluar area. 100 % 0%
jalur keluar dengan tinggi 1,4
m dari lantai
214

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
7. Jarak alarm tidak boleh lebih Alarm memiliki jarak maksimal 20 m dari 100 % 0%
dari 30 m dari semua bagian semua bagian area.
bangunan
Tingkat Pemenuhan Alarm 100 %

Berdasarkan tabel 5.72 area gudang memiliki tingkat pemenuhan alarm

sebesar 100 %. Yang artinya seluruh komponen telah terpenuhi. Terdapat satu

buah alarm tipe full down yang diletakan di lintasan jalur keluar dengan jarak

maksimal 20 m dari setiap bagian bangunan. Alarm tersebut dicat merah dan

memiliki tinggi 1.47 dari lantai sehingga mudah dilihat dan dijangkau.

Berdasarkan data pemeriksaan alarm rutin, kondisi alarm yang ada di area

gudang sudah baik dan siap untuk digunakan. Selain itu terdapat energy

cadangan yaitu diesel untuk menyalakan alarm apabila terjadi trip akibat

kebakaran. Alarm yang ada terhubung dengan sprinkler, dimana sprinkler

mengeluarkan air untuk memadamkan kebakaran maka alarm akan otomatis

berbunyi.

3. Sprinkler

Di area gudang terdapat sebanyak 24 buah sprinkler jenis glass bulb.

Sprinkler tersebut terpasang pada atap bangunan yang dikombinasikan dengan

detektor panas dan asap.


215

Tabel 5.73 Tingkat Pemenuhan Sprinkler per Elemen Pertanyaan di Area

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat jaringan dan Terdapat air desalisasi dalam water fire 100 % 0%
persediaan air bersih yang tank dengan volume 9000 L khusus untuk
bebas lumpur serta pasir alat proteksi aktif kebakaran termasuk
sprinkler
2. Jarak antar sprinkler tidak Jarak antar sprinkler sekitar 2 m 100 % 0%
lebih dari 4,6 m
3. Jarak dari sprinkler ke dinding Jarak dari sprinkler ke dinding adalah 2-3 100 % 0%
tidak lebih dari 4,6 m m
4. Terhubung otomatis dengan Seluruh sprinkler terhubung otomatis 100 % 0%
alarm kebakaran dengan panel indicator kebakaran di
control room.
5. Kepala sprinkler dalam Berdasarkan pemeriksaan visual dan data 100 % 0%
keadaan baik pemeriksaan rutin bulanan kepala sprinkler
tidak dalam kondisi rusak.
6. Kepala sprinkler tidak Berdasarkan pemeriksaan visual dan data 100 % 0%
terhalang benda lain pemeriksaan rutin bulanan kepala sprinkler
tidak tertutup cat ataupun benda lainnya.
7. Terdapat prosedur Terdapat prosedur khusus untuk melakukan 100 % 0%
pemeriksaan dan uji coba pengetesan sprinkler
Tingkat Pemenuhan Sprinkler 100 %

Berdasarkan tabel 5.73 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sprinkler

sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah terpenuhi.

Jenis prinkler yang ada di area gudang adalah jenis glass bulb sprinkler. Jarak

antar sprinkler yang ada berkisar antara 2 m dan jarak dari sprinkler ke dinding
216

antara 2-3 m. system sprinkler yang ada sudah terhubung secara otomatis dengan

panel indikator kebakaran di control room. Sehingga ketika sprinkler bereaksi

akibat adanya kebakaran, langsung terlihat di panel indikator kebakaran dan

alarm menyala secara otomatis.

Berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual yang dilakukan bersama pihak

K3 dan data pemeriksaan rutin, kepala sprinkler tidak dalam kondisi rusak serta

tidak terhalang benda lain seperti cat ataupun oli. Untuk pelakukan pengetesan

dan pemeriksaan sprinkler terdapat prosedur khusus yang mengacu pada Sistem

Manajemen Terpadu (SMT) dengan nomor PK-UPMKR-16 mengenai

pemeriksaan, pemeliharaan dan pengujian alat pemadam kebakaran.

Untuk sumber air yang digunakan untuk sprinkler dan alat proteksi lainnya

menggunakan sumber air dari air laut yang telah di murnikan sebelumnya dan

disimpan fire water tank dengan kapasitas 9000 L. tangki tersebut tidak boleh

dalam keadaan kosong dan dilengkapi dengan alarm khusus. Jadi ketika air

dalam tangki kurang dari 6000 L secara otomatis alarm akan berbunyi.

4. Detektor

Untuk pengetesan fungsi detektor dilakukan 3 bulan sekali secara rutin.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengetesan sesuai dengan jenis detektor

yang dilakukan oleh salah satu karyawan bagian K3 dengan koordinasi terlebih

dahulu dengan operator yang ada di control room. Detektor yang ada di PLTU

terhubung dengan alarm dan sprinkler. Sehingga ketika detector mendeteksi

adanya kejadian kebakaran, penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.


217

Karena alarm terhubung dengan detektor dan sprinkler, maka untuk pengetesan

fungsi alat proteksi tersebut dilaksanakan secara bersamaan. Untuk pengetesan

detektor disesuaikan dengan tipe detektor. Terdapat detector yang terpasang di

area gudang. yaitu heat detector sebanyak 5 buah dan smoke detector sebanyak 5

buah. Jadi jumlah detector yang ada di area gudang yaitu 10 buah.

Tabel 5.74 Tingkat Pemenuhan Detektor per Elemen Pertanyaan di Area Gudang

PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sistem pendeteksian dini terhadap Terdapat 10 buah detektor 100 % 0%
bahaya kebakaran yang terpasang di area gudang.
2. Pada atap datar, detektor dipasang pada Jarak dari detektor ke dinding 100 % 0%
jarak lebih dari 10 cm dari dinding adalah 2-3 m dari dinding
3. Jarak antar detector maksimal 9,1 m atau Jarak antar detektor yaitu 2-4 100 % 0%
sesuai rekomendasi dari pabrik m.
4. Sensor dalam keadaan bersih tidak dicat Sensor detektor tidak terhalang 100 % 0%
benda lain termasuk cat.
5. Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak Tidak terdapat AC di area 100 % 0%
kurang dari 1,5 m dari AC gudang
6. Setiap kelompok sistem tidak boleh Terdapat 5 buah smoke 100 % 0%
dipasang lebih dari 20 buah detektor asap detector di area gudang.
7. Setiap kelompok sistem tidak boleh Tidak terdapat detektor nyala 100 % 0%
dipasang ≥ 20 buah detektor nyala di area gudang.
8. Setiap kelompok sistem tidak boleh Terdapat 5 buah heat detector 100 % 0%
dipasang lebih dari 40 buah detektor panas di area gudang.
Tingkat Pemenuhan Detektor 100 %
218

Berdasarkan tabel 5.74 area gudang memiliki tingkat pemenuhan detektor

sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area

gudang telah memenuhi semua komponen. Di area gudang terdapat 10 buah

detektor yang terpasang dengan rincian heat detector sebanyak 5 buah dan smoke

detector berjumlah 5 buah. Tidak terdapat flame detector mengikuti kondisi

lapangan yang menyesuaikan dengan kondisi peralatan yang ada di area ini.

Jarak antar detektor berkisar antara 2-4 m, sedangkan untuk jarak detektor ke

dinding berkisar antara 2-3 m. berdasarkan pemeriksaan, sensor detektor berada

dalam kondisi baik sehingga ketika pengetesan dilakukan detektor dapat

mendeteksi bahaya kebakaran sesuai dengan jenisnya.

5. Hidran

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan karyawan PT

PJB UP Muara Karang, jenis hidran yang ada di area PLTU merupakan jenis

hidran gedung dan hidran halaman. Sedangkan tipe hidran yang digunakan yaitu

hidran dengan kunci katub dan model macino serta ulir. Untuk hidran gedung PT

PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 2 yang memiliki selang

berdiameter 1.5 in. dan panjangnya 30 m. Sedangkan untuk hidran halaman, PT

PJB UP Muara Karang menggunakan hidran kelas 1 yang memiliki selang

dengan diameter 2.5 in dan panjang 30 m serta disediakan selang tambahan

sepanjang 20 m.Untuk pengetesan fungsi hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali

secara rutin. Pengetesan fungsi hidran dilakukan oleh karyawan bagian K3 yang

meliputi: pemeriksaan nozzle (mulut pancar) dari sumbatan dan kebocoran.


219

Untuk menjaga tekanan air digunakan sumber AC listrik, dan diesel. Sedangkan

sumber air disimpan dalam “fire water tank” dengan kapasitas 9000 L. Air

tersebut merupakan hasil penyulingan air laut.

 Hidran Gedung

Tidak terdapat hidran gedung di area gudang.

 Hidran Halaman

Tidak terdapat hidran halaman di area ini.

5.3.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Tabel 5.75 Tingkat Pemenuhan Rata-Rata Sarana Penyelamat Jiwa Di Area

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. KOMPONEN TINGKAT PEMENUHAN


1. Petunjuk jalan keluar 100 %
2. Sarana jalan keluar 100 %
3. Pintu darurat 85.71 %
4. Tangga darurat -
5. Penerangan darurat 75 %
6. Tempat berhimpun 100 %
JUMLAH 92.14%

Berdasarkan tabel 5.75, hasil pemeriksaan komponen-komponen sarana

penyelamat jiwa yang ada di area gudang mendapat tingkat pemenuhan sebesar

92.14 %. Berikut uraian hasil yang didapat di area gudang PLTU PT PJB UP

Muara Karang:
220

1. Petunjuk jalan keluar

Berdasarkan hasil observasi, di area gudang terdapat petunjuk jalan keluar

baik yang berupa tanda panah berwarna hijau yang dapat menyala dalam keadaan

gelap maupun tulisan “EXIT”. Lampu yang digunakan untuk menerangi tulisan

“EXIT” memiliki 2 sumber yaitu listrik yang dihasilkan sendiri dan diesel.

Petunjuk jalan keluar diletakan di setiap tempat dimana terdapat karyawan

bekerja atau tempat yang biasa dilalui oleh karyawan.

Tabel 5.76 Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat petunjuk arah jalan Terdapat petunjuk arah jalan 100 % 0%
keluar keluar di area gudang
2. Petunjuk arah diberikan Papan petunjuk arah bertulisanka 100 % 0%
penerangan dari sumber daya n “EXIT” memiliki 2 sumber
listrik darurat listrik untuk pencahayaan.
3. Petunjuk jalan keluar berupa p Terdapat petunjuk arah dengan 100 % 0%
apan bertuliskan “EXIT” tanda panah ataupun tulisan
atau panah petunjuk arah jalan “EXIT” di area gudang
4. Rambu dipasang di tempat Tanda panah petunjuk arah 100 % 0%
yang mudah terlihat atau dekat diletakan di sepanjang sarana
dengan pintu keluar/pintu jalan keluar dan tempat terdapat
kebakaran karyawan. Untuk petunjuk jalan
keluar yang berupa tulisan
“EXIT” di pintu keluar yang ada
Tingkat Pemenuhan Petunjuk Jalan Keluar 100 %
221

Berdasarkan tabel 5.76 area gudang memiliki tingkat pemenuhan petunjuk

jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan

keluar yang berada di area gudang sudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen

PU No.10/KPTS/2000. Petunjuk jalan keluar yang berupa tulisan “EXIT” yang

diberi sumber pencahayaan diletakan di setiap bagian atas pintu keluar area.

Sedangkan petunjuk jalan keluar yang berupa tanda panah petunjuk arah

diletakan di dinding sepanjang sarana jalan keluar dan tempat-tempat dimana

terdapat karyawan.

Untuk mencapai tempat berhimpun terdapat papan penunjuk jalan yang

berupa arah panah dan tulisan di luar bangunan yang menunjukan arah tempat

berhimpun. Sumber energy untuk menyalakan petunjuk jalan keluar yang berupa

tulisan “EXIT” berasal dari AC listrik. namun apabila listrik tersebut mati akan

segera digantikan oleh sumber energy cadangan yaitu diesel.

2. Sarana jalan keluar

Gudang adalah area dengan luas 291.5 m2. Terdapat 5 orang karyawan yang

bekerja setiap harinya. Terdapat 1 buah sarana jalan keluar di area ini dengan

lebar antara 2.5 m. Untuk jarak maksimal yang dapat ditempuh untuk menuju

exit adalah 27.50 m. Hal tersebut dikarenakan luas bangunan yang tidak terlalu

besar sehingga karyawan yang berada di area tersebut dapat dengan mudah

mencapai halaman luar apabila terjadi bahaya kebakaran.


222

Tabel 5.77 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar per Elemen Pertanyaan di

Area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat sarana jalan keluar Terdapat sarana jalan keluar di 100 % 0%
area gudang
2. Lebar minimal jalan keluar adalah 2 m Jalan keluar yang ada di area 100 % 0%
gudang memiliki lebar 2.5 m
3. Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari Terdapat 1 buah jalan keluar 0% 100 %
1 dan letaknya berjauhan
4. Jarak ke exit tidak melebihi 200 ft (61 Jarak maksimal ke exit adalah 27.5 0% 100 %
m) atau 250 ft (76 m) pada bangunan m.
yang telah dilengkapi sprinkler
5. Jarak antar eksit tidak boleh lebih dari Hanya terdapat 1 buah exit dengan 100 % 0%
60 m jarak tempuh maksimal 27.5 m.
6. Sarana jalan keluar harus bebas dan Tidak terdapat benda di sepanjang 100 % 0%
tidak terhalang benda apapun jalan keluar menuju exit.
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 66.66 %

Berdasarkan tabel 5.78 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan

keluar sebesar 66.66 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar

yang ada di area gudang masih terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan

NFPA 101. Sarana jalan keluar yang terdapat di area ini hanya terdapat 1 buah.

Karyawan yang bekerja di area ini setiap harinya berjumlah 5 orang. Jarak

tempuh maksimal untuk mencapai exit adalah 27.5 m dan tidak terdapat benda

yang menghalangi sepanjang jalan keluar di area gudang ini.


223

3. Pintu darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area gudang hanya memiliki 1 pintu

utama yang memiliki multifungsi sebagai pintu darurat ketika terjadinya keadaan

darurat. Pintu ini selalu dibuka setiap harinya sebagai sarana aktifitas di area

tersebut dan terhubung langsung dengan jalan umum. Pintu ini memiliki kriteria

yang sama dengan pintu darurat yaitu tahan kebakaran, dapat menutup sendiri

dapat dibuka tanpa menggunakan kunci, dll.

Tabel 5.78 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat per Elemen Pertanyaan di Area

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Terdapat pintu kebakaran Terdapat pintu yang tahan api yang selalu tidak 100 % 0%
darurat terkunci dan dapat menutup secara otomatis
serta terhubung langsung dengan halaman luar.
2. Ukuran pintu L: 90-120 cm, Pintu memiliki lebar 110 cm dan tinggi 210 cm 100 % 0%
T: 210 cm
3. Bebas hambatan Tidak terdapat benda yang menghalangi pintu 100 % 0%
4. Pintu dapat tertutup sendiri Pintu dapat menutup secara otomatis 100 % 0%
5. Digunakan khusus pada saat Para karyawan menggunakan pintu tersebut 0% 100 %
keadaan darurat untuk keluar masuk area setiap harinya.
6. Pintu dapat dibuka tanpa anak Pintu selalu dalam keadaan tidak terkunci 100 % 0%
kunci
7. Pintu darurat berhubungan Pintu terhubung langsung dengan halaman luar 100 % 0%
langsung dengan jalan
keluar/halaman luar
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 85. 71 %
224

Berdasarkan tabel 5.78, pintu darurat yang berada di area gudang memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Terdapat pintu pintu yang tahan api yang

selalu dalam keadaan tidak terkunci dan dapat menutup secara otomatis serta

terhubung langsung dengan halaman luar. pintu tersebut memiliki lebar 110 cm

dan tinggi 210 cm dan tidak terdapat benda yang menghalangi pintu. Namun para

karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya.

4. Tangga darurat

Berdasarkan hasil penemuan di lapangan, area gudang tidak memiliki tangga

darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja. Maka

tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat di area ini.

5. Penerangan darurat

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area gudang sudah memiliki

penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang

jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu

penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang

menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran,

lampu akan menyala secara otomatis.

Berdasarkan pengetesan, lampu tersebut dapat bertahan menyala selama 8

jam dengan baterai dan langsung menyala ketika dicabut dari stop kontak.

Setelah diukur dengan menggunakan luxmeter kekuatan cahaya pada penerangan

darurat adalah 20 lux. Namun seluruh penerangan darurat yang ada di PLTU
225

berwarna putih. Selain itu di PLTU PT PJB UP Muara Karang, lampu-lampu

yang ada memiliki 2 sumber penerangan yaitu AC listrik dan diesel. Sehingga

ketika listrik padam, secara otomatis lampu akan menggunakan diesel. Hal

tersebut dikarenakan penerangan sangatlah penting untuk kelangsungan proses

produksi.

Tabel 5.79 Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat per Elemen Pertanyaan

di area Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia penerangan darurat dari Terdapat 2 sumber listrik 100 % 0%
sumber aliran listrik darurat berbeda yaitu dari AC listrik
dan diesel serta batterai
2. Lampu penerangan berwarna Seluruh lampu berwarna putih 0% 100 %
kuning orange/kuning
3. Lampu penerangan darurat Untuk lampu darurat yang ada 100 % 0%
memiliki kekuatan minimal 10 memiliki kekuatan sebesar 20
lux lux
4. Penempatan lampu darurat Lampu di letakan sepanjang 100 % 0%
dengan baik sehingga bila satu jalan keluar menuju exit
lampu mati tidak akan
menyebabkan gelap
Tingkat Pemenuhan Penerangan Darurat 75 %

Berdasarkan tabel 5.80 area gudang memiliki tingkat pemenuhan penerangan

darurat sebesar 75 %. Hal tersebut menunjukan bahwa penerangan darurat yang

ada di area gudang masih terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan NFPA
226

101. Untuk lampu darurat diletakan di sepanjang sarana jalan keluar dan

memiliki baterai cadangan yang di charge ketika AC listrik berjalan normal. Dan

seluruh penerangan yang ada di area PLTU memiliki sumber aliran listrik yang

berbeda yaitu dari AC listrik dan diesel. Lampu darurat yang ada berwarna putih

dan memiliki kekuatan sebesar 20 lux.

6. Tempat berhimpun

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, PLTU PT PJB UP Muara Karang

memiliki tempat berhimpun 1 yang terletak tepat di depan gedung office. Tempat

berhimpun memiliki luas 100 m2 dan terdapat papan petunjuk yang menunjukan

letak tempat berhimpun.

Tabel 5.80 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun per Elemen Pertanyaan di Area

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No. Komponen Kondisi Aktual Tingkat Pemenuhan


Sesuai Tidak Sesuai
1. Tersedia tempat berhimpun Terdapat tempat berhimpun yang terletak di 100 % 0%
setelah evakuasi depan area office
2. Tersedia petunjuk tempat Terdapat petunjuk yang menuju ke arah area 100 % 0%
berhimpun berhimpun.
3. Luas tempat berhimpun Tempat berhimpun yang ada memiliki luas 100 % 0%
sesuai dengan minimal 0.3 100 m2 dan sesuai dengan jumlah orang yang
m2/orang bekerja di PLTU PT PJB UP Muara Karang
4. Kondisi tempat berhimpun Tempat berhimpun berada dalam kondisi 100 % 0%
aman aman dan bebas dari bahan berbahaya.
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100 %
227

Berdasarkan tabel 5.80 area gudang memiliki tingkat pemenuhan tempat

berhimpun sebesar 100 %. Maka seluruh tempat berhimpun yang ada di area

PLTU adalah sesuai dengan standar NFPA 101 tentang safety code life.Terdapat

tempat berhimpun untuk seluruh area-area yang ada di PLTU PT PJB UP Muara

Karang. Tempat berhimpun tersebut memiliki luas 100 m2 yang diberi line

menggunakan cat warna kuning. Tempat berhimpun berada di depan area office

karena tidak terdapat lahan yang cukup aman di area-area lainnya. Jumlah

karyawan yang bekerja di setiap area setiap harinya adalah sebagai berikut:

1. Area Desalination Plant : 3 orang

2. Area Turbine Floor : 12 orang


100 m2/0.3 m2 = 333.33 (333 orang)
3. Area Office : 82 orang

4. Area Gudang : 5 orang

Jumlah : 102 orang

5.3.7.3 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di

Area Gudang PLTU

Tabel 5.81 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area

Gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Komponen Presentase Tingkat


Pemenuhan
1 Manajemen Tanggap Darurat 88.88 %
2 Sarana Proteksi Aktif 71.23 %
3 Sarana Penyelamat Jiwa 92.14 %
Rata-rata 84.08 %
228

Berdasarkan tabel 5.81 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 84.08 % yaitu

baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi

sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para

pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan

dari kebakaran yang baik.

5.4 Rata-Rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran Di

Area Produksi PLTU

Tabel 5.82 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat di Area

Produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

No Area Presentase Tingkat


Pemenuhan
1 Desalination Plant 76.40 %
2 Ground Floor 91.31 %
3 Mezzanine Floor 78.67 %
4 Turbine Floor 86.56 %
5 Office 73.58 %
6 Gudang 84.08 %
Rata-rata 81.76 %

Berdasarkan tabel 5.82, rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area

produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 81.76 % yaitu baik (B)

dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna, sehingga

gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para pemakai gedung dapat

melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Tidak melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan tapak.

2. Tidak melakukan tes fungsi APAR, hidran, alarm dan sprinkler karena

kebijakan dari perusahaan.

3. Tidak semua hasil pemeriksaan sarana proteksi aktif diteliti, sebagian

menggunakan data sekunder dikarenakan kebijakan dari perusahaan.

6.2 Bahaya Kebakaran

6.2.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang

Pada penelitian ini, area-area yang diteliti merupakan area yang berbentuk

bangunan. Area- area yang menjadi objek penelitian adalah desalination plant,

ground floor, mezzanine floor, turbine ground, office dan gudang. Di area-area

tersebut terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar yang digunakan dalam

proses pekerjaan.

Berdasarkan tabel 5.1 identifikasi potensi bahaya kebakaran di PLTU PT PJB

UP Muara Karang, secara umum terdapat 4 jenis sumber bahaya yang dapat

menyebabkan kejadian kebakaran. Setiap area memiliki potensi yang berbeda-

beda, namun masih dalam jenis kelas yang sama. Bahan-bahan berbahaya yang

ada di area desalination plant, turbine floor dan gudang yaitu komputer, kayu,

229
230

kertas, listrik dan kabel yang berada di ruangan di mana karyawan melakukan

pengontrolan terhadap mesin-mesin produksi melalui “display”. Kemudian oli

yang digunakan untuk kelangsungan bekerjanya mesin-mesin beserta besi dan

baja yang merupakan bahan dasar mesin-mesin produksi tersebut.

Sedangkan untuk area ground floor dan mezzanine floor, bahan-bahan

berbahaya yang ada di area ini adalah MFO, oli, CO, listrik, kabel, besi, baja.

Pada area ini hanya terdapat mesin-mesin produksi yang beroperasi dan dikontrol

oleh karyawan melalui sistem display yang ada di control room dan panel-panel

lokal mesin. Untuk area office, bahan-bahan berbahaya yang dapat menyebabkan

kejadian kebakaran adalah komputer, kayu, kertas, listrik dan kabel. Area ini

merupakan tempat untuk kegiatan administrasi PT PJB UP Muara Karang.

Dilihat dari uraian diatas terdapat 4 jenis kelas kebakaran yang dapat terjadi

di PLTU PT PJB UP Muara Karang diantaranya: kebakaran kelas A (kebakaran

pada bahan padat kecuali logam), kelas B (kebakaran pada zat cair atau gas yang

mudah terbakar), kelas C (kebakaran pada listrik yang bertegangan/kebakaran

yang diakibatkan dari kebocoran listrik) dan kelas D (kebakaran pada logam).

dan pengklasifikasian kelas kebakaran tersebut mengacu pada standar NFPA

mengenai pengelompokan jenis kelas kebakaran berdasarkan jenis bahan yang

terbakar.

6.2.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang

Berdasarkan klasifikasi bangunan berdasarkan KEPMEN PU No.10 Tahun

2000, office termasuk jenis bangunan kelas 5, yaitu bangunan kantor yang
231

merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha

profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial. Sedangkan

desalination plant, ground floor, mezzanine floor dan turbine floor merupakan

jenis bangunan kelas 8, yaitu bangunan laboratorium/industri/pabrik yang

dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan,

perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi

dalam rangka perdagangan atau penjualan. Dan yang terakhir gudang termasuk

jenis bangunan kelas 7 yaitu bangunan penyimpanan/gudang yang merupakan

bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk: tempat parkir

umum atau gudang atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau

cuci gudang.

Berdasarkan tingkat bahaya kebakaran di bangunan pabrik (industri) area

PLTU termasuk pada bangunan yang memiliki tingkat bahaya kebakaran sedang

I. hal ini dikarenakan PT PJB UP Muara Karang termasuk meteran listrik dan

komponen alat-alat listrik. Tingkat bahaya sedang ini merupakan karakteristik

kebakaran dimana api permukaan bisa menyebar pesat atau dengan intensitas

sedang.

6.3 Manajemen Tanggap Darurat

Berdasarkan KEPMEN PU No.11/KPTS/2000, bangunan yang memiliki luas

bagunan minimal 5000 m2 atau dengan baban hunian 500 orang, atau dengan

luas area/site minimal 5000 m2 atau terdapat bahan berbahaya yang mudah

terbakar diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran


232

(MPK). Besar kecilnya organisasi MPK ditentukan oleh risiko bangunan

terhadap bahaya kebakaran. Adapun yang termasuk manajemen tanggap darurat

diantaranya: organisasi tanggap darurat, prosedur tanggap darurat dan pelatihan

tanggap darurat kebakaran.

6.3.1 Organisasi Tanggap Darurat

Dalam Kepmen PU No.10/KPTS/2000 disebutkan bahwa organisasi keadaan

darurat adalah sekelompok orang yang ditunjuk/dipilih sebagai pelaksana

keadaan darurat. Sedangkan menurut ERMC (Emergency Response Management

Consulting), organisasi tanggap darurat adalah sebuah struktur yang memberikan

tugas khusus dan tanggung jawab untuk semua personel yang terlibat dalam

operasi darurat.

Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai

organisasi tanggap darurat dalam NFPA 101, area PLTU PT PJB UP Muara

Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang

telah terpenuhi adalah adanya tim penanggulangan kebakaran, terdapat

organisasi tanggap darurat kebakaran dan petugas penanggung jawab terlatih dan

mempunyai peran masing-masing.

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki organisasi tanggap darurat yang

berbeda dengan organisasi perusahaan. Organisasi tersebut terdiri dari manajer

sebagai penanggung jawab, supervisor K3 sebagai koordinator lapangan di hari

biasa (senin-jumat 07.00-16.00 WIB) atau supervisor produksi diluar hari biasa,

komandan regu satpam yang sedang dinas sebagai tim komunikasi, tim PMK
233

(Pemadam Kebakaran), tim keamanan, tim P3K dan tim penyelamat. Untuk

pemilihan orang-orang yang bertanggung jawab dalam organisasi ini

dikondisikan dengan keadaan. Hal ini dikarenakan sistem kerja yang ada di PT

PJB UP Muara Karang ini bagi karyawan bagian produksi (operator produksi)

adalah sistem shift. Selain operator produksi, karyawan bekerja setiap hari senin

hingga jumat mulai jam 07.00-16.00 WIB.

Seluruh karyawan PT PJB UP Muara Karang terlibat dalam organisasi

tanggap darurat ini dan mereka mempunyai peran masing-masing serta terlatih.

Hal tersebut diketahui dari adanya program pelatihan penanggulangan kebakaran

yang meliputi tata cara penggunaan alat proteksi aktif, cara evakuasi, PPGD

(Pelatihan Penanganan Gawat Darurat). Maka seluruh komponen organisasi

tanggap darurat PT PJB UP Muara Karang yang diteliti sudah sesuai dengan

standar NFPA 101. Hal-hal mengenai struktur organisasi dan peran masing-

masing karyawan terdapat di dalam dokumen Sistem Manajemen Terpadu

(SMT) dengan nomer dokumen PK-UPMKR-14.

6.3.2 Prosedur Tanggap Darurat

Adalah tata cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat

dengan memanfaatkan sumber daya dan sarana yang tersedia unntuk

menanggulangi akibat dan situasi yang tidak normal dengan tujuan mencegah

atau mengurangi kerugian yang lebih besar. Dalam NFPA 101, prosedur tanggap

darurat merupakan cakupan dari rencana tanggap darurat yang harus ada.
234

Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai

prosedur tanggap darurat dalam NFPA 101, area PLTU PT PJB UP Muara

Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen dari

prosedur tanggap darurat yang telah dipenuhi diantaranya: terdapat prosedur

tanggap darurat kebakaran, terdapat koordinasi dengan pihak pemadam

kebakaran setempat, terdapat pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pencegahan

dan penanggulangan kebakaran yang terjadwal rutin.

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki prosedur khusus untuk keadaan-

keadaan darurat, salah satunya adalah prosedur tanggap darurat kebakaran.

Prosedur ini terdapat dalam SMT (Sistem Manajemen Terpadu) yang disusun

oleh bagian K3 kemudian diperiksa oleh Deputi Manager KLK3 dan disetujui

oleh Manajer PT PJB UP Muara Karang. Dokumen mengenai prosedur

kesiagaan dan tanggap darurat terdapat pada SMT dengan nomor PK-UPMKR-

14 yang di dalamnya terdapat lampiran untuk penanganan masalah kebakaran

dengan nomor IK-PK-UPMKR-14-01.

Di dalam dokumen nomor IK-PK-UPMKR-14-01 tersebut dijelaskan bahwa

adanya koordinasi dengan pihak pemadam kebakaran setempat ketika api tidak

bisa lagi ditangani oleh pihak perusahaan. Menurut salah seorang pihak K3

ketika kebakaran menjadi terlalu besar dan tidak dapat ditanggulangi secara

intern, maka pihak perusahaan akan menghubungi dinas pemadam kebakaran

terdekat untuk menanggulanginya. Hal tersebut di perkuat dengan pernyataan

Bernand (2003) yang menyebutkan bahwa manajer harus berkoordinasi dengan

instansi yang mendukung dari luar sebelum terjadi keadaan darurat. Koordinasi
235

awal ini akan meminimalkan kebingungan dan kekacauan selama situasi darurat

dan mengembangkan hubungan dengan badan-badan yang memberikan

dukungan.

Selain hal itu PT PJB UP Muara Karang melakukan prosedur pemeriksaan

sarana proteksi aktif secara rutin. Sarana proteksi aktif yang diperiksa secara

rutin diantaranya: pemeriksaan APAR yang dilakukan setiap 1 bulan sekali,

pemeriksaan alarm dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan sprinkler

dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan detektor dilakukan setiap 3 bulan

sekali, dan pemeriksaan hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali. Di dalam NFPA

telah disebutkan bahwa standar minimal untuk pemeriksaan kondisi alat proteksi

kebakaran harus dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Maka apa yang telah

dilakukan oleh perusahaan mengenai pemeriksaan dan pemeliharaan sistem

pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terjadwal rutin sudah sesuai

dengan standar NFPA.

Sedangkan pemeliharaan sarana penyelamat jiwa dilakukan apabila

ditemukan hal yang tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti penggantian lampu

darurat pada tanda petunjuk jalan, pengecatan kembali penanda sarana jalan

keluar yang pudar dan house keeping untuk menjaga jalan keluar agar tidak

terhalang benda-benda. Maka seluruh komponen prosedur tanggap darurat

kebakaran yang diteliti di PT PJB UP Muara Karang sudah sesuai dengan standar

NFPA 101.
236

6.3.3 Pelatihan Tanggap Darurat

Latihan tanggap darurat kebakaran juga berisikan tentang cara evakuasi

sesuai dengan prosedur yang ada di area tersebut, untuk memastikan bahwa

semua elemen yang terlibat benar-benar mampu bertindak dam keadaan darurat.

Tujuan dari latihan kebakaran adalah menciptakan kesiapsiagaan anggota tim di

dalam menghadapi kebakaran agar mampu bekerja untuk menaggulangi

kebakaran secara efektif dan efisien.

Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai

pelatihan tanggap darurat kebakaran dalam NFPA 101, PT PJB UP Muara

Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 66.66 % . Komponen-komponen

dari prosedur tanggap darurat yang telah dipenuhi diantaranya: terdapat program

latihan penanggulangan kebakaran secara periodik, minimal 1 tahun sekali dan

terdapat program latihan evakuasi kebakaran.

Seluruh karyawan PT PJB UP Muara Karang diberikan pelatihan mengenai

penanganan kebakaran 2-3 kali dalam setahun secara rutin. Pelatihan tersebut

meliputi: tata cara prosedur apa saja yang harus di lakukan, tata cara evakuasi,

P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan), PPGD (Pelatihan Penanganan

Gawat Darurat) hingga cara penggunaan alat-alat proteksi aktif yang ada

meliputi: APAR, hidran, serta cara membunyikan alarm manual ketika terjadi

kebakaran.

Sedangkan komponen yang tidak terpenuhi adalah latihan yang

diselenggarakan diharapkan dan waktu tak terduga dan pada berbagai kondisi

untuk mensimulasikan kondisi tidak biasa yang dapat terjadi dalam keadaan
237

darurat yang sebenarnya. Pelatihan penanganan tanggap darurat tidak dapat

dilakukan dalam waktu yang tidak terduga dikarenakan hal tersebut dapat

mengganggu proses produksi. Kebutuhan listrik yang tinggi harus dipenuhi,

sehingga proses produksi pun harus terus berlangsung tanpa adanya gangguan.

Peserta yang mengikuti pelatihan adalah karyawan yang sedang tidak dalam

shift waktu kerja. Sehingga diberikan pemberitahuan sebelumnya untuk

mengikuti pelatihan tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan standar NFPA 101

yang menyebutkan bahwa latihan yang diselenggarakan diharapkan dan waktu

tak terduga dan pada berbagai kondisi. Latihan tersebut bertujuan untuk

menstimulasikan kondisi tidak biasa yang dapat terjadi dalam keadaan darurat

yang sebenarnya. Dengan demikian karyawan akan lebih siap untuk menghadapi

masalah kebakaran kapanpun dan dalam kondisi apapun terutama hal-hal tidak

terduga yang mungkin terjadi.

Saran yang dapat diberikan untuk pemenuhan pelatihan tanggap darurat yaitu

agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan berbagai

kondisi. Sehingga ketika terjadi kejadian kebakaran, karyawan dapat siap

menghadapi berbagai kondisi dan dapat melakukan penanggulangan dengan

segera.

Dalam firman Allah surat Ar-rum ayat 8 disebutkan bahwa:


238

“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah

tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya

melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan

sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan

pertemuan dengan Tuhannya”. (30:8)

Allah tidak serta merta membuat suatu kejadian tanpa tujuan. Pasti akan

selalu ada hikmah dibalik kejadian yang dikehendakiNya. Baik kejadian baik

maupun buruk. Seperti dengan terjadinya kejadian kebakaran, pastilah Allah

menghendaki sesuatu yang baik dengan adanya bencana kebakaran. Yaitu agar

kita selaku umat manusia tidak lalai dan lebih berhati-hati. Mempersiapkan

segala sesuatunya terhadap kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi.

Dengan diperingatkannya kejadian tersebut maka kita haruslah lebih

waspada, lebih mempersiapkan baik dari kemampuan untuk menanggulangi

kebakaran, peralatan yang digunakan untuk penanggulangan serta cara untuk

menyelamatkan diri. Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna

dengan diberikannya akal. Hal tersebut dimaksudkan agar manusia selalu berfikir

dan menggali ilmu sebanyak-banyaknya untuk diaplikasikan dalam kebaikan.

6.3.4 Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat

Berdasarkan tabel 5.5, hasil pemeriksaan tingkat pemenuhan manajemen

tanggap darurat di PLTU PT PJB UP Muara Karang adalah 88.88 %. Menurut

Puslitbang Pemukiman tahun 2005 tentang penilaian audit kebakaran tingkat

tersebut termasuk pada nilai B (sesuai persyaratan), yang mana kondisi


239

manajemen tanggap darurat kebakaran yang ada di PLTU sudah baik. Maka

manajemen yang ada adalah sesuai dengan standar yang digunakan yaitu NFPA

101.

Hampir seluruh komponen manajemen tanggap darurat terpenuhi, dimulai

dari organisasi tanggap darurat dan prosedur tanggap darurat dengan kesesuaian

100 %. Hanya pelatihan tanggap darurat yang memiliki tingkat kesesuain

66.66%. Dimana pelatihan tidak dapat yang diselenggarakan dalam waktu yang

tak terduga dan pada berbagai kondisi. Maka pihak perusahaan agar melakukan

simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan berbagai kondisi.

Sehingga ketika terjadi kejadian kebakaran, karyawan dapat siap menghadapi

berbagai kondisi dan dapat melakukan penanggulangan dengan segera.

6.4 Desalination Plant

6.4.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif

adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan

mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun

manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam

melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem

proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,

hidran.
240

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang

tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,

serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara

penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau

awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan

menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,

cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujuan

pemadaman kebakaran.

Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai

APAR dalam NFPA 10, tingkat pemenuhan APAR di area desalination

plant mencapai 98.33 %. Area desalination plant dengan luas 106.8 m2

memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia

hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C.

Berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area desalination plant

hanya membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia

berjumlah 7 buah dan APAB sebanyak 4 buah. Di area desalination plant

seluruh APAR yang ada tidak diletakan di dalam cabinet, namun semua

APAR tersebut diletakan di rak. Melihat kondisi tersebut, maka peneliti

menghilangkan daftar checklist mengenai APAR yang memiliki cabinet

(lemari) tidak boleh dikunci dan APAR yang diletakan di cabinet harus

diletakan sedemikian rupa sehingga instruksi operasi pemadaman dapat


241

terlihat dari depan. Sedangkan untuk komponen lainnya, APAR dan APAB

yang ada di area ini sudah sesuai dengan NFPA 10.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR

khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan

pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu

dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika

terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan

dengan segera.

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan

detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran

yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara

pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel

indikator kebakaran. Untuk di area desalination plant alarm yang digunakan

adalah alaram manual tipe full down.

Berdasarkan tabel 5.9 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

alarm sebesar 85.71 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel

indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung

dengan detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi

ketika terjadi kebakaran karyawan mengetahui area/ mesin mana yang

mengalami kebakaran sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim

pemadam kebakaran.Namun masih terdapat alarm manual dengan tipe full

down yang terletak di samping pintu keluar control room local area ini.
242

Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47 m dari lantai dan berjarak maksimal

20 m dari semua bagian area desalination plant.

Komponen yang tidak sesuai dengan NFPA 72 adalah alarm yang ada di area

desalination plant tidak terhubung dengan sprinkler. Saran yang dapat

diberikan adalah menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan

terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya

terlihat oleh karyawan saja.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang

mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,

sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk

tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa

bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik

proteksi kebakaran.

Tidak terdapat sistem sprinkler yang terpasang di area desalination plant.

Menurut pihak K3, hal tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya dirasakan

cukup untuk mencegah dan menanggulangi kejadian kebakaran. Apabila

terjadi kebakaran untuk area desalination plant mesin-mesin berada di luar

rungan sehingga dapat menggunakan APAR ataupun hidran untuk

menanggulanginya. Saran yang dapat diberikan adalah agar menyediakan

sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak

terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja.
243

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang

didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.

Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian

secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan

mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.

Tidak terdapat detektor di area desalination plant. Rata-rata mesin di area ini

berada di luar ruangan, dan hanya diawasi oleh 2 orang karyawan dari ruang

control room local melalui display komputer. Area desalination plant

merupakan area produksi. Tentunya memiliki banyak bahan berbahaya yang

dapat menimbulkan risiko kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.1 mengenai identifikasi potensi bahaya kebakaran, area

desalination plant memiliki potensi kebakaran komputer, kertas, kayu dan

listrik dari control room local serta MFO, oli, gas CO, besi dan baja dari

mesin produksi yang ada di area ini. Selain dengan besarnya potensi

kebakaran yang ada, di area ini karyawan yang bekerja setiap shift sangatlah

terbatas, yaitu hanya 3 orang. Apabila terjadi kebakaran dikhawatirkan tidak

dapat ditanggulangi dengan cepat karena jumlah karyawan yang terbatas.

Saran yang dapat diberikan adalah menyediakan sistem detektor yang sesuai

dengan kondisi area desalination plant untuk meminimalisir potensi

terjadinya kejadian kebakaran.


244

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran

adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk

mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman

kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah

pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu

dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang

terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan

melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk

pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan

isinya selain untuk melindungi penghuni.

Berdasarkan tabel 5.10 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

hidran halaman sebesar 100 %. Hidran halaman terletak di dekat water intake

dengan jarak 5-10 m ke area desalination plant. Saran yang dapat diberikan

adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap dilakukan secara continue sesuai

dengan standar minimal. Agar hidran selau berfungsi dengan baik dan siap

untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu karena bencana selalu terjadi

secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, maka nozzle harus sudah dipasang

pada selang kebakaran. Sehingga kapan pun terjadi kebakaran yang tidak

dapat ditanggulangi oleh alat proteksi kebakaran lainnya, dapat langsung

menggunakan hidran.
245

6.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk

dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam

upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran

pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut

terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga

darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.

1. Petunjuk Jalan Keluar

Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu

bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar

dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di

persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau

bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)

Berdasarkan tabel 5.12 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa

petunjuk jalan keluar yang berada di area desalination plant sudah sesuai

dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Saran yang dapat

diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar

sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut

sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan

ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan

dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.


246

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang

mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar

adalah:

a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar

menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:

1. bagian dalam dan luar tangga,

2. ramp,

3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,

4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.

b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran

yang menuju ke eksit horisontal.

Berdasarkan tabel 5.13 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan

sarana jalan keluar sebesar 66.66 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana

jalan keluar yang ada di area desalination plant masih terdapat kekurangan

yang belum sesuai dengan NFPA 101. Komponen yang masih belum sesuai

dengan NFPA 101 adalah lebar minimal jalan keluar adalah 2 m, jumlah

jalan keluar terdapat lebih dari 1 dan letaknya berjauhan. Namun terdapat

pengecualian, sarana jalan keluar diperbolehkan dengan jumlah 1 buah

apabila semua karyawan yang berada di dalam area tesebut dapat dievakuasi

dengan aman selama terjadinya kejadian darurat.


247

Area desalination plant hanya memiliki 1 sarana jalan keluar. Jumlah

pegawai yang bekerja di area desalination plant setiap harinya adalah 3orang.

Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan

keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat

proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat

dengan segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah

pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan

apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau

pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk

usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.14, pintu darurat yang berada di area desalination plant

memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Hampir seluruh komponen

kesesuaian pintu darurat sudah dipenuhi. Namun para karyawan

menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya. Saran

yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan pintu

darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi

kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat

kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui

pintu-pintu darurat tersebut.


248

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika

terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga

kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila

terjadi kebakaran. Di area desalination tidak dilakukan pemeriksaan

mengenai tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari

satu lantai saja.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur

evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi

kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat

yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik

yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang

pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan

dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)

Area desalination tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3 sumber

listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik (batterai) dan diesel. AC listrik

digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh

kepentingan kegiatan yang berlangsung. Saran yang dapat diberikan adalah

agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di area ini, walaupun

sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.


249

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai

tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.

Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana

digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman

dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)

Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan

daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Tempat berhimpun yang berada di area

PLTU terletak di depan gedung office dikarenakan tempat tersebut strategis.

Area-area PLTU lainnya berada di dekat gedung office tersebut. Sehingga

satu tempat berhimpun saja dirasa cukup. Namun desalination plant terletak

cukup jauh dari tempat berhimpun tersebut. Untuk mencapainya, karyawan

harus melewati area ground floor terlebih dahulu. Walaupun demikian

karyawan yang bekerja di area tersebut berada dalam jumlah sedikit dan

memahami kondisi lapangan sehingga dapat mencapai tempat berhimpun.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap

memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan

garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam

keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.


250

6.4.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area

Desalination Plant

Berdasarkan tabel 5.17 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area desalination plan PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah

76.40 % yaitu cukup baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi

kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai

dengan persyaratan.

6.5 Ground Floor

6.5.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif

adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan

mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun

manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam

melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem

proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,

hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang

tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,

serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara

penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau

awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri


251

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan

menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,

cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman

kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.19 APAR di area ground floor memiliki tingkat

pemenuhan sebesar 98.53 %. Area ground floor dengan luas 4.018,35 m2

memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. Namun APAR yang tersedia

hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. Berdasarkan tabel

5.20, di area ground floor PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat

pemenuhan APAB sebesar 100 %. APAB di sediakan untuk area ground

floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah

personel terbatas.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR

khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan

pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu

dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika

terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan

dengan segera.

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan

detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran

yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara

pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
252

indikator kebakaran. Untuk area ground floor menggunakan tipe alarm

manual tipe full down.

Berdasarkan tabel 5.21 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan alarm

sebesar 85.71 %. Terdapat satu buah alarm manual tipe push button di area

ground floor. Namun mesin-mesin yang berada di area ini terhubung dengan

panel indicator kebakaran yang berada di control room pusat 4, 5 di area

turbine floor. Maka ketika terjadi kebakaran dapat terdeteksi di control room

sehingga dapat dilakukan penanganan dengan segera.

Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin

dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar

tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat

kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi

aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang

demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan

adanya kejadian kebakaran.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang

mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,

sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk

tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa

bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik

proteksi kebakaran.
253

Berdasarkan tabel 5.22 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan

sprinkler sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah

terpenuhi. Jenis prinkler yang ada di area ground floor adalah glass bulb di

mesin diesel fire pump dan spray system yang ada di sekeliling mesin-mesin

produksi, salah satunya yaitu trafo. Jarak antar sprinkler yang ada berkisar

antara 2-4 m dan jarak dari sprinkler ke dinding antara 4-4.5 m. system

sprinkler yang ada sudah terhubung secara otomatis dengan panel indicator

kebakaran di control room. Sehingga ketika sprinkler bereaksi akibat adanya

kebakaran, langsung terlihat di panel indicator kebakaran dan alarm menyala

secara otomatis.

Saran yang dapat diberikan adalah perusahaan agar tetap melakukan

pemeriksaan sprinkler secara rutin sehingga selalu dalam keadaan baik dan

siap untuk digunakan. Jadi ketika terdeteksi adanya kebakaran dapat

ditanggulangi dengan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran yang

lebih besar.

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang

didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.

Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian

secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan

mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.

Berdasarkan tabel 5.23 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan

detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di
254

area ground floor telah memenuhi semua komponen. Di area ground floor

terdapat 20 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat

detectorsebanyak 4 buah dan flame detector sebanyak 16 buah. Saran yang

dapat diberikan adalah agar tetap melakukan pemeriksaan fungsi detektor

secara rutin sehingga tetap berfungsi dengan baik. Sehingga risiko terjadinya

kejadian kebakaran dapat diminimalisir.

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran

adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk

mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman

kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah

pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu

dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang

terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan

melalui selang dan nozzle terpasang, yang bertujuan untuk

pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan

isinya selain untuk melindungi penghuni.

Berdasarkan tabel 5.24 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran

gedung sebesar 80 %. Di area ground floor terdapat 7 buah hidran gedung

yang menempel pada dinding area. Sedangkan berdasarkan tabel 5.25 area

ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran halaman sebesar 100 %.

Hidran halaman terletak di dekat water intake dengan jarak 10 m ke area

ground floor. Hidran gedung yang tersedia tidak terdapat tata cara
255

penggunaannya dan seluruh nozzlenya belum terpasang pada selang

kebakaran. Maka saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar

seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan nozzle

ke selang kebakaran dan pemeliharaan supaya hidran dapat langsung

digunakan ketika terjadi kebakaran.

6.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk

dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam

upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran

pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut

terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga

darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.

1. Petunjuk Jalan Keluar

Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu

bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar

dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di

persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau

bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)

Berdasarkan tabel 5.27 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan

petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa

petunjuk jalan keluar yang berada di area ground floor sudah sesuai dengan

NFPA 101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000.


256

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar

yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Berdasarkan tabel 5.28 area

ground floor memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 100 %.

Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area ground

floor sudah sesuai dengan NFPA 101.

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah

pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan

apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau

pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk

usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.29, pintu darurat yang berada di area ground floor

memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Untuk pintu darurat yang ada

di area ini sudah memenuhi hamper seluruh komponen, namun para

karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap

harinya.

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan

jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga

kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila

terjadi kebakaran.
257

Di area ground floor tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga

darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang

jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi

kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat

yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik

yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang

pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan

dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)

Area ground floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3

sumber listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik (batterai) dan diesel. AC

listrik digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh

kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan

langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian

produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1

menit. Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan

lampu darurat di area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai

tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.

Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana


258

digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman

dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)

Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan

daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 100%. Komponen-komponen yang telah dipenuhi

diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi, tersedia

petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal

0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.

Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office

dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di

dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa

cukup.

Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih

untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2

dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas

karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun

tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal

tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia

petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal

0.3 m2/orang dengan kondisi aman.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap

memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan


259

garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam

keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.5.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Ground

Floor

Berdasarkan tabel 5.31 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area ground floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 76.40%

yaitu Cukup Baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran sudah

terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.

6.6 Mezzanine Floor

6.6.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif

adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan

mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun

manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam

melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem

proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,

hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang

tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,

serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara
260

penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau

awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan

menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,

cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman

kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.33 APAR di area mezzanine floor memiliki tingkat

pemenuhan sebesar 98.53 %. Area mezzanine floor dengan luas 4.018,35 m2

memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. namun APAR yang tersedia

hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. Sedangkan

berdasarkan tabel 5.34, di mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang

tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR

khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan

pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu

dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika

terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan

dengan segera.

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan

detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran

yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara

pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel
261

indikator kebakaran. Untuk area mezzanine floor tipe alarm yang dugunakan

adalah alarm manual tipe full down.

Berdasarkan tabel 5.35 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

alarm sebesar 71.42 %. Di area ini semua mesin terhubung dengan panel

indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung

dengan detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi

ketika terjadi kebakaran karyawan mengetahui area/ mesin mana yang

mengalami kebakaran sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim

pemadam kebakaran. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah

Tidak terdapat sprinkler di area ini dan Alarm memiliki jarak maksimal 36 m

dari semua bagian area mezzanine floor.

Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin

dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar

tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat

kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi

aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang

demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan

adanya kejadian kebakaran.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang

mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,

sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk


262

tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa

bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik

proteksi kebakaran.

Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak terdapat sistem sprinkler yang

terpasang di area mezzanine floor. Saran yang dapat diberikan adalah agar

menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang

tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan

saja.

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang

didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.

Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian

secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan

mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.

Berdasarkan tabel 5.36 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di

area mezzanine floor telah memenuhi semua komponen. Di area mezzanine

floor terdapat 18 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat

detectorsebanyak 14 buah dan smoke detector sebanyak 4 buah. Tidak

terdapat flame detector mengikuti kondisi lapangan yang menyesuaikan

dengan kondisi peralatan yang ada di area ini.

Saran yang dapat diberikan terhadapa perusahaan adalah pemeriksaan tetap

dilakukan secara rutin. Sehingga detektor selalu dalam keadaan baik.


263

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan

hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle)

untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan

pemadaman kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri

adalah pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan

bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang

yang terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau

disemprotkan melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk

pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan

isinya selain untuk melindungi penghuni.

Berdasarkan tabel 5.37 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

hidran gedung sebesar 80 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini

tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle hidran

gedung belum terpasang pada selang kebakaran. Mezzanine floor merupakan

area yang terletak di atas area ground floor. Maka tidak perlu melakukan

pemeriksaan hidran halaman di area ini.

Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap

dilakukan secara continue sesuai dengan standar minimal. Agar hidran selau

berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu

karena bencana selalu terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi,

maka nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran. Sehingga kapan
264

pun terjadi kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh alat proteksi

kebakaran lainnya, dapat langsung menggunakan hidran.

6.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk

dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam

upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran

pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut

terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga

darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.

1. Petunjuk Jalan Keluar

Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu

bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar

dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di

persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau

bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)

Berdasarkan tabel 5.39 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan

petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa

petunjuk jalan keluar yang berada di area mezzanine floor sudah sesuai

dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000.

Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan

petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya.

Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk


265

jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun

pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang

mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Berdasarkan tabel 5.40 area

mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 100

%. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area

mezzanine floor sudah sesuai dengan NFPA 101.

Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan

keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat

proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat

dengan segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah

pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan

apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau

pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk

usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.41, pintu darurat yang berada di area mezzanine floor

memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Komponen yang belum

dipenuhi di area ini adalah pintu hanya digunakan khusus pada saat keadaan

darurat. Para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area

setiap harinya.
266

Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan

pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi

kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat

kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui

pintu-pintu darurat tersebut

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika

terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga

kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila

terjadi kebakaran.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA

101 dan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 area mezzanine floor memiliki

tingkat kesesuaian 0 %. Hal tersebut dikarenakan area ini terdiri lebih dari 2

lantai tidak memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan

darurat kebakaran. Tangga yang ada dipergunakan setiap hari oleh karyawan.

Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan

tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat

kebakaran. Khususnya di area mezzanine floor karena area tersebut

merupakan area yang dihuni serta dilewati oleh banyak karyawan. Sehingga

ketika terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera menyelamatkan diri

dari lantai atas dengan menggunakan tangga darurat tersebut.


267

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur

evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi

kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat

yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik

yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang

pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan

dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)

Area mezzanine floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3

sumber listrik yaitu: AC listrik, DC listrik (batterai) dan diesel. AC listrik

digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh

kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan

langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian

produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1

menit. Sedangkan DC listrik (batterai) digunakan untuk panel-panel mesin

yang ada di ruang relay area mezzanine serta monitor pengontrol mesin di

control room. Alat-alat tersebut harus terus menyala dan tidak boleh

kehilangan sumber listrik sedetik pun karena akan berakibat fatal. Saran yang

dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di

area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai

tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.


268

Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana

digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman

dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)

Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan

daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang telah

dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi,

tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan

minimal 0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.

Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office

dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di

dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa

cukup.

Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih

untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2

dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas

karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun

tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal

tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia

petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal

0.3 m2/orang dengan kondisi aman.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap

memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan


269

garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam

keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.6.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area

Mezzanine Floor

Berdasarkan tabel 5.43 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap

darurat di area mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

adalah 78.67 % yaitu Cukup baik (C) dimana semua komponen sistem proteksi

kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai

dengan persyaratan.

6.7 Turbine Floor

6.7.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif

adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan

mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun

manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam

melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem

proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,

hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang

tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,


270

serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara

penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau

awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan

menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,

cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman

kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.45 APAR di area turbine floor memiliki tingkat

pemenuhan sebesar 98.53 %. Area turbine floor dengan luas 4.018,35 m2

memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia

hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Sedangkan

berdasarkan tabel 5.46, di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara

Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 %.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR

khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan

pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu

dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika

terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan

dengan segera

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan

detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran

yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara


271

pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel

indikator kebakaran. Untuk area turbine floor tipe alarm yang digunakan

adalah alarm manual tipe full down . Panel indicator kebakaran diletakan di

control room PLTU 4,5 yang berada di area turbine floor.

Berdasarkan tabel 5.47 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan alarm

sebesar 85.71 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah alarm

yang ada memiliki jarak maksimal 36 m dari semua bagian area turbine floor.

Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin

dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar

tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat

kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi

aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang

demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan

adanya kejadian kebakaran.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang

mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,

sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk

tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa

bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik

proteksi kebakaran.
272

Di PLTU PT PJB UP Muara Karang ada 2 jenis, yaitu wet pipe system dan

spray system. Sprinkler jenis wet pipe system diletakan di mesin-mesin

produksi yang biasanya digabung dengan heat detector. Jadi ketika mesin

sudah mengalami overheating, maka detektor akan mengirimkan sinyal

tentang adanya kebakaran langsung ke control room sekaligus serta

mengaktifkan sistem sprinkler yang ada di mesin tersebut. Sedangkan

sprinkler jenis spray system hanya ada di trafo.

Berdasarkan tabel 5.48 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan

sprinkler sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah

terpenuhi. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah tetap

dilakukan pemeriksaan secara rutin sehingga sprinkler selalu dalam keadaan

baik dan siap digunakan ketika terjadi kejadian kebakaran.

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang

didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.

Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian

secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan

mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.

Berdasarkan tabel 5.49 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan

detektor sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di

area turbine floor telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat

diberikan terhadap perusahaan adalah tetap dilakukan pemeriksaan secara


273

rutin sehingga detektor selalu dalam keadaan baik dan siap digunakan ketika

terjadi kejadian kebakaran.

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran

adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk

mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman

kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah

pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu

dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang

terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan

melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk

pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan

isinya selain untuk melindungi penghuni.

Berdasarkan tabel 5.50 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan hidran

gedung sebesar 80 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah

tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle hidran

gedung belum terpasang pada selang kebakaran. Tidak terdapat hidran

halaman di area ini. Turbine floor merupakan area yang terletak di atas area

mezzanine floor. Maka tidak perlu melakukan pemeriksaan hidran halaman di

area ini.

Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap

dilakukan secara continue sesuai dengan standar minimal. Agar hidran selau

berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu
274

karena bencana selalu terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi,

maka nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran. Sehingga kapan

pun terjadi kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh alat proteksi

kebakaran lainnya, dapat langsung menggunakan hidran.

6.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk

dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam

upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran

pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut

terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga

darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.

1. Petunjuk Jalan Keluar

Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu

bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar

dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di

persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau

bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)

Berdasarkan tabel 5.52 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan

petunjuk jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa

petunjuk jalan keluar yang berada di area turbine floorsudah sesuai dengan

NFPA 101 dan Kepmen PU No.10/KPTS/2000.


275

Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan

petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya.

Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk

jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun

pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang

mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar

adalah:

a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke

luarmenuju ke jalan umum atau ruang terbuka:

1. bagian dalam dan luar tangga,

2. ramp,

3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,

4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.

b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran

yang menuju ke eksit horisontal.

Berdasarkan tabel 5.53 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan sarana

jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan

keluar yang ada di area turbine floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Saran

yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar
276

agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses

evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat dengan

segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah

pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan

apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau

pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk

usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.54, pintu darurat yang berada di area turbine floor

memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Komponen yang belum

dipenuhi di area ini adalah para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk

keluar masuk area setiap harinya. Saran yang dapat diberikan untuk pihak

perusahaan adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya,

yaitu hanya digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka

ketika terjadi keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi

dirnya dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut.

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika

terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga

kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila

terjadi kebakaran.
277

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA

101 dan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 area turbine floor memiliki tingkat

kesesuaian 0 %. Hal tersebut dikarenakan ini terdiri lebih dari 2 lantai tidak

memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan darurat

kebakaran. Tangga yang ada di area ini digunakan setiap hari oleh karyawan.

Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan

tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat

kebakaran. Khususnya di area turbine floor, karena area tersebut merupakan

area yang dihuni serta dilewati oleh banyak karyawan. Sehingga ketika

terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera menyelamatkan diri dari

lantai atas dengan menggunakan tangga darurat tersebut.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur

evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi

kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat

yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik

yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang

pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan

dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)

Area turbine floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3 sumber

listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik (batterai) dan diesel. AC listrik

digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh

kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan


278

langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian

produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1

menit.

Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu

darurat di area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai

tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.

Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana

digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman

dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)

Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan

daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang telah

dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi,

tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan

minimal 0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.

Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office

dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di

dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa

cukup.

Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih

untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2


279

dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas

karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun

tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal

tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia

petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal

0.3 m2/orang dengan kondisi aman.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap

memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan

garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam

keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.7.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Turbine

Floor

Berdasarkan tabel 5.57 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap

darurat di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

adalah 86.56 % yaitu Baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi

kebakaran berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara

optimum, dimana para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan

mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.


280

6.8 Office

6.8.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif

adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan

mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun

manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam

melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem

proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,

hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang

tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,

serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara

penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau

awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan

menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,

cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman

kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.59 APAR di area office memiliki tingkat pemenuhan

sebesar 100 %. Area office dengan luas 836.6 m2 memiliki potensi kebakaran

tipe A, B, C, maka hal tersebut telah sesuai dengan standar karena APAR

yang disediakan di area ini merupakan APAR yang dapat memadamkan


281

kebakaran jenis A, B dan C. Tidak terdapat APAB di area ini, hal ini

dikarenakan jumlah karyawan yang bekerja paling banyak dibandingkan

area-area lainnya yaitu 82 orang.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah tetap melakukan

pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu

dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika

terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan

dengan segera.

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan

detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran

yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara

pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel

indikator kebakaran. Untuk area office tipe alarm yang digunakan adalah

alarm manual tipe push button.

Berdasarkan tabel 5.60 area office memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar

85.71 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah alarm yang ada

belum terhubung secara otomatis dengan sprinkler. Saran yang dapat

diberikan adalah agar menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan

terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya

terlihat oleh karyawan saja.


282

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang

mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,

sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk

tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa

bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik

proteksi kebakaran.

Setelah dilakukan pemeriksaan, maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat

system sprinkler yang terpasang di area office. Saran yang dapat diberikan

adalah agar menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi

kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat

oleh karyawan saja.

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang

didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.

Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian

secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan

mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.

Berdasarkan tabel 5.61 area office memiliki tingkat pemenuhan detektor

sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area

office telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat diberikan adalah

pemeriksaan rutin detektor agar tetap dilakukan secara continue sesuai


283

dengan standar minimal. Agar detektor selalu berfungsi dengan baik dan

siap untuk digunakan kapanpun.

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran

adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk

mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman

kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah

pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu

dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang

terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan

melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk

pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan

isinya selain untuk melindungi penghuni.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, tidak terdapat hidran gedung

ataupun hidran halaman di area ini. Menurut salah seorang pihak K3 hal

tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya sudah mencukupi untuk

memproteksi area office dari kejadian kebakaran.

Padahal hidran memiliki fungsi yang sangat penting dimana apabila sistem

proteksi aktif yang lainnya tidak mampu menanggulangi kebakaran, maka

untuk memadamkan api digunakan hidran. Saran yang dapat diberikan yaitu

menyediakan hidran di area ini.


284

6.8.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk

dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam

upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran

pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut

terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga

darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.

1. Petunjuk Jalan Keluar

Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu

bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar

dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di

persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau

bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)

Berdasarkan tabel 5.42 area office memiliki tingkat pemenuhan petunjuk

jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan

keluar yang berada di area officesudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen

PU No.10/KPTS/2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan

adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan

sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan

membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar.

Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat tanda

tersebut dengan mudah.


285

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang

mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar

adalah:

a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar

menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:

1. bagian dalam dan luar tangga,

2. ramp,

3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,

4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.

b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran

yang menuju ke eksit horisontal.

Berdasarkan tabel 5.64 area office memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan

keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar

yang ada sudah sesuai dengan NFPA 101. Saran yang dapat diberikan adalah

agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar tetap bersih dan bebas

dari benda-benda yang dapat menghambat proses evakuasi. Sehingga ketika

tejadi keadaan darurat karyawan dapat segera dievakuasi dengan aman tanpa

adanya hambatan.
286

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah

pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan

apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau

pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk

usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.65, pintu darurat yang berada di area office memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Komponen yang belum dipenuhi di area

ini adalah para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk

area setiap harinya. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan

adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya

digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi

keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya

dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut.

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika

terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga

kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila

terjadi kebakaran.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA

101 dan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 area office memiliki tingkat

kesesuaian 0 %. Hal tersebut dikarenakan area office yang terdiri lebih dari 2

lantai tidak memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan
287

darurat kebakaran. Tangga yang ada biasa digunakan oleh karyawan setiap

hari.

Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan

tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat

kebakaran. Khususnya di area turbine floor, mezzanine floor dan office,

karena area tersebut merupakan area yang dihuni serta dilewati oleh banyak

karyawan. Sehingga ketika terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera

menyelamatkan diri dari lantai atas dengan menggunakan tangga darurat

tersebut.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur

evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi

kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat

yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik

yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang

pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan

dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)

Penerangan darurat terletak di area office dengan jumlah 6 buah dengan

kekuatan 20 lux. Lampu tersebut dipasang di sepanjang sarana jalan keluar

dengan penempatan yang baik. Sehingga ketika kemungkinan salah satu

lampu mati tidak akan menyebabkan area menjadi gelap total. Lampu

tersebut selalu di charge ketika listrik dalam keadaan menyala. Sehingga saat

lampu padam lampu akan otomatis hidup dengan menggunakan sumber


288

batterai. Menurut pihak K3 lampu tersebut mampu menyala untu 8 jam.

Namun lampu tersebut berwarna putih, hal ini tidak sesuai dengan standar

NFPA 101 yang menyebutkan bahwa lampu harus berwarna kuning sehingga

dapat menembus asap serta tidak menyilaukan.

Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan mengganti warna lampu

darurat dengan yang berwarna kuning. Sehingga ketika terjadi lampu padam

akibat kebakaran, karyawan bisa melihat dengan baik arah jalan keluar dan

proses evakuasi pun bisa berjalan dengan lancar.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai

tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.

Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana

digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman

dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)

Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan

daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang telah

dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi,

tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan

minimal 0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.

Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office

dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di


289

dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa

cukup.

Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih

untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2

dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas

karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun

tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal

tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia

petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal

0.3 m2/orang dengan kondisi aman.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap

memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan

garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam

keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.8.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Office

Berdasarkan tabel 5.68 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 73.58 % yaitu

cukup baik (C) dimana komponen sudah terpasang tapi ada sebagian kecil

instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.


290

6.9 Gudang

6.9.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif

adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan

mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun

manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam

melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem

proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler,

hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang

tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air,

serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara

penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau

awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980). Sedangkan

menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung,

cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman

kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.70 APAR di area gudang memiliki tingkat pemenuhan

sebesar 98.53 %. Area gudang dengan luas 106.8 m2 memiliki potensi

kebakaran tipe B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya mampu

memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Sedangkan berdasarkan tabel


291

5.71, di PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar

100 %.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR

khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan

pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu

dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika

terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan

dengan segera.

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan

detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran

yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara

pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel

indikator kebakaran. Untuk area gudang tipe alarm yang digunakan adalah

alarm manual tipe full down.

Berdasarkan tabel 5.72 area gudang memiliki tingkat pemenuhan alarm

sebesar 100 %. Yang artinya seluruh komponen telah terpenuhi. Saran yang

dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan

pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga alarm selalu

dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang

mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya,


292

sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000). Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk

tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa

bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik

proteksi kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.73 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sprinkler

sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah terpenuhi.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan

pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin yang sesuai dengan standar.

Sehingga sprinkler selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap

untuk digunakan.

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang

didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan.

Sedangkan menurut Permenaker PER.02/MEN/1983 peralatan pendeteksian

secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan

mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya.

Berdasarkan tabel 5.74 area gudang memiliki tingkat pemenuhan detektor

sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area

gudang telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat diberikan

terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan pemeriksaan dan

pemeliharaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga detektor

selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan.
293

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, yang dimaksud dengan hidran

adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk

mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman

kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah

pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu

dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang

terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan

melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk

pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan

isinya selain untuk melindungi penghuni.

Setelah dilakukan pemeriksaan di area gudang tidak terdapat hidran, baik

hidran gedung ataupun hidran halaman. Saran yang dapat diberikan terhadap

perusahaan adalah menyediakan hidran. Sehingga dapat meminimalisir

terjadinya kebakaran apabila tidak dapat ditanggulangi oleh alat pemadam

kebakaran lainnya.

6.9.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk

dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam

upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran

pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut
294

terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga

darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.

1. Petunjuk Jalan Keluar

Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu

bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar

dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di

persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau

bangunan industri. (Perda DKI No.03 tahun 1992)

Berdasarkan tabel 5.76 area gudang memiliki tingkat pemenuhan petunjuk

jalan keluar sebesar 100 %. Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan

keluar yang berada di area gudang sudah sesuai dengan NFPA 101 dan

Kepmen PU No.10/KPTS/2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak

perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat

berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak

perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih

besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat

tanda tersebut dengan mudah.

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang

mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU

No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar

adalah:
295

a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar

menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:

1. bagian dalam dan luar tangga,

2. ramp,

3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,

4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.

b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran

yang menuju ke eksit horisontal.

Berdasarkan tabel 5.77 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan

keluar sebesar 66.66 %. Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar

yang ada di area gudang masih terdapat kekurangan yang belum sesuai

dengan NFPA 101. Komponen yang masih belum dipenuhi adalah hanya

terdapat satu jalan keluar dan jarak maksimal dari bangunan ke exit adalah

27.5 m.

Saran yang dapat diberikan adalah mengusahakan untuk membuat jalan

keluar lainnya dan agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar

tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses

evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat dengan

segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah

pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan

apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau
296

pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk

usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran.

Berdasarkan tabel 5.78, pintu darurat yang berada di area gudang memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 85.71 %. Komponen yang belum dipenuhi di area

ini adalah pintu darurat yang ada digunakan oleh karyawan untuk keluar

masuk area setiap harinya. Padahal menurut NFPA 101 pintu darurat hanya

digunakan khusus pada saat keadaan darurat saja.

Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan

pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi

kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat

kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui

pintu-pintu darurat tersebut.

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika

terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, tangga

kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila

terjadi kebakaran. Di area gudang tidak dilakukan pemeriksaan mengenai

tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai

saja.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur

evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi

kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat


297

yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik

yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang

pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan

dilalui pada saat evakuasi. (Perda DKI, 1992)

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area gudang sudah memiliki

penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di

sepanjang jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat

karyawan. Lampu penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan,

dengan stop kontak yang menyambung pada sumber listrik sehingga ketika

terjadi “trip“ akibat kebakaran, lampu akan menyala secara otomatis.

Berdasarkan tabel 5.79 area gudang memiliki tingkat pemenuhan penerangan

darurat sebesar 75 %. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah

lampu darurat yang tersedia berwarna putih. Padahal seharusnya lampu

darurat yang tersedia berwarna kuning.

Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan mengganti warna lampu

darurat dengan yang berwarna kuning. Sehingga ketika terjadi lampu padam

akibat kebakaran, karyawan bisa melihat dengan baik arah jalan keluar dan

proses evakuasi pun bisa berjalan dengan lancar.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai

tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat.

Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana


298

digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman

dari bahaya kebakaran dan lainnya. (NFPA 101)

Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan

daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki

tingkat pemenuhan sebesar 100 %. Komponen-komponen yang telah

dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi,

tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan

minimal 0.3 m2/orang, dan kondisi tempat berhimpun aman.

Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office

dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di

dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa

cukup. Namun area gudang terletak cukup jauh dari tempat berhimpun

tersebut. Untuk mencapainya, karyawan harus melewati area ground floor

terlebih dahulu. Walaupun demikian karyawan yang bekerja di area tersebut

berada dalam jumlah sedikit dan memahami kondisi lapangan sehingga dapat

mencapai tempat berhimpun.

Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih

untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m2

dengan garis pembatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas

karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun

tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal

tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia


299

petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal

0.3 m2/orang dengan kondisi aman.

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap

memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan

garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam

keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.9.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area

Gudang

Berdasarkan tabel 5.81 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di

area gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 84.08 %

yaitu baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi

sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para

pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat

perlindungan dari kebakaran yang baik.

6.10 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PLTU PT PJB

UP Muara Karang

Berdasarkan tabel 5.82, rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap

darurat di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah

81.76 % yaitu baik (B) dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran

berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana


300

para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat

perlindungan dari kebakaran yang baik.

Area office memiliki tingkat pemenuhan yang paling kecil yaitu 73.58 %.

Hal tersebut dikarenakan tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif dan sarana

penyelamat jiwa di area ini sangat rendah yaitu 55.10 % dan 76.78 %. Di area

office tidak terdapat sprinkler, hidran gedung dan halaman, tidak ada tangga

darurat, pintu darurat digunakan untuk akses keluar masuk dan lampu darurat

yang tersedia berwarna putih. Padahal karyawan yang bekerja di area ini setiap

harinya adalah 82 orang, paling banyak dibandingkan dengan area lainnya.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Hasil identifikasi bahaya kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara

Karang tahun 2010 adalah sebagai berikut:

a. Desalination Plant memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D.

b. Ground Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D.

c. Mezzanine Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D.

d. Turbine Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D.

e. Office memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A dan C.

f. Gudang memiliki potensi bahaya kebakaran kelas B,C dan D.

2. Gambaran tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di tiap area

produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010

NO. Area Produksi Manajemen Sarana Sarana Rata –


Tanggap Proteksi Penyelamat Rata
Darurat Aktif Jiwa
1. Desalination Plant 88.88 % 54.86 % 85.47 % 76.40 %
2. Ground Floor 88.88 % 94.89 % 90.17 % 91.31 %
3. Mezzanine Floor 88.88 % 74.99 % 72.14 % 78.67 %
4. Turbine Floor 88.88 % 94.04 % 76.78 % 86.56 %
5. Office 88.88 % 55.10 % 76.78 % 73.58 %
6. Gudang 88.88 % 71.23 % 92.14 % 84.08 %

301
302

3. Gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran

yang ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah sebesar

81.76 %. Berikut uraian komponen-komponen yang belum dipenuhi pada

setiap area produksi:

a. Desalination Plant

 Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.

 Tidak tersedia APAR jenis D.

 Tidak tersedia sprinkler.

 Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.

 Tidak terdapat lampu darurat.

b. Ground Floor

 Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.

 Tidak tersedia APAR jenis D.

 Jarak antar alarm melebihi 30 m.

 Tidak terdapat tata cara penggunaan hidran dan nozzle belum

terpasang pada selang kebakaran

 Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.

 Tidak terdapat penerangan darurat

c. Mezzanine Floor

 Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.

 Tidak tersedia APAR jenis D.

 Tidak terdapat sprinkler

 Alarm memiliki jarak maksimal 36 m dari semua bagian area.


303

 Tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle

hidran gedung belum terpasang pada selang kebakaran.

 Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.

 Tidak terdapat tangga darurat

 Tidak terdapat penerangan darurat

d. Turbine Floor

 Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.

 Tidak tersedia APAR jenis D.

 Jarak alarm ke seluruh bagian area melebihi 30 m.

 Tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle

hidran gedung belum terpasang pada selang kebakaran.

 Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.

 Tidak terdapat tangga darurat

 Tidak terdapat penerangan darurat

e. Office

 Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.

 Tidak terdapat sprinkler.

 Tidak terdapat hidran

 Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.

 Tidak terdapat tangga darurat

 Lampu darurat berwarna putih


304

f. Gudang

 Simulasi kebakaran yang diinfokan terlebih dahulu kepada karyawan.

 Tidak tersedia APAR jenis D.

 Tidak terdapat hidran.

 Hanya terdapat satu jalan keluar saja.

 Pintu darurat digunakan untuk keluar masuk area setiap hari.

 Lampu darurat berwarna putih

7.2 Saran

Sistem tanggap darurat kebakaran yang ada harus terpenuhi agar dampak dari

kebakaran dapat diminimalisir. Namun setelah dilakukan pemeriksaan terdapat

beberapa komponen yang belum terpenuhi. Maka perusahaan agar melakukan

hal-hal sebagai berikut:

1. Desalination Plant:

a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan

berbagai kondisi.

b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D

c. Menyediakan sprinkler.

d. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya

digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.

e. Agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat.


305

f. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat

proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam

keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.

2. Ground Floor

a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan

berbagai kondisi.

b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D

c. Menambah jumlah alarm yang ada.

d. Seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan

nozzle ke selang kebakaran.

e. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya

digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.

f. Agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat.

g. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat

proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam

keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.

3. Mezzanine Floor

a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan

berbagai kondisi.

b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D

c. Menyediakan sprinkler.
306

d. Menambah jumlah alarm yang ada.

e. Seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan

nozzle ke selang kebakaran.

f. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya

digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.

g. Agar perusahaan tetap menyediakan tangga darurat.

h. Agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat.

i. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat

proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam

keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.

4. Turbine Floor

a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan

berbagai kondisi.

b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D

c. Menambah jumlah alarm yang ada.

d. Seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan

nozzle ke selang kebakaran.

e. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya

digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.

f. Agar perusahaan tetap menyediakan tangga darurat.

g. Agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat.


307

h. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat

proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam

keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.

5. Office

a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan

berbagai kondisi.

b. Agar menyediakan sprinkler

c. Agar menyediakan hidran

d. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya

digunakan ketika terjadi kejadian darurat saja.

e. Agar perusahaan menyediakan tangga darurat.

f. Agar perusahaan menyediakan lampu darurat berwarna kuning yang

sesuai standar.

g. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat

proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam

keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.

6. Gudang

a. Agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan

berbagai kondisi.

b. Menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D

c. Agar menyediakan hidran


308

d. Menambah jalan keluar lainnya

e. Memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya

digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja.

f. Agar perusahaan menyediakan lampu darurat berwarna kuning yang

sesuai standar.

g. Tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terdapat seluruh alat

proteksi kebakaran dan sarana penyelamat jiwa sehingga selalu dalam

keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.


Daftar Pustaka

Caldwell, Jack. Value Engineering, [serial online] 11 Juli 2006 [Accessed 22 nd of October 2010]

Available on: http://technology.infomine.com/valueengineering/#_Toc140300551

Cooling, David A. Industrial Safety Management and Technology. New Jersey: Prentice Hall,
Inc.1990

Depnaker. Bahan Training Keselamatan Kerja Penanggulangan Kebakaran.Jakarta:


DEPNAKER- UNDP- ILO. 1987

ERMC (Emergency Response Management Consulting). [accessed 10th of July 2010] Available
on: www.ru-ready.com

International Labour Organization (ILO). 1992. Encyclopedia of Occupational Health and


Safety. Vol.I. Geneva

Ishikawa, Kaori. Introduction to Quality Control.Juse Pr 1990

Iskandar, Redion. Evaluasi Alat Proteksi Kebakaran Aktif dan Gambaran Pengetahuan Pekerja
Mengenai Penggunaan Alat Proteksi Aktif di Gedung Wet Paint Production PT International
Paint Indonesia Tahun 2008. UI. 2008

KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya


Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

KEPMEN PU No.11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan


Kebakaran Di Perkotaan

Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum, Pd-T-11-2005-C tentang Pemeriksaan Keselamatan


Kebakaran Bangunan Gedung, 2005

NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire Checklist, 2010

NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist, 2010

NFPA 14 tentang Standard installation of Standpipe and Hose System and Hose System
Checklist, 2010

NFPA 72 tentang Nation Fire Alarm Code Checklist, 2010

NFPA 101 tentang Life Safety Code Checklist, 2009


Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

Perda DKI Jakarta No.3 tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Pedoman Teknis Audit Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja

Purnomo, Heru. Asesmen Risiko Kebakaran Pasar-Pasar di Wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta. Jurnal Teknologi, Edisi No.2 Tahun XXII, Juni 2008, 81-89 ISSN 0215-1685

Sahab, Syukri. Teknik Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. PT Bina Sumber Daya
Manusia. Jakarta. 1997

Suma’mur, P.K. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT Gunung Agung,
1997

T. Lewis, Bernard. The Facility Manager’s Emergency Preparedness Handbook. New York:
Amacom. 2003

Towlson (1993)

UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

World Health Organization (WHO). Risk Reduction and Emergency Preparedness. WHO
Document Production Services, Geneva: Switzerland. 2007

Anda mungkin juga menyukai