Anda di halaman 1dari 49

STATUS

KEDOKTERAN INDUSTRI
“Laboratorium Klinik RSM Ahmad Dahlan Kediri”

Disusun oleh:
Edmond Da Rizka 201710401011051
Prajnamita Manindya 201710401011044

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)


A. Identitas
1. Nama Perusahaan : Laboratorium klinis RSM Ahmad Dahlan
2. Alamat : Jl. Gatot Subroto No. 84, Kediri
3. Jumlah tenaga kerja : 16 orang

B. Analisis Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1. Proses Industri/Proses Kerja

Unit Bahan
No. Bahan baku Alat kerja Cara Kerja
kerja berbahaya
1. Laborato  Jenis  Spektrofot Pasien berpuasa Reagen,
rium pemeriksaan: ometer semalam tabung
klinik Profil lipid  Tabung ↓ reaksi,
 Bahan baku: reaksi Diambil darah sample
jarum
-Reagen  Jarum dgn cara Vein
suntik,
Kolesterol FS suntik Puncture 5ml (tanpa
-Darah Vena 5 anti koagulan) spesimen
3cc
ml  Autoan ↓ darah
alizer Biarkan hingga
terpisah serumnya

Dipisahkan serum dan
komponen/sel-sel
darah

Diambil serum darah
untuk pemeriksaan

Lanjut prosedur kerja

Prosedur kerja,kalibrasi,
dan Quality control
Siapkan :
1. Blanko : Reagen
(R) + Aquabidest
:500µl (R) + 5µl
Aquabidest

2
2. Kalibrasi : Reagen
(R) + Standart
(Std) :500µl (R)+
5µl (Std)
3. Quality Control :
Reagen (R) +
Serum control (Sk)
500µl (R) + 5µl
(Sk)
4. Masing-masing
reagen
dicampurkan
dengan benar dan
diinkubasi pada
temperature 20 -
25° C slama 20
menit /
temperature 37° C
slama 10 menit
5. Baca blanko ,
standart dan serum
control scara
berurutan
 Bila kalibrasi dan
quality control
sudah baik (masuk
nilai range
control),
pemeriksaan
sample pasien
dapat dilakukan.

2.  Jenis - Ose 1) Sputum di ambil Sputum,


pemeriksaan: - Kaca dengan ose dan dibuat larutan
BTA preparat sediaan dengan bentuk basic
- Bunsen sesuai pola dengan
 Bahan baku: - Pipet ukuran 2 x 3
fuschin
- Sputum tetes 2)Buat kuil kuil kecil
- Larutan - Mikrosk mengelilingi olesan agar
basic op dahak menyebar secara
fuchsin merata.
- Asam 3) Preparat dikeringkan
alkohol 4) Letakkan sediaan
- Methylen diatas rak pewarnaan.
blue 5)Genangi seluruh
- Oil imersi permukaan sediaan
dengan carbol fuchsin.

3
6) Panasi sediaan dengan
api bunsen disetiap
sediaan sampai keluar
uap jangan sampai
mendidih.
7) Diamkan 5 menit.
8) Bilas sediaan dengan
hati-hati menggunakan
air mengalir.
9) Genangi dengan
asam alkohol sampai
tidak tampak warna
merah carbol fuchsin.
10) Genangi permukaan
sediaan dengan methylen
blue selama 20-30 detik.
11) Bilas sediaan dengan
air mengalir.
12) Keringkan sediaan di
udara
13) Nyalakan Mikroskop
14) Sediaan diberi oil
imersi
15) Baca hasil dengan
lensa objecktif 100 x.

3.  Jenis  Disposabl 1. Membersihkan Lancet


pemeriksaan: e lancet cuping telinga steril
clotting time yang penderita dengan
steril. alkohol 70%
 Bahan baku:
 Kertas tunggu sampai
alkohol 70 % saring kering.
dibentuk 2. Menjepit cuping
bundar. telinga penderita
 Stopwatch dengan ibu jari dan
. telunjuk tangan
 Bulatan kiri dengan kuat
kapas. lalu menusuknya
dengan disposable
lancet dengan
tusukan yang
cukup dalam dan
segera
menghidupkan
stopwatch.
3. Menempelkan
kertas saring pada
daerah yang keluar

4
30 detik kemudian
(usahakan agar
kertas saring tidak
menempel pada
cuping)
4. Mengulangnya
setiap 30 detik
pada daerah kertas
saring yang
berbeda
mengelilingi
lingkaran.
5. Pada saat darah
tidak keluar lagi,
matikan stopwatch
dan catat
waktunya.

4. Jenis Tabung Reduksi urin (reagen Sample


pemeriksaan : reaksi benedict) urin,
Urin Api 1. masukkan 5 ml reagen,
spirtus
R/ Benedict ke tabung
Bahan baku : dalam tabung reaksi, api
Urin reaksi spirtus
Reagen 2. teteskan 5-8 tts
Benedict sampel urine ke
Reagen dalam tabung
Fehling reaksi
Asam acetat 3. panaskan
6% hingga mendidih
As.Sulfosalic 4. dinginkan 
yl 20% baca hasilnya
- Reduksi urin
(reagen fehling)
1. pada tabung
reaksi diisi 2 ml
fehling A + 2 ml
fehling B
2. tambahkan 1
ml urine,
panaskan hingga
mendidih

5
3. dinginkan 
baca hasilnya
- Protein urine (as.
Acetat 6%)
1. siapkan tabung
reaksi
2. masukkan
urine ke dalam
tabung reaksi 2/3
tabung, panaskan
sampai mendidih
± 30 detik (pada
lapisan atas
urine)
3. tambahkan 3-5
tts nas. Acetat
6%, panaskan
sampai mendidih
4. baca hasilnya
(semi kuantittatif)
- Protein urine (as.
Sulfosalicyl 20%)
1. dua tabung
reaksi masing-
masing diisi
dengan 2 ml
urine
2. tabung I
tambahkan 5-8
tetes lar. As.
Sulfosalicyl 20%,
lalu dikocok
3. bandingkan isi
tabung I dan II
jika tetap
jernih, test
terhadap protein
(-).
4. jika tabung 1
lebih keruh,
panaskan diatas
api spiritus

6
sampai mendidih,
lalu dinginkan
dengan air
mengalir.

5. Jenis Tabung Pemeriksaan Darah Sample


pemeriksaan: reaksi Lengkap: darah
Darah PZ - LED
lengkap 1. masukkan
Hematology
lizer larutan PZ pada
Bahan baku : tabung sebanyak
Darah vena 2,5 ml + darah
sampai tanda 100
2. campur, lalu
pasang pada rak
wertergen
3. tunggu sampai
7 menit
- Hitung Leukosit
1. ambil darah
sampai tanda 0,5
pada wadah
2. tambahkan lar.
Turk
3. kocok 15-30
detik  buang 3-
5 tetes
4. teteskan pada
kamar hitung
5. hitung pada 16
kotak kecil
- Hitung Eritrosit
1. darah diambil
sampai tanda 0,5
2. tambahkan lar.
Hayem sampai
tanda 101
3. kocok 
buang 3-4 tetes
4. hitung pada 16
kotak kecil

7
- Hemoglobin
1. masukkan HCl
0,1 H 2 ml +
darah 20 ml 
kocok selama 10
detik
2. tambahkan
aquadest sampai
warna sama
dengan standart.

6. Jenis Alat Pemeriksaan GDA Sample


pemeriksaan: pembaca 1. siapkan alat pembaca darah,
GDA GDA GDA otomatis lancet
otomatis
2. masukkan strip test ke steril
Strip test
Bahan baku : Lanset dalam alat. Nyalakan alat
Darah kapiler Kapas 3. pastikan kode nomor
alkohol pada layar alat sama
dengan kode nomor pada
tempat penyimpanan
strip test
4. ambil sampel darah
pada ujung jari
menggunakan lanset.
5. sentuh dan tahan
tetesan darah ke dalam
bag. strip test.
6. baca hasil pada layar
alat.

7. Jenis Pemeriksaan fungsi hati Sample


pemeriksaan: - pemeriksaan OT darah,
Fungsi hati (metode continuous reagen
Spektrofotometer)
Bahan baku: 1. Siapkan reagen pada
Darah vena suhu kamar
2. Pipetkan ke masing-
masing cuvet sbb
3. Campur, ukur
absorbent pada saat
bersamaan. Jalankan

8
stopwatch, ulangi
pembacaan setelah 1,2,3
menit.
4. Baca Abs sampel pada
panjang gelombang 340
nm
- pemeriksaan PT
(metode continuous
Spektrofotometer)
1. Siapkan reagen pada
suhu kamar
2. Pipetkan ke masing-
masing cuvet sbb
3. Campur , ukur
absorbent pada saat
bersamaan. Jalankan
stopwatch , ulangi
pembacaan setelah 1,2,3
menit.
4. Baca Abs sampel pada
panjang gelombang 340
nm
- bilirubin (metode
Diazotized sulfanilic
1. Pipetkan ke dalam
cuvet
2. 2. Campur dan biarkan 2
menit pada suhu kamar
3. Baca absorbance
sampel blanko pada
540nm dengan blanko
aquadest
4. 4. Baca abs standar dan
sampel pada 540 nm
dengan blanko reagen
blanko

8. Jenis Slide Pemeriksaan widal Sample


pemeriksaan: kering
1. Disiapkan slide yang darah,
Widal Mikropipe
t kering dan bersih dengan reagen
4(empat) lingkaran

9
Bahan baku: Tabung 2. Dengan mikropipet
Darah vena reaksi
dimasukkan reagen
Reagen
tydal Tydal dengan volume
40ul ke dalam lingkaran-
lingkaran tadi.
3. Selanjutnya
dimasukkan serum denag
tingkat titer 1/80 degan
volume sampel 20ul.
4. Di campur dan di
goyang
5. Apabila hasil (+)
aglutinasi, dilanjutkan
lagi dengan tingkatan
titer selanjutnya yaitu
1/160 dan 1/320
6. Di campur dan di
goyang.
7. Catat dan laporkan
hasil
Catatan: pemeriksaan
tidak boleh dilakukan
dengan waktu lebih dari 1
menit, karena apabila
lebih dapat menimbulkan
hasil positif palsu.

9. Jenis Objek 1. Sediaan Sample


pemeriksaan: glass diletakkan diatas darah,
Pewarnaan Mikrosko rak pewarnaan reagen
Giemsa p
2. Ditetesi methanol
Rak
pewarnaa selama 5 menit
Bahan baku:
n 3. Ditetesi larutan
Darah vena
Methanol giemsa yang
Minyak sudah diencerkan
emersi selama 20 menit
4. Lalu dibilas
dengan air

10
mengalir,
dikeringkan

Dibaca pada mikroskop


pembesaran lensa
objektif 100x dengan
minyak emersi
10. Jenis Objek 1. Sediaan Sample
pemeriksaan : glass diletakkan diatas darah,
Pewarnaan Rak rak pewarnaan reagen
Wright pewarnaa
2. Ditetesi larutan
n
Mikrosko wright 20 tetes
Bahan baku : selama 2 menit
p
Darah vena Larutan 3. Ditetesi buffer
wright wright 20 tetes
Buffer selama 5-12
wright menit
Minyak
4. Dibilas dengan
emersi
air mengalir
kemudian
dikeringkan
5. Dibaca pada
mikroskop
pembesaran lensa
objektif 100x
dengan minyak
emersi

11. Jenis Objek 1. Dibuat sediaan Dahak,


pemeriksaan : glass dahak, kemudian larutan
Pewarnaan Ziehl Rak diletakkan pada carbol
Nelssen pewarnaa
rak pewarnaan, fuchsin
n
larutan menghadap
Bahan baku: keatas
carbol
Dahak fuchsin 2. Sediaan ditetesi
0,3% larutan carbol
api spirtus fuchsin 0,3%
HCL sampai menutupi
alkohol
permukaan
3%
methylen sediaan,
blue 0,3% dipanaskan
mikrosko jangan sampai
p

11
minyak mendidih dengan
emersi nyala spiritus
(keluar uap)
selama 3-5 menit
3. Dibilas dengan
air mengalir
pelan
4. Sediaan ditetesi
HCL alkohol 3%
sampai merah
fuchsin hilang
5. Dibilas dengan
air mengalir
6. Ditetesi larutan
methylen blue
0,3% selama 10-
20 detik
7. Dibilas dengan
air mengalir
pelan-pelan,
dikeringkan
diudara terbuka
8. Dibaca pada
mikroskop
pembesaran lensa
objektif 100x
dengan minyak
emersi

12. Jenis Objek 1. Disiapkan objek Sample


pemeriksaan : glass glass darah
Hapusan darah Cat 2. Darah kapiler/
giemsa/wr
malaria darah vena tanpa
ight
Mikrosko anti koagulan
Bahan baku : p diteteskan pada
Darah vena objek glass,
dibuat hapusan
3. Kemudian dicat
giemsa / cat
wright
4. Diperiksa pada
mikroskop

12
pembesaran lensa
objektif 100x
dengan minyak
emersi

13. Jenis Tabung - Dibuat imulsi Tinja,


pemeriksaan: reaksi tinja dengan asam
Darah samar Larutan air atau acetat
garam
pada tinja larutan garam
Benzidine
basa kira-kira 10
Bahan baku: asam ml,
Tinja asetat dipanaskan
glacial sampai
mendidih
- Disaring
imulsi
tersebut
(masih panas)
dan dibiarkan
filtrat sampai
dingin
- Dimasukkan
benzidine
basa
sebanyak
sepucuk pisau
- Ditambah 3
ml asam
asetat glasial
dikocok
sampai
benzidine
larut dengan
meninggalkan
beberapa
kristal
- Ditambah 2
ml filtrat
imulsi tinja,
dicampur
- Ditambah 1
ml larutan

13
hidrogen
peroxida 3%,
dicampur
- Hasil dibaca
dalam warna
5 menit (
jangan lebih
lama).

INTERPRET
ASI HASIL :
- (-) Negatif
: tidak ada
perubahan
warna atau
warna yang
samar –
samar hijau.
- (+) Positif
satu :
hijau
- (+2) Positif
dua : biru
bercampur
hijau
- (+3) Positif
tiga: biru
- (+4) Positif
empat :
biru tua

14. Jenis Caretium Menyiapkan 400ml Sample


Pemeriksaan : Electrolyt serum, lalu operasikan darah
Elektrolit e pada alat Caretium
Analyzer Electrolyte Analyzer
Bahan baku : dengan menekan
Darah vena “sample” hingga ada
tanda selesai dari mesin
dengan bunyi beep,
angkat sample segera,
dalam 60 detik hasil
akan keluar dan di print.

14
15. Jenis Caretium Menyiapkan serum, lalu Sample
Pemeriksaan: Analyzer operasikan pada alat darah
Fungsi Ginjal Caretium Analyzer
dengan menekan
Bahan baku : “sample” hingga ada
Darah vena tanda selesai dari mesin
dengan bunyi beep,
angkat sample segera,
dalam 60 detik hasil
akan keluar dan di print.

2. Lingkungan Kerja

Unit Lingk. Lingk. Lingk. Sos- Lingk.


No Lingk. fisik
kerja Kimia Biologi bud Ergonomi
1. Laborato -Tata ruang -satu alat pembuanga -lokasi -Posisi kerja
trium yang belum dengan n limbah laboratoriu yang tidak
Patologi tersusun alat yang dari m dekat ergonomis
Klinik rapi lain saling laboratoriu dengan (duduk kursi
-Ruangan berdekatan m PK ini instalasi dingklik)
seluas 5x10 , tidak ada sudah farmasi dan dengan durasi
m, dibagi pembatas- sistematis, tempat selama 7 jam.
menjadi 6 nya jadi bahan parkir
bilik, R. sehingga dan alat
tunggu resiko yang sdah
pasien, R. terjadinya terpakai di
pengambila kecelakaa sterilisasi.
n spesimen n kerja Pemakaian
darah, R. yang alat juga
Admin, R. membahay sudah
Laboratoriu akan disposible
m, R. pekerja
Penyimpana lebih
n Spesimen, potensial
R. Logistik, -Bahan
terdapat 4 baku yang
buah menyebab
jendela dan kan
ventilasi peradanga
yang semua n kulit
ditutup kaca

15
sehingga seperti
pertukaran reagen
udara - bahan
mengandalk baku yang
an AC menyebab
sebanyak 4 kan
buah. penyakit
resiko
menular
seperti
pengambil
an darah,
sputum,
feces dan
lain lain

-
penggunaa
n alat
elektronik
yang
kurang
pengaman
an
sehingga
resiko
tersetrum
tinggi

Penggunaa
n mesin
autoanaliz
er dapat
menguran
gi analis
berkontak
dengan
spesimen
atau bahan
– bahan
berbahaya

16
3. Karyawan

Populasi Rata-rata Status Resiko Penanganan


No. Unit kerja L P Lama kerja Kesehatan Kesehatan Resiko
1. Laboratorium 4 12 Jam kerja Normal -Kecelakaan - selalu
selama 24 kerja berupa menggunaka
jam dibagi Low Back n APD (Alat
menjadi 3 Pain karena Pelindung
shift: posisi duduk Diri),
 Pagi : yang tidak terutama saat
07.00- ergonomis. mengambil
14.00 -Dermatitis sampel darah
(6 akibat kontak dan saat
orang) dengan reagen kontak
 Siang : berbagai jenis dengan
14.00- pemeriksaan, reagen.
21.00( dan dengan - seluruh
4 bahan karyawan
orang) iritatif/alergen memiliki
 Malam lain seperti asuransi
: alkohol, tenaga kerja
21.00- spiritus dan yang
07.00 ( handscoon ditanggung
2 -resiko oleh RS jika
orang) penularan terjadi
berbagai kecelakaan
penyakit dari akibat kerja
jarum suntik
saat
pengambilan
sampel seperti
HIV dan
Hepatitis B,
serta TB yang
berasal dari
sampel dahak
pasien.

17
4. Sistem Manajemen
 Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3
Problem K3 Kebijakan
No. Komponen
Internal Eksternal Manajemen
1 Proses  Perawatan dan  Resiko  Proses dan alat kerja
Industri/Kerja pemeliharaan tertular sesuai dengan K3
 Laborato alat-alat kurang penyakit yang diterapkan
rium rapi dan dari pasien pada
klinik sistematis dan dari PERMENKES/2010
 Tidak ada spesimen
kabinet
keamanan lab

2 Lingkungan -Tata ruang yang


Kerja belum tersusun rapi  Persyaratan
 Lingkungan -Masih kurangnya bangunan harus
fisik perhatian pegawai sesuai dengan
dalam meletakkan permenkes
makanan di dalam
ruang sampel.

- Tidak ada sekat


 Lingkungan antara bahan dan  Bahan bahan kimia
kimia alat yang mudah yang mudah
terbakar terbakar harus
- Bahan baku yang dipisahkan, bahan
menyebabkan bahan yang iritasi
peradangan kulit dan mudah menular
seperti reagen harus menggunakan
- Bahan baku yang APD yang sesuai
menyebabkan standar
resiko penyakit
menular seperti
darah, urine, feses
dan sputum

18
-Higienitas
pengambilan sampel -laborat jauh
 Lingkungan - Tidak dengan kamar  Ruangan
biologi menggunakan jas pasien seharusnya
lab sesuai tempatnya memiliki jarak
yang cukup
dekat dengan
kamar pasien
agar sample
tidak
- terkontaminasi,
 Lingkungan atau bila tidak
sos-bud - memungkinkan
dapat disiasati
dengan
peningkatan
pengelolaan
transfer
spesimen

 Posisi kerja yang


 Lingkungan tidak ergonomis
ergonomi karena ada kursi  Kursi dan alat
tanpa sandaran kerja yang lain
harus sesuai
standar sehingga
tidak
mengganggu ke
efektifan
bekerja dan
menyebabkan
ketidaknyamana
n
3 Karyawan -Resiko terjadi Pembagian shift Promotif
peradangan karena jaga sudah bagus Memberi penyuluhan
namun waktu shift dan pelatihan kepada

19
infeksi saat proses malam hanya ada pekerja terhadap alat
kerja dua petugas pelindung diri
- resiko infeksi
penyakit menular Preventif
-Resiko nyeri Keharusan penggunaan
punggung lowback alat pelindung diri yang
pain sesuai dengan standar,
-Resiko luka bakar take care terhadap
keamanan diri sendiri

Kuratif
Memberi pengobatan
secara menyeluruh
sesuai hasil
pemeriksaan kesehatan
akibat kecelakaan kerja

Rehabilitasi
Rehabilitasi dini secara
tepat untuk
memperbaiki kualitas
hidup pekerja.

5. Regulasi/Undang-Undang

Daerah:

Undang undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Kabupaten Kediri

Nasional:

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

411/MENKES/PER/98/2010. tentang Laboratiorium Klinik dijelaskan bahwa

Laboratiorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang menyelanggarakan

20
pelayanan pelaksanaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi kesehatan

perorangan terutama untuk menunjang proses diagnosis penyakit, penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan.1

Laboratorium klinik berdasarkan jenis pelayanannya dibagi menjadi 2 yaitu

laboratorium klinik umum dan laboratorium klinik khusus. Laboratorium klinik

umum merupakan laboratorium yang melaksanakan pelayanan spesimen klinik

dibidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan

imunologi klinik. Sedangkan laboratorium klinik khusus adalah laboratorium yang

melaksanakan pemeriksaan spesimen klinik pada 1 bidang pemeriksaan khusus

dengan pemeriksaan tertentu. Laboratorium klinik umum dibagi berdasarkan

laboratorium klinik pratama, madya dan utama. Sedangkan laboratorium klinik

khusus dibagi antara lain mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan patologi

anatomi.1

Laboratorium Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No 411/MENKES/PER/98/2010 adalah sarana kesehatan yang

melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal

dari manusia dan yang bukan berasal dari manusia, untuk menentukan jenis

penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan

perorangan dan masyarakat.2

Laboratorium klinik dapat dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

maupun swasta. Laboratorium klinik ini mempunyai kewajiban yaitu

melaksanakan pemantapan mutu baik eksternal dan internal, melakukan akreditasi

laboratorium yang dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan

(KALK) tiap 5 tahun sekali, menyelenggarakan upaya keamanan dan keselamatan

21
laboratorium, memperhatikan fungsi sosial dan membantu program pemerintah di

pelayanan kesehatan dalam masyarakat, dan berperan aktif dalam asosiasi

laboratorium kesehatan. Labratorium klinik hanya dapat melaksanakan

pemeriksaan spesimen klinik atas permintaan tertulis dari fasilitas pelayanan

kesehatan pemerintah, dokter, dokter gigi, bidan untuk pemeriksaan kehamilan,

ataupun instansi pemerintah untuk kepentingan penegakan hukum.1

Setiap Laboratorium klinik harus memenuhi standar, untuk memenuhi standar

ini maka perlu dilakukan akreditasi setiap 5 tahun sekali. Standar ini sangat penting

untuk keamanan dan keselamatan pekerja laboratorium, dan satatus akreditasi ini

sebagai simbol kepercayaan pemerintah terhadap laboratorium klinik tersebut.

Keselamatan dan kesehatan pekerja perlu diperhatikan seperti pembinaan tentang

APD seperti sarung`tangan, masker, jas alas kaki, wastafel dengan air mengalir

dan lain lain.

II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN

KERJA)

1. Penyakit menular seperti : HIV, hepatitis, TB (occupational releted

disease)

2. Dermatitis kontak alergi dan iritan (occupational releted disease)

3. Low Back Pain (occupational desease)

III. PEMBAHASAN

22
1.1 Laboratorium Klinik

Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan

pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia

atau bahan yang berasal bukan dari manusia untuk penentuan jenis penyakit,

penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh

pada kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat (PERATURAN MENTERI

KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013).

Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan

pemeriksaan dibidang Hematologi, Kimia Klinik, Mikribiologi Klinik,

Parasitologi Klinik, Imunologi Klinik, Patologi Anatomi, Urinologi, dan lain-lain.

Berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang

upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.10

Kualitas pelayanan kesehatan khususnya di laboratorium sangat dipengaruhi

oleh petugas kesehatan laboratorium itu sendiri. Di samping itu petugas

kesehatan khususnya petugas laboratorium selain dapat memberikan pelayanan

yang baik dan bermutu, dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya melayani

pasien dituntut untuk dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya potensial resiko

terpajan dan terinfeksi (tertular) dari pasien dan dari tempat kerja.11

Petugas kesehatan laboratorium yang menjaga mutu dan mendukung

pelayanan yang berkualitas khususnya pelayanan di laboratorium sederhana guna

mempermudah petugas laboratorium tentang pemahaman dan cara pemeriksaan

yang meliputi pemeriksaan-pemeriksaan sederhana sesuai dengan kebutuhan

dan kondisi laboratotium saat ini, maka dari itu petugas laboratorium

memerlukan suatu pedoman atau petunjuk pemeriksaan laboratorium yang

23
disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium atau standar

kesehatan dan keselamatan kerja di Puskesmas.13

Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium adalah suatu pedoman

tertulis, suatu patokan pencapaian tingkat, suatu pernyataan tertulis tentang

harapan yang yang spesifik atau sebagai model untuk ditiru yang dibakukan.

Standar Operasional Prosedur (SOP) meliputi peraturan-peraturan dalam

mengaplikasi proses-proses dan hasilnya sesuai dengan ketentuan yang

diharapkan. Selain itu standar operasional prosedur juga dapat memudahkan

petugas laboratorium dalam melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan

kesehatan yang berkualitas dan bermutu.9

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) laboratorium merupakan bagian dari

pengelolaan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai

tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari

manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak

dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi kuman patogen. Potensi infeksi juga

dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat.

Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas

harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan

kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya

sesuai SOP, serta mengontrol bahan/spesimen secara baik menurut praktik

laboratorium yang benar.15

1. Petugas/Tim K3 Laboratorium

Pengamanan kerja di laboratorium pada dasarnya menjadi tanggung jawab

setiap petugas terutama yang berhubungan langsung dengan proses pengambilan

24
spesimen, bahan, reagen pemeriksaan. Untuk mengkoordinasikan,

menginformasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan keamanan

laboratorium, terutama untuk laboratorium yang melakukan berbagai jenis

pelayanan dan kegiatan pada satu sarana, diperlukan suatu Tim fungsional

keamanan laboratorium. Kepala laboratorium adalah penanggung jawab tertinggi

dalam pelaksanaan K3 laboratorium. Dalam pelaksanaannya kepala laboratorium

dapat menunjuk seorang petugas atau membentuk tim K3 laboratorium. Petugas

atau tim K3 laboratorium mempunyai kewajiban merencanakan dan memantau

pelaksanaan K3 yang telah dilakukan oleh setiap petugas laboratorium, mencakup:

a. Melakukan pemeriksaan dan pengarahan secara berkala terhadap

metode/prosedur dan pelaksanaannya, bahan habis pakai dan peralatan kerja,

termasuk untuk kegiatan penelitian.

b. Memastikan semua petugas laboratorium memahami dan dapat menghindari

bahaya infeksi.

c. Melakukan penyelidikan semua kecelakaan di dalam laboratorium yang

memungkinkan terjadinya pelepasan/kebocoran/penyebaran bahan infektif.

d. Melakukan pengawasan dan memastikan semua tindakan dekontaminasi

yang telah dilakukan jika ada tumpahan/percikan bahan infektif.

e. Memastikan bahwa tindakan disinfeksi telah dilakukan terhadap peralatan

laboratorium yang akan diservis atau diperbaiki.

f. Menyediakan kepustakaan/rujukan K3 yang sesuai dan informasi untuk

petugas laboratorium tentang perubahan prosedur, metode, petunjuk teknis dan

pengenalan pada alat yang baru.

25
g. Menyusun jadwal kegiatan pemeliharaan kesehatan bagi petugas

laboratorium.

h. Memantau petugas laboratorium yang sakit atau absen yang mungkin

berhubungan dengan pekerjaan di laboratorium dan melaporkannya pada

pimpinan laboratorium.

i. Memastikan bahwa bahan bekas pakai dan limbah infektif dibuang secara

aman setelah melalui proses dekontaminasi sebelumnya.

j. Mengembangkan sistem pencatatan, yaitu tanda terima, pencatatan

perjalanan dan pembuangan bahan patogenik serta mengembangkan prosedur

untuk pemberitahuan kepada petugas laboratorium tentang adanya bahan

infektif yang baru di dalam laboratorium.

k. Memberitahu kepala laboratorium mengenai adanya mikroorganisme yang

harus dilaporkan kepada pejabat kesehatan setempat ataupun nasional dan

badan tertentu.

l. Membuat sistem panggil untuk keadaan darurat yang timbul diluar jam kerja.

m. Membuat rencana dan melaksanakan pelatihan K3 laboratorium bagi

seluruh petugas laboratorium.

n. Mencatat secara rinci setiap kecelakaan kerja yang terjadi di laboratorium

dan melaporkannya kepada kepala laboratorium.

Setiap laboratorium sebaiknya membuat pokok-pokok K3 laboratorium yang

penting dan ditempatkan di lokasi yang mudah dibaca oleh setiap petugas

laboratorium.11

2. Kesehatan Petugas Laboratorium

26
Pada setiap calon petugas laboratorium harus dilakukan pemeriksaan kesehatan

lengkap termasuk foto toraks. Keadaan kesehatan petugas laboratorium harus

memenuhi standar kesehatan yang telah ditentukan di laboratorium. Untuk

menjamin kesehatan para petugas laboratorium harus dilakukan hal-hal sebagai

berikut:

a. Pemeriksaan foto toraks setiap tahun bagi petugas yang bekerja dengan

bahan yang diduga mengandung bakteri tuberculosis.

b. Setiap laboratorium harus mempunyai program imunisasi. Vaksinasi

yang diberikan:

c. Vaksinasi Hepatitis B untuk semua petugas laboratorium.

. Pemantauan kesehatan

Kesehatan setiap petugas laboratorium harus selalu dipantau, untuk itu

setiap petugas harus mempunyai kartu kesehatan yang selalu dibawa setiap

saat dan diperlihatkan kepada dokter bila petugas tersebut sakit. Minimal

setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan kesehatan rutin termasuk

pemeriksaan laboratorium. Bila petugas laboratorium sakit lebih dari 3 hari

tanpa keterangan yang jelas tentang penyakitnya, maka petugas yang

bertanggung jawab terhadap K3 laboratorium harus melapor pada kepala

laboratorium tentang kemungkinan terjadinya pajanan yang diperoleh dari

laboratorium dan menyelidikinya.12

3. Sarana dan prasarana K3 laboratorium umum yang perlu disiapkan di

laboratorium adalah:

a. Jas laboratorium sesuai standar.

b. Sarung tangan.

27
c. Masker.

d. Alas kaki/sepatu tertutup.

e. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air mengalir.

f. Lemari asam (fume hood), dilengkapi dengan exhaust ventilation system.

g. Pipetting aid, rubber bulb.

h. Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lanset.

i. Pemancur air (emergency shower)

j. Kabinet keamanan biologis kelas I atau II atau III (tergantung dari jenis

mikroorganisme yang ditangani dan diperiksa di laboratorium). Kelompok

mikroorganisme yang memerlukan pengamanan secara lengkap dapat dilihat

pada Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis yang

dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Sarana dan prasarana K3

laboratorium pada pemeriksaan khusus (Avian Influenza) seperti pada

laboratorium pada umumnya dengan ditambahkan masker N-95, kacamata

goggle, tutup kepala plastik dan biosafety laboratorylevel III.16

4. Pengamanan pada keadaan darurat

a. Sistem tanda bahaya.

b Sistem evakuasi.

c. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

d. Alat komunikasi darurat baik di dalam atau ke luar laboratorium

e. Sistem informasi darurat.

f. Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat

g. Alat pemadam kebakaran, masker, pasir dan sumber air terletak pada lokasi

yang mudah dicapai.

28
h. Alat seperti kampak, palu, obeng, tangga dan tali.

i. Nomor telepon ambulan, pemadam kebakaran dan polisi di setiap ruang

laboratorium.14

5. Memperhatikan tindakan pencegahan terhadap hal-hal sebagai berikut:

a. Mencegah penyebaran bahan infeksi, misalnya:

1) Menggunakan peralatan standar. Misal lingkaran sengkelit ose harus

jenuh dan panjang tangkai maksimum 6 cm.

2) Tidak melakukan tes katalase diatas gelas obyek. Sebaiknya gunakan

tabung atau gelas obyek yang memakai penutup. Cara lain adalah dengan

menyentuhkan permukaan koloni mikroorganisme dengan tabung kapiler

hematokrit yang berisi hidrogen peroksida.

3) Menempatkan sisa spesimen dan media biakan yang akan disterilisasi

dalam wadah yang tahan bocor.

4) Melakukan dekontaminasi permukaan meja kerja dengan disinfektan

yang sesuai setiap kali habis bekerja.

b. Mencegah bahan infeksi tertelan atau terkena kulit serta mata. Selama

bekerja, partikel dan droplet (diameter > 5 µm) akan terlepas ke udara dan

menempel pada permukaan meja serta tangan petugas laboratorium, untuk itu

dianjurkan untuk mengikuti hal-hal di bawah ini:

1) Mencuci tangan dengan sabun/disinfektan sebelum dan sesudah bekerja.

Jangan menyentuh mulut dan mata selama bekerja

2) Tidak makan, minum, merokok, mengunyah permen atau menyimpan

makanan/ minuman dalam laboratorium

3) Tidak memakai kosmetik ketika berada dalam laboratorium

29
4) Menggunakan alat pelindung mata/muka jika terdapat risiko percikan

bahan infeksi saat bekerja

c. Mencegah infeksi melalui tusukan Jarum suntik, pipet Pasteur kaca dan

pecahan kaca obyek dapat menyebabkan luka tusuk. Untuk itu dapat dihindari

dengan bekerja dengan hati-hati dan memilih pipet pasteur yang terbuat dari

plastik.

d. Menggunakan pipet dan alat bantu pipet

1) Tidak memipet dengan mulut, tetapi gunakan alat bantu pipet

2) Tidak meniupkan udara maupun mencampur bahan terinfeksi dengan

cara menghisap dan meniup cairan lewat pipet

3) Tidak keluarkan cairan dari dalam pipet secara paksa

4) Disinfeksi segera meja kerja yang terkena tetesan cairan/bahan infeksi

dari pipet dengan kapas yang dibasahi disinfektan. Kapas di otoklaf setelah

selesai digunakan.

5) Gunakan pipet ukur karena cairan tidak perlu dikeluarkan sampai tetes

terakhir

6) Rendam pipet habis pakai dalam wadah berisi disinfektan. Biarkan

selama 18-24 jam sebelum disterilisasi

7) Tidak menggunakan semprit dengan atau tanpa jarum suntik untuk

memipet.

e. Menggunakan sentrifus/alat pemusing

1) Lakukan sentrifugasi sesuai instruksi pabrik.

30
2) Sentrifus harus diletakkan pada ketinggian tertentu sehingga petugas

laboratorium dapat melihat ke dalam alat dan menempatkan tabung

sentrifus dengan mudah.

3) Periksa rotator sentrifus dan selonsong (bucket) sebelum dipakai atau

secara berkala untuk melihat tanda korosi dan keretakan.

4) Selongsong berisi tabung sentrifus harus seimbang

5) Gunakan air untuk menyeimbangkan selongsong. Jangan gunakan

larutan NaCI atau hipoklorit karena bersifat korosif.

6) Setelah dipakai, simpan selongsong dalam posisi terbalik agar cairan

penyeimbang dapat mengalir keluar.

7) Melakukan sentrifugasi dengan cara yang benar yaitu tabung harus

tertutup rapat dan selongsong yang terkunci, untuk melindungi petugas

laboratorium terhadap aerosol dan sebaran partikel dari mikroorganisme.

8) Pastikan sentrifuse tertutup selama dijalankan.

f. Menggunakan alat homogenisasi, alat pengguncang dan alat sonikasi

1) Tidak menggunakan alat homogenisasi yang dipakai dalam rumah

tangga, karena dapat bocor dan menimbulkan aerosol. Gunakan blender

khusus untuk laboratorium

2) Mangkuk, botol dan tutupnya harus dalam keadaan baik dan tidak cacat.

Tutup botol harus pas.

3) Aerosol yang mengandung bahan infeksi dapat keluar dari celah antara

tutup dan tabung alat homogenisasi, alat pengguncang (shaker) dan alat

sonikasi. Dapat dicegah dengan menggunakan tabung yang terbuat dari

politetrafluoretilen (PTFE), karena tabung dari gelas dapat pecah.

31
4) Gunakan alat pelindung telinga saat melakukan sonikasi.

g. Menggunakan lemari pendingin dan lemari pembeku

1) Membersihkan lemari pendingin (refrigerator), lemari pembeku (freezer)

dan tabung es kering (dry-Ice), melakukan defrost secara teratur

2) Membuang ampul, tabung, botol dan wadah lain yang pecah.

Menggunakan alat pelindung muka dan sarung tangan karet tebal saat

bekerja. Setelah dibersihkan, permukaan dalam lemari pendingin dan lemari

pembeku harus didisinfeksi dengan disinfektan yang tidak korosif

3) Memberi label wadah yang berisi nama bahan, tanggal disimpan dan

nama orang yang menyimpan. Wadah yang tidak berlabel dan bahan yang

sudah kadaluwarsa harus dimusnahkan.

4) Tidak menyimpan cairan yang mudah terbakar.

h. Membuka ampul berisi bahan infeksi yang diliofilisasi

Ampul berisi bahan infeksi yang disimpan dalam bentuk liofilisat harus

dibuka dengan hati-hati. Bahan di dalam ampul berada dalam tekanan yang

rendah, sehingga bila ampul dibuka dengan tiba-tiba, maka sebagian isinya

dapat menyebar ke udara.Ampul harus selalu dibuka dalam kabinet keamanan

biologis. Dianjurkan untuk mengikuti petunjuk di bawah ini saat membuka

ampul:

1) Dekontaminasi permukaan luar ampul.

2) Beri tanda pada bagian ampul dekat sumbat kapas atau selulose.

3) Pegang ampul dalam keadaaan terbungkus kapas.

4) Lepaskan bagian atas ampul dengan perlahan dan perlakukan sebagai

bahan yang terkontaminasi.

32
5) Jika sumbat masih ada di atas bahan, lepaskan dengan forsep steril.

6) Tambahkan cairan perlahan-lahan untuk melarutkan kembali bahan

dalam ampul dan mencegah timbulnya busa/gelembung cairan.15

6. Disinfeksi, Sterilisasi dan Dekontaminasi.14

1.2 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan akibat kontak langsung

dengan bahan kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja.17

- Proses dan bahan kerja  bila pekerja terpajan bahan biologis karena

bekerja langsung dengan bahan biologis tersebut atau merupakan hasil

langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja.

- Lingkungan kerja  bila pekerja terpajan lingkungan yang tercemar

pajanan biologis yang berasal langsung dari proses kerja di tempat kerja.

Ini termasuk penyakit akibat kerja. Contoh penyakit TB pada

laboratorium kesehatan.

Gangguan kesehatan pada proses dan lingkungan pekerjaan di laboratorium ini

antara lain :

1. Penyakit menular seperti : HIV, hepatitis, TB dimana penyakit ini dipengaruhi

oleh masa kerja, frekuensi kontak langsung pasien dengan petugas

laboratorium, maupun kontak dengan pasien yang belum terdiagnosis dan

belum diobati. Dimana dalam hal ini petugas laboratorium sangat beresiko

tertular bila selama proses kerja tidak menggunakan alat pelindung diri yang

sesuai dengan peraturan yang ada.17

2. Penyakit lain yang juga beresiko terkena pada petugas laboratorium adalah

dermatitis. Menurut Djuanda 2006, Dermatitis adalah peradangan kulit

33
(epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan

endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan

keluhan gatal.1 Terdapat berbagai macam dermatitis, dua diantaranya adalah

dermatitis kontak dan dermatitis okupasi. Dermatitis kontak adalah kelainan

kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak dengan bahan

eksogen (daily, 2005). Dimana dalam hal ini petugas laboratorium akan selalu

kontak dengan bahan – bahan kimia yang menunjang proses kerjanya.

Penggunaan bahan kimia ini selain membawa dampak yang positif.2 bagi

kemajuan dunia industri juga memiliki dampak negatif terutama bagi

kesehatan pekerja bila tidak menggunakan alat pelindung diri yang sesuai.3,4

3. Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan keluhan yang sering

dijumpai di praktek sehari-hari, dan diperkirakan hampir semua orang pernah

mengalami nyeri punggung paling kurangnya sekali semasa hidupnya.5 Nyeri

punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah,

dapat merupakan nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau

keduanya.6,7 Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat berujuk ke

daerah lain atau sebaliknya yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah

punggung bawah (refered pain). Walaupun nyeri punggung bawah jarang

fatal namun nyeri yang dirasakan menyebabkan penderita mengalami suatu

kekurangmampuan (disabilitas) yaitu keterbatasan fungsional dalam aktifitas

sehari-hari dan banyak kehilangan jam kerja terutama pada usia produktif,

sehingga merupakan alasan terbanyak dalam mencari pengobatan.8 Hal ini

sesuai dengan proses kerja dan lingkungan kerja petugas laboratorium yang

kurang ergonomis dimana para petugas memakai kursi yang keras (dingklik)

34
dan duduk dalam waktu yang cukup lama sehari – harinya untuk mengolah

spesimen yang diperiksa.8

IV. INTERVENSI

Terapan 5 (lima) strategi penatalaksanaan gangguan kesehatan akibat kerja

antara lain :

1. Proses Kerja

Kurangnya perawatan dan pemeliharaan alat-alat kurang sistematis. Namun

telah ada emergency shower, tidak ada perlengkapan P3K, tidak ada kabinet

keamanan lab. Dimana dalam hal ini maka kepala laboratorium melaporkan

pada pihak rumah sakit untuk memecahkan masalah internal yang dibutuhkan

oleh laboratorium. Selain itu diharapkan para petugas laboratorium lebih

memperhatikan hal keamanan dan keselamatan diri saat bertugas dengan

mematuhi peraturan yang ada dengan menggunakan sarana dan prasarana K3

laboratorium umum yang sudah disiapkan di laboratorium seperti :

Jas laboratorium sesuai standar.

b. Sarung tangan.

c. Masker.

d. Alas kaki/sepatu tertutup.

e. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air mengalir.

f. Lemari asam (fume hood), dilengkapi dengan exhaust ventilation system.

g. Pipetting aid, rubber bulb.

h. Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lanset.

i. Pemancur air (emergency shower)

2. Lingkungan Kerja

35
Tata ruang yang belum tersusun rapi, seharusnya laboratorium dibangun

sesuai dengan persyaratan bangunan yang telah diatur pada permenkes. Tidak

ada sekat antara bahan dan alat yang mudah terbakar, bahan baku yang

menyebabkan peradangan kulit seperti reagen, bahan baku yang menyebabkan

resiko penyakit menular seperti darah dan sputum. Spesimen tersebut sangat

berbahaya bagi kesehatan petugas laboratorium terutama bila petugas

laboratorium tidak memakai alat pelindung diri yang sesuai dengan peraturan.

Sehingga diharapkan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar harus

dipisahkan dalam hal ini juga berkaitan dengan luas ruangan dan tat ruangan

laboratorium yang harus sesuai standar, selanjutnya bahan-bahan yang mudah

menyebabkan iritasi dan mudah menular harus menggunakan alat pelindung

diri yang sesuai standar juga.

Pada hal ini higienitas pengambilan sampel harus sangat diperhatikan,

karena sample sangat mempengaruhi hasil, diharapkan pemngambilan sample

terlindung dari kontaminasi lingkungan sekitar laboratorium sehingga

menunjukkan hasil yang lebih signifikan.

Posisi kerja pada laboratorium ini kurang ergonomis sehingga dapat

menimbulkan ketidak nyamanan saat bekerja sehingga harus lebih diperhatikan

lagi.

3. Kondisi Karyawan

Kondisi karyawan dengan durasi kerja yang terlalu lama (sampai dengan 10

jam) tidak sesuai dengan durasi jaga yaitu 8 jam. Hal ini akan menyebabkan

gangguan pada keefektifan kerja dimana berdasarkan penelitian kerja akan

efektif apabila durasinya dibawah 8 jam. Durasi yang lama juga akan

36
menyebabkan adanya gangguan seperti low back pain karena duduk yang terlalu

lama apalagi posisi duduk tidak ergonomis, posisi duduk yang tidak ergonomis

ditambah dengan waktu yang lama akan meningkatkan resiko terjadinya low

back pain. Disini startegi penatalaksanaannya adalah dengan meperbaiki durasi

jaga dengan mengurangi waktu sesuai jadwal yaitu 8 jam.

Karyawan sangat berisiko tertular penyakit menular akibat jarum suntik

yang tidak steril, bahan baku seperti darah dan sputum. Karyawan juga sangat

berisiko terkena dermatitis kontak akibat kerja seperti dermatitis kontak alergi

dan iritan, hal ini didapatkan karena kontaminasi dengan berbagi reagen bahan

kimia ketika melakukan pemeriksaan. Adapun strategi penatalaksanaannya yaitu

dengan menggunakan APD (alat pelindung diri) sesuai dengan standar

permenkes tahun 2010 tentang lab klinis, selalu mengingatkan untuk cuci tangan

dengan 5 langkah menggunakan hand wash dan sabun, dimana wastafel khusus

laboratorium belum tersedia sehingga perlu mengusulkan dibuatkan wastafel,

juga perlu disediakan kotak P3K di tempat laboratorium mengingat resiko

terjadinya kecelakaan akibat kerja tinggi. Perlunya juga diberikan jaminan

asuransi untuk karyawan hal ini juga berhubungan dengan resiko akibat

kecekaan kerja yang tinggi di laboratorium.

4. Kebijakan Manajemen

Dalam proses industri terdapat banyak kekurangan yang bisa bersifat fatal

seperti alas kaki tertutup, sarung tangan. Perawatan dan pemeliharaan alat-alat

kurang sistematis, telah disediakan emergency shower dan, tidak adanya

perlengkapan P3K, tidak ada kabinet keamanan lab. Ketidak lengkapan dan

37
standart yang tidak terenuhi ini akan menyebakan resiko terjadinya kecelakaan

kerja. Adapun strategi penatalaksanaan dalam proses industri ini adalah dengan

melengkapi APD dan alat alat yang lain sesuai standar permenkes tahun 2010.

Pemeliharaan alat juga perlu terjadwal agar mudah mengingat dimana

peeliharaan alat ini berpengaruh terhadap kejeliaan alat dalam memeriksa

dimana akan berkurang tingkat sensitifitas kejelian apabila perawatannya

kurang. Perawatan yang baik dan rutin juga akan meningkatkan usia dari alat

tersebut. Perlu juga diberikan sekat antar alat dan berbagai pemeriksaan

sehingga terjadinya kecelakaan kerja bisa diminimalisir.

Dalam lingkungan kerja juga ada beberapa kekurangan seperti tata ruang

yang belum tersusun rapi dan kurang memadai, tidak ada sekat antara bahan dan

alat yang mudah terbakar. Bahan baku yang menyebabkan peradangan kulit

seperti reagen. Posisi kerja yang tidak ergonomis dan terlalu padat, luas ruangan

yang tidak memenuhi standar. Adapun strategi penatalaksanaan adalah dengan

memgatur ulang ruangan sesuai standar permenkes tahun 2010 tentang

laboratorium klinik. Harus diberi sekat tiap jenis alat yang beresiko

menyebabkan kecelakaan kerja. Serta menempatkan dan memisahkan reagen

dan bahan yang lain yang berbahaya sehingga resiko kontak dengan kulit laboran

minimal

Masalah dalam karyawan yaitu Resiko terjadi peradangan saat proses kerja,

resiko infeksi penyakit menular, Resiko nyeri punggung lowback pain Resiko

luka bakar. Adapun strategi penatalaksanaan dalam masalah ini yaitu membekali

laboran/ pekerja dengan APD yang standar, kemudian mengganti kursi yang ada

38
dengan kursi yang lebih ergonomis sehingga mencegah atau mengurangi resiko

terjadinya low back pain.

5. Regulasi yang Berlaku

Regulasi yang dipakai spesifik tentang laoratorium klinik disini adalah

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

411/MENKES/PER/98/2010. Dalam regulasi disini laboratorium klinik RSM

Ahmad Dahlan ini merupakan laboratorium klinik tipe pratama, perijinan sudah

lengkap dan sesuai, namun masih banyak yang tidak memenuhi standar seperti

tempat, APD, dan fasilitas yang kurang memadai. Adapun staregi

penatalaksanaan Dalam regulasi ini yaitu dengan mengusulkan untuk ditinjau

kembali kelengkapan alat, fasilitas, dan alat kebutuhan serta keamanan dan

keselamatan kerja sesuai standar permenkes tentang laboratorium tahun 2010

karena hal ini berpengaruh terhadap mutu pelayanan, kesehatan dan keselamatan

kerja, serta berpengaruh terhadap akreditasi laboratorium tersebut dan akreditasi

rumah sakit yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Daily a, 2005. Dermatitis kontak alergi dan alergi. Pedoman penanganan


dermatitis. FK Universitas lampung

39
2. Lestari F dan Utomo HS, 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di Pt Inti Pantja Press Industri.
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan
Masyarakat,Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
3. Suryani F, 2011. Faktor Fkator yang mempengaruhi Dermatitis kontak Pada
Pekerja. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta
4. Sulistyaningrum, Widaty W, Triestianawati, 2011. Dermatitis Kontak Iritan
Dan Alergik Pada Geriatri. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
5. Fathoni H , Handoyo , Swasti KS., 2009. Hubungan Sikap Dan Posisi Kerja
Dengan Low Back Pain Pada Perawat Di Rsud Purbalingga. Jurusan
Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
6. Samara D, Basuki B, Jannis J.2005. Duduk statis sebagai faktor risiko
terjadinya nyeri punggung bawah pada pekerja perempuan. Bagian Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
7. Ritianingsih, 2009 . Pencegahan Low Back Pain Dan Coping Dengan Nyeri
Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
8. Kushartanti W dan Satyagraha A, 2012. Penyusunan Standard Diagnosis
Dan Terapi Fisik Untuk Ischialgia Dan Low Back Pain Di Klinik Terapi
Fisik Fik-Uny. Bagian Rehab Medik, Universitas Gajah mada
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.364/MENKES/SK/III/2003
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/MENKES/PER/III/2010 tentang
Laboratorium Klinik.
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 835/Menkes/SK/IX/2009 tentang
Pedoman Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Mikrobiologik dan
Imunologik.
13. Depkes, R.I. 2002. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium
Kesehatan, Jakarta.

40
14. Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 432/Menkes/SK/IV/2007,
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah
Sakit,Jakarta.
15. Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
16. Perwitasari, D, Anwar, A. 2006. Tingkat Risiko Pemakaian Alat
Pelindung Diri dan Higiene Petugas di Laboratorium Klinik RSUPN
Ciptomangunkusumo Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol.5, No.1,
April 2006 : 380-384.
17. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2011 Tentang Pedoman
Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor43 Tahun 2013
Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia
19. Permenkes/ No. 298 / tahun 2008 / Tentang Pedoman Akreditasi
Laboratorium kesehatan
20. Permenkes / No. 411 / Tahun 2010 / Tentang Laboratorium Klinik

41
Lampiran

42
43
44
45
46
47
48
49

Anda mungkin juga menyukai