Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 dari 10

keganasan yang tersering. Karsinoma tiroid berasal dari folikel tiroid yang

dikelompokan menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, yaitu papilar,

folikular atau campuran keduanya. Karsinoma tiroid medular yang berasal

dari sel parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin, sedangkan karsinoma

tiroid yang berdiferensiasi buruk yaitu karsinoma anaplastik (De Jong &

Sjamsuhidajat, 2010). Adapun subtipe utama karsinoma tiroid dan frekuensi

relatifnya, yaitu karsinoma papilar (75-85% kasus), karsinoma folikular (10-

20% kasus), karsinoma medular (5% kasus), karsinoma anaplastik (<5%

kasus) (kumar et al, 2007). Risiko karsinoma tiroid pada laki-laki lebih tinggi

dari pada perempuan dan 50% terjadi pada anak-anak dibawah usia 14 tahun.

Tetapi pada orang dewasa, risiko itu kurang dari 10% ganas (Price and

Wilson, 2006).

Angka kejadian karsinoma tiroid menurut data American Cancer

Society diperkirakan mencapai 44.670 kasus baru pada tahun 2010. Dan data

terbaru dari penderita kanker tiroid di Amerika Serikat pada tahun 2014

berjumlah 62.980 baru dan terdapat 1.890 kematian diakibatkan karena

kanker tiroid.

1
2

Di Indonesia, Berdasarkan data di RS Kanker Dharmais selama 4

tahun terakhir terhitung dari tahun 2010-2013, menempatkan karsinoma

tiroid di urutan ke 4 dari karsinoma yang tersering terjadi pada perempuan

dengan berdasarkan jumlah kasus baru terdapat 85 pasien di tahun 2010, 99

pasien di tahun 2011, 117 pasien di tahun 2012 dan 147 pasien di tahun 2013.

Sedangkan berdasarkan estimasi jumlah kematian akibat karsinoma tiroid di

RS Dharmais cenderung meningkat di tahun 2012 yaitu, 12 kasus kematian

dari 7 kasus kematian di tahun 2010 (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan di Bagian Rekam Medik dan patologi anatomi

RSUP Prof. DR. Kandou Manado didapatkan data penderita kanker tiroid

periode Juli 2013 – Juni 2016 adalah sebanyak 62 penderita, pada perempuan

yaitu sebanyak 39 orang (62,9%), sedangkan pada laki-laki yaitu sebanyak 23

orang (37,1%). Berdasarkan umur, penderita kanker tiroid paling banyak

terjadi pada pasien golongan umur 41-60 tahun sebanyak 27 pasien dan >60

tahun sebanyak 23 pasien, disusul golongan umur 21-40 tahun sebanyak 11

pasien kemudian golongan umur <20 tahun sebanyak 1 pasien (Parura dkk,

2016). Di Provinsi Lampung, berdasarkan data penelitian sebelumnya di

RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung terdapat pasien karsinoma

tiroid periode 2010-2012 sebanyak 47 penderita karsinoma tiroid. Tersering

terjadi pada perempuan yaitu 39 penderita dengan jumlah usia terbanyak

yang terkena karsinoma tiroid berusia 41-50 tahun sebanyak 14 penderita

(Permana, 2013).
3

Umur merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian karsinoma

tiroid. Insiden karsinoma tiroid terjadi seiring dengan bertambahnya usia.

Kanker tiroid sangat jarang pada anak-anak usia di bawah 15 tahun. Selain

umur, jenis kelamin juga mempengaruhi kejadian karsinoma tiroid. Dimana

prevalensi kanker tiroid lebih banyak terjadi pada kalangan perempuan. Hal

ini disebabkan pengaruh hormon pada perempuan merupakan salah satu

faktor predisposisi meningkatnya jumlah pasien perempuan dibandingkan

laki-laki. Estrogen dapat meningkatkan kadar thyroid binding globulin (TBG)

yang bekerja sebagai transpor T4 dan T3 dalam darah sehingga terjadi

penurunan kadar T4 bebas dan T3 bebas. Hal ini menstimulasi TSH sehingga

terjadi hiperplasia kelenjar sebagai mekanisme kompensasi membentuk lebih

banyak hormon tiroid agar kadar T4 dan T3 serum dapat kembali normal

(Parura dkk, 2016).

Dari uraian latar belakang diatas terdapat perbedaan pendapat

mengenai faktor yang mempengaruhi karsinoma tiroid berdasarkan umur dan

jenis kelamin. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut

tentang: Hubungan Umur dan Jenis Kelamin Dengan Kejadian

Karsinoma Tiroid Di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.


4

1.2. Rumusan Masalah

Adakah hubungan umur dan jenis kelamin dengan kejadian

karsinoma tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan umur dan jenis kelamin dengan kejadian

karsinoma tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan jumlah pasien

karsinoma tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.


1.3.2.2. Mengetahui karakteristik pasien karsinoma tiroid

berdasarkan umur di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR.

H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.


1.3.2.3. Mengetahui karakteristik pasien karsinoma tiroid

berdasarkan jenis kelamin di Bagian Patologi Anatomi

RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun

2013-2015.
1.3.2.4. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan jenis tipe

histopatologi karsinoma tiroid di Bagian Patologi Anatomi

RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun

2013-2015.
5

1.3.2.5. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian

karsinoma tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.


1.3.2.6. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian

karsinoma tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

mengenai teori yang berkaitan dengan penderita karsinoma tiroid di

Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung Tahun 2013-2015.


1.4.2. Bagi Ilmiah
Memberikan konstribusi dan menambah informasi tentang karsinoma

tiroid.
1.4.3. Bagi Pelayanan Medis
Memberikan manfaat untuk data epidemiologi dan dapat digunakan

sebagai data sekunder yang dapat dijadikan rujukan untuk melakukan

penelitian selanjutnya mengenai karsinoma tiroid.

1.4.4. Bagi Masyarakat


Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi

masyarakat mengenai faktor umur dan jenis kelamin dengan kejadian

karsinoma tiroid.

1.5. Ruang lingkup


1.5.1. Lingkup Judul

Judul penelitian ini adalah Hubungan Umur dan Jenis Kelamin

Dengan Kejadian Karsinoma Tiroid Di Bagian Patologi Anatomi

RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.


6

1.5.2. Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret tahun 2017.


1.5.3. Lingkup Tempat
Penelitian ini mengambil lokasi di Bagian Patologi Anatomi RSUD

DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.


1.5.4. Lingkup Masalah
Permasalahan dibatasi hubungan umur dan jenis kelamin dengan

kejadian karsinoma tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Anatomi Tiroid
Glandula thyroidea memilik berat 20-25 gram terletak di

bawah larynx. Glandula thyroidea mengelilingi bagian atas Trachea

dengan lobus dekstra et sinistra yang dipisahkan oleh Isthmus

glandulae thyroideae.
Glandula thyroidea menutupi bagian trakea atas di lateral

dan ventral. Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling

besar di bagian tubuh dan menyekresi hormon

tiroksin/tetraiodothyronin (T4), triiodothyronin (T3) dan kalsitonin.

Kelenjar dibungkus oleh kapsulnya sendiri bersama Larynx, Trachea,

Oesophagus, Phrynx dikelilingi Fascia organ umum. Pada sisi

posterior terdapat sepasang kelenjar paratiroid (glandulae

parathyroideae) yang memiliki berat 12-50 mg dan menghasilkan

hormon paratiroid (PTH).

Gambar 2.1 Anatomi dari kelenjar tiroid (Paulsen and Waschke, 2012).

7
8

Pada kedua sisi N. laryngeus recurrens berjalan di antara

Trachea dan Oesophagus. Kelenjar tiroid diperdarahi oleh A.

thyroidea superior (Rr. Glandulares anterior et posterior) cabang dari

A. carotis exsterna dan melalui A. thyroidea inferior cabang dari

Truncus thyrocervicalis. Serta diperdarahi oleh V. thyroidea superior

dan media bermuara ke V. jugularis insterna sedangkan V. thyroidea

inferior bermuara ke V. brachiochephalica kiri (Paulsen and Waschke,

2012).

2.1.2 Fisiologi Tiroid


Kelenjar Tiroid mengandung sel folikular yang

menyereksikan dua macam hormon yakni hormon tiroksin (T4) dan

triiodontironin (T3). Kedua hormon ini sangat meningkatkan

kecepatan metabolisme tubuh. Apabila sekresi hormon tiroid

berkurang kecepatan metabolisme basal tubuh akan menurun kira-kira

40-50 % dibawah normal dan sebaliknya apabila sekresi hormon

tiroid meningkat, kecepatan metabolisme basal tubuh akan meningkat

kira-kira 60-100% di atas normal. Selain itu kelenjar tiroid

mengandung sel parafolikular menghasilkan hormon kalsitonin yang

penting bagi metabolisme kalsium. Sekresi hormon tiroid terutama

diatur oleh hormon perangsang tiroid yaitu Thyroid Stimulating

Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis.

Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh


9

kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan

balik negatif terhadap Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yaitu

Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang di sekresikan oleh

ujung-ujung saraf di dalam hipotalamus (Guyton & Hall, 2011).

Gambar 2.2 Fisiologi Biosintesis Hormon Tiroid (Sherwood, 2014).

Keterangan:
1. Tiroglobulin yang mengandung tirosin yang dihasilkan di dalam

folikel tiroid oleh kompleks golgi reticulum endoplasma diangkut

ke dalam koloid melalui eksositosis.


2. Iodide dibawa oleh transport aktif sekunder dari darah ke dalam

koloid oleh simporter di membrane basolateral sel folikel.


3. Didalam sel folikel, iodida dioksidasi ke bentuk aktif oleh

tiroperoksidase di membrane luminal.


4. Iodida aktif keluar sel melalui saluran luminal untuk memasuki

koloid.
5a. Dengan dikatalisis oleh tiroperoksidase, perlekatan satu iodida ke

tirosin di dalam molekul tiroglobulin menghasilkan

monoidotirosin.
5b. Perlekatan dua iodida ke tirosin menghasilkan diiodotyrosine.
6a. Penggabungan satu monoidotirosin dan satu diiodotyrosine

menghasilkan triiodotironin.
6b. Penggabungan dua diiodotyrosine menghasilkan tiroksin.
7. Pada perangsangan yang sesuai, sel folikel tiroid menelan sebagian

koloid yang mengandung tiroglobulin melalui proses fagositosis.


10

8. Lisosom menyerang vesikel yang ditelan tersebut dan

memisahkan produk-produk beriodium dari tiroglobulin.


9a. Triiodotironin dan tiroksin berdifusi ke dalam darah.
9b. Monoiodotironin dan diiodotyrosine mengalami deiodinasi dan

iodida yang bebas didaur ulang untuk membentuk hormon baru

(Sherwood, 2014).
Berikut rentan rujukan kadar hormon TSH, T4 dan T3:
Table 2.1: Rentan rujukan kadar hormon TSH, T4, dan T3
(Suryaatmadja,2010).
Uji Kelompok subjek Rentang rujukan unit
TSH Anak lahir 4 hari 1.0 – 39.0 mIU/L
2-20 minggu 1.7 – 9.1 -
21 minggu – 20 tahun 0.7 – 64.0 -
Dewasa 21 – 54 tahun 0.4 – 4.2 -
55 – 87 tahun 0.5 – 8.9 -
Kehamilan trimester 1 0.3 – 5.2 -
T4 Neonatus > 6.5 μg/dL
Dewasa 4.6 – 11.0 -
T3 Dewasa 20-50 tahun 70 – 204 ng/dL
50-90 tahun 40 – 181 -

Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara

langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4

dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu :

A. Efek pada laju metabolisme


Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal

tubuh secara keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting

bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada

keadaan istirahat.
B. Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan

peningkatan produksi panas tubuh.


C. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran

terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara


11

kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan hormon

dari medula adrenal.


D. Efek pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan

kekuatan kontraksi jantung sehingga curah jantung meningkat.


E. Efek pada pertumbuhan
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon

pertumbuhan, tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan

(somatomedin) pada sintesis protein struktural baru dan

pertumbuhan rangka.

F. Efek pada sistem saraf


Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan

normal sistem saraf terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon

tiroid juga sangat penting untuk aktivitas normal SSP pada orang

dewasa (Sherwood, 2014).

2.1.3 Histologi Tiroid


Kelenjar tiroid adalah kelenjar tunggal yang terdiri lobus

kanan dan kiri yang besar, dihubungkan oleh isthmus di tengah. Sel-

selnya tersusun menjadi struktur bulat yang disebut folikel (foliculus)

yang berisi subtansi gelatinosa yang disebut koloid. Setiap folikel

dikelilingi oleh serat reticular dan anyaman kapiler yang

memudahkan hormon tiroid keluar masuk ke aliran darah

(Eroschenko, 2010).
12

Gambar 2.3 Gambaran histologi dari kelenjar tiroid (Eroschenko,


2010).

Koloid terdiri atas tiroglobulin, suatu glikoprotein beriodin

yang merupakan bentuk simpanan hormon tiroid yang tidak aktif. Sel-

sel yang mengelilingi folikel yaitu sel folikular (thyrocytus T) yang

mensintetis, melepaskan dan menyimpan produk di luar sitoplasma

atau ektraselular dan sel parafolikular (thyrocytus C) yang lebih besar

yang ditemukan di dalam folikel (Eroschenko, 2010).

2.1.4 Definisi Karsinoma Tiroid


Karsinoma adalah neoplasma ganas yang berasal dari sel

epithelia yang yang dapat menyerbu dan merusak struktur di dekatnya

dan menyebar ke tempat jauh (metastasis) serta menyebabkan

kematian (Kumar et al, 2007).

Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 dari

10 keganasan yang tersering. Nodul tiroid dapat dijumpai pada semua

usia. Insidennya meningkat seiring meningkatnya usia dengan puncak

pada usia 21-40 tahun. Karsinoma tiroid berasal dari folikel tiroid

yang dikelompokan menjadi karsinoma tiroid berdiferensiasi baik

yaitu papilar, folikular atau campuran keduanya. Karsinoma medular

yang berasal dari sel parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin dan


13

karsinoma tiroid yang berdiferensiasi buruk yaitu karsinoma

anaplastik (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).

2.1.5 Fakto Risiko Karsinoma Tiroid

Adapun faktor risiko karsinoma tiroid adalah sebagai berikut

(Parura Y dkk, 2016):

A. Umur >40 tahun


Umur merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian

karsinoma tiroid. Insiden karsinoma tiroid terjadi seiring dengan

bertambahnya usia. Kanker tiroid sangat jarang pada anak-anak

usia di bawah 15 tahun (Parura dkk, 2016).


B. Jenis kelamin Perempuan lebih beresiko dari pada laki-laki
Dimana prevalensi kanker tiroid lebih banyak terjadi

pada kalangan perempuan. Hal ini disebabkan pengaruh hormon

pada perempuan merupakan salah satu faktor predisposisi

meningkatnya jumlah pasien perempuan dibandingkan laki-laki.

Estrogen dapat meningkatkan kadar thyroid binding globulin

(TBG) yang bekerja sebagai transpor T4 dan T3 dalam darah

sehingga terjadi penurunan kadar T4 bebas dan T3 bebas. Hal ini

menstimulasi TSH sehingga terjadi hiperplasia kelenjar sebagai


14

mekanisme kompensasi membentuk lebih banyak hormon tiroid

agar kadar T4 dan T3 serum dapat kembali normal (Parura dkk,

2016).
C. Riwayat terpapar radiasi leher pada masa lampau

Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor risiko

yang penting. Lebih kurang 20% orang yang pernah menerima

radiasi leher pada usia muda yaitu usia <20 tahun suatu saat akan

memperlihatkan nodul kelenjar tiroid berupa adenokarsinoma

tiroid tipe papilar (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).

D. Tempat tinggal di pergunungan


Salah satu faktor yang mempengaruh karsinoma tiroid

adalah asupan yodium. Asupan yodium ditentukan oleh kandungan

yodium yang terdapat di alam. Kandungan yodium suatu daerah

dipengaruhi oleh keadaan geografisnya, dimana sering ditemukan

daerah kekurangan yodium atau yang sering dikenal dengan

sebutan daerah endemik goiter di dataran tinggi dan pegunungan.

Hal tersebut disebabkan karena curah hujan yang tinggi di daerah

pegunungan dan keadaan topografi yang relatif curam dan

bergelombang sehingga lebih sering terjadi erosi dan menyababkan

yodium larut dan terkikis dari tanah (Putri E dkk, 2014)


E. Riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid
Seperti luas diketahui, sebagian karsinoma meduler

tiroid bersifar herediter familial. Timbulnya karsinoma meduler

tiroid familial berkaitan dengan mutasi gen RET (rearranged

during transfection) pada kromosom 10. Lebih dari 95% penderita


15

karsinoma meduler tiroid familial memiliki mutasi titik proto-

onkogen RET. Ptotein fusi hasil rearansemen, hibridisasi gen RET

dan gen PAX-PPARɣ mungkin berperan kunci dalam timbul dan

berkembangnya kanker tiroid (Desen, 2011)


2.1.6 Prevalensi Karsinoma Tiroid

Adapun subtipe utama karsinoma tiroid dan frekuensi

relatifnya, yaitu karsinoma papilar (75-85% kasus), karsinoma

folikular (10-20% kasus), karsinoma medular (5% kasus), karsinoma

anaplastik (<5% kasus) (Kumar et al, 2007).

Angka kejadian karsinoma tiroid menurut data American

Cancer Society diperkirakan mencapai 44.670 kasus baru pada tahun

2010. Dan data terbaru dari penderita kanker tiroid di Amerika Serikat

pada tahun 2014 berjumlah 62.980 baru dan terdapat 1.890 kematian

diakibatkan karena kanker tiroid.

Di Indonesia, Berdasarkan data di RS Kanker Dharmais

selama 4 tahun terakhir terhitung dari tahun 2010-2013, menempatkan

karsinoma tiroid di urutan ke 4 yang prevalensinya meningkat dengan

presentase kasus baru sebesar 20 - 35,1% setiap tahunnya, sedangkan

berdasarkan estimasi jumlah kematian akibat karsinoma tiroid di RS

Dharmis cenderung meningkat di tahun 2012 yaitu 12 kasus kematian

dari 7 kasus kematian di tahun 2010 (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Bagian Rekam

Medik dan Patologi Anatomi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

didapatkan data penderita kanker tiroid periode Juli 2013 – Juni 2016
16

adalah sebanyak 62 penderita (Parura dkk, 2016). Di Provinsi

Lampung, berdasarkan data penelitian sebelumnya terdapat pasien

karsinoma tiroid periode 2010 - 2012 terdapat 47 penderita karsinoma

tiroid di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung (Permana,

2013).

2.1.7 Faktor Pencetus Karsinoma Tiroid

Etiologi yang pasti pada karsinoma tiroid belum diketahui.

Dari beberapa penelitian, dijumpai beberapa faktor yang berperan

dalam patogenesis karsinoma tiroid yaitu, genetik, paparan radiasi dan

hormonal (Kumar et al, 2007).

Etiologi yang berperan khususnya untuk well differentiated

karsinoma (papilar dan folikular) adalah radiasi dan goiter endemis

sedangkan untuk jenis medular adalah faktor genetik. Belum

diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk kanker anaplastik dan

medular. Diperkirakan kanker tiroid anaplastik berasal dari perubahan

kanker tiroid berdiferensiasi baik (papilar dan folikular) dengan

kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar (Wardhani, 2014).

2.1.8 Patogenesis Karsinoma Tiroid


Karsinoma tiroid awalnya karena defisisensi yodium atau

ganguan kimia intratiroid yang disebabkan beberapa faktor, akibat

gangguan ini kapasitas kelenjat tiroid untuk menyekreksikan tiroksin

terganggu, mengakibatkan kadar TSH meningkat sehingga


17

merangsang kelenjar tiroid untuk meningkatkan kadar tiroksin yang

terganggu, apabila keadaan ini berlangsung lama akan menyebabkan

hiperplasi dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. Hiperplasi mungkin

bergantian dengan fibrosis dan dapat timbul nodul-nodul yang

mengandung folikel-folikel tiroid. Nodul yang besar dapat

menyebabkan kompresi mekanik disertai obstruksi trakea dan

esophagus, juga gejala-gejala obstruksi lainnya. Nodul ini dapat

berkembang menjadi nodul panas bersifat jinak dan nodul dingin yang

bersifat ganas (Price and Wilson, 2006). Pada transformasi karsinoma

tiroid bisa melalui salah satu dari dua mekanisme utama. Mekanisme

pertama melalui tata ulang gen RET atau neurotropic tyrosine kinase

reseptor 1 (NTKR1) yang menyandi reseptor tirosin kinase trans-

membran, sedangkan mekanisme kedua melalui aktivasi point

mutation pada V-raf murine sarcoma viral oncogene homolog B1

(BRAF), yang merupakan produk komponen signaling intermediate

dari jalur mitogen active protein kinase (MEK/MAPK), yang

selanjutnya mengaktivasi ekstracellular signal regulated kinase

(ERK), sehingga terjadi proliferasi sel yang dapat menyebabkan

karsinoma tiroid (Widhiasih dan Dewi, 2015).


Pada karsinoma papilar (60%) biasanya bersifat multisentrik

dan 50% terjadi di lobus homolateral dan lobus kontralateral. Tumor

ini akan bermetastasis ke kelenjar limfe regional dan akhirnya

menjadi metastasis hematogenik. Sebaliknya karsinoma folikular

besifat unifokal, jarang metastasis ke kelenjar leher tetapi sering


18

metastasis hematogenik seperti tulang dan paru. Karsinoma medular

berasal dari sel C (parafolikular) dan pada tahap dini akan

bermetastasis ke kelenjar limfe regional. Sedangkan pada karsinoma

tiroid anaplastik, tumor yang agresif, tumbuh cepat, dengan infiltrate

masif ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan kesulitan

bernapas karena mengifiltrasi ke trakea sampai ke lumen yang

ditandai dengan dyspnea dan stridor. Pada tahap dini akan terjadi

metastasis hematogen (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).

2.1.9 Klasifikasi Karsinoma Tiroid


A. Klasifikasi Berdasarkan Histopatologi
Karsinoma tiroid dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

karsinoma papilar, karsinoma folikular, karsinoma medular dan

karsinoma anaplastik.
1. Karsinoma Papilar
Karsinoma papilar merupakan jenis karsinoma yang

paling sering ditemukan yaitu 80-85% dari seluruh keganasan

kelenjar tiroid. Dapat ditemukan pada semua umur, dengan

puncak kejadian pada usia 40-49 tahun. Karsinoma jenis ini

bersifat kronik dan memiliki prognosis yang sangat baik

dibandingkan dengan tipe karsinoma tiroid lainnya. Walaupun

telah terjadi metastasis limfogen di daerah leher, dengan

pengobatan yang baik dapat dicapai ketahanan hidup sampai

20 tahun atau lebih. Biopsy aspirasi jarum halus (Fine Needle

Aspiration Biopsy/FNAB) merupakan diagnosis yang sangat

baik dan sederhana. (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).


19

Secara mikroskopis, karsinoma papilar mungkin

bermanisfestasi sebagai lesi soliter atau multifokus di dalam

tiroid. Pada beberapa kasus lesi berbatas tegas dan bahkan

berkapsul, sedangkan pada kasus lain, tumor menginfiltrasi

parenkim disekitarnya dengan batas tidak jelas. Lesi

mengandung fibrosis dan kalsifikasi serta sering kistik.

Nukleus sel karsinoma papilar mengandung kromatin yang

tersebar luar sehingga sel tampak jerih (ground-glass/orphan

annie), pada potongan melintang sitoplasma berbentuk inklusi

intranukleus (pseudo-inklusi) (Kumar et al, 2007).

Gambar 2.4: Karsinoma Tiroid Papilar (Kumar et al, 2007).

2. Karsinoma Folikuler
Karsinoma folikuler merupakan bentuk tersering

kedua karsinoma tiroid yaitu 5-20% dari semua keganasan

tiroid. Karsinoma folikuler umumnya timbul pada usia lebih

tua, paling sering pada usia 50-59 tahun dan jarang terjadi pada

usia kurang dari 30 tahun. Prognosis pada karsinoma ini cukup

baik terutama pada tipe mikro invasif. (De Jong &

Sjamsuhidajat, 2010).
20

Secara makroskopis, lesi berbatas tegas dengan

dengan invasi minimal dan lesi yang lebih besar mungkin

menginfiltrasi jauh melebihi kapsul tiroid kedalam jaringan

lunak leher. Secara mikroskopis terdapat sel yang relatif

seragam dan mebentuk folikel kecil mirip dengan tiroid normal,

mungkin ditemukan varian sel Hurthle pada karsinoma

folikular (Kumar et al, 2007).

Gambar 2.5: Karsinoma Tiroid Folikuler (Kumar et al, 2007).

3. Karsinoma Medular
Karsinoma medular merupakan 5-10% dari semua

keganasan kelenjar tiroid terutama didapat pada usia diatas 40

tahun tetapi sering juga pada usia dewasa bahkan anak-anak,

biasanya disertai dengan gangguan endokrin lain. Tumor ini

berasal dari sel parafolikuler yang memproduksi kalsitonin dan

memiliki prognosis yang jelek (De Jong & Sjamsuhidajat,

2010).

Secara mikroskopis, terdiri dari sel berbentuk

polygonal sampai gelendong, membentuk sarang-sarang,


21

trabekula, bahkan folikel. Terdapat endapan amiloid asesuler

yang berasal dari kalsitonin yang mengalami perubahan pada

stroma disekitarnya dan merupakan gambaran khusus pada

tumor ini. Salah satu gambaran pada karsinoma medular

familial adalah adanya hiperplasi sel C multisentrik di sekitar

parenkim tiroid (Kumar et al, 2007).

Gambar 2.6: Karsinoma Tiroid Medular (Kumar et al, 2007).

4. Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik merupakan 5-15% dari semua

keganasan kelenjar tiroid dan sering ditemukan pada dekade 6-

8 kehidupan, khususnya pada wanita. Tumor ini tumbuh sangat

progresif, mengadakan invasi struktur sekitarnya dan sangat

ganas terutama pada usia lanjut. Tumor ini sering disertai nyeri

dan nyeri alih ke bagian telinga disertai suara serak karena

infiltrasi ke N. rekurens. Karsinoma anaplastik memiliki

prognosis yang sangat jelek dan sebagian meninggal dalam 1

tahun sejak pertama kali didiagnosis (De Jong &

Sjamsuhidajat, 2010).
22

Secara mikroskopis, terdapat sel yang sangat

anaplastik, memperlihatkan 3 pola morfologi berbeda, sering

dalam kombinasi: sel raksasa pleomorfik besar; sel gelendong

dengan penampakan sarkomatosa; atau sel dengan gambaran

skuamoid samar (Kumar et al, 2007).

Gambar 2.7: Karsinoma Tiroid Anaplastik (Damjanov I, 1998).

B. Klasifikasi Klinik TNM (National Cancer Institute, 2014) :

Tabel 2.2: Klasifikasi Klinik TNM.


T Tumor primer.

T1 Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang, masih terbatas


pada tumor tiroid.
T2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari
4 cm, masih terbatas pada tiroid.
T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm, masih terbatas pada
tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid
yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak
peritiroid).
T4a Tumor telah keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut :
jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus.
T4b Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau
arteri karotis.

Catatan:
 Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus
diberi tanda (m) (ukuran terbesar menentukan
klasifikasi), contoh: T2(m).

Tabel 2.3: Klasifikasi Klinik TNM.


N Regional lymph nodes
Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.
23

N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening.


N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening.
N1a Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level VI
(pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal).
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau
kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior.

Tabel 2.4: Klasifikasi Klinik TNM.


M M Metastasis jauh.
M0 Tidak terdapat metastasis jauh.
M1 Terdapat metastasis jauh.

C. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis (National Cancer Institute,

2014):

A. Karsinoma Tiroid Papilar atau Folikular Umur < 45 tahun


Tabel 2.5: Stadium Karsinoma Tiroid Papilar atau Folikular
Umur< 45 th.
Stadium T N M
Stadium 1 Tiap T Tiap N M0
Stadium 2 Tiap T Tiap N M1

B. Papilar atau Folikular umur > 45 tahun dan Medular


Tabel 2.6: Stadium karsinoma tiroid Papilar atau Folikular
umur > 45 tahun dan Medular.
Stadium T N M
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1a M0
Stadium Iva T1,T2,T3 N1b M0
T4a N0,N1 M0
Stadium IVb T4b Tiap N M0
Stadium IVc Tiap T Tiap N M1

C. Anaplastic (semua kasus stadium IV)

Tabel 2.7: Stadium karsinoma tiroid anaplastik.


Stadium T N M
Stadium Iva T4a Tiap N M0
Stadium IVb T4b Tiap N M0
Stadium IVc Tiap T Tiap N M1

2.1.10 Gejala Klinis


24

Sebagian besar karsinoma tiroid tidak memberikan gejala

yang berat, kecuali keganasan jenis anaplastik. Berikut adalah gejala

klinis secara umum karsinoma tiroid (Subekti, 2009):

A. Terdapat benjolan di leher bagian depan.

B. Kadang di temukan tumor soliter besar di tulang tengkorak atau

humerus biasanya pada karsinoma tiroid tipe folikuler.

C. Benjolan tumbuh besar sangat lambat, bisa juga sangat cepat

pada tipe anaplastik.

D. Timbul rasa mengganjal di leher bahkan terasa desakan

mekanis pada trakea dan esophagus karena pembesaran tumor.

E. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher bagian

lateral.

F. Tumor dapat menginvasi ke struktur sekitarnya.

G. Nyeri yang menjalar ke telinga dan suara parau.

H. Tumor dapat bermetastasis ke organ lain.

I. Hingga penurunan berat badan.

J. Dapat menyebabkan gejala awal hipertiroid dan menjadi

hipotiroid seperti, lesu, bradikardi/takikardi, peningkatan atau

penurunan tekanan darah.

2.1.11 Diagnosis Karsinoma Tiroid


A. Anamnesis
Pada anamnesis, di jumpai keluhan tentang benjolan

pada leher bagian depan. Benjolan biasanya membesar sangat


25

lambat kecuali pada karsinoma anaplastik yang

pertumbuhannya sangat cepat. Sebagian kecil pasien mengeluh

ada penekanan pada esophagus dan trakea dikarenakan nodul

tiroid yang besar. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa

nyeri, kecuali timbul perdarahan ke dalam nodul, disertai

tiroiditis akut atau sub akut. Kelainan lain pada keganasan yang

mungkin ada suara serak. Banyak faktor yang penting dalam

karsinoma tiroid sehingga harus ditanyakan seperti misalnya,

riwayat radiasi pengion saat usia anak-anak, jenis kelamin pria

yang kencendrungannya menjadi ganas lebih tinggi

dibandingkan wanita, riwayat karsinoma tiroid dalam keluarga

penting untuk evaluasi nodul tiroid kearah ganas atau jinak

(Subekti, 2009).

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan kemungkinan adanya

keganasan tiroid. Pertumbuhan nodul yang cepat merupakan

pertanda keganasan tiroid, terutama jenis karsinoma tiroid

anaplastik. Tanda lainnya adalah suara serak, susah nafas,

batuk, disfagia, konsistensi nodul yang padat, keras, tidak rata

dan melekat ke jaringan sekitar, serta terdapat pembesaran

getah bening di leher (Subekti, 2009).


C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi (Ultrasonografi dan Rontgent)
Ultrasonografi (USG) dilakukan untuk

membedakan nodul kistik atau padat dan untuk menentukan


26

volume tumor. Roentgen berguna untuk melihat dorongan,

tekanan dan penyempitan pada trakea serta membantu

diagnosis dengan melihat adanya kalsifikasi di dalam

jaringan tiroid (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).


2. Pemeriksaan CT-Scan
Bermanfaat pada karsinoma stadium lanjut yaitu

untuk melihat ekstensi tumor ke jaringan sekitar, adanya

pembesaran dan metastasis pada kelenjar getah bening

leher. CT-Scan juga berguna untuk merencanakan

pembedahan tetapi tidak dapat membedakan ganas atau

jinaknya nodul tiroid jika belum terjadi infiltrasi ke jaringan

sekitar (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).


3. Pemeriksaan Sidik Radioaktif Tiroid

Dapat dilakukan dengan menggunakan 2 macam

isotop, yaitu bahan iodium radioaktif 123 (I123) dan

technetium pertechnetate (99m-Tc). Hanya memberikan

gambaran hipofungsi atau nodul dingin sehingga di

sampaikan tidak spesifik atau tidak diagnostik. Dilakukan

untuk mengetahui apakah suatu nodul tiroid dapat

menangkap radioaktif atau tidak, sehingga dapat

mendeteksi lokasi anatomi dan fungsi massa di leher dan

tempat lain yang dicurigai (Subekti, 2009).

4. Pemeriksaan Biopsy Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle

Aspiration Biopsy/FNAB) dan Histopatologi


27

Penggunaan pemeriksaan sitologi ini sebagai alat

bantu diagnostik dapat digunakan untuk menegakkan

diagnostik karsinoma tipe papilar, anaplastik, medular.

Namun demikian FNAB tidak bisa membedakan adenoma

folikular dan karsinoma folikular, harus dilakukan

pemeriksaan histopatologi yang dapat memperlihatkan

adanya invasi kapsul atau invasi kapsular (Subekti, 2009).

5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar triglobulin serum untuk

keganasan tiroid cukup sensitive tetapi tidak spesifik,

karena peningkatan kadar triglobulin juga ditemukan pada

tiroiditis, adenoma tiroid dan penyakit graves. Pemeriksaan

kadar triglobulin sangat baik untuk monitoring kekambuhan

karsinoma tiroid pasca terapi, kecuali karsinoma tiroid

medular dan anaplastik karena tidak memproduksi

triglobulin (Subekti, 2009).


Pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid dengan

kadar kalsium harus dilakukan pada saat preoperasi.

Walaupun pemeriksaan fungsi tiroid ini tidak dapat

menentukan diagnosis kanker, namun adanya hipofungsi

ataupun hiperfungsi merupakan factor yang harus

dipertimbangkan dalam anesthesia. Pemeriksaan antibodi

tiroid penting dilakukan pada pasien yang diduga tiroiditis

(Harahap, 2016).
28

2.1.12 Penatalaksanaan Karsinoma Tiroid


A. Terapi Pembedahan (Operatif)
Apabila skors prognosis baik (berdefersiasi baik, usia

muda, unilateral, bediameter kecil, tidak menyebar ke jarinngan

sekitar) isthmolobektomi (hemitiroidektomi) dapat

dipertimbangkan. Bila skorsnya buruk dipertimbangkan

tiroidektomi total. Jika terdapat pembesaran kelenjar limfe di

leher, kemungkinan besar telah terjadi penyebaran ke kelenjar

limfe leher, sehingga harus dilakukan tiroidektomi total disertai

diseksi kelenjar leher pada sisi yang sama. Diseksi kelenjar

leher merupakan pengangkatan semua kelenjar limfe leher dan

fleksus limfatikus (De Jong & Sjamsuhidajat, 2010).


B. Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
Dilakukan untuk jaringan tiroid sehat dan ganas yang
131-
tertinggal pasca operasi. Dosis I yang diberikan berkisar

80mCi dianjurkan untuk diberikan pada keadaan tersebut,

mengingat adanya uptake spesifik iodium ke dalam sel

folikuler, termasuk sel ganas tiroid yang berasal dari sel

folikuler. Ada 3 alasan pemberian terapi ini, yaitu:


1) Merusak dan mematikan sisa jaringan karsinoma
2) Untuk mendeteksi kekambuhan atau metastasis melalui

eleminasi uptake oleh sisa jaringan tiroid normal.


3) Meningkatkan nilai triglobulin sebagai petanda serum yang

dihasilkan oleh hanya sel tiroid.


C. Terapi Suspense L-Tiroid
Suspense dengan L-Tiroid dosis suprafisiologi

diberikan untuk menekan produksi kadar TSH. Suspense


29

terhadap TSH di pertimbangkan karena adanya reseptor TSH di

sel-sel karsinoma tiroid, sehingga bila tidak ditekan, TSH

tersebut dapat merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang

tertinggal (Subekti, 2009).

2.2. Hubungan Umur dan Jenis Kelamin Dengan Karsinoma Tiroid


Jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian

karsinoma tiroid. Dimana prevalensi kanker tiroid lebih banyak terjadi pada

kalangan perempuan. Hal ini disebabkan pengaruh hormon pada perempuan

merupakan salah satu faktor predisposisi meningkatnya jumlah pasien

perempuan dibandingkan laki-laki. Estrogen dapat meningkatkan kadar

thyroid binding globulin (TBG) yang bekerja sebagai transpor T4 dan T3

dalam darah sehingga terjadi penurunan kadar T4 bebas dan T3 bebas. Hal ini

menstimulasi TSH sehingga terjadi hiperplasia kelenjar sebagai mekanisme

kompensasi membentuk lebih banyak hormon tiroid agar kadar T4 dan T3

serum dapat kembali normal (Parura dkk, 2016). Menurut data yang

didapatkan di RSUP Dr. M. Djamil Padang terdapat data dimna Jenis kelamin

penderita sebagian besar adalah perempuan yaitu sebanyak 101 (86,3%) dan

laki-laki sebanyak 16 (13,7%) dengan perbandingan perempuan dan laki-laki

7:1 (Oktahermoniza dkk, 2013).


Selain jenis kelamin, usia juga mempengaruhi kejadian karsinoma

tiroid. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan anatomik dan

penurunan fungsi fisiologi yang akan mempengaruhi fungsi hormon tiroid

yaitu, penurunan produksi hormon tiroid dan tingkat kebersihan metabolik

hormon tiroid (Martono dan pranaka, 2014). Karena terjadinya defisisensi


30

hormon tiroid sehingga mengakibatkan kadar TSH meningkat sehingga

merangsang kelenjar tiroid untuk meningkatkan kadar tiroksin yang

terganggu, apabila keadaan ini berlangsung lama akan menyebabkan

hiperplasi dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. Hiperplasi mungkin bergantian

dengan fibrosis dan dapat timbul nodula-nodula yang mengandung folikel-

folikel tiroid. Nodul yang besar dapat menyebabkan kompresi mekanik

disertai obstruksi trakea dan esophagus, juga gejala-gejala obstruksi lainnya.

Nodul ini dapat berkembang menjadi nodul panas bersifat jinak dan nodul

dingin yang bersifat ganas (Price and Wilson, 2006). Pada transformasi

karsinoma tiroid bisa melalui salah satu dari dua mekanisme utama.

Mekanisme pertama melalui tata ulang gen RET atau neurotropic tyrosine

kinase reseptor 1 (NTKR1) yang menyandi reseptor tirosin kinase trans-

membran, sedangkan mekanisme kedua melalui aktivasi point mutation pada

V-raf murine sarcoma viral oncogene homolog B1 (BRAF), yang merupakan

produk komponen signaling intermediate dari jalur mitogen active protein

kinase (MEK/MAPK), yang selanjutnya mengaktivasi ekstracellular signal

regulated kinase (ERK), sehingga terjadi proliferasi sel yang dapat

menyebabkan karsinoma tiroid (Widhiasih dan Dewi, 2015).


Berdasarkan data penelitian di RSUD DR. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung terdapat pasien karsinoma tiroid periode 2010-2012

sebanyak 47 penderita karsinoma tiroid dengan jumlah usia terbanyak yang

terkena karsinoma tiroid berusia 41-50 tahun sebanyak 14 penderita

(Permana, 2013).

2.3 Kerangka Teori


31

Riwayat Terpapar Jenis Tempat


Umurtinggal
keluarga radiasi kelamin

Mutasi Proliferasi sel Hormonal Defisiensi iodium Penurunan


genetik kelenjar tiroid produksi hormon

Karsinoma tiroid

Karsinoma Karsinoma Karsinoma Karsinoma


papilar folikular medular anaplastik

Histopatologi: Histopatologi: Histopatologi: Histopatologi:

ground- Invasi kapsul,varian Sel polygonal Sel anaplastik,


glass/orphan sel hurthle membentuk kombinasi sel
annie ,inklusi sarang/trabekula raksasa/skuamoid/sar
intranukleus komatosa
Usia: 50-59 tahun Usia: >40 tahun Usia: 60-80 tahun
usia: 40-49 tahun

Gambar 2.8 kerangka Teori (Price and Wilson, 2006), (Kumar et al, 2007).

2.4 Kerangka Konsep

Variable independen Variable dependen

Umur
32

Penyakit Karsinoma Tiroid

Jenis Kelamin

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis

H01: Tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian karsinoma

tiroid.

H02: Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian

karsinoma tirod.

HA1: Terdapat hubungan antara usia dengan kejadian karsinoma tiroid.

HA2: Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian karsinoma

tiroid.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional

analitik dengan pendekatan study retrospektif artinya, pengumpulan data

dimulai dari efek atau akibat yang terjadi kemudian ditelususri ke belakang

tentang penyebab atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat

tersebut (Notoatmodjo S, 2012).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 di Bagian

Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien yang melakukan

pemeriksaan histopatologi kelenjar tiroid di Bagian Patologi Anatomi

RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015

yaitu sebanyak 136 pasien.

35
36

3.3.2 Sampel Penelitian


Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik total sampling, dimana semua populasi diambil

sebagai responden (Notoatmodjo S, 2012).


Adapun kriteria penelitian ini yaitu:
A. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang melakukan

pemeriksaan histopatologi kelenjar tiroid di Bagian Patologi

Anatomi RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada

tahun 2013-2015.
B. Kriteria Ekslusi
1. Catatan resume medik yang tidak lengkap berdasarkan

variabel yang di teliti.


2. Data resume medik yang hilang.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variable dependen: Penyakit karsinoma tiroid


2. Variable independen : Karakteristik kejadian karsinoma tiroid
a. Usia
b. Jenis kelamin

3.5 Definisi Operasional


Table 3.1 Definisi Operasional.

Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Karsinoma Kriteria diagnosis Lembar Melihat hasil 0:Karsinoma tiroid Nominal
tiroid pasien yang sudah observasi pemeriksaan 1:Bukan Karsinoma
terdiagnosis karsinoma Karsinoma tiroid
tiroid yang didiagnosis tiroid dari
berdasarkan resume medik
pemeriksaan
histopatologi.
Umur Umur pasien yang Lembar Dokumentasi 0: ≥40 tahun Ordinal
datang dengan observasi resume medik 1: <40 tahun
diagnosis Karsinoma
tiroid.
37

Jenis kelamin Jenis kelamin penderita Lembar Dokumentasi 0: perempuan Nominal


karsinoma tiroid yang observasi resume medik 1: Laki-laki
tercatat pada resume
medic

3.6 Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pengumpulan data secara sekunder yang didapatkan dari resume

medik di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung.

3.7 Pengelolahan Data


Pengelolahan data dilakukan dengan:
1. Editing
Bertujuan untuk mengoreksi kelengkapan isian lembar observasi.
2. Coding
Pemberian kode pada atribut variabel penelitian untuk memudahkan

dalam analisis data.

3. Processing
Memproses agar data dapat dianalisis menggunakan entry data yang

telah terkumpul kedalam komputer.


4. Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada

kesalahan atau tidak.

3.8 Analisis Data


Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara:
1. Analisis Univariat
Proses analisis univariat yaitu untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen

maupun variabel independen.

2. Analisis Bivariat

Proses analisis bivariat yaitu untuk menguji hubungan antara dua

variabel penelitian yang masing-masing besifat kategorik dan


38

menggunakan uji Chi-square dengan bantuan aplikasi SPSS 23.0. Uji

ini akan menghasilkan nilai p value. Bila nilai p value ≤ 0,05 maka H0

ditolak sehingga dinyatakan adanya hubungan antara variabel dependen

dengan variabel independen dan sebaliknya bila nilai p value > 0,05

maka HA ditolak sehingga dinyatakan tidak adanya hubungan variabel

dependen dengan variabel independen (Notoatmodjo S, 2012).

3.9 Alur Penelitian

Proposal penelitian
Izin penelitian dari
RS. Abdul Moeloek
Populasi: pasien yang melakukan pemeriksaan histopatologi kelenjar tiroid di bagian
Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Sample: Semua populasi diambil sebagai responden
Kriteria inklusi Kriteria eklusi

Tidak digunakan
Pengambilan sampel

Karakteristik umur Karakteristik jenis Diagnosis dan jenis


pasien kelamin pasien tipe histopatologi

Analisis data

Hasil analisis data

Gambar 3.1: Alur Penelitian.


39
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Karakteristik Umum Subjek


Subjek penelitian ini adalah pasien yang melakukan pemeriksaan

histopatologi kelenjar tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Berdasarkan data resume medik

didapatkan sebanyak 136 subjek penelitian yang terdiri dari kasus dan

kontrol yang sudah diteliti.

4.2 Hasil Penelitian


Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada

bulan Maret 2017 di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H Abdul Moeloek

Provinsi Lampung dengan sampel sebanyak 136 sampel, yang terdiri dari 68

pasien karsinoma tiroid dan sebagai kontrol sebanyak 68 pasien yang bukan

karsinoma tiroid. Berdasarkan data-data resume medik yang telah

dikumpulkan dan dianalisa, maka didapatkan hasil penelitian dalam paparan

sebagai berikut.

40
41

4.2.1 Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi

frekuensi menurut variabel yang diteliti dan juga berguna untuk

mengetahui karakteristik atau gambaran variabel dependen dan

variabel independen.
4.2.1.1 Jumlah Pasien
Hasil penelitian dan pengelolahan distribusi jumlah

pasien dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu tahun 2013, tahun 2014

dan tahun 2015.


Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Pasien
Karsinoma Tiroid Di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.

Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui bahwa jumlah

pasien karsinoma tiroid pada tahun 2013 sebanyak 19 pasien

(27.9%), pada tahun 2014 sebanyak 22 pasien (32.4%) dan pada

tahun 2015 sebanyak 27 pasien (39.7%).

4.2.1.2 Umur
Hasil penelitian dan pengelohan karakteristik umur pasien

dikategorikan berdasarkan dekade menjadi 7 (tujuh) yaitu usia ≤20


42

tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70

tahun dan ≥70 tahun.


Gambar 4.2 Karakteristik Pasien Karsinoma Tiroid Berdasarkan
Umur Di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.

Berdasarkan gambar 4.2, dapat diketahui bahwa jumlah

penderita karsinoma tiroid pada umur 31-40 tahun sebanyak 24

pasien (35.5%), pada umur 41-50 tahun sebanyak 13 pasien

(19,1%), pada umur 51-60 tahun sebanyak 11 pasien (16.2%), pada

umur 21-30 tahun sebanyak 8 pasien (11,8%), pada umur 61-70

tahun sebanyak 7 pasien (10.3%), pada umur ≤20 tahun sebanyak 3

pasien (4.4%) dan umur ≥70 tahun sebanyak 2 pasien (2.9%).


4.2.1.3 Jenis Kelamin
Hasil penelitian dan pengelolahan karakteristik jenis

kelamin pasien dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu laki-laki dan

perempuan.
Gambar 4.3 Karakteristik Pasien karsinoma tiroid Berdasarkan
Jenis Kelamin Di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.
43

Berdasarkan gambar 4.3, terlihat bahwa pasien yang

terkena karsinoma tiroid pada pada perempuan sebanyak 55 pasien

(80.9%) dan laki-laki sebanyak 13 pasien (19.1%).


4.2.1.4 Tipe Histopatologi
Hasil penelitian dan pengelolahan karakteristik jenis tipe

histopatologi pasien dikategorikan menjadi 4 (empat) yaitu tipe

papilar, tipe folikular, tipe medular dan tipe anaplastik.

Gambar 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Tipe


Histopatologi Karsinoma Tiroid Di Bagian Patologi Anatomi RSUD
DR. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.
44

Berdasarkan gambar 4.4, dapat diketahui bahwa pasien

karsinoma tiroid dengan jenis tipe histopatologi karsinoma papilar

sebanyak 59 pasien (86.8%), karsinoma tipe folikular sebanyak 7

pasien (10.3%), karsinoma tipe medular sebanyak 2 pasien (2.9%)

dan tidak ditemukan karsinoma tiroid tipe anaplastik.

4.2.2 Analisis Bivariat


Pada analisis bivariat, digunakan uji Chi-square sebagai

metode analisis dengan hasil analisis sebagai berikut.


4.2.2.1 Hubungan umur dengan kejadian karsinoma tiroid
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara umur dengan kejadian karsinoma tiroid, data disajikan

dalam bentuk tabel yang dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.1 Hubungan Umur Dengan Kejadian Karsinoma Tiroid Di


Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi
Lampung Tahun 2013-2015.
Umur Karsinoma Tiroid
+ - Total P Value OR
N % N % N % 95% CI
≥40 33 64.7 18 35.3 51 100 0.008 2.619
<40 35 41.2 50 58.8 85 100 1.277-5.373

Berdasarkan tabel 4.1, menunjukan bahwa dari 51 pasien

yang memiliki umur ≥40 tahun, sebanyak 33 pasien (64.7%) yang

terdiagnosis karsinoma tiroid dan 18 pasien (35.3%) yang

terdiagnosis bukan karsinoma tiroid. Sedangkan dari 85 pasien

yang memiliki umur <40 tahun, sebanyak 35 pasien (41.2%) yang

terdiagnosis karsinoma tiroid dan 50 pasien (58.8%) yang

terdiagnosis bukan karsinoma tiroid.


45

Hasil uji Chi-square didapatkan p value=0.008 berarti

nilai P value≤0.05, maka H0 ditolak, berarti terdapat hubungan

yang bermakna antara umur dengan kejadian karsinoma tiroid.

Selain itu, hasil analisis juga terdapat nilai OR=2.619 (95% CI:

1.277-5.373) hal ini berarti pasien yang memiliki usia ≥40 tahun

beresiko mengalami karsinoma tiroid 2.619 kali jika dibandingkan

dengan pasien yang memiliki usia <40 tahun. Nilai common odds

ratio lower bound dan upper bound menunjukkan batas atas dan

batas bawah OR, yang artinya setidaknya pasien yang memiliki

usia ≥40 tahun lebih beresiko sekurang-kurangnya 1.277 kali lipat

dan beresiko paling besar 5.373 kali lipat terkena karsinoma tiroid

jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki usia <40 tahun.


4.2.2.2 Hubungan jenis kelamin dengan kejadian karsinoma tiroid
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara jenis kelamin dengan kejadian karsinoma tiroid, data

disajikan dalam bentuk tabel yang dapat dilihat sebagai berikut.


Tabel 4.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Karsinoma
Tiroid Di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H Abdul Moeloek
Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.
Jenis
Kelamin Karsinoma Tiroid
+ - Total P Value OR
N % N % N % 95% CI
Perempuan 55 46.2 64 53.8 119 100 0.020 0.264
Laki-Laki 13 76.5 4 23.5 17 100 0.081-0.858

Berdasarkan tabel 4.2, menunjukan bahwa dari 119 pasien

yang memiliki jenis kelamin perempuan, sebanyak 55 pasien

(46.2%) yang terdiagnosis karsinoma tiroid dan 64 pasien (53.8%)

yang terdiagnosis bukan karsinoma tiroid. Sedangkan dari 17


46

pasien yang memiliki jenis kelamin laki-laki, sebanyak 13 pasien

(76.5%) yang terdiagnosis karsinoma tiroid dan 4 pasien (23.5%)

yang terdiagnosis bukan karsinoma tiroid.


Hasil uji Chi-square didapatkan p value=0.020 berarti

nilai p value≤0.05, maka H0 ditolak, berarti terdapat hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian karsinoma

tiroid. Selain itu, hasil analisis juga terdapat nilai OR=0.264 (95%

CI: 0.081-0.858) hal ini berarti responden yang memiliki jenis

kelamin perempuan beresiko mengalami karsinoma tiroid 0.264

kali jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki jenis kelamin

laki-laki. Nilai common odds ratio lower bound dan upper bound

menunjukkan batas atas dan batas bawah OR, yang artinya

setidaknya pasien yang memiliki jenis kelamin perempuan lebih

beresiko sekurang-kurangnya 0.081 kali lipat dan beresiko paling

besar 0.858 kali lipat terkena karsinoma tiroid jika dibandingkan

dengan pasien yang memiliki jenis kelamin laki-laki.

4.3 Pembahasan Penelitian


4.3.1 Analisis Univariat
4.3.1.1 Jumlah Pasien
Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui bahwa jumlah

pasien karsinoma tiroid pada tahun 2013 sebanyak 19 pasien

(27.9%), pada tahun 2014 sebanyak 22 pasien (32.4%) dan pada

tahun 2015 sebanyak 27 pasien (39.7%). Dari data tersebut

menunjukkan bahwa setiap tahun angka kejadian karsinoma tiroid

selalu mengalami peningkatan.


47

Hal ini sesuai dengan Penelitian Parura Y, Pontoh V dan

Merung M di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang

menyatakan bahwa insiden karsinoma tiroid dari tahun 2013

menuju tahun 2014 mengalami peningkatan yaitu di tahun 2013

hanya terdapat 11 pasien (17.4%) dan di tahun 2014 terdapat 27

pasien (43.5%) (Parura Y dkk, 2016). Selain itu berdasarkan

penelitian Putri E, Khambir D dan Renita SR di Laboratorium

Patologi Anatomi FK Unand dan Rekam Medik RSUP M. Djamil

periode Januari 2010 – Desember 2011 juga melaporkan bahwa

insiden karsinoma tiroid pada tahun 2011 mengalami peningkatan

tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari tahun

2010 hanya terdapat 26 pasien (25.5%) dan pada tahun 2011

menjadi 76 pasien (74.5%) (Putri E dkk, 2014).

Berdasarkan penelitian Pellegriti G yang menyatakan

bahwa insiden karsinoma tiroid selalu mengalami peningkatan

setiap tahunnya dan peningkatanya lebih cepat karena faktor risiko

yang mungkin berkontribusi pada peningkatan kejadian kanker

tiroid, faktor-faktor risiko seperti: radiasi, intake iodium kurang,

TSH meningkat, nodul tiroid, pengaruh diet, gaya hidup dan

lingkungan (Pellegriti G, 2013).

4.3.1.2 Umur
Berdasarkan gambar 4.2, dapat diketahui jumlah

penderita karsinoma tiroid pada umur ≤20 tahun sebanyak 3 pasien

(4.4%), pada umur 21-30 tahun sebanyak 8 pasien (11,8%), pada


48

umur 31-40 tahun sebanyak 24 pasien (35.5%), pada umur 41-50

tahun sebanyak 13 pasien (19,1%), pada umur 51-60 tahun

sebanyak 11 pasien (16.2%), pada umur 61-70 tahun sebanyak 7

pasien (10.3%) dan umur ≥70 tahun sebanyak 2 pasien (2.9%).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah

umur terbanyak yang terkena karsinoma tiroid pada umur 31-40

tahun sebanyak 24 pasien.


Hal ini sesuai dengan Penelitian Oktahermoniza dkk, di

RSUP Dr. M. Djamil Padang yang menyatakan bahwa karsinoma

tiroid sering terjadi pada umur dekade ketiga (31-40 tahun)

sebanyak 32 pasien atau 27,4%. Hal ini karena distribusi usia pada

penelitian ini berkaitan dengan jenis tipe histopatologi yang paling

umum dari kanker tiroid, yaitu karsinoma papilar yang terdapat

86.8% dari semua kasus kanker tiroid, dimana karsinoma tiroid tipe

papilar (berdiferensiasi baik) banyak diderita oleh usia muda

(Oktahermoniza dkk, 2013).


4.3.1.3 Jenis Kelamin
Berdasarkan gambar 4.3, terlihat bahwa pasien yang

terkena karsinoma tiroid pada perempuan sebanyak 55 pasien

(80.9%) dan laki-laki sebanyak 13 pasien (19.1%).

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

penelitian Permana di RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi

Lampung tahun 2010-2012 yang menyatakan bahwa penderita

karsinoma tiroid terbanyak pada perempuan sebanyak 39 pasien


49

dan pada laki-laki sebanyak 4 pasien (Permana MYZ, 2013). Selain

itu berdasarkan penelitian Parura Y, Pontoh V dan Merung M di

RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang menyatakan bahwa

karsinoma tiroid paling banyak ditemukan pada perempuan

sebanyak 39 pasien (62.9%) dan pada laki-laki sebanyak 23 pasien

(37.1%) (Parura Y dkk, 2016).

Berdasarkan Buku Ajar Patologi Anatomi Robbins bahwa

wanita tiga kali lebih besar kemungkinan terkena karsinoma tiroid

dari pada laki-laki, karena berkaitan dengan ekpresi reseptor

estrogen di epitel tiroid neoplastik (Kumar, et al, 2007). Pada

kelenjar tiroid normal, tumor jinak dan tumor ganas tiroid terdapat

reseptor estrogen dalam jumlah bervariasi. Pada jaringan

karsinoma papilar tiroid kandungan reseptor estrogen (ER) dan

reseptor progesteron (PR) dengan kadar tinggi, disimpulkan bahwa

ER, PR merupakan faktor penting yang mempengaruhi insiden

kanker tiroid pada wanita (Desen, 2011).

4.3.1.4 Tipe Histopatologi


Berdasarkan gambar 4.4, menunjukan bahwa pasien

karsinoma tiroid dengan jenis tipe histopatologi karsinoma papilar

sebanyak 59 pasien (86.8%), karsinoma tipe folikular sebanyak 7

pasien (10.3%), karsinoma tipe medular sebanyak 2 pasien (2.9%)

dan tidak ditemukan karsinoma tiroid tipe anaplastik.


Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Permana di RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun


50

2010-2012 yang menyatakan bahwa pasien yang mempunyai

gambaran histopatologi terbanyak adalah karsinoma papilar

sebanyak 31 pasien dari 43 pasien yang diteliti (Permana MYZ,

2013). Selain itu berdasarkan penelitian Parura Y, Pontoh V dan

Merung M di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang

menyatakan bahwa menempatkan karsinoma tipe papilar adalah

karsinoma tiroid yang tersering dengan jumlah penderita sebanyak

40 pasien dari 60 pasien yang diteliti (Parura Y dkk, 2016).


Hal ini disebabkan karena Provinsi Lampung merupakan

salah satu daerah pergunungan yang dapat beresiko terkena

karsinoma tiroid tipe papilar karena etiologi yang berperan

khususnya untuk well differentiated karsinoma (papilar dan

folikular) adalah radiasi dan goiter endemis terutama ditemukan di

daerah pergunungan. Di daerah pergunungan cenderung airnya

kekurangan yodium yang disebabkan karena curah hujan yang

tinggi dan keadaan topografi yang relatif curam serta

bergelombang sehingga lebih sering terjadi erosi dan menyebabkan

yodium larut dan terkikis dari tanah (Putri E dkk, 2014).

Berdasarkan Buku Ajar Patologi Anatomi Robbins menyatakan

bahwa karsinoma tiroid tipe papilar merupakan jenis tersering

(75%-80% kasus), karsinoma tiroid tipe folikular (10%-20%

kasus), karsinoma tiroid tipe medular (5% kasus) dan karsinoma

tiroid tipe anaplastik (<5% kasus) (Kumar et al, 2007).


51

4.3.2 Analisis Bivariat


4.3.2.1 Hubungan umur dengan kejadian karsinoma tiroid
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 51 pasien

yang memiliki umur ≥40 tahun, sebanyak 33 pasien (64.7%) yang

terdiagnosis karsinoma tiroid dan 18 pasien (35.3%) yang

terdiagnosis bukan karsinoma tiroid. Sedangkan dari 85 pasien

yang memiliki umur <40 tahun, sebanyak 35 pasien (41.2%) yang

terdiagnosis karsinoma tiroid dan 50 pasien (58.8%) yang

terdiagnosis bukan karsinoma tiroid.


Hasil uji Chi-square didapatkan p value=0.008 berarti

nilai p value≤0.05, maka H0 ditolak, berarti terdapat hubungan

yang bermakna antara umur dengan kejadian karsinoma tiroid.

Selain itu, hasil analisis juga terdapat nilai OR=2.619 hal ini berarti

pasien yang memiliki usia ≥40 tahun beresiko mengalami

karsinoma tiroid 2.619 kali jika dibandingkan dengan pasien yang

memiliki usia <40 tahun.


Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ

endokrin sebagian besar berasal dari sel folikular. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Parura Y, Pontoh V dan Merung M di

RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang menyatakan bahwa

kanker tiroid lebih banyak menyerang umur dewasa hingga usia

lanjut yaitu dimana terjadi peningkatan pada golongan usia 41-60

tahun. Insiden karsinoma tiroid terjadi seiring dengan

bertambahnya usia, kanker tiroid sangat jarang pada anak-anak usia

di bawah 15 tahun (Parura Y dkk, 2016).


52

Hal ini karena distribusi usia pada penelitian ini berkaitan

dengan jenis tipe histopatologi yang paling umum dari kanker

tiroid, yaitu karsinoma papilar yang terdapat 86.8% dari semua

kasus kanker tiroid, dimana karsinoma tiroid tipe papilar

(berdiferensiasi baik) banyak diderita oleh usia muda

(Oktahermoniza dkk, 2013). Etiologi dari karsinoma tiroid tipe

papilar adalah radiasi dan goiter endemis terutama ditemukan di

daerah pergunungan. Di daerah pergunungan cenderung airnya

kekurangan yodium yang disebabkan karena curah hujan yang

tinggi dan keadaan topografi yang relatif curam serta

bergelombang sehingga lebih sering terjadi erosi dan menyebabkan

yodium larut dan terkikis dari tanah yang akan terjadi defisiensi

hormon tiroid (Putri E dkk, 2014). Selanjutnya karena terjadinya

defisisensi hormon tiroid sehingga mengakibatkan kadar TSH

meningkat sehingga merangsang kelenjar tiroid untuk

meningkatkan kadar tiroksin yang terganggu, apabila keadaan ini

berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasi dan hipertrofi

folikel-folikel tiroid. Hiperplasi mungkin bergantian dengan

fibrosis dan dapat timbul nodul-nodul yang mengandung folikel-

folikel tiroid. Nodul yang besar dapat menyebabkan kompresi

mekanik disertai obstruksi trakea dan esophagus, juga gejala-gejala

obstruksi lainnya. Nodul ini dapat berkembang menjadi nodul

panas bersifat jinak dan nodul dingin yang bersifat ganas (Price
53

and Wilson, 2006). Pada transformasi karsinoma tiroid bisa melalui

salah satu dari dua mekanisme utama. Mekanisme pertama melalui

tata ulang gen RET atau neurotropic tyrosine kinase reseptor 1

(NTKR1) yang menyandi reseptor tirosin kinase trans-membran,

sedangkan mekanisme kedua melalui aktivasi point mutation pada

V-raf murine sarcoma viral oncogene homolog B1 (BRAF), yang

merupakan produk komponen signaling intermediate dari jalur

mitogen active protein kinase (MEK/MAPK), yang selanjutnya

mengaktivasi ekstracellular signal regulated kinase (ERK),

sehingga terjadi proliferasi sel yang dapat menyebabkan karsinoma

tiroid (Widhiasih dan Dewi, 2015).


Dengan demikian berdasarkan penelitian yang dilakukan

pada bulan Maret 2017 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara umur dengan kejadian karsinoma tiroid di

Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi

Lampung Tahun 2013-2015.


4.3.2.2 Hubungan jenis kelamin dengan kejadian karsinoma tiroid
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa dari 119 pasien

yang memiliki jenis kelamin perempuan, sebanyak 55 pasien

(46.2%) yang terdiagnosis karsinoma tiroid dan 64 pasien (53.8%)

yang terdiagnosis bukan karsinoma tiroid. Sedangkan dari 17

pasien yang memiliki jenis kelamin laki-laki, sebanyak 13 pasien

(76.5%) yang terdiagnosis karsinoma tiroid dan 4 pasien (23.5%)

yang terdiagnosis bukan karsinoma tiroid.


54

Hasil uji Chi-square didapatkan p value=0.020 berarti

nilai p value≤0.05, maka H0 ditolak, berarti terdapat hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian karsinoma

tiroid. Selain itu, hasil analisis juga terdapat nilai OR=0.264 hal ini

berarti pasien yang memiliki jenis kelamin perempuan beresiko

mengalami karsinoma tiroid 0.264 kali jika dibandingkan dengan

pasien yang memiliki jenis kelamin laki-laki.


Hal ini sesuai dengan penelitian Oktahermoniza dkk, di

RSUP Dr. M. Djamil Padang yang menyatakan bahwa karsinoma

tiroid paling banyak ditemukan pada perempuan sebanyak 101

pasien (86.3%) dan pada laki-laki sebanyak 16 pasien (13.7%)

(Oktahermoniza dkk, 2013). Berdasarkan teori Parura, dkk yang

menyatakan bahwa faktor risiko terjadinya karsinoma tiroid salah

satunya adalah jenis kelamin, dimana jenis kelamin perempuan

lebih sering terjadi karsinoma tiroid dari pada laki-laki. Disebabkan

oleh pengaruh hormon pada perempuan merupakan salah satu

faktor predisposisi meningkatnya jumlah pasien perempuan

dibandingkan laki-laki. Pada perempuan, estrogen dapat

meningkatkan kadar Thyroid Binding Globulin (TBG) yang bekerja

sebagai transpor T4 dan T3 dalam darah sehingga terjadi

penurunan kadar T4 bebas dan T3 bebas. Hal ini menstimulasi TSH

sehingga terjadi hiperplasia kelenjar sebagai mekanisme

kompensasi membentuk lebih banyak hormon tiroid agar kadar T4

dan T3 serum dapat kembali normal (Parura Y dkk, 2016).


55

Hiperplasi mungkin bergantian dengan fibrosis dan dapat timbul

nodul-nodul yang mengandung folikel-folikel tiroid. Nodul yang

besar dapat menyebabkan kompresi mekanik disertai obstruksi

trakea dan esophagus, juga gejala-gejala obstruksi lainnya. Nodul

ini dapat berkembang menjadi nodul panas bersifat jinak dan nodul

dingin yang bersifat ganas (Price and Wilson, 2006). Pada

transformasi karsinoma tiroid bisa melalui salah satu dari dua

mekanisme utama. Mekanisme pertama melalui tata ulang gen

RET atau neurotropic tyrosine kinase reseptor 1 (NTKR1) yang

menyandi reseptor tirosin kinase trans-membran, sedangkan

mekanisme kedua melalui aktivasi point mutation pada V-raf

murine sarcoma viral oncogene homolog B1 (BRAF), yang

merupakan produk komponen signaling intermediate dari jalur

mitogen active protein kinase (MEK/MAPK), yang selanjutnya

mengaktivasi ekstracellular signal regulated kinase (ERK),

sehingga terjadi proliferasi sel yang dapat menyebabkan karsinoma

tiroid (Widhiasih dan Dewi, 2015).


Dengan demikian berdasarkan penelitian yang dilakukan

pada bulan Maret 2017 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian karsinoma

tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H Abdul Moeloek

Provinsi Lampung Tahun 2013-2015.


56
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah

dilakukan pada bulan Maret 2017 mengenai hubungan umur dan jenis

kelamin dengan dengan kejadian karsinoma tiroid di Bagian Patologi

Anatomi RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2013-2015,

didapatkan kesimpulan sebagai berikut:


1. Data jumlah pasien karsinoma tiroid didapatkan hasil setiap tahun terjadi

peningkatan dengan kejadian tertinggi pada tahun 2015 sebanyak 27

pasien (39.7%).
2. Umur pasien karsinoma tiroid tersering terjadi pada umur 31-40 tahun

sebanyak 24 pasien (35.5%).


3. Jenis kelamin pasien karsinoma tirod tersering terjadi pada perempuan

sebanyak 55 pasien (80.9%).


4. Jenis tipe histopatologi karsinoma tiroid yang tersering yaitu karsinoma

tipe papilar sebanyak 59 pasien (86.8%).


5. Terdapat hubungan yang antara umur dengan kejadian karsinoma tiroid di

Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi

Lampung Tahun 2013-2015 (p value 0.008 (≤0.05) dan OR=2.619 dengan

95% CI: 1.277-5.373).

58
59

6. Terdapat hubungan yang antara jenis kelamin dengan kejadian karsinoma

tiroid di Bagian Patologi Anatomi RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi

Lampung Tahun 2013-2015 (p value 0.020 (≤0.05) dan OR=0.264 dengan

95% CI: 0.081-0.858).


5.2 Saran
1. Bagi Peneliti
Bagi peneliti diharapkan ilmu yang telah didapatkan dari perkuliahan

dapat dimanfaatkan dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai inspirasi

untuk penelitian selanjutnya.


2. Bagi Tenaga Medis
Untuk tenaga medis agar lebih mewaspadai terjadinya karsinoma tiroid

tipe papilar jika terjadi pembesaran pada kelenjar tiroid pada pasien

perempuan umur 31-40 tahun.


3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Melakukan penelitian terkait dengan menggunakan variabel yang berbeda

dan melakukan analisis hingga variabel multivariat, kemudian dalam

pengambilan sampel agar lebih banyak lagi.


4. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan

karsinoma tiroid seperti radiasi, diet kurang iodium terutama lingkungan

di daerah pergunungan dan hindari konsumsi zat yang mengandung nitrat.

Anda mungkin juga menyukai