Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Bakteri Riketsia

Disusun Oleh :
- Dwi Agung Ratna Ningsih
- Fauzia Aprilia Effendi
- Jufrie
- Leolita Zetira Matalih
- Siti Khotijah Yusup
- Talia Rosali
- Yemima Lena C P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES IMC BINTARO
TAHUN AJARAN
2018-2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami telah dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah Bakteri Riketsia”. Tujuan kami membuat
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu dasar keperawatan 2 serta menambah
pengetahuan kami tentang keperawatan.

Meskipun kami telah berusaha segenap kemampuan, namun kami menyadari bahwa
makalah kami belum sempurna. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang diberikan
akan kami sambut dengan kelapangan hati guna perbaikan pada masa yang akan datang.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberi nilai tambah bagi kami
semua yang memanfaatkannya.

Tangerang selatan, 10 mei 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Riketsia adalah bakteri kecil yang merupakan parasit intraseluler obligat dan ditularkan ke
manusia melalui artropoda, kecuali demam Q. Rickettsia merupakan spesies yang dibawa oleh
banyak kutu, dan menyebabkan penyakit pada manusia seperti tipus, rickettsialpox, demam
Boutonneuse, demam gigitan kutu Afrika, demam Rocky Mountain, Australia Tick Tifus,
Pulau Flinders Spotted Demam tifus dan Queensland tick. Bakteri riketsia juga dikaitkan
dengan berbagai penyakit tanaman. Riketsia hanya tumbuh di dalam sel-sel hidup, sama seperti
virus. Nama rickettsia sering digunakan untuk setiap anggota Rickettsiales. Mereka dianggap
sebagai kerabat terdekat bakteri yang berasal dari organel mitokondria yang ada di dalam
sebagian besar sel eukariotik. Metode tumbuh Rickettsia pada embrio ayam ditemukan oleh
Ernest William Goodpasture dan rekan-rekannya di Vanderbilt University di awal 1930-an.
Pada bulan Maret 2010 peneliti Swedia melaporkan kasus meningitis bakteri pada wanita
disebabkan oleh Rickettsia Helvetica. Di Amerika Serikat, ada sekitar 500 sampai 1.000 kasus
setiap tahun, dengan angka kematian sekitar 7%, jika pengobatan antibiotik tidak dimulai
segera. Kasus tersebut hanya terjadi pada belahan bumi bagian Barat, sedangkan belahan
Timur memiliki demam kutu jenis lain . Suatu mikroba tergantung pada Ixodidae tertentu, atau
kutu keras yang mendukung kelangsungan hidupnya. Umumnya, penyakit yang ditularkan oleh
kutu yang ditemukan di Belahan Timur lebih ringan dari yang ditemukan di Barat.
Riketsia pernah menjadi epidemik di belahan Eropa, Meksiko dan Afrika Utara pada tahun
±1083. Dari berbagai kejadian di atas, maka kita perlu memahami dan mengetahui struktur
bakteri Riketsia beserta penyakit yang ditimbulkan dari infeksi Riketsia serta hal-hal lainnya
yang terkait dengan riketsia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari riketsia ?
2. Bagaimanakah struktur bakteri riketsia?
3. Apa sajakah infeksi yang dapat ditularkan oleh bakteri riketsia?
4. Bagaimanakah mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi infeksi bakteri riketsia?
5. Bagimanakah pemberantasan penyakit yang disebabkan oleh bakteri riketsia?
6. Bagaimanakah deskripsi hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita penyakit yang
disebabkan oleh bakteri riketsia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian riketsia.
2. Untuk mengetahui struktur bakteri riketsia.
3. Untuk mengetahui infeksi yang dapat di tularkan oleh bakteri riketsia.
4. Untuk mengetahui mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi infeksi bakteri riketsia.
5. Untuk mengetahui pemberantasan penyakit yang di sebabkan oleh bakteri riketsia.
6. Untuk mengetahui deskripsi hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita penyakit
yang disebabkan oleh bakteri riketsia.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian riketsia.
2. Dapat mengetahui struktur bakteri riketsia.
3. Dapat mengetahui infeksi yang dapat di tularkan oleh bakteri riketsia.
4. Dapat mengetahui mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi infeksi bakteri riketsia.
5. Dapat mengetahui pemberantasan penyakit yang di sebabkan oleh bakteri riketsia.
6. Dapat mengetahui deskripsi pemeriksaan laboratorium pada penderita penyakit yang
disebabkan oleh bakteri riketsia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ricketsia
Ricketsia adalah suatu mikroorganisme yang mempunyai sifat antara bakteri atau virus.
Bentuknya pleomorfik, berbentuk coccus, coccobacillus, baccilus atau filament; Gram negatif;
ukuran; panjang antara 0,3-2,0 mikron dan tebal antara 0,3-0,5 mikron. Mempunyai dinding
sel yang jelas (seperti bakteri).dapat dilihat dengan mikroskop biasa (seperti bakteri). Ricketsia
adalah parasit intra seluler (seperti virus), untuk pembenihannya perlu sel yang masih
hidup.Berkembang biak dengan jalan membelah diri (seperti bakteri).

Rickettsia spesies yang dibawa oleh banyak kutu, tungau , dan caplak, dan menyebabkan
penyakit pada manusia seperti tipus, rickettsialpox, demam Boutonneuse, demam gigitan kutu
Afrika, melihat demam Rocky Mountain, Australia Tick Tifus, Pulau Flinders Spotted Demam
tifus dan Queensland tick. Penyakit karena ricketsia dapat diobati dengan antibiotik.
Ricketsia umumnya merupakan "parasit"pada arthropoda di mana arthropoda sebagai host
intermediate,merupakan bagian dari siklus hidupnya. Ricketsia yang menumpang hidup pada
arthropoda tidak menyebabkan matinya arthropoda, sehingga hubungannya lebih bersifat
simbiose mutualisme.
Menularnya kepada manusia melalui gigitan arthropoda atau melalui inhalasi udara yang
mengandung debu-debu feces arthropoda yang berasal dari pakaian atau tempat tidur.Ricketsia
memiliki kecenderungan untuk menyerang sel endothelial kapiler, sehingga infeksi karena
ricketsia selalu ditandai dengan adanya ruam di kulit (bintik kemerahan di kulit) karena
pecahnya pembuluh kapiler.
2.2 Struktur Ricketsia
Rickettsia berasal dari Phylum : Proteobacteria,Kelas : Alpha Proteobacteria Ordo :
Rickekettsiales Famili : Rickettsiaceae Genus : Rickettsia, Gram-negatif, non-sporeforming,
bentuknya pleomorfik yang pada umumnya berukuran 1 – 0,3 mikron dapat hadir sebagai
cocci (0,1 pM diameter), batang (1-4 pM panjang) atau benang seperti (10 pM panjang).
Meskipun sangat kecil dan selalu terdapat didalam sel, Rickettsia bukanlah termasuk virus
melainkan golongan bakteri.
Rickettsia mempunyai sifat-sifat yang sama dengan sifat-sifat bakteri yaitu mengandung asam
nukleat yang terdiri dari RNA dan DNA , berkembang biak dengan pembelahan biner, dinding
sel mengandung mukopeptida, mempunyai ribosom, mempunyai enzim yang aktif pada
metabolisme, dihambat oleh obat-obat anti bakteri dan dapat membentuk ATP sebagai sumber
energi .Rickettsia dapat berbentuk batang pendek, kokoid atau pleomorf (kokobasilus
pleomorfik).
Rickettsia mempunyai struktur dinding sel gram negative sehingga mempermudah untuk hidup
didalam kuning telur embrio yang terdiri dari peptidoglikan yang mengandung asam muramat
dan asam diaminopimelat. Pada rickettsia, bagian yang tumbuh berbeda-beda.

2.3 Infeksi Yang Disebabkan Oleh Ricketsia

Infeksi yang dapat disebabkan akibat terinfeksi oleh bakteri pathogen Rickettsia pada tubuh
manusia yaitu :
· Mual (Tahap Awal)
· Muntah (Tahap Awal)
· Sakit kepala (Tahap Awal)
· Demam (Tahap Awal)
· Kehilangan nafsu makan (Tahap Awal)
· Ruam Berbintik (Tahap Menengah)
· Lesi (Merah) (Tahap Lanjutan)
· Diare (Tahap Lanjutan)
· Rasa Sakit/Nyeri - Perut (Tahap Lanjutan)
· Rasa Sakit/Nyeri - Sendi (Tahap Lanjutan)
· Malaise

Namun untuk pembahasan lebih lanjut infeksi yang spesifik dapat dijelaskan berdasarkan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen Rickettsia itu sendiri , seperti :
1. Tifus Murin
Tifus Murin (Tifus Kutu Tikus, Tifus Malaya) adalah infeksi yang ditularkan oleh tikus, yang
menyebabkan demam dan ruam.Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, sering menyebabkan
wabah, terutama di daerah perkotaan yang padat, dimana tikus banyak ditemukan.
PENYEBAB
Rickettsia typhi.
Bakteri ini hidup pada kutu tikus, mencit dan hewan pengerat lainnya. Kutu tikus inilah yang
menularkan riketsia kepada manusia.
GEJALA
Gejala timbul dalam waktu 6-18 hari setelah terinfeksi.
Biasanya gejala awal berupa menggigil, sakit kepala dan demam. Demam berlangsung selama
12 hari.Ruam yang sedikit menonjol dan berwarna merah muda akan timbul setelah 4-5 hari
pada 80% penderita. Pada mulanya ruam hanya terdapat di sebagian kecil tubuh dan sulit
dilihat.Setelah 4-8 hari, ruam akan memudar secara bertahap.Gejala lainnya yang bisa
ditemukan pada penderita adalah:
- sakit punggung
- sakit persendian
- mual dan muntah
- batuk kering
- nyeri perut.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.Pemeriksaan darah bisa menunjukkan
adanya peningkatan kadar antibodi terhadap tifus.
PENGOBATAN
Untuk meredakan infeksi dan mengatasi gejala-gejalanya, diberikan antibiotik (tetrasiklin,
doksisiklin, kloramfenikol).Tetrasiklin biasanya tidak diberikan kepada anak-anak karena
dapat mengganggu pertumbuhan gigi.Kebanyakan penderita akan sembuh sempurna. Tetapi
kematian bisa terjadi pada penderita dengan usia lebih tua dan dengan gangguan sistem
kekebalan.
PENCEGAHAN
Hindari tempat-tempat yang banyak mengandung kutu tikus.

2. Demam Berbintik Rocky Mountain

PENYEBAB
Ricketsia ricketsii
Mikroorganisme ini khas untuk belahan bumi barat. Pertama kali ditemukan di negara bagian
Rocky Mountain, tapi juga terdapat di seluruh Amerika, kecuali di Maine, Hawai dan Alaska.
Penyakit ini biasanya timbul pada bulan Mei-September, dimana kutu dewasa sangat aktif dan
orang-orang berada di daerah yang banyak ditemukan kutu.Di negara bagian selatan, penyakit
ini terjadi sepanjang tahun. Resiko tinggi terinfeksi adalah anak-anak berusia dibawah 15
tahun, karena mereka banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, di tempat dimana kutu
banyak ditemukan. Kutu yang terinfeksi menularkan riketsia kepada kelinci, bajing, rusa,
beruang, anjing dan manusia.Penyakit ini tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang.
Riketsia hidup dan berkembang-biak di dalam dinding pembuluh darah. Yang sering terinfeksi
adalah pembuluh darah di kulit, dibawah kulit, di otak, jantung, paru-paru, ginjal, hati dan
limpa. Pembuluh darah bisa tersumbat oleh bekuan darah.
GEJALA
Gejala dimulai secara tiba-tiba dalam waktu 3-12 hari setelah gigitan kutu. Makin cepat gejala
timbul, makin berat gejalanya. Terjadi sakit kepala hebat, menggigil, kelelahan yang luar biasa
(postrasi) dan nyeri otot. Demam 39,4- 40,4°Celsius terjadi selama beberapa hari dan pada
kasus yang berat, tetap tinggi sampai selama 15-20 hari. Demam bisa menghilang di pagi hari
untuk sementara waktu. Penderita juga mengeluh batuk kering pendek. Pada hari keempat
demam, ruam muncul di pergelangan tangan, pergelangan kaki, telapak tangan, telapak kaki
dan lengan bawah; dan dengan segera akan menyebar ke leher, muka, ketiak, bokong dan
daerah yang tertutup celana pendek. Pada mulanya ruam tampak datar dan berwarna merah
muda, tapi selanjutnya akan menonjol dan berwarna lebih gelap. Mandi air hangat akan lebih
memperjelas adanya ruam ini. Dalam waktu 4 hari, muncul area keunguan (peteki) karena
adanya perdarahan di dalam kulit. Bila beberapa area ini menyatu, bisa terbentuk koreng. Bila
pembuluh darah otak terkena, akan timbul sakit kepala, gelisah, sulit tidur, penurunan
kesadaran dan koma. Hati bisa membesar, peradangan hati menyebabkan sakit kuning,
meskipun jarang terjadi. Bisa terjadi peradangan saluran pernafasan (pneumonitis). Juga bisa
terjadi pneumonia, kerusakan otak dan kerusakan hati. Kadang tekanan darah bisa menurun
dan bahkan pada kasus yang berat, terjadi kematian mendadak.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya
penurunan kadar trombosit dan sel darah merah. Biopsi kulit bisa menunjukkan adanya
mikroorganisme penyebab penyakit ini.
PENGOBATAN
Segera diberikan antibiotik. Yang sering digunakan adalah doksisiklin atau tetrasiklin, kepada
wanita hamil bisa diberikan kloramfenikol. Antibiotik telah mengurangi angka kematian dari
20% menjadi 7%. Kematian terjadi bila pengobatan tertunda. Penderita demam yang berat
sering memiliki sirkulasi darah yang tidak memadai, yang bisa menyebabkan gagal ginjal,
anemia, pembengkakan jaringan dan koma. Juga bisa terjadi kebocoran pada pembuluh darah
yang terinfeksi. Karena itu bisa diberikan cairan melalui infus dengan pengawasan ketat, untuk
menghindari peningkatan pengumpulan cairan di paru-paru dan otak, terutama pada stadium
lanjut.
PENCEGAHAN
Tidak ada vaksin untuk demam berbintik Rocky Mountain. Sebaiknya digunakan repelen
(penolak serangga) seperti dietil-toluamid pada kulit dan pakaian orang-orang yang bekerja di
daerah dimana banyak ditemukan kutu. Repelen ini efektif tapi kadang-kadang menyebabkan
reaksi toksik, terutama pada anak-anak. Kebersihan badan dan pencarian kutu sangat penting
untuk pencegahan. Kutu harus diambil secara hati-hati, karena riketsia bisa ditularkan melalui
darah yang keluar bila kutu tertindas diantara jari-jari tangan. Bisa juga digunakan insektisida
untuk membasmi kutu.
3. Ehrlichioses : Demam dan Sakit Kepala karena Gigitan Kutu
Ehrlichioses adalah infeksi kutu borne yang menyebabkan demam, panas dingin, sakit kepala,
dan perasaan sakit umum (malaise). Gejala-gejala ini terjadi tiba-tiba.
PENYEBAB
Bakteri Ehrlichia, seperti Rickettsiae, dapat hidup hanya di dalam sel hewan atau manusia.
Meskipun begitu, tidak seperti Rickettsiae, bakteri Ehrlichia mendiami sel darah putih (seperti
granulosit dan monosit). Spesies lain mendiami jenis lain pada sel darah putih. Erchilioses
sangat sering terjadi di daerah Amerika Serikat Selatan dan Tengah Selatan. Mereka juga
terjadi di Eropa. Mereka lebih sering terjadi di antara musim semi dan akhir musim gugur, pada
waktu kutu paling aktif. Infeksi menyebar ke orang melalui gigitan kutu, kadangkala dihasilkan
dari kontak dengan hewan yang membawa kutu anjing coklat atau kutu rusa.

GEJALA
Gejala-gejala biasanya dimulai 1 sampai 3 minggu setelah gigitan kutu. Gejala-gejala awal
adalah demam. Panas dingin, sakit kepala berat, sakit badan, dan malaise. Sebagaimana
kemajuan infeksi, gejala-gejala bisa terbentuk :
* Muntah
* Diare
* Kejang
* Pusing
* Koma
* batuk
* Kesulitan bernafas
Ruam kulit kurang umum dibandingkan infeksi Rickettsial. Kematian tidak sering terjadi tetapi
bisa terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang dilemahkan atau mereka yang kulitnya
tidak segera diobati dengan cukup.
DIAGNOSA
Dokter melakukan pemeriksaan darah, yang bisa mendeteksi jumlah sel darah putih rendah,
jumlah platelet rendah (thrombocytopenia), dan kelainan penggumpalan darah. Tetapi hal ini
ditemukan terjadi pada banyak gangguan lainnya. Pemeriksaan darah untuk memeriksa
antibodi terhadap bakteri ini kemungkinan sangat membantu, tetapi hasilnya biasanya tidak
positif sampai beberapa minggu setelah sakit tersebut dimulai. Tes Reaksi rantai polymerase
(PCR) kemungkinan lebih berguna. Hal itu meningkatkan jumlah DNA bakteri dan dengan
demikian membuat bakteri lebih mudah dikenali. Kadangkala sel darah putih mengandung
bercak berkarakter (morulae) yang bisa dilihat di bawah mikroskop. Kehadiran morulae
memastikan diagnosa pada ehrlichiosis.
PENGOBATAN
Jika orang yang telah terkena kutu yang terinfeksi mengalami gejala-gejala khusus, pengobatan
biasanya dimulai berdasarkan gejala-gejala orang tersebut sebelum hasil pemeriksaan
laboratorium tersedia. Doxycycline, chloramphenicol, dan tetrasiklin semuanya efektif. Ketika
pengobatan dimulai lebih awal, kebanyakan orang segera bereaksi dan sembuh. Penundaan
pada pengobatan bisa menyebabkan komplikasi serius, termasuk kematian pada 2 sampai 5%
penderita.

Infeksi Riketsia Yang Lainnya


Penyakit Penyebab Daerah Gambaran
penyakit
Tifus Epidemik Rickettsia Seluruh dunia Masa inkubasi 7-14
prowazekii, hari
ditularkan tuma Onset terjadi secara
tiba-tiba
Demam, sakit
kepala, kelelahan
Ruam muncul hari
ke4-ke6
Jika tidak diobati,
bisa berakibat fatal,
terutama pada
penderita diatas 50
tahun
Tifus Belukar Rickettsia Asia Pasifik, Masa inkubasi 6-21
tsutsugamushi, Jepang, India, hari
ditularkan tungau Australia, Tailan Onset terjadi secara
tiba-tiba
Demam, menggigil,
sakit kepala
Ruam muncul hari
ke5-ke8
Erlikiosis Ehrlichia canis, Seluruh dunia Menyerupai
ditularkan kutu Demam Berbintik
anjing coklat Rocky Mountain,
tapi tanpa ruam
Jika tidak diobati,
bisa berakibat fatal
Cacar Riketsia Rickettsia akari, Pertama kali 1 minggu sebelum
ditularkan tuma ditemukan di New demam, muncul
York, juga koreng di kulit
ditemukan di daerah Demam hilang
lainnya di Amerika timbul selama1
& di Rusia, Korea minggu disertai
serta Afrika menggigil, keringat
berlebih, sakit
kepala, sensitif thd
sinar matahari, nyeri
otot
Demam Q Coxiella burnetii Seluruh dunia Masa inkubasi 9-28
(Rickettsia hari
burnetii), penularan Onset terjadi secara
melalui cipratan tiba-tiba
ludah yg Demam, sakit
mengandung kepala hebat,
riketsia atau melalui menggigil, lemah,
susu yang terinfeksi nyeri otot, nyeri
dada, pneumonitis,
tanpa ruam

Demam Parit Bartonella quintana, Meksiko, Tunisia, Masa inkubasi 14-


ditularkan tuma Eritrea, Polandia, 30 hari
Rusia Onset terjadi secara
tiba-tiba
Demam, lemah,
pusing, sakit kepala,
sakit punggung,
sakit tungkai
2.4 Mekanisme Pertahanan Tubuh
1. Mekanisme Pertahanan Tubuh Ekstraseluler
Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan
mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil,
monosit serta makrofag jaringan.
Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur
alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek
opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat
pengumpulan serta aktivasi leukosit.
Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk
memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi
neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi,
akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi.
Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk
eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
· Netralisasi toksin
Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan
menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan
sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi
peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal organ
multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan
antagonisnya, berperan dalam menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah
sitokin berikatan pada sel target.
Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan eksotoksin
lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi
melalui dua cara.
Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung
menghambat reaksi toksin dengan sel target.
Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu
dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target.
Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan
terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen
pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.
· Opsonisasi
Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi
untuk memudahkan fagositosis.
Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh
antibodi.
Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat terikat pada
manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan C1s serta berikatan
dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang dapat
berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis.
Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini
dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh
antibodi adalah bakteri yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN
dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh antibodi.
Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai oleh
reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan fagosit, sehingga
meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen berasal dari molekul
IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke
makrofag (bonus effect of multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada
makrofag, namun merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.
Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke
dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi komplemen
melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan anfilaktoksin C3a dan
C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen serum, termasuk antibodi yang lebih
banyak, dan juga faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.
Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi infeksi
lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang dikeluarkan oleh
bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi.
Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik.
Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada dinding
sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada permukaan
sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini akan
merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan melakukan
proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.
Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia yang
berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri akan terperangkap di
dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim
dan protein untuk merusak dan menghancurkan bakteri tersebut.
Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun
nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat
berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase
terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini
menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap
bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).
Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan superoksida dan
radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung dengan
perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin,
lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat
menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis
bersifat sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain
itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas
lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan sebagai
antibiotika alami (natural antibiotics).
· Sistem imun sekretori
Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik.
Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh neutrofil,
makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada
permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan
dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2 pada usus besar.
Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan
mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai
afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi
berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak
antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun
dan menghasilkan reaksi inflamasi akut.
Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan
transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil
akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab infeksi yang
telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks antibodi-komplemen pada
makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat permeabilitas vaskular dan proses
kemotaktik .
Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat
mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent
Cellular Cytotoxicity (ADCC).
2. Mekanisme Pertahanan Tubuh intraseluler
Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan obligat.
Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis tetapi tidak dapat
dihancurkan oleh sistem fagositosis.
Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di
dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam
sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda
dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler.
Beberapa jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella
menghindari perlawanan sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya
fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya
bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi. Namun setelah
di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme pertahanan.
Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga mekanisme, yaitu
1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri,
2) lipid mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI (reactive
oxygen intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan
terjadinya respiratory burst,
3) menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap hidup bebas
dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan selanjutnya.

2.5 Pemberantasan
Pembrantasan dapat dilakukan dengan cara dengan memutuskan rantai infeksi, menjaga
kebersihan lingkungan dan diri sendiri, dan imunisasi.
1. Memutuskan Mata Rantai
· Typus Endemik : Menghilangkan tuma dengan insektisida
· Typus Murine : Dengan bangunan yang tahan tikus dan penggunaan racun tikus
· Sclub typus : Pembersihan sekitar perkemahan tempat tumbuh-tumbuhan dimana
tikus dan tungau hidup.
· Demam berbercak : Pembersihan tanah yang mengandung organisme ini, pencegahan
perorangan : memakai kaos kaki yang menutupi celah untuk mengusir sengkenit yang melekat.
· Riketsiapox : Membrantas Hewan Pengerat
2. Menjaga Kebersihan Lingkungan Dan Diri
· Menjaga kebersihan baik dari lingkungan maupun diri sendiri, misalnya jangan
membiarkan banyak pakaian kotor yang tergantung di kamar karena dapat ijadikan sarang kutu,
lalu menggunakan obat gosok untuk mencegah gigitan arthopoda.
3. Imunisasi
Imunisasi aktif dapat dilakukan dengan memakai antigen yang diberi formalin, yang dibuat
dari kantong kuning telur embrio ayam yang terinfeksi atau dari biakan sel. Vaksin seperti ini
tersedia untuk tifus epidemic (R prowazekii), Rocky Mountain spotted fever (R ricketsii) dan
demam Q (C Burnetti). Vaksin Coxialla (fase 1 yang diberi formalin) telah digunakan pada
pekerja di tempat pemotongan hewan di Australia. Namun vaksi yang diproduksi secara
komersial belum tersedia di Amerika Serikat pada tahun 1989.
Suspense riketsia inaktif yang tumbuh dalam biakan sel sedang dipelajari sebagai vaksin. Suatu
vaksin hidup (strain E) terhadap virus epidemic bersifat efektif dan dipakai untuk percobaan
tetapi dapat menimbulkan penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri.
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Darah (atau bekuan darah yang telah diemulsi) diinokulasikan ke dalam marmot, mencit, atau
telur. Riketsia biasanya ditemukan dalam darah yang diambil segera setelah timbul penyakit,
tetapi dapat ditemukan sampai hari ke-12 masa sakit.Bila marmot tidak tampak sakit (demam,
pembengkakan skotrum, nekrosis pendarahan, kematian), serumnya dikumpulkan untuk tes
antibody dengan tujuan untuk mengetahui apakah hewan itu menderita infeksi yang tidak
nyata.
Beberapa riketsia dapat menginfeksi mencit dan riketsia terlihat dalam sediaan eksudat
peritoneal. Pada Rocky Mountain spotted fever, biopsy kulit yang dilakukan pada penderita
antara hari keempat dan kedelapan masa sakit memperlihatkan riketsia melalui pewarnaan
imunofluorensi.Tes serologic yang paling peka dan has adalah mikroimunofluorensi,
mikroaglutinasi dan ikatan komplemen. Kenaikan dapat diperlihatkan selama berlangsungnya
penyakit.
Beberapa Tes yang sering digunakan :
· Tes Imunoflourensi Tidak Langsung dengan Antigen Riketsia
· Ikatan komplemen dengan antigen riketsia
· Aglutinasi riketsia
· Hemaglutinasi tidak langsung dan tes aglutinasi lateks
· EIA
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan maka simpulan yang kami dapatkan dalam
makalah ini adalah : Rickettsia berasal dari Phylum : Proteobacteria,Kelas : Alpha
Proteobacteria Ordo : Rickekettsiales Famili : Rickettsiaceae Genus : Rickettsia, Gram-negatif,
non-sporeforming, bentuknya pleomorfik yang pada umumnya berukuran 1 – 0,3 mikron dapat
hadir sebagai cocci (0,1 pM diameter), batang (1-4 pM panjang) atau benang seperti (10 pM
panjang). Kemudian infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri rickettsia menimbulkan penyakit
typus, demam rocky mountain,dll. Mekanisme pertahanan tubuh manusia ketika diinfeksi oleh
bakteri pathogen ini bermacam-macam seperti tubuh akan memngeluarkan sel NK(natural
killer), hingga imunitas yg dikeluarkan secara langsung oleh tubuh kita. Adapun cara
pemberantasan atau pencegahan dari bakteri Rickettsia ini adalah dengan memutus rantai
infeksi, melakukan imunisasi, dan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Beberapa Tes yang
sering digunakan : Tes Imunoflourensi Tidak Langsung dengan Antigen Riketsia,Ikatan
komplemen dengan antigen riketsia,Aglutinasi riketsia,Hemaglutinasi tidak langsung dan tes
aglutinasi lateks,EIA
3.2 Saran
Setelah mempelajari mata kuliah mikrobiologi dan parasitologi diharapkan mahasiswa dapat
memahami mata kuliah ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, Srikandi, 1992, “Mikrobiologi 1”, PT Garamedia Pustaka Utama, Jakarta


http://shenioktaviani3a.blogspot.com/2011/01/mikrobiologi.
htmlhttp://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Rickettsia
htmlhttp://microbewiki.kenyon.edu/index.p
http://wikipedia.org/

Anda mungkin juga menyukai