NIM : 20160811014021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2019
DIABETES MELITUS (DM)
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit endokrin yang paling sering dijumpai. DM dikenal
dengan adanya peninggian kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang menahun (kronik). Hiperglikemia
timbul karena defisiensi insulin atau karena adanya faktor-faktor yang melawan aksi insulin. Peninggian
tersebut dapat disertai gejala, atau tidak ada gejala sama sekali. Adanya gejala dan keparahan gejala DM
sebagian besar ditentukan oleh derajat defisiensi insulin.
Yang khas pada DM aalah adanya risiko penyulit (komplikasi) kronik pada retina atau ginjal,
kerusakan pada saraf perifer, kerentanan terhadap infeksi dan aterosklerosis yang relatif lebih dini
dibandingkan dengan mereka yang tidak mengidap DM, terutama terlihat pada jantung (PJK, Penyakit
Jantung Koroner), kaki (PAPO, Penyakit Arteri Perifer Obstruktif) dan pembuluh darah otak (Stroke)
Kekerapan DM cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan berat badan. Jika tidak terkendali dan
terdiagnosis, DM dapat menimbulkan gangguan yang bermakna bahkan dapat mengancam jiwa
pengidapnya, dekompensasi akut mau pun sekuele kronik.
DM adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari kurangnya insulin
efektif (DM Tipe 2) atau insulin absolut (DM Tipe 1) di dalam tubuh. Pada DM terdapat tanda-tanda
hiperglikemi dan glukosuria, dapat disertai dengan atau tidaknya gejala klinik akut seperti poliuri,
polidipsi, penurunan berat badan, ataupun gejala kronik seperti gangguan primer pada metabolisme
karbohidrat dan sekunder pada metabolisme lemak dan protein (Tjokroprawiro, 2007).
Patofisiologi
DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan terletak pada sel beta yang
bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam
kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi
pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secara absolut (Tjokroprawiro, 2007). Pada DMT 1 biasanya
reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin
DMT 1 antara 30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin pada orang normal ± 35.000. sedang pada DM
dengan obesitas ± 20.000 reseptor insulin (Tjokroprawiro, 2007). DMT 1, biasanya terdiagnosa sejak usia
kanak-kanak. Pada DMT 1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali
tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita harus mendapat suntikan
insulin setiap harinya. DMT1 tanpa pengaturan harian, pada kondisi darurat dapat terjadi (Riskesdas,
2007). 16
DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya kelainan terletak pada
jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel beta pankreas (defek
sekresi insulin), yaitu sebagai berikut : (Tjokroprawiro, 2007)
1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, sehingga glukosa yang sudah diabsorbsi
masuk ke dalam darah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-30.000) pada obesitas jumlah reseptor
bahkan hanya 20.000.
3. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga kerja insulin tidak
efektif (insulin binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).
DM tipe 2 ini Biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari telah
menderita dibetes tipe 2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetes tipe 2 sudah
menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat,obesitas
dan malas berolahraga (Riskesdas, 2007).
Gejala Klinis
Gejala klinis DM yang klasik : mula-mula polifagi, poliuri, dan polidipsi. Apabila keadaan ini tidak
segera diobati, maka akan timbul gejala Dekompensasi Pankreas, yang disebut gejala klasik DM, yaitu
poliuria, polidipsi, dan polifagi. Ketiga gejala klasik tersebut diatas disebut pula “TRIAS SINDROM
DIABETES AKUT” bahkan apabila tidak segera diobati dapat disusul dengan mual-muntah dan
ketoasidosis diabetik. Gejala kronis DM yang sering muncul adalah lemah badan, kesemutan, kaku otot,
penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan yang sering berubah, sakit sendi dan lain-lain
(Tjokroprawiro, 2007 )
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1 berupa terapi non farmakologis seperti olah raga dan diet
serta terapi farmakologis yaitu pemberian insulin. Diet dan penggunaan insulin yang dijalankan dengan
baik merupakan kunci untuk mencegah terjadinya kegawatdaruratan, baik ketoasidosis diabetik maupun
hipoglikemia berat.
- Berobat Jalan
Pasien tidak perlu dilakukan perawatan di rumah sakit bila datang dengan keadaan umum dan
kesadaran masih baik. Pada pasien baru tanpa keluhan muntah, dehidrasi, dan asidosis, panduan terapi
insulin untuk pasien adalah sebagai berikut:
Terapi Awal
Insulin diberikan dengan dosis awal 0,25 unit/kgBB subkutan menggunakan insulin rapid-acting.
Pada anak usia < 4 tahun, atau tidak berada dalam status ketotik, dosis awal dapat dikurangi menjadi
0,125 unit/kgBB.
Terapi Lanjutan
Ada dua standar regimen insulin yang dapat dipilih di bawah ini:
1. Dua kali suntikan per hari dengan kombinasi insulin yang short dan intermediate-acting dengan dosis
total 1 unit/kgBB/hari dibagi 2/3nya pada pagi hari dan 1/3nya pada malam hari. Dosis pagi hari
menggunakan insulin intermediate-acting dan 1/3nya short acting.
2. Multipel suntikan per hari dengan insulin analog long-acting malam hari dan suntikan sebelum makan
dengan insulin analog rapid-acting dengan dosis 0,4 unit/kgBB sebagai insulin basal menggunakan long-
acting insulin pada jam 20.00-21.00 kemudian dilanjutkan dengan 0,6 unit/kgBB insulin rapid-
acting terbagi dalam 3 dosis sebelum makan pagi, siang, dan malam. Kelemahan metode ini adalah
pasien musti cukup mengerti dan mampu menyuntikkan insulin sendiri sehingga biasanya dilakukan
pada anak usia >10 tahun.
Terdapat beberapa pilihan golongan pengobatan untuk diabetes mellitus tipe 2, yaitu:
Biguanida
Sulfonilurea
Derivat meglitinide
Thiazolidinediones
Glucagonlike peptide-1 (GLP-1) agonists
Dipeptidyl peptidase IV (DPP-4) inhibitors
Selective sodium-glucose transporter-2 (SGLT-2) inhibitors
Insulin
Agonis dopamin
Metformin
Metformin merupakan obat antidiabetes oral golongan biguanide yang digunakan sebagai terapi lini
pertama untuk diabetes mellitus tipe 2. Hal ini disebabkan oleh risiko efek sampingnya yang jauh lebih
minim dibandingkan obat antidiabetes lainnya. Dosis awal umumnya 500 mg, diberikan 2 kali sehari.
Sesuaikan dosis dengan respon terapi setiap 2 minggu sampai kontrol gula darah tercapai. Umumnya
dosis yang dibutuhkan untuk mencapai kontrol gula darah adalah 1500-2550 mg/hari dibagi dalam 2-3
kali pemberian. Dosis maksimal pemberian metformin adalah 2550 mg/hari.
Metformin dapat dikombinasikan dengan obat antidiabetes oral lainnya atau juga dengan insulin.
Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea seperti glibenclamide, glipizide, dan glimepiride dapat digunakan sebagai
terapi diabetes mellitus tipe 2. Generasi kedua obat golongan sulfonilurea ini dikonsumsi sekali sehari
dan dapat dikombinasi dengan obat antidiabetes oral lainnya atau insulin.
Dosis sulfonilurea yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
Chlorpropamide:
Dosis awal, 100-250 mg oral, sekali sehari, dititrasi naik 50-125 mg sesuai respon terapi setiap 3-5 hari
Dosis maintenance, 100-500 mg per hari
dosis maksimum, 750 mg per hari
KELENJAR TIROID
Definsi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah
menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga
mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian
akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke
sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi,
hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG)
atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting
untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses
yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke
sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian perubahan-perubahan di
dalam maupun di luar tubuh.Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada banyak
keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer penyakit tiroid. Jika TSH tidak
normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor resiko, lihat free T3 (fT3) ketika fT4
normal dan diduga ada tirotoksikosis.
1. Hipotiroid
Defenisi Hipotiroid
Hipotiroid adalah suatu penyakit akibat penurunan fungsi hormon tiroid yang dikikuti tanda dan
gejala yang mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Faktor penyebabnya akibat penurunan fungsi
kelanjar tiroid, yang dapat terjadi kongenital atau seiring perkembangan usia. Pada kondisi hipotiroid ini
dilihat dari adanya penurunan konsentrasi hormon tiroid dalam darah disebabkan peningkatan kadar
TSH (Tyroid Stimulating Hormon). Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi
hormontiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi
dan anak-anak berakibat pertambahan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang
menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa
menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga
intraselular, terutama pada otot dan kulit,yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala
hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi (Anwar R, 2005).
Etiologi Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kelainan endokrin kedua yang paling banyak dijumpai di Amerika Serikat
setelah diabetes mellitus (Hueston, 2001). Hipotiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria
dan insidensinya meningkat dengan pertambahan umur. Hipotiroid primer lebih sering di jumpai
dibanding hipotiroid sekunder dengan perbandingan 1000 : 1 (Roberts & Ladenson, 2004 ). Pada suatu
survei komunitas di Inggris yang dikenal sebagai the Whickham study, tercatat peningkatan kadar
hormon tirotropin (TSH) pada 7,5 % wanita dan 2,8 % pria (Tunbridge et al ,1977). Pada survey NHANES
III ( National Health and Nutritional Examination Survey III) di Amerika Serikat, terdapat peningkatan
kadar tirotropin pada 4,6% responden, 0,3% diantaranya menderita hipotiroid klinis. Pada mereka yang
berumur di atas 65 tahun hipotiroid klinis dijumpai pada 1,7 % populasi, sedangkan hipotiroid subklinis
dijumpai pada 13,7 % populasi (Hollowell et al , 2002). Pada penelitian terhadap wanita berusia 60tahun
keatas di Birmingham, hipotiroid klinis ditemukan pada 2,0% kasus sedangkan hipotiroid subklinis
ditemukan pada 9,6% kasus. (Parle et al , 1991).
Klasifikasi Hipotiroid
Hipotiroid dapat diklasifikasikan berdasar waktu kejadian (kongenital atau akuisital), disfungsi
organ yang terjadi (primer atau sekunder/ sentral), jangka waktu (transien atau permanen) atau gejala
yang terjadi (bergejala/ klinis atau tanpa gejala/ subklinis).
- Hipotiroid kongenital biasa dijumpai di daerah dengan defisiensi asupan yodium endemis. Pada
daerah dengan asupan yodium yang mencukupi, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dari 4000
kelahiran hidup, dan lebih banyak dijumpai pada bayi perempuan (Roberts & Ladenson, 2004).
Pada anak-anak ini hipotiroid kongenital disebabkan oleh agenesis atau disgenesis kelenjar tiroid
atau gangguan sintesis hormon tiroid. Disgenesis kelenjar tiroid berhubungan dengan mutasi
pada gen PAX8 dan thyroid transcription factor 1 dan 2 (Gillam & Kopp, 2001).
- Hipotiroid akuisital disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang paling sering dijumpai
adalah tiroiditis autoimun yang sering disebut tiroiditas Hashimoto. Peran auto imun pada
penyakit ini didukung adanya gambaran infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dan adanya
antibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Operasi atau radiasi (mis: radioterapi eksternal pada
penderita head and neck cancer, terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis, paparan yodium
radioaktif yang tidak disengaja, infiltrasi besi di kelanjar tiroid pada hemokromatosis. Beberapa
bahan kimia maupun obat (misal: amiodarone, lithium, interferon) juga dapat menyebabkan
hipotiroid dengan cara mempengaruhi produksi hormon tiroid atau mempengaruhi
autoimunitas kelenjar tiroid (Roberts & Ladenson, 2004).
- Berdasarkan disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua yaitu hipotiroid primer dan
hipotiroid sentral. Hipotiroid primer berhubungan dengan defek pada kelenjar tiroid itu sendiri
yang berakibat penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid, sedangkan hipotiroid sentral
berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi produksi hormon thyrotropin
releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau produksi TSH oleh hipofisis (Roberts &
Ladenson, 2004).
2. Hipertiroid
Definisi Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah produksi jumlah hormon
tiroid dalam tubuh dengan kata lain kelenjar tiroid bekerja lebih aktif,dinamakan dengan
thyrotoksikosis yang berarti terjadi peningkatan level hormon tiroid yang ekstrim dalam darah.
Patofisiologi Hipertiroid
Hormon tiroid mempunyai banyak peran yang signifikan di dalam proses di dalam tubuh, proses-
proses ini yang kita sebut metabolisme. Jika terdapat banyak hormon tiroid, setiap fungsi dari tubuh
akan diatur untuk bekerja lebih cepat. Karena selama hipertiroid terjadi peningkatan metabolisme,
maka setiap pasien akan mengalami kehilangan banyak energi.
Gejala Hipertiroid
Gejala yang sering tampak adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan respirasi, bedebar-
debar, tremor, ansietas, susah tidur (insomnia), berkeringat banyak, rambut rontok, dan kelemahan
pada otot, khususnya kerja dari otot lengan dan kaki, frekwesi buang air besar terganggu,
kehilangan berat badan yang cepat, pada wanita periode menstruasi lebih cepat dan aliran darah
lebih kencang. Hiperthiroid biasanya mulainya lambat, tetapi pada beberapa pasien muda
perubahan ini terjadi sangat cepat. awalnya gejela dirasakan yang diartikan salah,contoh persaan
gugup yang dianggap karena stres.
Penyebab Hipertiroid
a. Penyakit Grave’s
Hiperthiroid terjadi pada penyakit Grave’s, yang umumnya yang ditandai biasanya mata
akan kelihatan lebih besar karena kelopak mata ataas akan membesar,kadang-kadang satu
atau dua mata akan tampak melotot.Beberapa pasien tampak terjadi pembesaran kelenjar
thiroid (goiter) pada leher. Penyebab umum yang paling banyak (>70%) adalah produksi
berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.kondisi ini juga disebut penyakit Grave’s.
Grave’s disebabkan oleh antibodi dalam darah yang ada pada tiroid menyebabkan banyak
sekresi hormon tiroid ,dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan sering terjadi pada wanita.
b. Tiroiditis
Penyebab lain dari hipertiroid adalah ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul atau
benjolan pada tiroid yang tumbuh dan membesar yang menggangu pasien.sehngga total
output hormon tiroid dalam darah meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui
sebagai toxic nodular atau multi nodular goiter juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini
disebabkan oleh masalah sistem hormon atau infeksi virus yang menyababkan kelelnjar
menghasilkan hormon tiroid.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/40615/Chapter%20II.pdf?sequence=4
&isAllowed=y
http://digilib.unila.ac.id/9725/10/2.%20BAB.pdf
http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/50041/a7233877545fe112ad95fdeed19005b2